Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMBERONTAKAN G30S/PKI
DEMOKRASI VERSUS KOMUNISME 1965

DISUSUN OLEH:

ADNAN TRI ATMAJA

01

XII MIPA 4

SMA NEGERI 3 PURWOREJO

2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "" dengan tepat waktu. makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang sejarah G30S/PKI bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yustinus selaku guru Mata Pelajaran Sejarah. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 6 Maret 2021

Penulis
Adnan Tri Atmaja

ii
DAFTAR ISI

BAB I.PENDAHULUAN…………………………………………………4

A.Latar Belakang…………………………………………………….

B. Rumusan Masalah…………………………………………………

BAB II.PEMBAHASAN…………………………………………………..

A. Peristiwa G-30S/PKI ………………...…………..…………

B.Pertentangan antara PKI dan Angkatan Darat……………….…….

C.Korban G-30S/PKI…………………………………………………

D.Penumpasan G-30S/PKI……………………………………………..

BAB III.PENUTUP………………………………………………………....

A.Kesimpulan………………………………………………………..

B.Saran………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Istilah G30S/PKI merujuk pada peristiwa pemberontakan PKI yang terjadi pada tanggal
30 September 1965. Peristiwa yang diduga dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia itu terjadi
selama dua hari satu malam tepatnya 30 September dan 1 Oktober 1965.Akibat pemberontakan
G30S/PKI ini, petinggi – petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dan
sejumlah korban lainnya meninggal dunia. Dalam rangka mengenang peristiwa dan perjuangan
para tokoh yang telah gugur, maka pada tanggal 30 September diperingati sebagai Hari
Peringatan G30S/PKI.Latar belakang pemberontakan G30S/PKI adalah keinginan PKI untuk
merubah idiologi bangsa dan bentuk negara Indonesia. PKI melalui kekuatan politiknya merasa
khawatir dengan kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk dan menganggap usia Soekarno
tidak akan lama lagi. Kesimpulan tersebut didapatkan usai pingsannya Soekarno pada saat pidato
bulan Agustus 1965. Hal ini menyebabkan persaingan tajam antara PKI dan TNI yang
bersebrangan politik.

B.Rumusan Masalah

A. Bagaimana peristiwa G30-S/PKI?

B.Mengapa TNI Angkatan Darat dan PKI berseteru?

C.Siapa yang menjadi korban G-30S/PKI

D. Bagaimana penangkapan dan penumpasan anggota PKI?

iv
BAB II.

PEMBAHASAN

A.Peristiwa G30-S/PKI
Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu
(Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang
terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam
perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha
percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota partai komunis. PKI merupakan
partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya
berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol
pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani
Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi
penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan
pendukung serta tersebar di seluruh daerah yang luas.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
dekret presiden dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata
dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan
sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan
hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara
Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM. Pada era “Demokrasi
Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah
politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign
reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan dengan persetujuan dari
Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima”dengan mempersenjatai
pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini. Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI
makin lama makin berusaha menghindari bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan
polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan “kepentingan bersama” polisi dan
“rakyat”. Pemimpin PKI D.N. Aidit mengilhami slogan “Untuk Ketenteraman Umum Bantu
Polisi”. Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari
“sikap-sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman
sayap-kiri untuk membuat “massa tentara” subyek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para
tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik
tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua
pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik
tanah dan untuk meningkatkan kerja sama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan
bersenjata. Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan
minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan
resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota
kabinet. Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam
kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan
bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis “rakyat”.
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia
berbicara tentang “perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara
tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis”.
Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok
di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik
pemerintahan NASAKOM. Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk
pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan kelima” di dalam
angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya
memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang
sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa
yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara.
Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan
memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa
“NASAKOMisasi” angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja sama untuk
menciptakan “angkatan kelima”. Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi
revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi
bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah untuk memencilkan aspek anti-rakyat dalam
alat-alat negara. Menjelang dilancarkannya G 30 S/PKI, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakannya oleh Biro Khusus PKI yang telah dibentuk pada tahun 1964 dengan
mengadakan beberapa kali rapat rahasia yang diikuti oleh beberapa orang oknum ABRI. Rapat
pertama 6 September 1965 yang dilaksanakan rumah Kapten Wahjudi Jl. Sindanglaya 5, Jakarta,
diikuti oleh:
1.Sjam Kamaruzaman
2.Pono (Soepono).
3.Letnan Kolonel Untung Sutopo (Komandan Batalion I Kawal Kehormatan Resimen
Cakrabirawa).
4.Kolonel A.Latief (Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
5.Mayor Udara Suyono (Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU Halim).
6.Mayor A. Sigit (Komandan Batalion 203 Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
7.Kapten Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara).
Rapat ini membicarakan tentang situasi umum sebelum gerakan dan isu sakitnya Bung
Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu adanya Dewan Jendral yaitu yang mengungkapkan
adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk
menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan
Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno, dan dari
ABRI pun terhasut dan ikut dalam gerakan yaitu Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1
Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal Presiden) Sejam kemudian menyampaikan instruksi
Aidit untuk mengadakan gerakan mendahului kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat pertama
kemudian banyak diadakan lagi rapat-rapat selanjutnya guna membahas persiapan serangan
gerakan. Di antaranya rapat ke-2 pada tanggal 9 September 1965, rapat ke-3 tanggal 13
September 1965, rapat ke-4 tanggal 15 September 1965, rapat ke-5 tanggal 17 September 1965,
rapat ke-6 19 September 1965, dan rapat ke-7 tanggal 22 September 1965, ke-8 24 September
1965, ke-9 tanggal 29 September 1965.
Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6 membahas tentang penetapan sasaran gerakan bagi
masing-masing pasukan yang akan bergerak menculik atau membunuh para jendral Angkatan
Darat yang diberi nama Pasukan Pasopati. Pasukan teritorial dengan tugas menduduki gedung
RRI dan gedung Telekomunikasi di beri nama Pasukan Bimasakti kemudian pasukan yang
mengkoordinasi lubang Buaya di beri nama Pasukan Gatotkaca. Setelah persiapan terakhir
selesai, rapat terakhir di adakan tanggal 29 September 1965 yang dilaksanakan di rumah Sjam,
gerakan itu dinamakan “Gerakan 30 September” (G 30 S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara fisik-
militer gerakan di pimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen
Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) selaku pimpinan formal seluruh gerakan.
Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan
beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal
istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol
Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjend Suharto kemudian
mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut. Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno
membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di
masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan
Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari
Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA
terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan
partai politik pada masa itu.

