Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KASUS PELANGGARAN HAM


G30SPKI

KELOMPOK :
Aliffia Zulfa, Annisa Putri, Bunga Putri, Hafiz Fauzan, Nadia Athaya, Nasya
Qanita, Nazwa Nurfitriani, Rania Nayla, Reva Syifa

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 14


KOTA BANDUNG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat
Nya yang telah memberikan kelancaran serta kemudahan sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah Pendidikan Kewarganegaraan tentang Kasus Pelanggaran HAM.
Makalah ini disusun untuk memberikan informasi dan gambaran umum tentang Kasus
Pelanggaran HAM yaitu Peristiwa G30SPKI serta rencana yang telah ditetapkan.
Kami menyadari masih banyak terdapat keterbatasan dalam pelaksanaan kegiatan
maupun penyampaian makalah, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
serta dukungan dari berbagai pihak berupa material maupun non material sangat kami sambut
dengan tangan terbuka demi perbaikan di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, Agustus 2022

Kelompok
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang harus diingat oleh
masyarakat, apalagi generasi muda. Salah satunya adalah peristiwa Gerakan 30
September atau yang biasa dikenal dengan nama G30S/PKI.

Peristiwa ini terjadi pada 30 September hingga 1 Oktober 1965 di Jakarta dan Yogyakarta
ketika enam perwira tinggi dan satu perwira menengah TNI Angkatan Darat Indonesia
beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta.

Seputar G30S/PKI, Peristiwa Penting dalam Sejarah Indonesia Foto: 20detik


Jakarta - Banyak peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang harus diingat oleh
masyarakat, apalagi generasi muda. Salah satunya adalah peristiwa Gerakan 30
September atau yang biasa dikenal dengan nama G30S/PKI.

Peristiwa ini terjadi pada 30 September hingga 1 Oktober 1965 di Jakarta dan Yogyakarta
ketika enam perwira tinggi dan satu perwira menengah TNI Angkatan Darat Indonesia
beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta.

G30S merupakan gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden


Sukarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis. Gerakan ini dipimpin oleh
DN Aidit yang saat itu merupakan ketua dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, Letkol Untung yang merupakan anggota Cakrabirawa
(pasukan pengawal Istana) memimpin pasukan yang dianggap loyal pada PKI.

Gerakan ini mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang
menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa
menuju Lubang Buaya.

Jenazah ketujuh perwira TNI AD itu ditemukan selang beberapa hari kemudian.

B. Rumusan Masalah
 Apa yang terjadi pada pelaku G30SPKI setelah ditangkap
 Siapa pemimpin G30PKI
 Mengapa G30SPKI diperingati
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian dari G30SPKI

G30S/PKI merupakan gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan


pemerintahan Presiden Soekarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis.
Peristiwa ini terjadi di malam hari, tepatnya pada pergantian tanggal 30 September
hingga 1 Oktober tahun 1965 di Jakarta dan Yogyakarta. Enam perwira tinggi dan
satu perwira menengah TNI Angkatan Darat Indonesia beserta beberapa orang lainnya
dibunuh dalam upaya kudeta.

Gerakan ini dilaksanakan atas satu komando yang dipimpin langsung oleh
Komandan Batalyon I Tjakrabirawa, yaitu Letnan Kolonel Untung Syamsuri. Gerakan
tersebut dimulai dari Kota Jakarta dan juga Yogyakarta. Pada awalnya mereka
mengincar Perwira Tinggi dan Dewan Jenderal. Akan tetapi, terdapat beberapa
prajurit dari Cakrabirawa yang memutuskan untuk membunuh Perwira Tinggi dan
Jenderal untuk memasukkannya ke Lubang Buaya.

