(G30-S/PKI)
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pancasila
Dosen Pengampu:
Fathonah K. Daud, Lc., M.Phil
Oleh:
Salwa Maulidia (2022010192252)
Naila Ulfatin Niswah (2022010192488)
Sukma Izza Millati (2022010192450)
B. Pembahasan
Pada Juli 1965, seiring dengan merebaknya kabar Kesehatan Bung Karno
memburuk, suhu politik tanah air makin panas pula. Dokter RRC yang
merawat presiden Soekarno menyatakan bahwa Bung Karno akan lumpuh atau
meninggal dunia. Di Jakarta bertiup rumor menyengat, muncul dewan jenderal
yang hendak menggulingkan Bung Karno. Mengetaui hal tersebut, Aidit
kemudian menyatakan, Gerakan merebut kekuasaan harus dimulai jika tak
ingin didahului Dewan Jendral. Gerakan itu dipimpinnya sendiri, Adapun sjam
ditunjuk sebagai pimpinan pelaksana gerakan.4
a. D.N Aidit
Dipa Nusantara Aidit atau dikenal dengan D.N Aidit adalah seorang
pemimpin senior PKI. Lahir dengan nama Achmad Aidit di Pulau Belitung 30
Juli 1923, ia akrab dipanggil Amat oleh orang orang yang akrab dengannya.
Aidit mendapat Pendidikan dalam sistem Kolonial Belanda. Menjelang
dewasa, Achmad Aidit mengganti Namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. 5
3
John Roosa dkk, Tahun yang Tak Pernah Berakhir, (Jakarta, 2004), hal.25.
4
Majalah TEMPO dkk, Kitab Merah: Kumpulan Kisah Kisah Tokoh G30S/PKI, hal. 8.
5
Zulkifli dan Hidayat, 2010, hal. 24-25
Dari Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan
perpustakaan “Antara” di daerah Tanah Tinggi, senen, Jakarta Pusat.
Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang (Handelschool) ia belajar teori politik
Marxis melalui perhimpunan demokratik social Hindia Belanda (yang
belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas
politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak
memerankan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik,
Chaerul Shaleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Muhammad Yamin.
b. Sjam Kamaruzaman
6
Majalah TEMPO dkk, Kitab Merah: Kumpulan Kisah Kisah Tokoh G30S/PKI, hal. 7.
Sjam adalah seorang kepala biro khusus, yaitu sebuah Lembaga rahasia
PKI yang bertugas untuk merekrut serta membina kekuatan komunis pada
tubuh tentara pendukung PKI. Sepak terjangnya tak banyak terekspos, hanya
D.N Aidit selaku ketua umum PKI dan beberapa anggota senior partai yang
mengetahuinya. Sjam sering disebut sebagai sosok yang hilang dari peristiwa
G30S karena sebenarnya dialah dalang yang menggerakkan aksi G30S itu
sepenuhnya. Aidit banyak melakukan koordinasi dengan Sjam, bahkan Sjam
pula yang mengompori Aidit agar lebih cepat menyerang.
e. Brigjen Soeparjo
3. Peristiwa G30S/PKI
a. Kronologis Penangkapan
7
Benedict R O’G Anderson dan Ruth T McVey, Kudeta 1 Oktober 1965 (Yogyakarta: LKPSM-
Syarikat 2001), hal. 22-23.
8
Berita Yudha Minggu, 5 Desember.
9
Pelopor, 9 Oktober dan Berita Yudha Minggu, 5 Desember. Ahmad Yani pada saat kematiaanya
adalah Menteri/ Panglima Angkatan Darat.
menembus pintu dan membunuh Ahmad Yani. Kemudian mereka
menyeret, melemparkannya ke dalam bus, dan membawanya ke Lubang
Buaya dan melaporkan hasil misinya kepada Doel Arif.
2. Jenderal Suprapto10
3. Jenderal Parman
10
Jenderal Supratpo pada saat kematiannya adalah Deputi II pada Menteri/ Panglima Angkata
Darat.
11
Benedict R O’G Anderson dan Ruth T McVey, Kudeta 1 Oktober 1965 (Yogyakarta: LKPSM-
Syarikat 2001), hal. 25
menghubungi Ahmad Yani. Ia menyangka, ia ditahan atas perintah
Soekarno. Namun sambil meninggalkan rumah, Cakrabirawa merampas
telepon. Parman tampaknya telah menduga bahwa hal itu akna terjadi, ia
tidak melawan dan dengan cepat dibawa ke Lubang Buaya. Nyonya
Parman baru menyadari apa yang terjadi ketika Nyonya Hartono datang
sambil menangi dan mengatakan bahwa suaminyatelah tewas dibunuh.
4. Jenderal Soetojo
Dipimpin oleh Sersan Mayor Surono yang menerima perintah
langsungdari Doel Arif. Regu ini memulai serangan dengan menutup Jl.
Sumenep, kediaman Jenderal Soetojo. Penjaga Sipil di jalan satu persatu
dilumpuhkan. Mereka berhasil membujuk Soetojo untuk membuka pintu
kamar dengan alasan membawa surat perintah dari Presiden, kemudian
menangkap dan meringkusnya. Kedua matanya ditutup, tangan diikat ke
belakang punggung, dan didorong masuk ke dalam truk yang telah
menunggu menuju Lubang Buaya.
5. Jenderal Pandjaitan12
12
Kompas, 25 Oktober, BY, 11 Oktober, dan 13 Desember, juga Berita Yudha Minggu, 21
November. Jenderaal Pandjaitan Ketika kematiannya adalah Asisten IV (logistik) pada Menteri/
Panglima Angkatan Darat.
adalah hal yang sebaliknya. Pandjaitan pertama-tama mencoba menelpon
polisi, kemudian seorang tetangga dan teman, Kol. Samosir, namun tidak
berhasil karena saluran telepon di rumahnya sudah diputus. Ia kemudian
meraih sebuah stengun untuk menyerang mereka, namun senjata itu macet.
Ia terpaksa turun setelah mereka mengancam akan melakukan kekerasan
terhadap keluarganya. Di halaman ruman ia sekali lagi meloloskan diri
tetapi seperti yang ditulis oleh harian Kompas, “penyerangnya tidak punya
pilihan lain selain membunuhnuhnya.” Mayatnya dilemparkan ke dalam
truk dan dibawa ke lubang buaya.
6. Jenderal Harjono
7. Jenderal Nasution
Sejarah 30 September 1965 adalah sebuah Gerakan yang sampai saat ini
masih bersifat kontroversi. Ada berbagai pendapat dan kesaksian tentang G30S
1965, yang kemudian memunculkan berbagai versi G30S 1965. Tiap-tiap versi
memiliki aktor utama yang berbeda-beda. Pemaparan keseluruhan versi juga
bermanfaat untuk memahami esensi dan filsafat tersembunyi dari Gerakan 30
September 1965.13
Deskripsi sejarah Orde Baru terhadap G30S 1965 adalah berdasar atas
dua otoritas sejarah, pertama adalah Soeharto sebagai pelaku sejarah yang ikut
membasmi G30S 1965. Kedua adalah TNI/ABRI yang secara institusi juga
terlibat dalam pembasmian G30S 1965. Keduanya memiliki kesamaan
pandangan bahwa PKI secara organisasional adalah pihak yang paling bersalah
dalam Gerakan 30 September. Oleh Karena itu, Orde Baru menamai singkatan
G30S/PKI 1965. Soeharto berpendapat bahwa pemimpin G30S 1965 adalah
Letkol Untung, yang juga adalah salah satu komandan Resimen Cakrabirawa
yang bertugas mengawal Presiden Soekarno. Sedangkan, TNI/ABRI
memandang bahwa D.N. Aidit adalah pemimpin tertinggi G30S, Aidit yang
dibantu oleh Iskandar Subekti, Pono, Kusno, dan Mayor Udara Sujono,
bermarkas di Halim dari tanggal 30 September malam sampai tanggal 1
Oktober dini hari (Mabes ABRI, 1995: 180-181).
