Anda di halaman 1dari 17

GERAKAN 30 SEPTEMBER PARTAI KOMUNIS INDONESIA

(G30-S/PKI)

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pancasila

Dosen Pengampu:
Fathonah K. Daud, Lc., M.Phil

Oleh:
Salwa Maulidia (2022010192252)
Naila Ulfatin Niswah (2022010192488)
Sukma Izza Millati (2022010192450)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR SARANG
REMBANG
2022
GERAKAN 30 SEPTEMBER PARTAI KOMUNIS INDONESIA
(G30-S/PKI)
Oleh: Salwa Maulidia, Naila Ulfatin Niswah, Sukma Izza Millati
A. Pendahuluan
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis terbesar di
seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet sampai pada tahun 1965,
anggotanya berjumlah 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI
juga mengontrol pergerakan Serikat Buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan
pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.
Termasuk Pergerakan Wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan
pergerakan sarjananya. PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan
pendukung.

Pada 30 September 1965, sekelompok tentara yang kemudian diketahui


berasal dari unit Cakrabirawa (pasukan khusus yang bertugas menjaga
keselamatan presiden), menculik dan membunuh enam orang Jenderal Angkatan
Darat yaitu Ahmad Yani, R. Suprapto, M.T. Haryono, S. Parman, D.I. Panjaitan,
dan Sutoyo Siswomiharjo. Pada awalnya, gerakan ini menargetkan tujuh orang
Jenderal, namun dalam operasinya A.H. Nasution berhasil menyelamatkan diri
dan para penculik salah mengira ajudan pribadinya, Pierre Tendean sebagai
Jenderal. Sejarah resmi dari pemerintah menyebutkan bahwa PKI adalah dalang
dari peristiwa ini sebagai usaha mereka untuk melakukan pemberontakan. 1
Soeharto muncul sebagai tokoh yang berhasil meredam Gerakan ini dan militer
memiliki posisi yang kuat. Soeharto dan Angkatan Darat secara efektif
mendominasi pemerintahan dan politik Indonesia agar tidak dihadapkan dengan
rival yang serius di masa depan.2 Bukan hanya pemerintahan Soeharto yang
menyampaikan versi sejarah seperti ini. Mereka yang disebut “Angkatan 66” pun
anggota anggotanya menempati posisi-posisi berpengaruh di Indonesia sampai
saat ini: pemimpin media, direktur pusat kesenian, pengajar perguruan
tinggi ,pengacara dengan bayar mahal, pemimpin Lembaga penelitian, dan
1
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI, (Jakarta: Balai
Pustaka,2008)
2
Harold Crouch, The Indonesian Army In Politics: 1960-1971, (PhD thesis, Monash University,
1975), hal. 177.
seterusnya berbicara mengenai kemunculan Soeharto ke kekuasaan sebagai saat
saat kemenangan. Mereka mengatakan bahwa PKI itu jahat, dan Soekarno adalah
tiran yang membiarakan PKI tumbuh besar. Mereka melihat Soehart yang
menindas G30S dan PKI sebagai pembebas.3

B. Pembahasan

1. Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Pemberontakan G30S PKI

Secara umum, G30S PKI dilatar belakangi oleh kemunculan konsep


ideologi Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Nasakom) yang berlangsung
dari tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Presiden
Soekarno ingin menyertakan PKI dalam konsep Nasakom tersebut. Di sisi lain
TNI AD masih tidak bisa menerima keberadaan PKI. TNI AD pun menolak
konsep Nasakom karena dianggap hanya menguntungkan PKI. Hal ini memicu
ketidak harmonisan hubungan antara TNI AD dan PKI.

Pada Juli 1965, seiring dengan merebaknya kabar Kesehatan Bung Karno
memburuk, suhu politik tanah air makin panas pula. Dokter RRC yang
merawat presiden Soekarno menyatakan bahwa Bung Karno akan lumpuh atau
meninggal dunia. Di Jakarta bertiup rumor menyengat, muncul dewan jenderal
yang hendak menggulingkan Bung Karno. Mengetaui hal tersebut, Aidit
kemudian menyatakan, Gerakan merebut kekuasaan harus dimulai jika tak
ingin didahului Dewan Jendral. Gerakan itu dipimpinnya sendiri, Adapun sjam
ditunjuk sebagai pimpinan pelaksana gerakan.4

2. Tokoh-tokoh Dibalik Peristiwa G30S/PKI

a. D.N Aidit

Dipa Nusantara Aidit atau dikenal dengan D.N Aidit adalah seorang
pemimpin senior PKI. Lahir dengan nama Achmad Aidit di Pulau Belitung 30
Juli 1923, ia akrab dipanggil Amat oleh orang orang yang akrab dengannya.
Aidit mendapat Pendidikan dalam sistem Kolonial Belanda. Menjelang
dewasa, Achmad Aidit mengganti Namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. 5
3
John Roosa dkk, Tahun yang Tak Pernah Berakhir, (Jakarta, 2004), hal.25.
4
Majalah TEMPO dkk, Kitab Merah: Kumpulan Kisah Kisah Tokoh G30S/PKI, hal. 8.
5
Zulkifli dan Hidayat, 2010, hal. 24-25
Dari Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan
perpustakaan “Antara” di daerah Tanah Tinggi, senen, Jakarta Pusat.
Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang (Handelschool) ia belajar teori politik
Marxis melalui perhimpunan demokratik social Hindia Belanda (yang
belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas
politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak
memerankan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik,
Chaerul Shaleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Muhammad Yamin.

Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional


(Komintern), Aidit menunjukan dukungan terhadap paham Soekarno dan
membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk
merebut kekuasaan. Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Soekarno ia
berhasil menjadi Sekjen PKI, dan kemudian menjadi ketua. Di bawah
kepemimpinannya PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah
Uni Soviet dan Tiongkok. Ia mengembangkan sebuah program untuk berbagai
kelompok masyarakat seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani
Indonesia (BTI), Lekra, dan sebagainya.

Dalam kampanye pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh


banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat
kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi penyeimbang
dari unsur-unsur konservatif diantara parta-partai politik islam dan militer.
Peran Aidit dalam “kup” 30 September 1965 memang masih misteri, sejumlah
sejarawan juga sejumlah kalangan militer, yakin PKI dalam penculikan dan
pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat. Karena PKI terlibat, maka Aidit
pun sebagai ketua comitte central, dituding sebagai otaknya. Aidit disebut-
sebut juga berperan dalam pemberontakan PKI di Madiun pada 1948. Pasca
pemberontakan yang gagal itu, ia sempat dijebloskan ke penjara Wirogunan,
Yogyakarta.6

b. Sjam Kamaruzaman

6
Majalah TEMPO dkk, Kitab Merah: Kumpulan Kisah Kisah Tokoh G30S/PKI, hal. 7.
Sjam adalah seorang kepala biro khusus, yaitu sebuah Lembaga rahasia
PKI yang bertugas untuk merekrut serta membina kekuatan komunis pada
tubuh tentara pendukung PKI. Sepak terjangnya tak banyak terekspos, hanya
D.N Aidit selaku ketua umum PKI dan beberapa anggota senior partai yang
mengetahuinya. Sjam sering disebut sebagai sosok yang hilang dari peristiwa
G30S karena sebenarnya dialah dalang yang menggerakkan aksi G30S itu
sepenuhnya. Aidit banyak melakukan koordinasi dengan Sjam, bahkan Sjam
pula yang mengompori Aidit agar lebih cepat menyerang.

Sjam menjamin bahwa pasukan pendukung telah siap sebelumnya padahal


kenyataannya baru beberapa gelintir pasukan yang siap. Karena terlalu percaya
dengan Sjam, Aidit dengan mudah tertipu oleh analisi palsu yang dikatakan
Sjam. Dalam pelaksanaanya, Sjam berlagak seolah-olah dialah pemimpin aksi,
sedangkan perwira militer berada di bawah pimpinannya. Dua tahun setelah
G30S PKI Sjam melakukan pelarian dan penyamaran dari kota ke kota lainnya.
Sampai pada akhirnya, Sjam ditangkap pada 9 Maret 1967 di Cimahi, Jawa
Barat. Riwayat kematian Sjam tidak pernah jelas, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa Sjam dijatuhi hukuman mati pada September 1986 di
Kepulauan Seribu.

c. Letnan Kolonel Untung Syamsuri

Letkol Untung Syamsuri adalah seorang komandan Batalyon 1


Cakrabirawa yang menjadi dalang pemimpin dari G30S 1965. Letkol Untung
dulunya merupakan bekas anak buah Soekarno yang menjadi komandan
Resimen 15 di Solo. Atas koordinasi dari Sjam, Letkol Untung memerintahkan
pasukannya untuk menculik Jendral TNI dan membawanya ke lubang buaya.
Namun rencana berubah menjadi berantakan saat beberapa jendral TNI sudah
ditembak di rumah.

Setelah peristiwa G30S Letkol Untung melarikan diri dan menghilang


sebelum akhirnya tertangkap secara tidak sengaja di Brebes, Jawa Tengah.
Letkol Untung dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi di Cimahi, Jawa Barat.

d. Kolonel Abdul Latief


Kolonel Abdul Latief merupakan salah satu perwira utama pelaku aksi G30S.
Pada saat itu, Latief menjabat sebagai komandan Brigade Infanteri 1/Djaja
sakti. Jabatan tersebut sangat strategis karena membawahi pasukan pengaman
ibu kota. Latief ditangkap oleh tentara Siliwangi disebuah ru mah daerah
Benhil, Jakarta. Latief dikurung dan disiksa selama puluhan tahun. Kakinya
yang ditusuk bayonet tak pernah diobati hingga muncul belatung. Kolonel
Latief tidak mendapatkan eksekusi mati. Pada saat reformasi, dia dibebaskan
dan meninggal pada 2005 setelah mengalami siksaan puluhan tahun di dalam
penjara. Alasan di balik hukuman Latief adalah karena dia mengaku memiliki
rahasia Soeharto. Karena hubungannya yang dekat dengan Soeharto, sebelum
aksi G30S terjadi, Latief telah memberitahu Soeharto tentang rencana
penculikan perwira TNI tersebut.

e. Brigjen Soeparjo

Brigjen Soeparjo adalah seorang komando tempur di Kalimantan dan


membawa ribuan prajurit sebagai persiapan tempur melawan Malaysia.
Soeparjo diduga telah dibina oleh Sjam dari biro khusus PKI, sehingga
sebelum aksi G30S PKI dia memutuskan untuk Kembali ke Jakarta.

Soeparjo juga berperan sebagai juru bicara G30S/PKI untuk menemui


Soekarno dengan niatan menjelaskan terkait aksi ini.Walaupun memiliki
pangkat yang lebih tinggi, Soeparjo berperan sebagai wakil komandan dari
Letkol Untung. Setelah G30S 1965, Soeparjo ditangkap oleh Satgas Kalong
pada 12 Januari 1967, dan dieksekusi tembak mati pada Maret, ditahun yang
sama setelah sebelumnya dilakukan sidang.

3. Peristiwa G30S/PKI

a. Kronologis Penangkapan

Pangkalan untuk penyerbuan para jenderal adalah sebuah kawasan yang


disebut Lubang Buaya yang cukup jauh dari Halim, namun dapat dijangkau
melalui jalan tembus dari jalan raya menuju Bogor ke lebih banyak lagi
tempat-tempat penting. Pasukan yang telah diberi tugas melaksanakan
penyerbuan tampaknya telah memasukkan Sebagian besar anak buah Untung
dari Cakrabirawa, beberapa dari Batalyon 454, dan dari Brigade Infantri I
Latief serta bantuan dari Pemuda Rakyat yang kemudian mendapat tugas
sebagai penjaga. Semua telah berkumpul di Lubang Buaya pada pukul 02.00
dini hari dan mengikuti briefing tentang tugas-tugas mereka. Mereka diberi
tahu bahwa suatu scenario sudah dibuat oleh Dewan Jenderal dengan dukungan
CIA untuk melawan Presiden Soekarno. Perwira yang memimpin operasi
adalah Letnan I Doel Arif.7 Pasukan dibagi menjadi tujuh regu masing-masing
untuk menangani satu Jenderal. Tepat pada 03.15 ketujuh regu itu berangkat ke
arah Menteng, daerah elit perumahan di Jakarta. Mereka tiba di lokasi pada
pukul 04.00.8

1. Jenderal Ahmad Yani9

Regu penyerbu berangkat dari lubang buaya di bawah pimpinan asisten


Letnan I Mukidjan dan Sersan II Raswad dengan dua truk dan dua bus
menuju rumah Ahmad Yani di Jl. Lembang. Pasukan dibagi menjadi tiga
bagian. Pertama, menjaga bagian belakang, kedua, menjaga bagian depan
rumah, dan yang ketiga masuk halaman utama dan masuk rumah. Mereka
berhasil berbincang-bincang dengan para penjagadan mengatakan bahwa
mereka membawa pesan penting dari presiden untuk Ahmad Yani.
Setelahberada di dalam rumah, kelompok Raswad bertemu dengan putera
Ahmad Yani yang berumur 7 tahun, Eddy. Ia terbangun untuk mencari
ibunya, kemudian diminta untuk mencari ayahnya. Ketika Ahmad Yani
muncul dari kamar menggunakan pakaian tidur, Raswad mengatakan
padanya bahwa ia dibutuhkan segera oleh presiden. Ahmad Yani
menyuruh mereka menunggu sebentar sementara ia mandi, namun
diberitahu bahwa hal itu tidak perlu. Ketika mereka menolak juga
memberi izin untuk mengganti pakaian, Ahmad Yani marah dan meukul
salah satu dari mereka. Ia lalu kembali ke kamar dan menutup pintu kaca.
Raswad memerintahkan Sarsan II Gijadi untuk menembak. Tujuh peluru

7
Benedict R O’G Anderson dan Ruth T McVey, Kudeta 1 Oktober 1965 (Yogyakarta: LKPSM-
Syarikat 2001), hal. 22-23.
8
Berita Yudha Minggu, 5 Desember.
9
Pelopor, 9 Oktober dan Berita Yudha Minggu, 5 Desember. Ahmad Yani pada saat kematiaanya
adalah Menteri/ Panglima Angkatan Darat.
menembus pintu dan membunuh Ahmad Yani. Kemudian mereka
menyeret, melemparkannya ke dalam bus, dan membawanya ke Lubang
Buaya dan melaporkan hasil misinya kepada Doel Arif.

2. Jenderal Suprapto10

Pasukan berjumlah 19 orang di bawah pimpinan Sersan II Sulaiman dan


Sukiman menuju rumah Jenderal Suprapto dengan membawa senjata Sten,
Garrand, dan Chung. Kelompok-kelompok kecil ditempatkan di sebelah
kiri dan kanan rumah, sementara regu utama masuk melalui halaman
depan. Karena tidak bisa tidur akibat gigi gerahamnya baru dicabut dan
terganggu oleh suara gonggongan anjingnya, Suprapto datang ke pintu
dengan mengenakan kaos oblong dan sarung. Koperal II Suparman
menyambut kehadirannya dengan memberi hormat dan melaporkan bahwa
presiden ingin bertemu segera. Tanpa memberi kesempatan kepada
jenderal naas itu untuk berganti pakaian atau bahkan menutup pintu
rumahnya, ia segera diseret menuju truk yang disediakan.11 Nyonya
Suprapto yang melihat kejadian ini melalui jendela, merasa sangat bingung
dan heran, kemudian menyimpulkan bahwa suaminya ditahan. Ia mencoba
meninggalkan rumah, teapi dicegah oleh para penyerbu, yang juga
merusak teleponnya. Para penyerang kemudian kembali ke Lubang Buaya.

3. Jenderal Parman

Sekitar pukul 04.00 pagi, 20 tentara muncul di luar rumah parman.


Mendengar suara gaduh di luar, sang Jenderal keluar menuju halaman. Ia
menyangka perampokan tengah terjadi di rumah tetangga. Melihat
sekelompok Cakrabirawa di halaman rumahnya, ia menanyakan apa yang
mereka perbuat. Mereka menjawab, mereka diperintah Presiden untuk
menjemputnya. Parman kembali ke rumah untuk berganti pakaian, dan
kelompok utama mengikutinya. Parman tak banyak bicara saat berganti
pakaianseragam, dan membisikkan sesuatu kepada isterinya untuk segera

10
Jenderal Supratpo pada saat kematiannya adalah Deputi II pada Menteri/ Panglima Angkata
Darat.
11
Benedict R O’G Anderson dan Ruth T McVey, Kudeta 1 Oktober 1965 (Yogyakarta: LKPSM-
Syarikat 2001), hal. 25
menghubungi Ahmad Yani. Ia menyangka, ia ditahan atas perintah
Soekarno. Namun sambil meninggalkan rumah, Cakrabirawa merampas
telepon. Parman tampaknya telah menduga bahwa hal itu akna terjadi, ia
tidak melawan dan dengan cepat dibawa ke Lubang Buaya. Nyonya
Parman baru menyadari apa yang terjadi ketika Nyonya Hartono datang
sambil menangi dan mengatakan bahwa suaminyatelah tewas dibunuh.

4. Jenderal Soetojo
Dipimpin oleh Sersan Mayor Surono yang menerima perintah
langsungdari Doel Arif. Regu ini memulai serangan dengan menutup Jl.
Sumenep, kediaman Jenderal Soetojo. Penjaga Sipil di jalan satu persatu
dilumpuhkan. Mereka berhasil membujuk Soetojo untuk membuka pintu
kamar dengan alasan membawa surat perintah dari Presiden, kemudian
menangkap dan meringkusnya. Kedua matanya ditutup, tangan diikat ke
belakang punggung, dan didorong masuk ke dalam truk yang telah
menunggu menuju Lubang Buaya.
5. Jenderal Pandjaitan12

Pandjaitan tinggal di Jl. Hasanudin Blok M, Kebayoran Baru.Setelah


membuka pagar besi yang mengelilingi rumah, kelompok penyerang
masuk ke dalam ruangan-ruangan lantai bawah. Mereka membangunkan
pembantu keluarga itu dan memaksa untuk menunjukkan dimana tuan
rumah tidur. Sementara itu, seisi rumah mulai terbangun. Dua kerabat
Pandjaitan berpikir bahwa mereka tengah dirampok lalu mengambil pistol
dan dengan gagah berani menyerang mereka. Tetapi mereka lebih dulu
ditembak jatuh oleh kelompok penculik. Sementa di lantai atas ny.
Pandjaitan bingung menanyakan kepada suaminya apakah sedang ada
Latihan militer. Pandjaitan meyakinkan bahwa hal seperti itu tidak ada.
Melongok ke lantai bawah, ia mengenali seragam Cakrabirawa dan
berpikir bahwa mereka mengirim pesan dari istana, namun ancaman dari
tamu tak diundang itu kemudian meyakinkannya bahwa yang terjadi

12
Kompas, 25 Oktober, BY, 11 Oktober, dan 13 Desember, juga Berita Yudha Minggu, 21
November. Jenderaal Pandjaitan Ketika kematiannya adalah Asisten IV (logistik) pada Menteri/
Panglima Angkatan Darat.
adalah hal yang sebaliknya. Pandjaitan pertama-tama mencoba menelpon
polisi, kemudian seorang tetangga dan teman, Kol. Samosir, namun tidak
berhasil karena saluran telepon di rumahnya sudah diputus. Ia kemudian
meraih sebuah stengun untuk menyerang mereka, namun senjata itu macet.
Ia terpaksa turun setelah mereka mengancam akan melakukan kekerasan
terhadap keluarganya. Di halaman ruman ia sekali lagi meloloskan diri
tetapi seperti yang ditulis oleh harian Kompas, “penyerangnya tidak punya
pilihan lain selain membunuhnuhnya.” Mayatnya dilemparkan ke dalam
truk dan dibawa ke lubang buaya.

6. Jenderal Harjono

Serangan terhadap rumah Jenderal Harjono di jalan Prambanan 8,


mengikuti pola yang sama dengan yang telah diuraikan. Kelompok utama
menyerbu masuk dan mencoba bertemu Jenderal yang sedang tidur dengan
alasan ada panggilan dari Presiden. Harjono tampaknya segera menyadari
bahwa sesuatu yang berkaitan dengan pembunuhan tengan terjadi, karena
itu ia memerintahkan agar isteri dan anak-anaknya pergi ke halaman
belakang, mematikan semua lampu dan menunggu kedatangan para
prajurit untuk menangkapnya. Ketika mereka masuk kamar tidur, ia
mencoba merebut senjata dari salah satu pasukan, tetapi cepat dikalahkan
dan ditembak mati. Sekali lagi mayat dilempar ke dalam truk dan dibawa
kelubang buaya.

7. Jenderal Nasution

Serangan terhadap rumah Jenderal Nasution dilaksanakan dengan cara


yang sama namun dengan jumlah pasukan yang lebih besar. Dari truk
menghambur pasukan dengan jumlah besar, Sebagian dari Cakrabirawa,
sisanya dari Brigade Infranti I dan Batalyon 404, dan mungkin beberapa
Pemuda Rakyat yang berpakaian tentara. Kelompok lain, lima belas pria
kekar, masuk melalui depan rumah, setelah sebelumnya melumpuhkan
para penjaga. Yang lain berdiri di sekitar rumah jaga, sementara tiga puluh
lainnya mengawasi jalan. Setelah misi dimulai, Penyerang menembak
Jenderal Nasution yang sebenarnya adalah ajudannya, Letnan Pierre
Tendean. Karena dalam keadaan gelap, para penyerang menyangka bahwa
Tendean adalah Jenderal Nasution, kemudian Tendean dimasukkan ke truk
dan dibawa ke Lubang Buaya. Jenderal Nasution selamat, namun
keluarganya mengalami luka-luka, dan puteri bungsunya, Ade Irma
Nasution meninggal.

Sejarah 30 September 1965 adalah sebuah Gerakan yang sampai saat ini
masih bersifat kontroversi. Ada berbagai pendapat dan kesaksian tentang G30S
1965, yang kemudian memunculkan berbagai versi G30S 1965. Tiap-tiap versi
memiliki aktor utama yang berbeda-beda. Pemaparan keseluruhan versi juga
bermanfaat untuk memahami esensi dan filsafat tersembunyi dari Gerakan 30
September 1965.13

a. Versi Orde Baru

Deskripsi sejarah Orde Baru terhadap G30S 1965 adalah berdasar atas
dua otoritas sejarah, pertama adalah Soeharto sebagai pelaku sejarah yang ikut
membasmi G30S 1965. Kedua adalah TNI/ABRI yang secara institusi juga
terlibat dalam pembasmian G30S 1965. Keduanya memiliki kesamaan
pandangan bahwa PKI secara organisasional adalah pihak yang paling bersalah
dalam Gerakan 30 September. Oleh Karena itu, Orde Baru menamai singkatan
G30S/PKI 1965. Soeharto berpendapat bahwa pemimpin G30S 1965 adalah
Letkol Untung, yang juga adalah salah satu komandan Resimen Cakrabirawa
yang bertugas mengawal Presiden Soekarno. Sedangkan, TNI/ABRI
memandang bahwa D.N. Aidit adalah pemimpin tertinggi G30S, Aidit yang
dibantu oleh Iskandar Subekti, Pono, Kusno, dan Mayor Udara Sujono,
bermarkas di Halim dari tanggal 30 September malam sampai tanggal 1
Oktober dini hari (Mabes ABRI, 1995: 180-181).

Versi resmi Orde Baru menganggap bahwa PKI sebagai dalang dan pelaku
utama G30S 1965 adalah bertujuan untuk mengubah Haluan negara Indonesia
yang berhaluan Pancasila, menjadi negara yang berhaluan Komunis. PKI selain
ingin mengubah haluan negara Indonesia juga dipandang akan selalu
13
Harsa Permata, Gerakan 30 September 1965 dalam Perspektif Filsafat Sejarah Marxisme, hal.
223.
melaksanakan tujuan internasionalnya yaitu mengkomuniskan bangsa
Indonesia (SETNEG R.I, 1994: 168).

b. Versi Harold Crouch

Menurut Harold Crouch, PKI terlibat dalam G30S 1965, walaupun


indikasi keterlibatan PKI belum begitu jelas. Kehadiran Aidit di Bandara
Halim pada tanggal 1 Oktober 1965 adalah salah satu indikasi keterlibatan PKI,
menurut Harold Crouch. Selain itu, dukungan dari Gerwani (Gerakan Wanita
Indonesia) dan PR (Pemuda Rakyat) yang berafiliasi dengan PKI terhadap
G30S 1965. Indikasi utama keterlibatan PKI dalam G30S 1965, menurut
Harold Crouch adalah pengakuan pimpinan PKI, Njono di Harian Angkatan
Bersenjata dan pengakuan Aidit yang dipublikasikan oleh pers Jepang pada
bulan Februari 1966. Kedua pengakuan tersebut menyatakan bahwa PKI
berperan besar dalam G30S 1965. Akan tetapi menurut Harold Crouch, PKI
walaupun terlibat dalam G30S 1965 bukanlah dalang G30S 1965. Tidak ada
bukti bahwa perwira Angkatan Bersenjata seperti Untung dan Supradjo adalah
agen PKI. Oleh karena itu, mereka bertindak bukanlah berdasarkan perintah
Sjam (agen PKI dalam G30S 1965). Sementara itu, salah satu pelaku utama
G30S 1965 yaitu Kolonel Suherman, yang merupakan anggota kelompok Jawa
Tengah, telah dibunuh sebelum dimintai keterangan lebih lanjut. Selain itu,
Kolonel Latief, sebagai salah satu pelaku utama yang merupakan perwira
Jakarta, tidak pernah dibawa ke pengadilan. Menurut Harold Crouch, para
perwira Angkatan Bersanjata yang terlibat dalam G30S 1965, bertindak karena
kehendak mereka sendiri.14

Salah satu pimpinan PKI yaitu Njono,memang mengakui bahwa ia


memang mendukung pihak tantara pemberontak G30s, dengan cara
merencanakan pelatihan militer bagi para anggota ormas PKI. 15 Kesaksian
Sjam menyatakan bahwa Sjam dipanggil Aidit ke rumahnya, pada tanggal 12
Agustus. Aidit mendiskusikan petrihal kondisi presiden Soekarno yang
menderita sakit yang cukup serius, dan Langkah yang mungkin diambil dewan
Jenderal, jika presiden Soekarno wafat. Tanggal 13 Agustus, Sjam dan para
14
Jurnal Filsafat, vol. 25, no. 02, Agustus 2015.
15
Op. Cit, hal. 228.
anggota biro khusus lainnya seperti Pono dan Walujo mendiskusikan pelaku-
pelaku yang mungkin melaksanakan sebuah Gerakan. Akhirnya diputuskan
untuk mendekati Letkol. Untung, Kolonel Latif dan Mayor Sujono, karena
ketiganya bersimpati pada PKI. Aidit kemudian menghubungi Mayor Sigit dan
Kapten Wahyudi, yang dalam perkembangannya Sigit dan Wahyudi mundur,
dan para konspirator G30S 1965 berhasil merekrut Brigjen Supardjo,
Komandan pasukan tempur Kolaga atau Komando Mandala Siaga di
Kalimantan, yang telah dikenal Sjam sejak 1950-an.16

c. Versi W.F. Wertheim

W.F. Wertheim berpendapat bahwa para pimpinan G30S 1965, seperti


Letkol. Utung, Sjam., dan Kolonel Latief adalah kenalan Soeharto. Kedekatan
hubungan Untung dan Soeharto terlihat Ketika Soeharto [pergi menghadiri
pernikahan Untung di Kebumen, dari Jakarta, pada 1964. 17 Sementara
kedekatan Soeharto dan Latief bermula dari era perang Gerilya pada akhir
1940-an. Bahkan sebagai pelaku G30S, Latief tidak dieksekusi tetapi dibiarkan
hidup di penjara Orde Baru selama bertahun-tahun. Ketika menjabat sebagai
Komandan Divisi Diponegoro, Untung adalah bawahan Soeharto di Jawa
Tengah, begitu juga Latif, yang sebelumnya pernah bertugas di Divisi
Diponegoro Jawa Tenagah. Latif juga pernah semarkas dengan Soeharto,
Ketika perang perebutan Irian Barat pada tahun 1964. Selain itu, Soeharto bisa
bergerak leluasa di Jakarta pada waktu malam berlangsungnya operasi militer
G30S. Soeharto juga mengetahui cara untuk menaklukan G30S dengan mudah,
padahal para perwira militer yang berada di Jakarta, tidak paham harus
mengambil tindakan apa untuk menghadapi operasi militer. Hubungan
Soeharto dengan Sjam, adalah hubungan sesama anggota TNI/ABRI. Sjam
merupakan intel tantara, yang ditugaskan untuk menyusup ke dalam PKI.

4. Upaya Penumpasan Pemberontakan G30S/PKI

Hanya dalam beberapa hari setelah penculikan dan pembunuhan enam


jenderal jajaran tertinggi oleh G30S pada 1 Oktober 1965, Kepemimpinan

16
Crouch, 2007: 110
17
Roosa, 2008: 107
Angkatan Darat di bawah Mayor Soeharto bergerak untuk menghancurkan
G30S/PKI dan organisasi afiliasinya.18

Langkah penumpasan dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965, TNI


berusaha menetralisasi pasukan G30S dari kalangan militer yang menduduki
lapangan merdeka (Batalyon 454 dan 530) selanjutnya Mayjen Soeharto
menugaskan kepada RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo
untuk merebut Kembali Gedung RRI dan pusat telekomunikasi. Pada jam
20.00 WIB Soeharto mengumumkan telah terjadi percobaan kudeta oleh G30S
Soeharto juga mengumumkan presiden Soekarno dan A.H. Nasiton dalam
keadaan selamat. Operasi penumpasan berlanjut ke kawasan Halim Perdana
Kusuma pada 2 Oktober 1965. Kawasan Halim Perdana Kusuma dicurigai
sebagai markas para pimpinan G30S yang berkoordinasi dibeberapa titik. Pada
tanggal 3 Oktober 1965 RPKAD berhasil menguasai Kembali Bandara Halim
Kusuma. Pasukan pemerintah menemukan lokasi jenazah para perwira di
lubang sumur pada 3 Oktober 1965 atas petunjuk polisi Sukitman yang berhasil
lolos dari penculikan PKI. Pada tanggal 5 Oktober dilakukan pengangkatan
jenazah tersebut. Mereka di makamkan di taman makam pahlawan Kalibata
Jakarta pada 5 Oktober 1965. Para perwira yang gugur akibat pemberontakan
ini diberi penghargaan sebagai pahalawan revolusi.19

Cara-cara yang diterapkan oleh Soeharto sangat aktif, seperti


mengsatucorongkan pusat informasi hanya pada kostrad. Melalui kodam V
Jaya Brigjen Umar Wirahadi Kusumo, Soeharto melarang terbit semua surat
kabar, di luar surat kabar milik Angkatan Darat. Kompas termasuk surat kabar
yang tidak diizinkan terbit. Mulai tanggal 2-5 Oktober 1965 media cetak yang
terbit hanya Harian Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Kantor Berita Antara,
dan Pemberitaan Angkatan Bersenjata.20

18
Martijn Eickhoff, 1965 Pada Masa Kini: Hidup dengan Warisan Pembantaian Massal,
(Yogyakarta: USD Press, 2019), hal. 32
19
“Tragedi Nasional Peristiwa Madiun PKI, DI/TII,G30S/PKI, dan Konflik-Konflik Internal lainnya.”
Artikel diakses pada 25 Mei 2010 dari Crayon Pedia.
20
James Luhulima, Peristiwa G30S, Titik Balik Soekarno, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001),
hal. 295
Pasca kejadian G30S PKI di mana para Jenderal dibunuh di Jakarta,
justru pergolakan sosial baru terjadi sekitar tanggal 20-21 Oktober. Pergolakan
ini ditandai dengan pembunuhan masal yang berlangsung di Jawa Tengah,
khususnya daerah Boyolali dan Klaten. Pembunuhan masal yang
mengatasnamakan pemberantasan G30S PKI terjadi secara bergelombang,
pada bulan Oktober pembunuhan terjadi di Jawa Tengah, selanjutnya di Jawa
Timur, dan baru bulan Desember di Bali. 21 G30S yang dinamakan “Gestapu”
menjadi sebuah tonggak bagi dimulainya aksi legitimasi bagi Soeharto dan
pendukungnya untuk memberitakan bahwa telah terjadi penyiksaan sadis dan
mutilasi termasuk pengebirian seksualitas yang menurut laporan dilakukan oleh
anggota Gerakan Wanita (Gerwani) PKI.

Kekerasan oleh kelompok antikomunis pada 1965-1966 di Indonesia ini


tidaklah spontan dan terelakkan, melainkan didukung, difasilitasi, diarahkan,
dan dibentuk oleh pimpinan Angkatan Darat Indonesia. Perwira Tinggi
Angkatan Darat darat termasuk Mayor Jendral Soeharto mendeklarasikan
G30S dan PKI harus dihancurkan, diganyang, dikubur, dihapuskan,
dibersihkan, dimusnahkan, dan diberantas sampai ke akar-akarnya. Seperti
banyaknya kampanye yang berujung pada genosida, aksi melawan musuh
secara berulang dideskripsikan sebagai operasi “pembersihan” dan
“penyapuan.” Tentu kajian ilmiah yang sekarang tersedia sangat banyak dan
bertolak dari kajian tersebut sangat mungkin untuk mengembangkan penjelasan
yang lebih menyeluruh atas kekerasan tersebut dan dampaknya.22

C. Penutup

1. Kesimpulan

Peristiwa G30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan


yang dilakukan PKI, yang bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di
Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak
korban berasal dari para Jendral Angkatan Darat Indonesia. Gerakan PKI ini

21
Bscara T. Wardaya, SJ “Tentang Tragedi 1965” dalam Bagus Dermawan, Warisan (daripada)
Soeharto, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008), hal. 52
22
Douglas kammen dan Kathrine McGregor, ed., The Contours of Mass Violence in Indonesia,
1965-1968 (Singapore: NUS Press, 2012), dan artikel dalam buku ini.
menjadi isu politik untuk menolak laporan pertanggung jawaban Presiden
Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini,
maka Indonesia Kembali kepada Pancasila yang berasaskan kepada Pancasila
dan UUD 1945.Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah
memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat
Indonesia.

2. Hikmah

Hikmah adanya Peristiwa G30S 1965 adalah menyadarkan bangsa


Indonesia bahwa segala bentuk pemberontakan terhadap NKRI itu sangatlah
tidak benar. Di sisi lain, dengan adanya G30S PKI, sistem pemerintahan
Soekarno yang Nasionalis, Agama dan Komunisme atau Sistem pemerintahan
Demokrasi Terpimpin- yang menuai banyak penolakan dari beberapa pihak
terpaksa diberhentikan. Begitu juga munculnya Orde Baru dan pergantian
Presiden merupakan hikmah dari adanya peristiwa ini.
Daftar Pustaka

Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, “Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI,”
(Jakarta: Balai Pustaka,2008).
Crouch, Harold. “The Indonesian Army In Politics: 1960-1971,” (PhD thesis,
Monash University, 1975).
Douglas kammen dan Kathrine McGregor, “The Contours of Mass Violence in
Indonesia,” 1965-1968 (Singapore: NUS Press, 2012).
Wardaya, Bscara T. “Tentang Tragedi 1965” dalam Bagus Dermawan, Warisan
(daripada) Soeharto, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008).
Eickhoff, Martijin. “1965 Pada Masa Kini: Hidup dengan Warisan Pembantaian
Massal,” (Yogyakarta: USD Press, 2019).
Luhulima, James. Peristiwa G30S, Titik Balik Soekarno, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2001).
Permata, Harsa. “Gerakan 30 September 1965 dalam Perspektif Filsafat Sejarah
Marxisme.”

Anda mungkin juga menyukai