B. Latar Belakang dari Peristiwa G30SPKI

Pada 30 September 1965, sekelompok tentara yang kemudian diketahui berasal


dari unit Cakrabirawa (pasukan khusus yang bertugas menjaga keselamatan presiden),
menculik dan membunuh 6 orang jenderal Angkatan Darat. Peristiwa ini kemudian
dikenal dengan G30S (Gerakan 30 September). Sejarah resmi dari pemerintah
menyebutkan bahwa PKI adalah dalang dari peristiwa ini sebagai usaha mereka untuk
melakukan pemberontakan. Soeharto muncul sebagai tokoh yang berhasil untuk
meredam gerakan ini dan militer memiliki posisi yang kuat. Soeharto dan Angkatan
Darat secara efektif mendominasi pemerintahan dan politik Indonesia dan mereka
tidak akan berhadapan dengan rival yang serius di masa depan. Lewat Supersemar
(Surat Perintah Sebelas Maret) 11 Maret 1966 Sukarno menyerahkan semua
kekuasaan eksekutif kepada Soeharto dan pada bulan Maret 1967, Sukarno kemudian
dibebastugaskan. Soeharto dilantik sebagai presiden menggantikan Sukarno. Pada
tahap inilah dimulai periodisasi sejarah Orde Baru dalam sejarah Indonesia. Sukarno
sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia itu turun dari jabatannya. PKI yang
pernah menjadi salah satu partai politik terkuat pada saat itu menjadi partai yang
terlarang karena telah merencanakan kudeta. Anggota- anggotanya ditangkap dan
diburu. Perburuan ini mengakibatkan ratusan ribu orang terbunuh. Pembunuhan atas
beberapa ratus ribu orang di Indonesia setelah 1965 merupakan salah satu
pembunuhan massal paling besar di dunia pada abad kedua puluh. Selain itu, jutaan
orang yang dituduh anggota PKI atau organisasi seasas dan simpatisan komunis
ditangkap. Penangkapan dan pemenjaraan besar-besaran dilakukan terhadap warga
sipil dan pejabat pemerintah, termasuk militer dengan berbagai pangkat, yang dituduh
memiliki keterlibatan dengan usaha kudeta 1965, berafiliasi dengan PKI, dan yang
menunjukan simpati. Mereka ini menjadi tahanan politik, istilah yang secara umum
berlaku untuk sekitar 700.000 orang yang ditahan setelah Oktober 1965 atas dugaan
keterlibatan dalam upaya kudeta Gestapu tahun 1965.

Beberapa peristiwa yang menjadi latar belakang G30S PKI adalah:

1. Pembentukan angkatan lima


Pembentukan Angkatan Kelima ini adalah gagasan Menlu Cina Chou En-Lai
ketika mengunjungi Jakarta pada tahun 1965, dan menjanjikan akan memasok
100 ribu pucuk senjata untuk Angkatan Kelima. Gagasan itu menjadi alasan bagi
pemimpin PKI dalam memperkuat pertahanan dan terus mendesak pembentukan
Angkatan Kelima tersebut, yang ditolak oleh Angkatan Darat

2. Nasakom
Ideologi Nasakom adalah salah satu faktor dalam latar belakang G 30 S PKI dan
menjadi bagian dari sejarah G30S PKI lengkap. PKI atau Partai Komunis
Indonesia adalah partai komunis terbesar di dunia selain Tiongkok dan Uni
Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta orang pada tahun 1965, dan 3 juta
orang lagi dari organisasi pergerakan pemudanya. Ketika pada Juli 1959
parlemen dibubarkan dan Soekarno mengeluarkan ketetapan konstitusi berupa
dekrit Presiden, ia mendapat dukungan penuh dari PKI. Angkatan bersenjata
diperkuat dengan mengangkat jendral – jendral militer ke posisi yang penting,
dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Sambutan PKI untuk Demokrasi
Terpimpin sangat baik dan menganggap bahwa Soekarno mempunyai mandat
untuk persekutuan konsepsi antara pendukung Nasionalis, Agama dan Komunis
atau NASAKOM. Angkatan Darat menolak ideologi NASAKOM tersebut
sebagaimana diungkapkan oleh Jenderal Ahmad Yani.