Versi resmi Orde Baru menganggap bahwa PKI sebagai dalang dan pelaku
utama G30S 1965 adalah bertujuan untuk mengubah Haluan negara Indonesia
yang berhaluan Pancasila, menjadi negara yang berhaluan Komunis. PKI selain
ingin mengubah haluan negara Indonesia juga dipandang akan selalu
13
Harsa Permata, Gerakan 30 September 1965 dalam Perspektif Filsafat Sejarah Marxisme, hal.
223.
melaksanakan tujuan internasionalnya yaitu mengkomuniskan bangsa
Indonesia (SETNEG R.I, 1994: 168).
16
Crouch, 2007: 110
17
Roosa, 2008: 107
Angkatan Darat di bawah Mayor Soeharto bergerak untuk menghancurkan
G30S/PKI dan organisasi afiliasinya.18
18
Martijn Eickhoff, 1965 Pada Masa Kini: Hidup dengan Warisan Pembantaian Massal,
(Yogyakarta: USD Press, 2019), hal. 32
19
“Tragedi Nasional Peristiwa Madiun PKI, DI/TII,G30S/PKI, dan Konflik-Konflik Internal lainnya.”
Artikel diakses pada 25 Mei 2010 dari Crayon Pedia.
20
James Luhulima, Peristiwa G30S, Titik Balik Soekarno, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001),
hal. 295
Pasca kejadian G30S PKI di mana para Jenderal dibunuh di Jakarta,
justru pergolakan sosial baru terjadi sekitar tanggal 20-21 Oktober. Pergolakan
ini ditandai dengan pembunuhan masal yang berlangsung di Jawa Tengah,
khususnya daerah Boyolali dan Klaten. Pembunuhan masal yang
mengatasnamakan pemberantasan G30S PKI terjadi secara bergelombang,
pada bulan Oktober pembunuhan terjadi di Jawa Tengah, selanjutnya di Jawa
Timur, dan baru bulan Desember di Bali. 21 G30S yang dinamakan “Gestapu”
menjadi sebuah tonggak bagi dimulainya aksi legitimasi bagi Soeharto dan
pendukungnya untuk memberitakan bahwa telah terjadi penyiksaan sadis dan
mutilasi termasuk pengebirian seksualitas yang menurut laporan dilakukan oleh
anggota Gerakan Wanita (Gerwani) PKI.
C. Penutup
1. Kesimpulan
21
Bscara T. Wardaya, SJ “Tentang Tragedi 1965” dalam Bagus Dermawan, Warisan (daripada)
Soeharto, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008), hal. 52
22
Douglas kammen dan Kathrine McGregor, ed., The Contours of Mass Violence in Indonesia,
1965-1968 (Singapore: NUS Press, 2012), dan artikel dalam buku ini.
menjadi isu politik untuk menolak laporan pertanggung jawaban Presiden
Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini,
maka Indonesia Kembali kepada Pancasila yang berasaskan kepada Pancasila
dan UUD 1945.Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah
memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat
Indonesia.
2. Hikmah
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, “Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI,”
(Jakarta: Balai Pustaka,2008).
Crouch, Harold. “The Indonesian Army In Politics: 1960-1971,” (PhD thesis,
Monash University, 1975).
Douglas kammen dan Kathrine McGregor, “The Contours of Mass Violence in
Indonesia,” 1965-1968 (Singapore: NUS Press, 2012).
Wardaya, Bscara T. “Tentang Tragedi 1965” dalam Bagus Dermawan, Warisan
(daripada) Soeharto, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008).
Eickhoff, Martijin. “1965 Pada Masa Kini: Hidup dengan Warisan Pembantaian
Massal,” (Yogyakarta: USD Press, 2019).
Luhulima, James. Peristiwa G30S, Titik Balik Soekarno, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2001).
Permata, Harsa. “Gerakan 30 September 1965 dalam Perspektif Filsafat Sejarah
Marxisme.”