Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH G30SPKI

Disusun oleh: Abyan Aulia Hanif

Cellina Natalia Br.Sidabutar

Kevin Aldi Saputra

Lysa nuraini

Nuraini

Ratna Juita

SMAN 2 SAROLANGUN
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penulisan
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Dalam kesempatan ini, kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pada tahap penyusunan
hingga selesainya makalah ini. Adapun maksud penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu
tugas mata pelajaran sejarah dari Bapak M.Arpan Sp,d selaku guru mata pelajaran sejarah kelas
XII MIPA 2. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi materi, mutu, penggunaan bahasa, dan cara penyajiannya. Maka dari itu kami mohon
saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta menambah wawasan dan
pengalaman, dan apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Singkut, 13 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Peristiwa G30-S/PKI.......................................................... 2
B. Korban G30-S/PKI.............................................................. 3
C. Penangkapan dan pembantaian PKI................................. 4

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................... 5

B. Saran................................................................................. 6

DAFTAR PUSTAKA...................................................

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar diseluruh dunia, diluar
Tiongkok dan UniSoviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3
juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai
3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.
Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI
mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung. Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan
dan Sukarno menetapkan konstitusi dibawah dekrit presiden sekali lagi dengan dukungan penuh dari
PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer keposisi-
posisi yang penting.Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut
"Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk
persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Padaera "DemokrasiTerpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional
dalam menekan pergerakan pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan
masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign
reserves menurun, inflasi terus menaiK dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah. Pada
kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri ZhouEnlai menjanjikan 100.000 pucuk
senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetap
ibelum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S. Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas
saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai detentang Angkatan Kelima yang
berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih
menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI. Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI
makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi
dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara dengan slogan
"kepentinganbersama" polisi dan "rakyat".

Pemimpin PKI DN.Aidit mengilhami slogan"Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan
Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian"
kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap kiri untuk membuat
"massa tentara" subjek karya-karya mereka. Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani
bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar
terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh
propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah
siapapun (miliknegara=milikbersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevikdi Rusia,
dimana disana rakyat dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada
rakyat. Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak
milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan
resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet.
Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena jabatan nya di militer oleh Sukarno disamakan
dengan setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab,
Menpangad,dan lain-lain). Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di
dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa
angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat". Aidit memberikan
ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata dimana ia berbicara tentang "perasaan
kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan
unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis". Rezim Sukarno mengambil langkah
terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak
berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. Tidak lama PKI
mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer,menyatakan
keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja
dan petani yang bersenjata.Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk
melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk
membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara
Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat
negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMISASI" angkatan
bersenjata dapat di capai dan mereka akan bekerja sama untuk menciptakan "angkatankelima".

Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan
Mei1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah
untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara. Sejak tahun 1964 sampai menjelang
meletusnya G30S telah beredar isu sakit parah nya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk
dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit
tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI
melakukan tindakan tersebut. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPokokAgraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasi l(UUBagi Hasil) yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan
UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan
partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah
tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik
tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan
backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangkaian ini antara lain peristiwa Bandar
Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksisepihak’ dan kemudian
digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.Keributan antara PKI dan Islam
(tidakhanya NU,tapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir
semua tempat di Indonesia,di Jawa Barat,Jawa Timur,dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal
demikian,PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan
disembelih setelah tanggal 30 September 1965(hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI
mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Peristiwa G30-S/PKI

Peristiwa G30-S/PKI Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-


30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober)
adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal
1 Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang
lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada
anggota partai komunis.
PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan
Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan
pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta
anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.
Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan
sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung serta tersebar di
seluruh daerah yang luas.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekret presiden dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin"
Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan
Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan dengan persetujuan dari
Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan
mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari
bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin
PKI mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI D.N. Aidit
mengilhami slogan "Untuk Ketenteraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964,
Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian"
kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk
membuat "massa tentara" subyek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah
dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi
dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu,
PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan
kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerja sama dengan unsur-
unsur lain, termasuk angkatan bersenjata.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan
minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan
dengan resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi
anggota kabinet. Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer
di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya
bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di
mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat
setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia,
termasuk para komunis". Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja
dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan
karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan
rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam
angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya
memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer
yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi
pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara.
Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan
memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa
"NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja sama
untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan
aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih
mendorong ilusi bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah untuk memencilkan
aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
Menjelang dilancarkannya G 30 S/PKI, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakannya oleh Biro Khusus PKI yang telah di bentuk pada tahun 1964 dengan
mengadakan beberapa kali rapat rahasia yang di ikuti oleh beberapa orang oknum ABRI.
Rapat pertama 6 September 1965 yang di laksanakan rumah Kapten Wahjudi Jl.
Sindanglaya 5, Jakarta, diikuti oleh:
1. Sjam Kamaruzaman.
2. Pono (Soepono).
3. Letnan Kolonel Untung Sutopo (Komandan Batalion I Kawal Kehormatan Resimen
Cakrabirawa).
4. Kolonel A. Latief (Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
5. Mayor Udara Suyono (Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU Halim).
6. Mayor A. Sigit (Komandan Batalion 203 Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
7. Kapten Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara).
Rapat ini membicarakan tentang situasi umum sebelum gerakan dan isu sakitnya
Bung Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu adanya Dewan jendral yaitu yang
mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap
Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-
sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka
untuk diadili oleh Soekarno, dan dari ABRI pun terhasut dan ikut dalam gerakan yaitu
Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal
Presiden). Sjam kemudian menyampaikan instruksi Aidit untuk mengadakan gerakan
mendahului kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat pertama kemudian banyak diadakan lagi
rapat-rapat selanjutnya guna membahas persiapan serangan gerakan. Di antaranya rapat
ke-2 pada tanggal 9 September 1965, rapat ke-3 tanggal 13 September 1965, rapat ke-4
tanggal 15 September 1965, rapat ke-5 tanggal 17 September 1965, rapat ke-6 19
September 1965, dan rapat ke-7 tanggal 22 September 1965, ke-8 24 September 1965, ke-
9 tanggal 29 September 1965.
Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6 membahas tentang penetapan sasaran gerakan
bagi masing-masing pasukan yang akan bergerak menculik atau membunuh para jendral
Angkatan Darat yang di beri nama pasukan Pasopati. Pasukan teritorial dengan tugas
menduduki gedung RRI dan gedung Telekomunikasi di beri nama Pasukan Bimasakti
kemudian pasukan yang mengkoordinasi lubang Buaya di beri nama Pasukan Gatotkaca.
Setelah persiapan terakhir selesai, rapat terakhir di adakan tanggal 29 September 1965
yang dilaksanakan di rumah Sjam, gerakan itu dinamakan “Gerakan 30 September” (G 30
S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara fisik-militer gerakan di pimpin oleh Letnan Kolonel
Untung, Komandan Batalion 1 Resimen Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden)
selaku pimpinan formal seluruh gerakan.
Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior
dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para
pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu
dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu,
Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja
dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun 1960
keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang
Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia
Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri
dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan
partai politik pada masa itu.

B. Korban G30-S/PKI

Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando
Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan
terhadap gerakan tersebut. Korban keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
1. Panglima angkatan darat letjen TNI Ahmad Yani

2. Mayjen TNI R.Suprapto

3. Mayjen TNI M.T.Haryono

4. Mayjen TNI Siswondo Parman

5. Brigjen TNI DI Panjaitan

6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo


Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia
selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani
Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan
tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
1. Lettu Pierre Tandean
2. AIP Karel Satsuit Tubun
3. Brigjen Katamso Darmokusumo
4. Kolonel sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta
yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober setelah
peristiwa G30S terjadi.

C. Penangkapan dan Pembantaian PKI

Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau
mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh
yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau
dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-
pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November)
dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan
persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain
menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang
menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-
organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI
melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-
mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-
pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan
di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu
militer yang didukung dana CIA [1] menangkapi semua anggota dan pendukung PKI
yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time"
memberitakan:
"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga
pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di
mana udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-
daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung
oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000
orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite
Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden
khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir
jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di
mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang
sudah hangus.
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman
mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan
rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang
mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini
dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan
politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk
belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar
Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun
sejak kudeta itu.
PENUTUP

A. Kesimpulan:
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang
dilakukan PKI, yang bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia.
Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para
Jendral Angkatan Darat Indonesia. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak
laporan pertanggung jawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya
laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berasaskan
kepada Pancasila dan UUD 1945.
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif
dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu Dampak politik dan
Dampak Ekonomi. Setelah Supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia
mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan supremasinya. MPRS
kemudian meminta Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil
pemerintahannya, terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS
tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya,
khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI.

B.SARAN

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah bangsa. Karena Bangsa yang melupakan sejarah
akan dengan mudah tercabut dari akar sejarah itu sendiri dan akan menjadi bangsa yang
antah-berantah.

Anda mungkin juga menyukai