Anda di halaman 1dari 14

PERISTIWA G30S/PKI

Tugas Membuat Karya Tulis Sejarah

Innes Tri Alfia XII MIPA 6


SMAN 15 Bandung

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat
rahmat
dan
hidayahNya sehingga saya telahmenyelesaikan tugas ini dengan lancar
dan sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh bapak
Drs.Aswin selaku guru Sejarah.
Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas di bidang
mata pelajaran Sejarah kami yang bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang G30S/PKI. Makalah ini berisikan tentang
informasi Pemberontakan G 30S/PKI yang terjadi pada masa PKI
merajalela
di
Indonesia
dan
usaha
penumpasannya.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang pemberontakan PKI ini.
Dengan
terselesaikannya
tugas
makalah
saya
ini,
makasaya berharap
telah
memenuhi
tugas Sejarah dan
mendapatkan nilai yang baik. Serta bermanfaat bagi temanteman sekalian. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh
darisempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan Makalahini.

Bandung, 11 Oktober
2015

Innes
Tri Alfia

DAFTAR ISI

1. KATA PENGANTAR.......................................................
2. DAFTAR
ISI....
3. BAB I PENDAHULUAN.
Latar
belakang..

Rumusan masalah............

Tujuan penulisan

4. BAB II PEMBAHASAN..

Peristiwa G30S/PKI........

Pelaksanaan G30S/PKI......

Penumpasan G30S/PKI

5. BAB III PENUTUP.

Kesimpulan..........

6. DAFTAR PUSTAKA..

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang
berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926,
mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh
membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965
yang di kenal dengan peristiwa G30S/PKI. Partai Komunis Indonesia (PKI)
adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam
sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan
pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI
Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI AD di
Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI.

B. Rumusan masalah
1.

Apa sebab terjadinya G30S/PKI?

2.

Bagaimana proses terjadinya peristiwa G30S/PKI?

3.

Bagaimana proses Penumpasan G 30S/PKI?

4. Bagaimana Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa


G30S/PKI?

C. Tujuan penulisan
1.

Untuk mengetahui sebab terjadinya G30S/PKI.

2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan G30S/PKI dan proses


penumpasan G30S/PKI.
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan para siswa tentang
G30S/PKI.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Peristiwa G30S/PKI

PERISTIWA G30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa


pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham
komunis di Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan
banyak korban berasal dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu
politik untuk menolak laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno
kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka
Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan kepada pancasila dan
UUD 1945.

Sebab-sebab G30S/PKI
a. PKI merupakan partai terbesar di Indonesia
Dengan melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI berhasil menarik
anggota cukup besar, tercatat pada tahun 1965, anggota PKI sudah
mencapai 3,5 juta. Hal ini membuat PKI menjadi partai yang besar dan kuat.
PKI melakukan beberapa cara untuk mengembangkan diri, antara lain :
Melakukan gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan prapagandaprapaganda menyesatkan.

Melakukan gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.

Membentukan pekerja intensif dikalangan ABRI.

Menyusup ke berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan


organisasi PKI.
-

Mendekati Presiden Soekarno.

b. Politik luar negeri Indonesia yang lebih condong pada blok timur
Pada masa demokrasi terpimpin, indonesia menganut politik NEFO, sehingga
PKI dapat memperoleh dukungan dari Cina dan Unisoviet.
c. Konsep Naskom (Nasionalis, Agama, Komunis)
Dengan konsep ini, PKI dapat memperkuat kedudukannya di Indonesia,
sehingga PKI memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengadakan aksi
kudeta.

Sejarah singkat pemberontakan PKI


PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan
atau situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur bulan September Desember
1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet
Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso,
seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri
Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa
Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan
Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai
dinamakan pemberontakan PKI.
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada
di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun
tokoh-tokoh masyarakat dan agama.
Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa
tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah
rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).