3. Pembantaian para perwira TNI


Pembunuhan para perwira Angkatan Darat adalah puncak dari latar belakang
G30S PKI. Situasi politik Indonesia yang genting pada sekitar bulan September
1965 memunculkan isu adanya Dewan Jenderal yang mengindikasikan ada
beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas kepada Soekarno dan berniat
untuk menggulingkan pemerintahannya. Inilah yang memicu peristiwa G30S
PKI. Soekarno disebut – sebut menanggapi isu ini dengan memerintahkan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa para jenderal tersebut
untuk diadili, akan tetapi dalam prosesnya konon beberapa oknum pasukan yang
terbawa emosi justru melepaskan tembakan sehingga membunuh keenam
petinggi TNI AD.

Demokrasi Terpimpin berlangsung di Indonesia sejak dikeluarkannya Dekrit


Presiden 5 Juli 1959 sampai dikeluarkannya Surat perintah 11 Maret 1966.
Dalam pelaksanaannya Demokrasi Terpimpin berkembang menjadi demokrasi
yang ditandai dengan adanya pemusatan kekuasaan pada presiden. Hal ini
berpengaruh pada kehidupan politik dan pemerintahan bangsa Indonesia.
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada masa itu memungkinkan
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin DN Aidit untuk memperluas
pengaruhnya dalam bidang politik di Indonesia. Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi yang tidak menentu membuat PKI mendapat simpati dari masyarakat,
terutama masyarakat lapisan bawah yang sedang mengalami tekanan berat.

Kemudian pada akhir 1963, gerakan yang disebut aksi sepihak mulai dilancarkan
oleh PKI dan pendukungnya terutama di Jawa, Bali, dan Sumatra Utara.
Beberapa contoh aksi sepihak antara lain Peristiwa Jengkol (15 November
1961), Peristiwa Indramayu (15 Oktober 1964), Peristiwa Boyolali (November
1964), Peristiwa Kanigoro (13 Januari 1965), dan Peristiwa Bandar Betsi (14
Mei 1965).

Kemampuan PKI memanfaatkan kondisi pada saat itu terlihat dari semakin
meluasnya pengaruh partai tersebut dan organisasi pendukungnya, terutama
dalam komponen masyarakat, seperti petani, buruh, pegawai rendah sipil
maupun militer, seniman,w artawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan
TNI.

Tindakan dan perluasan pengaruh komunis yang dilakukan oleh PKI


menimbulkan kecurigaan kelompok anti komunis dan mempertinggi persaingan
di antara elite politik nasional. Kecurigaan dan persaingan tersebut terlihat dari
dalam berbagai polemik yang menonjolkan pendapat masing-masing baik
melalui surat kabar maupun media massa yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok
serta aktivitas kemasyarakatan lainnya. Kemudian pada akhir 1963, gerakan
yang disebut aksi sepihak mulai dilancarkan oleh PKI dan pendukungnya
terutama di Jawa, Bali, dan Sumatra Utara. Beberapa contoh aksi sepihak antara
lain Peristiwa Jengkol (15 November 1961), Peristiwa Indramayu (15 Oktober
1964), Peristiwa Boyolali (November 1964), Peristiwa Kanigoro (13 Januari
1965), dan Peristiwa Bandar Betsi (14 Mei 1965).

Kemudian pada akhir 1963, gerakan yang disebut aksi sepihak mulai dilancarkan
oleh PKI dan pendukungnya terutama di Jawa, Bali, dan Sumatra Utara.
Beberapa contoh aksi sepihak antara lain Peristiwa Jengkol (15 November
1961), Peristiwa Indramayu (15 Oktober 1964), Peristiwa Boyolali (November
1964), Peristiwa Kanigoro (13 Januari 1965), dan Peristiwa Bandar Betsi (14
Mei 1965).

Tindakan dan perluasan pengaruh komunis yang dilakukan oleh PKI


menimbulkan kecurigaan kelompok anti komunis dan mempertinggi persaingan
di antara elite politik nasional. Kecurigaan dan persaingan tersebut terlihat dari
dalam berbagai polemik yang menonjolkan pendapat masing-masing baik
melalui surat kabar maupun media massa yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok
serta aktivitas kemasyarakatan lainnya.
Kecurigaan dan persaingan semakin meningkat dengan munculnya desas-desus
adanya Dewan Jenderal di Angkatan Darat. Desas-desus ini berdasarkan
Dokumen Gilchrist yang diungkapkan oleh PKI. Menurut PKI, Dewan Jenderal
akan mengadakan kudeta dengan bantuan Amerika Serikat. Tuduhan ini ditolak
oleh angkatan darat yang kemudian secara resmi mengumumkan penolakan
terhadap penerapan prinsip Nasakom ke dalam jajaran TNI dan pembentukan
'angkatan kelima' pada 27 September 1965. Hal ini secara langsung
mempertinggi ketegangan dan persaingan politik antara angkatan darat dan PKI.

C. Tujuan dari G30SPKI


Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan
mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut
memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar
ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet.

Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa
tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut:

1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan


menjadikannya sebagai negara komunis.

2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.

3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam


membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk
mewujudkan masyarakat komunis.

4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.

5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian
kegiatan komunisme internasional.

D. Tokoh yang terlibat dalam Peristiwa

1. Jenderal Ahmad Yani


Jenderal Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo pada tanggal 19 Juni 1922.
Awalnya Jenderal Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan
PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor.
Mengutip dari laman kemdikbud.go.i, Ahmad Yani mengikuti militer sampai
ikut dalam pemberantasan PKI Madiun tahun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan
penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.
Tahun 1958 dia diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus
di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI. Sampai tahun
1965, Ahmad Yani tewas ketika pemberontakan G30S pada 1 Oktober 1965.

2. Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto


Lahir di Purwokerto 20 Juni 1920, R. Suprapto mengikuti kursus Pusat
Latihan Pemuda, latihan Keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Kemudian dia
bekerja di kantor Pendidikan Masyarakat.
Mengutip jurnal "Pembangunan Aplikasi Pembelajaran Pengenalan
Pahlawan Revolusi Indonesia Berbasis Android" yang ditulis Rudy Hartanto
Wijaya, pada awal kemerdekaan dia ikut berjuang merebut senjata pasukan Jepang
di Cilacap.
Kemudian dia masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di
Purwokerto. Itulah awal R. Suprapto menjadi anggota militer. Tetapi ketika PKI
mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya.
Akibatnya dia menjadi korban G30S bersama petinggi TNI AD lainnya.
Suprapto dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

3. Letjen S.Parman
Dikenal dengan nama Siswondo Parman merupakan petinggi TNI Ada
ketika orde lama. Dia lahir di Wonosobo, Jawa Tengah 4 Agustus 1918.
S. Parman pernah mengikuti pendidikan SD, SMP, sampai sekolah tinggi
kedokteran. Tetapi ketika itu tentara Jepang menduduki Republik sehingga S.
Parman gagal meraih gelar dokter.
S. Parman lalu memulai pendidikan di bidang intelijen. Dia pernah dikirim
ke Jepang untuk memperdalam intelijen. Setelah proklamasi kemerdekaan dia
mengabdi pada Indonesia.
Pengalamannya di bidang intelijen bermanfaat bagi TNI terutama
mengetahui rencana PKI. Namun pada 1 Oktober 1965, dia diculik dan dibunuh
bersama para jenderal lainnya.

4. Letjen M.T. Haryono


Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya,
20 Januari 1924. Termasuk salah satu dari 7 pahlawan revolusi.
Sebelumnya dia menempuh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) dan
ELS (setingkat Sekolah Dasar). Kemudian M.T. Haryono, menempuh pendidikan
sekolah kedokteran selama pendudukan Jepang tetapi tidak tamat.
M.T. Haryono lalu bergabung menjadi perwira yang fasih berbicara dalam 3
bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya berbahasa ini menjadi
penghubung perundingan dan komunikasi.
M.T. Haryono pernah menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada
Konferensi Meja Bundar, Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan Deputi III
Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Tahun 1965, M.T. Haryono
bersama petinggi lain gugur akibat pemberontakan G30S.

5. Mayor Jenderal D. I. Panjaitan


Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac panjaitan, lahir di balige
Sumatera Utara 19 Juni 1925. Dia meninggal di umur 40 tahun pada 1 Oktober
1965.
I. Panjaitan mengikuti pendidikan militer Gyugun ketika masa pendudukan
Jepang. Kemudian dia ditempatkan di Pekanbaru, Riau ketika proklamasi
kemerdekaan. Kemudian D. I. Panjaitan mengikuti TKR dan memiliki karir di
bidang militer.
Sebelum meninggal dunia, dia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima
Angkatan Darat. D. I. Panjaitan juga mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.

6. Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo


Sutoyo Siswomiharjo lahir di di Kebumen, Jawa Tengah, 28 Agustus 1922. Dia
adalah seorang perwira tinggi di TNI-AD. Brigjen Sutoyo pernah menjadi atase
militer di Inggris pada 1956-1959.
Sutoyo Siswomiharjo menempuh pendidikan di balai Pendidikan Pegawai
Tinggi di Jakarta. Setelah itu melanjutkan menjadi pegawai negeri pada Kantor
Kabupaten di Purworejo. Ketika proklamasi kemerdekaan, dia masuk menjadi TKR
bagian Kepolisian.
Setelah itu Sutoyo Siswomiharjo menjadi anggota Korps Polisi Militer dan
diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto. Sutoyo Siswomiharjo kemudian
menjadi kepala bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Sutoyo ditemukan meninggal di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965, di usia 43
tahun. Ketika itu Sutoyo menentang pembentukan angkatan kelima dan gugur dalam
G30S.

7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean


Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean lahir pada 21 Februari 1939.
DIa adalah seorang perwira militer di Indonesia, yang meninggal akibat G30S di usia
26 tahun.
Pierre Andreas Tendean adalah pahlawan revolusi yang dipromosikan menjadi
kapten Anumerta setelah dirinya meninggal. Sebelumnya, Pierre Tendean sekolah dari
SD sampai tamat SMA di Semarang.
Lalu dia melanjutkan pendidikan di akademi teknik angkatan darat atau
ATEKAD di Bandung sampai lulus. Dia mengikuti pendidikan Jurusan Teknik tahun
1962, lalu menjabat komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Militer
II/Bukit Barisan di Medan.
Tahun 1965, perwira muda ini kemudian diangkat menjadi ajudan Menteri
Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal
Nasution. Tetapi ketika bertugas dia tertangkap oleh kelompok G30S dan mengaku
sebagai A. H. Nasution dan terbunuh. Sementara itu Jenderal A.H Nasution bisa
berhasil melarikan diri.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Kronologi Peristiwa G30SPKI


Kekacauan bermula dari PKI yang memfitnah Dewan Jenderal sedang
mempersiapkan kudeta. PKI mengkambinghitamkan Dewan Jenderal padahal PKI
sendirilah yang akan mengkudeta Sukarno. Sukarno yang didukung oleh PKI
dapat dimanipulasi untuk membela partai yang berideologi komunis ini. Partai
dengan Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme) ini menjadi basis
kekuatan Sukarno. Sukarno memberi perintah kepada Letkol Untung untuk
menindak para Jenderal.

Malam hari tanggal 30 September 1965 Pasukan pengawal presiden


"Cakrabirawa" yang ternyata adalah orang-orang PKI menculik, menyiksa, dan
membunuh tujuh jenderal antara lain: Pierre Tendean, Ahmad Yani, Mayjen M.
T. Haryono, Sutoyo Siswomiharjo, Mayor Jenderal Siswondo Parman, dan Letnan
Jenderal Soeprapto , Brigadir Jenderal D. I. Pandjaitan. Mayat dan tahanan
penculikan dibawa ke kamp G30S / PKI di Lubang Buaya, kemudian dilempar ke
dalam sumur. Keesokan harinya, anggota gerakan tersebut mengambil alih kantor
RRI dan memaksa staf di sana untuk membaca pidato oleh Kolonel Untung.
Gerakan inilah yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S).

Melalui radio, Untung menyatakan bahwa G30S telah bergerak untuk mencegah
sebuah kudeta oleh Dewan Jenderal dan mengumumkan pembentukan sebuah
"Dewan Revolusi". Suharto mengambil alih kendali sementara Angkatan Darat
dan mulai merencanakan serangan balik dengan anak buahnya. Suharto memberi
perintah kepada Kolonel Sarwo Edhie untuk segera merebut RRI. Para pemimpin
G30S melarikan diri dari Halim, dan pasukan Suharto merebut kembali pangkalan
udara tersebut. Beberapa waktu kemudian, pasukan pimpinan Suharto menyerang
markas G30S / PKI.

Pasca peristiwa pembunuhan para jenderal di Lubang Buaya, situasi politik di


Indonesia semakin memanas. Rakyat mulai turun kejalan menuntut pembubaran
PKI. Suharto dipanggil ke Istana Bogor dan berbicara dengan Sukarno. Sukarno
mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret ditahun 1966, yang isinya memerintahkan
Letjen Suharto sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat untuk segera
mengendalikan situasi dan keadaan dengan mengambil tindakan yang dianggap
perlu demi menjaga keamanan dan kestabilan pemerintahan.

Akhirnya mayat para jenderal dikebumikan. PKI yang ingin mengkudeta lalu
dibubarkan, pemimpinnya ditangkap dan dibunuh, pengikutnya dipenjara dan
ideologi Pancasila masih tetap berdiri tegak. Pada bulan Juni 1966, Presiden
Sukarno dimintai pertanggung jawabannya terkait peristiwa G30/SPKI. Kemudian
Presiden Soekarno mengajukan 2 nota pembelaan yang diberi judul Nawaksara I
dan II, namun ditolak oleh MPRS. Mandat Sukarno sebagai Presidenpun dicabut
MPRS pada bulan Maret 1967.

B. Pembahasan Rumusan Masalah

1. Apa yang terjadi pada pelaku G30SPKI setelah ditangkap


Sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub),
sebagian dijatuhi hukuman mati. Ketua PKI, DN Aidit yang dituding
merancang gerakan ini bersama ketua Biro Chusus PKI, Sam Kamaruzzaman
melarikan diri ke Jawa Tengah, namun kemudian bisa ditangkap, dan
dibunuh. Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para anggota atau siapa
pun yang dianggap simpatisan atau terkait PKI, atau organisasi-organisasi
yang diidentikan komunis, seperti Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan
Tani Indonesia (BTI), Gerakan wanita Indonesia (Gerwani), dll.

2. Siapa pemimpin G30PKI


Nama ini kerap muncul setiap kali peringatan G30S PKI. Dipa
Nusantara Aidit atau yang lebih dikenal dengan nama DN Aidit adalah tokoh
politik berpengaruh pada masa Orde Lama.
Untuk lebih mengenal siapa DN Aidit sebenarnya, simak penjelasan
berikut yang dirangkum Suara.com dari berbagai sumber.
DN Aidit adalah pria kelahiran Belitung tahun 1923. Ia merupakan
pemimpin terakhir Partai Komunis Indonesia (PKI). Di bawah kendali DN
Aidit, PKI menjelma menjadi salah satu kekuatan politik yang besar.
Pada Pemilu 1955, PKI bahkan bisa menempati posisi keempat di
bawah PNI, Masyumi, dan NU dengan meraih 16,4 persen suara. Kesuksesan
PKI di Indonesia tersebut memang tidak dapat terlepas dari peran DN Aidit.
Pada tahun 1960-an, PKI sempat mengklaim punya anggota lebih dari 3
juta dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah
RRC dan Uni Soviet. Hingga pada akhirnya meletus peristiwa berdarah
dikenal dengan nama Gerakan 30 September (G30S) yang menyebabkan
tewasnya sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat.
Kemudian rezim Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto
menuding PKI adalah satu-satunya dalang peristiwa naas itu. Pada masa Orba,
PKI disematkan di belakang G30S menjadi G30S/PKI, dan Soeharto
kemudian menetapkan PKI sebagai organisasi terlarang.
Meskipun demikian, sejumlah peneliti dan sejarawan menyebutkan
berbagai versi lain terkait peristiwa itu. Ada yang mengungkapkan bahwa
kejadian itu merupakan konflik internal Angkatan Darat, lalu operasi intelijen
asing, keterlibatan Soeharto hingga Sukarno.
Berikut ini ada beberapa fakta DN Aidit yang dikutip dari buku yang
berjudul 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia karya Floriberta Aning S:

a) Mengubah Namanya Mengikuti Idola


Banyak yang tidak mengetahui bahwa latar belakang DN Aidit adalah
dulunya bernama Achmad. Nama Dipa Nusantara Aidit dipilih karena
mengikuti nama idolanya, yaitu Pangeran Diponegoro. Dirinya lantas
mengubah namanya pada tanggal 30 Juli 1932.
b) Seseorang yang Militan
Karier DN Aidit di PKI mulai tersorot pada akhir tahun 1950-an.
Hal itu dikarenakan dirinya sukses menyingkirkan tokoh-tokoh komunis
tua dari partai. Aidit dan kelompoknya juga telah berhasil mengubah
kiblat PKI dari Rusia ke RRC.
Aidit membangun PKI dengan militan, dan dirinya menggunakan
pendekatan di akar rumput, yaitu dengan membentuk organisasi mantel
dan menempatkan kader-kadernya dalam berbagai organisasi profesi,
bahkan di tubuh militer.

c) Berhasil Mendekati Soekarno


DN Aidit adalah sosok yang flamboyan. Hal itulah yang
membuatnya sukses mendekati Presiden Soekarno. Aidit juga sempat
menjabat sebagai Menteri Koordinator dan Wakil Ketua MPRS.Dirinya
juga pandai melakukan negosiasi dan melobi orang-orang. Hal ini
terbukti dari keberhasilannya melobi Soekarno agar mengangkat orang-
orang PKI di jajaran pemerintahan.

d) Pandai BerIndonesia
Kampanye Nasakom adalah bukti keberhasilan DN Aidit dalam
bermain di antara kekuatan politik Indonesia. Dengan kampanye
Nasakom, Bung Karno memberikan pengakuan bahwa komunis,
nasionalis, dan juga agama berada dalam posisi yang paralel.

e) Mewarnai Perpolitikan Indonesia


Sosok DN Aidit adalah pemberi warna tersendiri bagi dinamika
politik Indonesia. Aidit menjadi tokoh komunis militan yang pernah
membawa negeri ini berada dalam hari-hari penuh agitasi dan konflik.
DN Aidit keluar dari Jakarta menuju Jawa Tengah setelah peristiwa di
akhir September 1965, di mana dalam sebuah operasi militer pada
pertengahan November 1965, dirinya tertangkap di Surakarta.
Seharusnya DN Aidit dibawa ke markas Kodam Diponegoro di
Semarang. Namun, baru sampai di Boyolali pemimpin PKI ini dieksekusi
mati pada tanggal 22 November 1965. Hingga kini, jasad atau
kuburannya tidak pernah ditemukan.
Seperti itulah sosok siapa DN Aidit, pemimpin PKI yang dituding
sebagai dalang peristiwa G30S PKI.

3. Mengapa G30SPKI diperingati


Peristiwa ini diperingati semata-mata hanya untuk mengenang, atau
mengingat kembali para jendral dan orang-orang penting yang ada pada
kejadian tersebut. Sehingga, ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari
peristiwa ini. Bagaimana kita dapat menjadi seorang politisi yang baik,
berpolitik tanpa berbuat curang, dan tidak egois untuk memaksakan kehendak
kita agar membangun negara komunis.

Anda mungkin juga menyukai