B. Pertentangan antara PKI dan Angkatan Darat


Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi konflik antara Angkatan Darat (AD) dan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Konflik terjadi dilatarbelakangi persaingan kedua kekuatan untuk
mendapatkan kekuasaan politik. Diawali dengan penolakan PKI terhadap keterlibatan AD dalam
kegiatan politik setelah disahkannya Undang-undang Darurat Perang 1957. Sebaliknya AD juga
menolak masuknya PKI melalui Nasakom. Golongan nasionalis, agama, dan komunis, menurut
Angkatan Darat tidak dapat disatukan dalam struktur politik karena saling bertentangan. Konflik
kedua belah pihak memicu terjadinya pergolakan politik. Fenomena persaingan politik tersebut
masih dirasakan hingga saat ini. Sehingga penulis tertarik untuk menjadikan fokus penelitian.
Penelitian bertujuan untuk mengkaji secara mendalam latar belakang, bentuk, dan dampak
konflik.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, melalui tahap heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi dengan menggunakan pendekatan sosiologi politik dan meminjam
teori konflik Ralf Dahrendorf. Hasil penelitian menunjukkan konflik menyangkut masalah
ideologi, politik, dan perebutan kekuasaan dalam pemerintahan antara AD dan PKI. Perebutan
kekuasaan dalam pemerintahan sebagai salah satu usaha AD dan PKI untuk meraih dominasi
politik Demokrasi Terpimpin. Kesimpulan dalam konflik ini AD masih bisa mempertahankan
eksistensinya, sementara PKI mengalami kehancuran. Rekomendasi yang dihasilkan penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi betapa pentingnya pemahaman dan penerapan sila
Pancasila ketiga “Persatuan Indonesia” dalam menjalankan kehidupan sebagai warga negara.

C.Korban G-30S/PKI

Peristiwa G30S PKI menyisakan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Sebanyak tujuh
perwira yang terdiri dari enam jenderal serta satu perwira pertama TNI AD menjadi korban peristiwa
di pergantian malam 30 September ke 1 Oktober 1065 itu. Mereka di antaranya: Jenderal Ahmad
Yani,Mayjen R Soeprapto ,Mayjen MT Haryono ,Mayjen S Parman, Brigjen DI Panjaitan Brigjen
Sutoyo ,Lettu Pierre A Tendean.Mereka dituduh akan melakukan kudeta kepada Presiden saat itu,
yakni Soekarno melalui Dewan Jenderal. Ketujuh korban penculikan, penganiayaan, dan
pembunuhan itu ditemukan di sumur Lubang Buaya di Jakarta Timur. Semuanya diberi gelar
sebagai Pahlawan Revolusi. Dilansir dari laman Kemendikbud, Minggu (25/9/2022),

Berikut profil ketujuh perwira yang menjadi korban dalam peristiwa G30S PKI

1.Jendral Ahmad Yani.

Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia lahir di Jenar,
Purworejo pada 19 Juni 1922. Semasa muda, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di
Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Setelah itu, kariernya berkutat di militer. Ia
turut ikut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga
penumpasan DI/TII di Jawa Tengah. Pada 1958, Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan
Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI.
Kemudian, pada 1962 ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
2. Mayjen R Soeprapto

Soeprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia pernah mengikuti pendidikan di


Akademi Militer Kerajaan Bandung, namun harus terhenti karena pendaratan Jepang di
Indonesia. Dia kemudian masuk ke Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto setelah
beberapa kali ikut merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap pada awal kemerdekaan Indonesia.

