Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS PERISTIWA G30S/PKI


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu :

DISUSUN OLEH:
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
G30S/PKI dilatarbelakangi oleh kemunculan konsep ideologi Nasionalisme, Agama
dan Komunisme (Nasakom) yang berlangsung dari tahun 1959-1965 di bawah
kekuasaan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno ingin menyertakan PKI dalam
konsep Nasakom tersebut. Di sisi lain, TNI AD masih tidak bisa menerima
keberadaan PKI. TNI AD pun menolak konsep Nasakom karena dianggap hanya
menguntungkan PKI. Hal ini memicu ketidakharmonisan hubungan antara TNI AD
dan PKI. Pertentangan ini juga turut melatar belakangi peristiwa G30S/PKI.

I.2 Rumusan Masalah


I.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Apa itu Peristiwa G30S PKI
G 30 S PKI adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September sampai 1
Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang
lainnya dibunuh dalam suatu usaha kudeta (pengambilan kekuasaan) yang kemudian
dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

II.2 Proses Terjadinya Peristiwa G30S PKI


G30S terjadi karena adanya persaingan politik, karena PKI sebagai kekuatan politik
merasa khawatir dengan kondsi kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk. Pada
awal Agustus 1965, Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato, banyak
pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi. Kemudian, banyak
pertanyaan muncul mengenai siapa pengganti Presiden Soekarno nantinya, dan ini
menyebabkan persaingan semakin tajam antara Partai Komunis dengan TNI.
Peristiwa gerakan 30 September 1965 pada dasarnya berlangsung selama dua hari,
yaitu pada tanggal 30 September 1965 dan tanggal 1 Oktober 1965.

Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban penculikan dan
pembunuhan yakni:
- Letjen. Ahmad Yani
- Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono
- Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan
- Brigjen Sutoyo
- Perwira Lettu Pirre Tandean

Keseluruhannya dimasukan kedalam lubang di kasawan Pondok Gede, Jakarta. Satu


Jenderal selamat dalam penculikan ini yakni Jendral A.H. Nasution, namun putrinya
menjadi korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu. Pierre Tandean.
Korban lain ialah, Brigadir Polisi K.S. Tubun wafat ketika mengawal rumah Dr. J.
Leimana.

Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, Kolonel Katamso
dan Letkol. Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini. Setelah
berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI menguasai gedung Radio
Republik Indonesia. Dan mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.1,
yakni pernyataan bahwa gerakan G30S PKI adalah upaya penyelematan negara dari
Dewan Jendral yang ingin mengambil alih negara.

Gerakan 30 September 1965 menyebabkan kebingungan terhadap masyarakat


Indonesia, khususnya Jakarta. Mereka mempertanyakan kemana para petinggi
Angkatan Darat tersebut, karena tidak ada yang mengetahui keberadaannya.
Kemudian hal tersebut direspons oleh pemerintah, Mayjen Soeharto sebagai Panglima
Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), yang mengambil
kesimpulan bahwa para perwira tinggi itu telah diculik dan dibunuh.

Mayjen Soeharto langsung mengambil alih pimpinan Angkatan Darat guna


menindaklanjuti peristiwa yang terjadi di tanggal 30 September tersebut. Langkah
penumpasan dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965, TNI berusaha menetralisasi
pasukan-pasukan yang menduduki Lapangan Merdeka. Kemudian, Mayjen Soeharto
menugaskan kepada Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali gedung
RRI dan Pusat Telekomunikasi, tugas tersebut selesai dalam waktu singkat dan tanpa
pertumpahan darah.

Dengan dikuasainya RRI dan Telekomunikasi, pada jam 20.00 WIB Soeharto
mengumumkan bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan oleh gerakan 30 September,
beliau juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB
Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Operasi penumpasan berlanjut ke kawasan Halim Perdanakusuma pada 2 Oktober


1965, tempat pasukan G30S mengundurkan diri dari kawasan Monas Kawasan. Pada
tanggal yang sama, atas petunjuk Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan
PKI, pasukan pemerintah menemukan lokasi Jenazah para perwira di lubang sumur
tua. Di atasnya, ditanami pohon pisang di kawasan yang dekat juga dengan Halim,
yakni Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pada tanggal 4 Oktober, dilakukan pengangkatan
jenazah tersebut dan keesokan harinya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata Jakarta.

Para perwira yang gugur akibat pemberontakan ini diberi penghargaan sebagai
Pahlawan Revolusi. Upaya penumpasan terus dilakukan, Rakyat Indonesia turut
membantu dan mendukung penumpasan tersebut. Demonstrasi anti-PKI berlangsung
di Jakarta. Operasi penumpasan berlanjut dengan menangkap orang-orang yang
dianggap bertanggung jawab pada peristiwa itu.

Pada 9 Oktober 1965, Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta. Pada 11


Oktober 1965, Letkol Untung pemimpin dewan revolusi berhasil ditangkap di Tegal
ketika ingin melarikan diri ke Jawa Tengah. Selain itu, para petinggi PKI seperti D.N
Aidit, Sudisman, Sjam dll juga ditangkap oleh TNI pada 22 November 1965. Setelah
itu, pada 14 Februari 1966, beberapa tokoh PKI dibawa ke hadapan sidang Mahkamah
Luar Biasa (Mahmilub). Desakan rakyat semakin ramai menuntut agar PKI
dibubarkan. Puncaknya, pada saat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11
Maret 1966, Soeharto langsung mengeluarkan larangan terhadap PKI dan ormas-
ormas di bawahnya.

