Dosen Pengampu :
Muhammad Aini, SHI, MH
DISUSUN OLEH :
A’ANG KHUNAIFI
NPM 19810580
Sebelum peristiwa 30S PKI terjadi, Partai Komunis Indonesia sempat tercatat sebagai
partai Komunis terbesar di dunia. Hal ini didukung dengan adanya sejumlah partai komunis
yang telah tersebar di Uni Soviet dan Tiongkok. Semenjak dilakukannya audit pada tahun
1965, setidaknya ada 3,5 juta pengguna aktif yang bernaung menjalankan program dalam
partai ini. Itu pun belum termasuk dengan 3 juta jiwa yang menjadi kader dalam anggota
pergerakan pemuda komunis. Di sisi lain, PKI juga memiliki hak kontrol secara penuh
terhadap pergerakan buruh, kurang lebih ada 3,5 juta orang telah ada di bawah pengaruhnya.
Belum sampai disitu, masih ada 9 juta anggota lagi yang terdiri dari gerakan petani dan
beberapa gerakan lain. Misal pergerakan wanita, pergerakan sarjana dan beberapa
organisasi penulis yang apabila dijumlahkan bisa mencapai angka 20 juta anggota beserta
para pendukungnya. Masyarakat curiga dengan adanya pernyataan isu bahwa PKI adalah
dalang dibalik terjadinya peristiwa 30 September yang bermula dari kejadian di bulan Juli
1959, yang mana pada saat itu parlemen telah dibubarkan. Sementara Presiden Soekarno
justru menetapkan bahwa konstitusi harus berada di bawah naungan dekrit presiden. PKI
berdiri dibelakang dukungan penuh dekrit presiden Soekarno. Sistem Demokrasi Terpimpin
yang diusung oleh Soekarno telah disambut dengan antusias oleh PKI. Karena dengan
adanya sistem ini, diyakini PKI mampu menciptakan suatu persekutuan konsepsi yang
Nasionalis, Agamis dan Komunis dengan singkatan NASAKOM.
Peristiwa G30S PKI bermula pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus
penculikan 7 jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok pasukan yang
bergerak dari Lapangan Udara menuju Jakarta daerah selatan. Tiga dari tujuh jenderal
tersebut diantaranya telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, yakni Ahmad Yani, M.T.
Haryono dan D.I. Panjaitan. Sementara itu ketiga target lainya yaitu Soeprapto, S.Parman dan
Sutoyo ditangkap secara hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama
kelompok pasukan tersebut berhasil kabur setelah berusaha melompati dinding batas
kedubes Irak. Meskipun begitu, Pierre Tendean beserta anak gadisnya, Ade Irma S. Nasution
pun tewas setelah ditangkap dan ditembak pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban tewas
semakin bertambah disaat regu penculik menembak serta membunuh seorang polisi penjaga
rumah tetangga Nasution. Abert Naiborhu menjadi korban terakhir dalam kejadian ini. Tak
sedikit mayat jenderal yang dibunuh lalu dibuang di Lubang Buaya. Sekitar 2.000 pasukan
TNI diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama Lapangan
Merdeka, Monas. Walaupun mereka belum berhasil mengamankan bagian timur dari area
ini. Sebab saat itu merupakan daerah dari Markas KOSTRAD pimpinan Soeharto. Jam 7 pagi,
Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari Untung
Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30S PKI telah berhasil diambil alih di beberapa
lokasi stratergis Jakarta beserta anggota militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa gerakan
tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno dari
posisinya. Tinta kegagalan nyaris saja tertulis dalam sejarah peristiwa G30S/PKI. Hampir saja
pak Harto dilewatkan begitu saja karena mereka masih menduga bahwa beliau bukanlah
seorang tokoh politik. Selang beberapa saat, salah seorang tetangga memberi tahu pada
Soeharto tentang terjadinya aksi penembakan pada jam setengah 6 pagi beserta hilangnya
sejumlah jenderal yang diduga sedang dicuilik. Mendengar berita tersebut, Soeharto pun
segera bergerak ke Markas KOSTRAD dan menghubungi anggota angkatan laut dan polisi
Soeharto juga berhasil membujuk dua batalion pasukan kudeta untuk segera menyerahkan
diri. Dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke dalam area markas KOSTRAD. Kemudian
disusul dengan pasukan Diponegoro yang kabur menuju Halim Perdana Kusuma. Karena
prosesnya yang berjalan kurang matang, akhirnya kudeta yang dilancarkan oleh PKI tersebut
berhasil digagalkan oleh Soeharto. Sehingga kondisi ini menyebabkan para tentara yang
berada di Lapangan Merdeka mengalami kehausan akan impresi dalam melindungi Presiden
yang sedang berada di Istana.