Tawaran bantuan dari Belanda


Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura
menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun
tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan

militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera


memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap
kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk
Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi
Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945,
muncul berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk
golongan kiri dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo
(Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat
kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang
diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam
kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam
Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan
bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol
Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan
Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan
menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan
Kapten Untung Samsuri.
Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha,
Musso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di
Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis
Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan
Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok
diskusi Patuk, dll.
Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing
pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI,
perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya
yang diculik dan dibunuh.
Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario
Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di
Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam
hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh.
Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di
antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya
sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota
Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu,
termasuk Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah
dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis
Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang

mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila


ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara
tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya
dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam
memerangi komunis di seluruh dunia.
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang
disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk
memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah
konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs
(Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di buku-buku pelajaran
sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI Madiun.

B.

Pelaksanaan G30S/PKI

PELAKSANAAN G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari,


enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya
kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung.
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto
kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.Tahunya
Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja
dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun
1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan
Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya
merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948.
Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan
wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik
pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan
di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani
penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan
sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan.
Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi
di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai aksi
sepihak dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk
membersihkannya. Keributan antara PKI dan islam (tidak hanya NU, tapi juga
dengan Persis dan Muhammadiya) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua
tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain
juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam
kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September
1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana
kudeta 30 September tersebut).

Isu Dewan Jenderal


Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya
Dewan Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan Darat
tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.
Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk
menangkap dan membawa mereka untuk diadili. Namun secara tak terduga,
dalam operasi penangkapan tersebut para jenderal tersebut terbunuh.

Isu Dokumen Gilchrist


Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia,
Andrew Gilchrist. Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan
Jenderal. Dokumen ini oleh beberapa pihak dianggap pemalsuan. Di bawah
pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, dokumen ini menyebutkan
adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwiraperwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika
Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara untuk
"ditindaklanjuti".

Isu Keterlibatan Soeharto


Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai Pangkostrad
(Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat) tidak membawahi
pasukan.

Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf
Komando Operasi Tertinggi)
Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang
Administrasi)
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD
bidang Perencanaan dan Pembinaan)

Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang


Intelijen)
Brigjen TNI Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD
bidang Logistik)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur
Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama,
selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma
Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas
dalam usaha pembunuhan tersebut. Selain itu beberapa orang lainnya juga
turut menjadi korban:
Bripka Karel Satsuin Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana
Menteri II dr.J.Leimena)
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
Letkol Sugiyanto Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede,
Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada
3 Oktober.

Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu
menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka
Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.
Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September
yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota Dewan Jenderal yang
akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula
terbentuknya Dewan Revolusi yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap
Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel
Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore
hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak
berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno
dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan
Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan
Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada tanggal

6 Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan


nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya
untuk penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera
menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk
mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan
bersenjata.

C.

Penumpasan G30S/PKI

PENUMPASAN G30S/PKI 1965 Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini,


semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai
anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan
ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau
dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi.
Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa
Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang
yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif
menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua
sampai tiga juga orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang
menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari
organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan
Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal,
terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai
Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempattempat tertentu sungai itu "terbendung mayat". Pada akhir 1965, antara
500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah
menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kampkamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu
militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung
PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji.

Peringatan
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari
Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan
sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto,
biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di
seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30

September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara


bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan
dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata.
Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi
dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara
peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu
hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk
"Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi
kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu
juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi,
Murad Aidit, Haryo Sasongko, Sasuke, dan Putmainah.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa
pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk
menyebarkan paham komunis di Indonesia. Pemberontakan ini
menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari
para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak
laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS.
Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia
kembali ke pemerintahan yang berazaskan kepada pancasila dan
UUD 1945. Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia
telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik
masyarakat Indonesia yaitu Dampak politik dan Dampak Ekonomi.
Setelah supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia
mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan
supermasinya. MPRS kemudian meminta Presiden Soekarno untuk
mempertanggung jawabkan hasil pemerintahannya, terutama
berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun
1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban
pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang
menyangkut peristiwa G30S/PKI.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. C.T.R.Kansil,SH. 1992. Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa. Jakarta :Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_Septemb
er
http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390indonesia-era-orde-baru/
http://soeharto.co/mengungkap-fakta-g-30-spki
http://www.kumpulansejarah.com/2012/11/sejara
h-peristiwa-g30s-pki.html
http://integralkuadrat.blogspot.com/2011/04/seja
rah-dan-kronologis-peristiwa-g-30.html

Anda mungkin juga menyukai