II.3 Analisa Penyebab Terjadinya Peristiwa G30S PKI


Ada beberapa hal yang menyebabkan peristiwa G30S PKI yaitu :
1) Beredar Isu Kudeta Presiden Soekarno
Berangkat dari tersebarnya kabar burung yang merebak luas tentang adanya
sekelompok Jenderal atau Dewan Jenderal yang disebut hendak melakukan
gerakan kudeta terhadap Presiden Soekarno. Usut punya usut informasi ini
tersebar dari beberapa rekan militer yang ternyata merupakan simpatisan
PKI. Hal ini dijelaskan dalam sebuah buku yang ditulis oleh Peter Kasenda
berjudul "Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI" pada 2016.
2) Perpecahan Di Dalam Badan Militer
Faktor penyebab G30S PKI adalah bahwa saat itu di dalam badan militer sudah
terjadi perpecahan yang menyebabkan terjadinya pembagian faksi yang bertujuan
untuk saling memperebutkan kekuasaan dan pengaruh. Di dalamnya ada sebagian
kecil yang juga berperan sebagai simpatisan PKI. Selain itu, PKI merupakan
salah satu partai yang cukup berpengaruh kala itu. Beberapa kadernya juga
menduduki kursi dewan dan kursi pejabat. Selain faksi yang menjadi simpatisan
ada juga faksi yang berdiri dengan faham anti PKI. Faksi inilah yang pada
akhirnya setia kepada Soekarno. Di faksi inilah diyakini Dewan Jenderal
bersarang.
3) Terpengaruh Perang Dingin
Agenda kudeta yang dilakukan oleh PKI di Indonesia tidak terlepas dari efek
samping terjadinya perang dingin antara Uni Sovie (komunis) dan Amerika
Serikat (kapitalis). Sedangkan pada tahun 1960-an Presiden Soekarno lebih
cenderung untuk memihak blok Soviet, sedangkan Dewan Jenderal diasumsikan
lebih pro ke pihak blok barat sehingga ada sebuah spekulasi untuk menyingkirkan
Presiden Soekarno kala itu. Berdasarkan asumsi tersebut para perwira militer
yang loyal kepada Sukarno bergerak secara diam-diam untuk mencegah kudeta.

Singkat cerita, pasukan tak kenal ampun ini berhasil menculik 6 (enam) Jenderal,
yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S.
Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo. Namun dikarenakan
perencanaan dan eksekusi rencana yang kurang matang membuat rencana gagal
total, hasilnya adalah dibunuhnya para Jenderal. Ada Kolonel Abdul Latief
(Komandan Garnisun Kodam Jaya), Letkol Untung (Komandan Batalion Pasukan
Pengawal Presiden Cakrabirawa), dan Mayor Sujono (Komandan Resimen
Pasukan Pertahanan Pangkalan di Halim). Mereka didukung oleh Sjam
Kamaruzaman, Kepala Biro Chusus (BC) PKI yang merupakan badan intelijen
PKI. Daftar jenderal yang jadi sasaran disusun oleh Sjam bersama para perwira
militer. Mereka berencana "menculik" para jenderal dan membawanya ke
hadapan Presiden Sukarno.

II.4 Pendapat Penulis Sebagai Mahasiswa Terkait Peristiwa G30S PKI


peristiwa G 30 S/PKI sangat tidak berperikemanusiaan karena melanggar hak asasi
manusia, yaitu hak untuk hidup dan merdeka. Para pelaku peristiwa G 30 S/PKI telah
membujuk golongan bawah dan buruh untuk melakukan tindakan penyiksaan dan
pembunuhan untuk menggulingkan Pancasila yang selama ini telah menyatukan
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, komunis telah membuat rakyat Indonesia terpecah
belah dan merasa tidak nyaman dengan cara-caranya menguasai pemerintahan
Indonesia. Dengan demikian, Gerakan yang bertentangan dengan Pancasila dimana
tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam
suatu usaha kudeta.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB III
III.1 Kesimpulan atau Hikmah dari Peristiwa G30S PKI
Hikmah yang bisa diambil dari peristiwa G30S PKI adalah, Bahwa Indonesia adalah
Negara berdasarkan ketuhanan. Hal tersebut termaktub dalam dasar Negara yakni
Pancasila. Oleh sebab itu, semua gerakan yang menginginkan Negara ini tidak
berlandaskan agama adalah gerakan yang membahayakan keberadaan Indonesia
sebagai Negara. G30S PKI adalah pelajaran bagi kita untuk berhati-hati terhadap
gerakan yang serupa. Peristiwa G30S PKI harus kita jadikan cerminan dalam
kehidupan beragama di Indonesia. G30S PKI adalah gambaran yang jelas bagaimana
sebuah konflik yang tidak dikelola dengan baik bisa membahayakan keselamatan
banyak orang. Indonesia akan selalu beragam dalam hal agama dan ini adalah kodrat.
Memelihara nilai toleransi dalam keberagaman penting untuk senantiasa dilakukan.

III.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai