Anda di halaman 1dari 6

GERAKAN 30 SEPTEMBER

PARTAI KOMUNIS INDONESIA


(G30-S/PKI)

Oleh:AZRIEL.M.ZHIDAN
Decequen:
Kelas: X5

Melihat tayangan G30-S/PKI


Hari Rabu Tanggal 28 September
JAM : 16:30

A. Peristiwa G30-S/PKI
Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKIadalah
sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1
Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang
lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan
kepada anggota partai komunis.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi
di bawah dekret presiden dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan
angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut
"Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis
yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum
buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang
mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus
menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno
untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan dengan
persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan
Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Namun para petinggi militer
menentang hal ini.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas
tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan
polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi
revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah
pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk
meningkatkan kerja sama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata.
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di
mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat
setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia,
termasuk para komunis". Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja
dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan
karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk
pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima"
di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata.
Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan
ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha
untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas
hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha
menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam
laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat
dicapai dan mereka akan bekerja sama untuk menciptakan "angkatan kelima".
Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di
Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatur
militer dan negara sedang diubah untuk memencilkan aspek anti-rakyat dalam alat-
alat negara.
Menjelang dilancarkannya G 30 S/PKI, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakannya oleh Biro Khusus PKI yang telah di bentuk pada tahun 1964 dengan
mengadakan beberapa kali rapat rahasia yang di ikuti oleh beberapa orang oknum
ABRI. Rapat pertama 6 September 1965 yang di laksanakan rumah Kapten Wahjudi
Jl. Sindanglaya 5, Jakarta, diikuti oleh:
1. Sjam Kamaruzaman.
2. Pono (Soepono).
3. Letnan Kolonel Untung Sutopo (Komandan Batalion I Kawal Kehormatan
Resimen Cakrabirawa).
4. Kolonel A. Latief (Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
5. Mayor Udara Suyono (Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU
Halim).
6. Mayor A. Sigit (Komandan Batalion 203 Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
7. Kapten Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara).
Rapat ini membicarakan tentang situasi umum sebelum gerakan dan isu
sakitnya Bung Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu adanya Dewan jendral yaitu
yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas
terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini,
Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan
membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno, dan dari ABRI pun terhasut dan ikut
dalam gerakan yaitu Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen
Cakrabirawa (pasukan pengawal Presiden). Sjam kemudian menyampaikan instruksi
Aidit untuk mengadakan gerakan mendahului kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat
pertama kemudian banyak diadakan lagi rapat-rapat selanjutnya guna membahas
persiapan serangan gerakan. Di antaranya rapat ke-2 pada tanggal 9 September 1965,
rapat ke-3 tanggal 13 September 1965, rapat ke-4 tanggal 15 September 1965, rapat
ke-5 tanggal 17 September 1965, rapat ke-6 19 September 1965, dan rapat ke-7
tanggal 22 September 1965, ke-8 24 September 1965, ke-9 tanggal 29 September
1965.
Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6 membahas tentang penetapan sasaran
gerakan bagi masing-masing pasukan yang akan bergerak menculik atau membunuh
para jendral Angkatan Darat yang di beri nama pasukan Pasopati. Pasukan teritorial
dengan tugas menduduki gedung RRI dan gedung Telekomunikasi di beri nama
Pasukan Bimasakti kemudian pasukan yang mengkoordinasi lubang Buaya di beri
nama Pasukan Gatotkaca. Setelah persiapan terakhir selesai, rapat terakhir di adakan
tanggal 29 September 1965 yang dilaksanakan di rumah Sjam, gerakan itu dinamakan
“Gerakan 30 September” (G 30 S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara fisik-militer
gerakan di pimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen
Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) selaku pimpinan formal seluruh gerakan.
Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal
senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan
kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan
pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan
Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap
gerakan tersebut.

B. Korban G30-S/PKI
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya
dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana
(Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung.
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian
mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut. Korban keenam pejabat tinggi
yang dibunuh tersebut adalah:
1. Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani
2. Mayjen TNI R. Suprapto
3. Mayjen TNI M.T. Haryono
4. Mayjen TNI Siswondo Parman
5. Brigjen TNI DI Panjaitan
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia
selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani
Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan
tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
1. Lettu Pierre Tandean
2. AIP Karel Satsuit Tubun
3. Brigjen Katamso Darmokusumo
4. Kolonel Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang
dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober setelahnya

C. Penangkapan dan Pembantaian PKI


Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI,
atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas
buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia dibunuh atau
dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-
pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November)
dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan
persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain
menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang
menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-
organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI
melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-
mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-
pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan
di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali

D. Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa
pemberontakan yang dilakukan PKI, yang bertujuan untuk menyebarkan
paham komunis di Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak
korban, dan banyak korban berasal dari para Jendral Angkatan Darat
Indonesia. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan
pertanggung jawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya
laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang
berasaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi
dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia
yaitu Dampak politik dan Dampak Ekonomi. Setelah Supersemar diumumkan,
perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi. Kepemimpinan
Soekarno kehilangan supremasinya. MPRS kemudian meminta Presiden
Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama
berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966,
Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya,
khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI.

Anda mungkin juga menyukai