G30S PKI bisa berakhir pada jam 7 malam, pasukan pimpinan Soeharto berhasil
mengambil alih atas semua fasilitas yang sebelumnya pernah dikuasai oleh G30S PKI. Jam
9 malam Soeharto bersama dengan Nasution mengumumkan bahwa sekarang ia tengah
mengambil alih tentara yang pernah dikuasai oleh PKI dan akan tetap berusaha untuk
menghancurkan pasukan kontra-revolusioner demi melindungi posisi Soekarno. Soeharto
melayangkan kembali sebuah ultimatum yang kali ini ditujukan khusus kepada pasukan di
Halim. Tak berapa lama kemudian, Soekarno meninggalkan Halim Perdana Kusuma untuk
segera menuju istana Presiden lain yang ada di Bogor. Ketujuh jasad orang yang terbunuh
dan terbuang di Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober berhasil ditemukan dan dikuburkan
secara layak pada tanggal 5 Oktober.
1. Tempat tinggal pasukan DI/TII ini berada di daerah pegunungan yang sangat
mendukung organisasi DI/TII untuk bergerilya.
2. Pasukan Sekarmadji dapat bergerak dengan leluasa di lingkungan penduduk.
3. Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari orang Belanda yang di antaranya pemilik
perkebunan, dan para pendukung Negara pasundan.
4. Suasana Politik yang tidak konsisten, serta prilaku beberapa golongan partai politik
yang telah mempersulit usaha untuk pemulihan keamanan.
Pemberontakan yang di lakukan Daud Beureuh bersama angota NII yang di pimpin oleh
Sekarmadji akhirnya di atasi oleh pemerintah dengan cara menggunakan kekuatan senjata
dan operasi militer dari TNI. Setelah pemerintahan RI melakukan operasi tersebut, maka
kelompok DI/TII tersebut mulai terkikis dari kota-kota yang di tempatinya. Tentara Nasional
Indonesia-pun memberikan pencerahan kepada penduduk setempat untuk menghindari
kesalah pahaman dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan Republik
Indoneisa. Tanggal 17 sampai 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima Kodami
Iskandar Muda, kolonel M.Jasin mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang
musyawarah tersebut mendapat dukungan dari para tokoh masyarakat Aceh dan
musyawarah yang di lakukan tersebut berhasil memulihkan kemanana di Aceh.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Selain pemberontakan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Pemberontakan DI/TII ini juga terjadi di Sulawesi Selatan yang di pimpin oleh Kahar Muzakar,
organisasi yang sudah di dirikan sejak tahun 1951 tersebut baru bisa di runtuhkan oleh
pemerintah pada Tahun 1965. Untuk menumpas organisasi tersebut di butuhkan banyak
biaya, tenaga, dan waktu karena kondisi medan yang sangat sulit. Meski demikian, para
pemberontak DI/TII sangat menguasai area tersebut. Selain itu, para pemberontak
memanfaatkan rasa kesukuan yang berkembang di kalangan masyarakat untuk melawan
pemerintah dalam menumpas organisasi DI/TII tersebut. Setelah pemerintahan Republik
Indonesia mengadakan operasi penumpasan DI/TII bersama anggota Tentara Republik
Indonesia. Barulah seorang Kahar Muzakar tertangkap dan di tembak oleh pasukan TNI pada
tanggal 3 Februari 1965. Pada akhirnya TNI mampu menghalau seluruh pemberontakan yang
terjadi pada saat itu. Karena seperti yang kita ketahui Indonesia terbentuk dari berbagai suku
dengan beragam kebudayaannya dan UUD 45 yang melindungi beberapa kepercayaan
sehingga tidak mungkin untuk menjadikan salah satu hukum agama di jadikan hukum negara.
Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh
sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah
Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur.
Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri
dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari
wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah
terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, setelah upayanya untuk melarikan diri,
akhirnya dia berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga dapat
memindahkan anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
Ratu Adil adalah mitologi yang sakral di dalam masyarakat Indonesia. Ratu Adil berasal
dari ramalan Jayabaya, yaitu pemimpin yang akan memerintah rakyat dengan adil dan
bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan rakyat makmur sejahtera. Namun, bagaimana
jika mitologi tersebut justru dijadikan sebagai salah satu propaganda politik, seperti yang
dilakukan oleh Westerling beserta Angkatan Perang Ratu Adil nya (APRA). Dengan
menggunakan embel-embel Ratu Adil, Westerling mencoba mencari simpati rakyat untuk
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Republik Indonesia.
Latar Belakang Pemberontakan APRA
Pemerintah RIS segera bereaksi dengan mengirimkan bala bantuan ke Bandung untuk
menghentikan APRA. Di Jakarta juga segera diadakan perundingan antara Moh. Hatta
sebagai Perdana Menteri RIS dengan Komisaris Tinggi Belanda. Hasilnya, Mayor Jenderal
Engels, Komandan Tentara Belanda di Bandung mendesak Westerling untuk pergi dari kota
itu. Setelah terdesak, gerombolan APRA pergi meninggalkan Bandung. Setelah
meninggalkan Bandung, gerombolan APRA menyebar ke berbagai wilayah dan terus dikejar
oleh Apris. Dengan bantuan rakyat,, gerombolan APRA yang telah berceceran berhasil
dilumpuhkan oleh TNI. Selain ke Bandung, gerakan APRA juga diarahkan ke Jakarta. Di
daerah ini, Westerling mengadakan kerjasama dengan Sultan Hamid II yang menjadi menteri
negara tanpa portofolia di dalam kabinet RIS. Untuk mewujudkan ambisinya, Westerling dan
Sultan Hamid II menyusun rencananya sebagai berikut:
1. APRA akan menyerang gedung tempat Kabinet RIS bersideng.
2. Semua Menteri RIS akan diculik
3. Menteri Pertahanan (Sultan Hamengku Buwono IX), Sekjen Kementrian Pertahanan
(Ali Budiarjo) dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang (Kol. T. B. Simatupang) akan
dibunuh.
Supaya publik tertipu, Sultan Hamid II juga akan ditembak di tangan atau kakinya agar
orang mengira bahwa ia juga termasuk yang akan dibunuh Westerling. Sultan Hamid II
dijanjikan oleh Westerling akan dijadikan Menteri Pertahanan jika rencana itu sukses. Akan
tetapi berkat kesigapan APRIS, usaha APRA di Jakarta juga menemui kegagalan. Meskipun
demikian Westerling dengan gerombolannya masih terus mencoba untuk mencapai
tujuannya. Tetapi usahanya tetap berujung pada kegagalan. Sementara itu, Westerling yang
melihat indikasi kegagalan rencananya, memilih melarikan diri dengan pesawat Catalina
Angkatan Laut Belanda ke Singapura pada 22 Februari 1950. Di Singapura, Westerling justru
ditahan polisi setempat dengan tuduhan telah memasuki wilayah itu tanpa izin. Westerling
menjalani hukuman selama satu bulan di Singapura. Pemerintah Indonesia berusaha
menuntut agar buronannya tersebut diserahkan kepada Indonesia. Namun, tuntutan itu ditolak
mentah-mentah oleh pihak Inggris, dengan alasan bahwa RIS tidak punya perjanjian dengan
Inggris tentang hal itu. Sementara itu Sultan Hamid II yang ikut serta dalam rencana makar
tersebut baru tertangkap pada 5 April 1960. Presiden Soekarno di depan Singan DPR RIS
menyampaiakan pidato yang menegaskan sikap pemerintah untuk menumpas
pemberontakan Westerling. Selanjutnya, ia mengingatkan pula agar rakyat, khususnya umat
Islam agar tidak terpancing dan masuk gerakan pemberontak.