3.Mayjend Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono)

Mas Tirtodarmo Haryono atau yang lebih dikenal dengan MT Haryono lahir di Surabaya,
Jawa Timur pada 20 Januari 1924. Sebelum terjun ke dunia militer, MT Haryono pernah
mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Dia
kemudian bergabung bersama TKR dengan pangkat mayor. MT Haryono sempat menjabat
sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia. Ia kemudian menjadi Atase Militer RI untuk
Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima
Angkatan Darat (1964).
4.Mayjend Siswondo Parman ( S.Parman)

S Parman atau Siswondo Parman adalah salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama.
Ia lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. S Parman pernah dikirim ke Jepang
untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai. Setelah Proklamasi, dia mengabdi
kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air.

5.Brigjend Donald Ignatius Panjaitan (D.I Panjaitan)

Donald Ignatius Panjaitan atau DI Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli.
Dia pernah mengikuti pendidikan militer Gyugun pada masa pendudukan Jepang di tanah air.
Setelah Indonesia merdeka, DI Panjaitan ikut membentuk TKR. Ia pun memiliki karier yang
cemerlang di bidang militer. Menjelang akhir hayatnya, DI Panjaitan diangkat sebagai Asisten
IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.
6.Brigjend Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa
pendudukan Jepang ia mendapat pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta.
Kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan, Sutoyo memasuki TKR bagian Kepolisian dan menjadi anggota Korps Polisi
Militer. Ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan kemudian menjadi Kepala
Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo. Pada 1961, Sutoyo dipercaya menjadi
Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat.

7.Lettu Pierre A Tandean

Piere Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939. Dia merupakan lulusan pendidikan Akademi
Militer Jurusan Teknik pada 1962. Piere Tendean pernah menjabat sebagai Komandan Peleton
Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan. Pada April 1965,
perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala
Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh
kelompok G30S. Dia mengaku sebagai AH Nasution sehingga ikut tewas dalam pemberontakan
G30S/PKI.
8.Ade Irma Suryani

Ade Irma Suryani Nasution (19 Februari 1960 – 6 Oktober 1965) adalah putri
bungsu Jendral Besar Dr.Abdul Haris Nasution. Ade terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30
September yang berusaha untuk menculik Jendral Besar Dr.Abdul Haris Nasution . Ade yang
berumur lima tahun tertembak ketika berusaha menjadi tameng ayahandanya.

D.Penumpasan G-30S/PKI

Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka
yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan
ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp
tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah
(bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah
orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis, perkiraan yang konservatif menyebutkan
500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga
setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti
kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-
organisasi muslim sayap-kanan seperti Barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI
melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat
sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu “terbendung mayat”. Pada akhir 1965, antara
500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban
pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya
perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua
anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka,
majalah “Time” memberitakan:

“Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga


pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana
udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini
bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-
mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius.”

Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang
menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional
Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter
Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam
galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani
meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus. Di daerah-daerah lain, para
terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka.
Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis “anti-Tionghoa” terjadi. Pekerja-pekerja dan
pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-
kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi.
Diperkirakan sekitar 110.000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969.
Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-
an. Empat tahanan politik, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus
Sulaeman, dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
BAB III.
PENUTUP
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang dilakukan
PKI, yang bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia. Pemberontakan ini
menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para Jendral Angkatan Darat
Indonesia. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan pertanggung jawaban
Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka
Indonesia kembali ke pemerintahan yang berasaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif dalam
kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu dampak politik dan dampak ekonomi.
Setelah Supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi.
Kepemimpinan Soekarno kehilangan supremasinya. MPRS kemudian meminta Presiden
Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan
G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan
pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut
peristiwa G30S/PKI.

“Bung Karno pernah berkata 'JasMerah', jangan sekali kali melupakan


sejarah. Karena itu, jangan sia-siakan pengorbanan nyawa para pahlawan di
masa lalu!”
DAFTAR PUSTAKA

1.https://doc.lalacomputer.com/makalah-gerakan-30-september-pki/
2.https://sma13smg.sch.id/materi/30-september-1965-peringatan-peristiwa-gerakan-30-
september-g30s-pki/#:~:text=Istilah%20G30S%2FPKI%20merujuk%20pada,September%20dan
%201%20Oktober%201965.
3.https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/112466
4.https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/27/085300265/7-pahlawan-revolusi-yang-gugur-
dalam-peristiwa-g30s-pki-dan-proses?page=all&lgn_method=google
5.https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Yani
6.https://id.wikipedia.org/wiki/Mas_Tirtodarmo_Haryono
7.https://id.wikipedia.org/wiki/Siswondo_Parman
8.https://id.wikipedia.org/wiki/D.I._Pandjaitan
9.https://id.wikipedia.org/wiki/Sutoyo_Siswomiharjo
10.https://id.wikipedia.org/wiki/Pierre_Tendean
11.https://id.wikipedia.org/wiki/Ade_Irma_Suryani_Nasution
12.https://depok.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-095594156/8-kata-kata-bijak-sambut-
peringatan-g30s-pki-cocok-dijadikan-status-di-instagram-dan-wa?page=2

Anda mungkin juga menyukai