Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PKN

KKTGK

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya telah menyelesaikan tugas ini dengan lancar dan sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh bapak Drs.Aswin selaku guru Sejarah.
Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas di bidang mata pelajaran Sejarah
kami yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang “G30S/PKI”. Makalah ini
berisikan tentang informasi Pemberontakan G 30S/PKI yang terjadi pada masa PKI
merajalela di Indonesia dan usaha penumpasannya. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pemberontakan PKI ini.
Dengan terselesaikannya tugas makalah saya ini, maka saya berharap telah memenuhi
tugas Sejarah dan mendapatkan nilai yang baik. Serta bermanfaat bagi teman-teman
sekalian. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh darisempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………................................................................................
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………..…………………....

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………
Latar belakang…………………………………………………………………………….…………………………………
Rumusan masalah…………………………………………………………………..…………………………….............
Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………......
Peristiwa G30S/PKI………………………………………………………………………………………….……….......
Pelaksanaan G30S/PKI………………………………………………………………………………………………......
Penumpasan G30S/PKI…………………………………………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………….…………..


Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………….………….....
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………..………………...
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi
komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan
pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada
tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30
September 1965 yang di kenal dengan peristiwa G30S/PKI. Partai Komunis Indonesia
(PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya,
PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda
pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh
membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal
dengan peristiwa G30S/PKI.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sebab terjadinya G30S/PKI?
2. Bagaimana proses terjadinya peristiwa G30S/PKI?
3. Bagaimana proses Penumpasan G 30S/PKI?
4. Bagaimana Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G30S/PKI?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui sebab terjadinya G30S/PKI.
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan G30S/PKI dan proses penumpasan
G30S/PKI.
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan para siswa tentang G30S/PKI.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peristiwa G30S/PKI
PERISTIWA G30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang
dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia.
Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para
Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan
pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan
Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan kepada
pancasila dan UUD 1945.
B. Sebab-sebab G30S/PKI
1. PKI merupakan partai terbesar di Indonesia
Dengan melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI berhasil menarik
anggota cukup besar, tercatat pada tahun 1965, anggota PKI sudah mencapai 3,5
juta. Hal ini membuat PKI menjadi partai yang besar dan kuat.
PKI melakukan beberapa cara untuk mengembangkan diri, antara lain :
 Melakukan gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan prapaganda-prapaganda
menyesatkan.
 Melakukan gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.
 Membentukan pekerja intensif dikalangan ABRI.
 Menyusup ke berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan organisasi
PKI.
 Mendekati Presiden Soekarno.
2. Politik luar negeri Indonesia yang lebih condong pada blok timur
Pada masa demokrasi terpimpin, indonesia menganut politik NEFO, sehingga
PKI dapat memperoleh dukungan dari Cina dan Unisoviet.
3. Konsep Naskom (Nasionalis, Agama, Komunis)
Dengan konsep ini, PKI dapat memperkuat kedudukannya di Indonesia,
sehingga PKI memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengadakan aksi kudeta.
C. Sejarah singkat pemberontakan PKI
PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi
chaos yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini
diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18
September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan
didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun
(Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan
PKI.
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di
Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh
masyarakat dan agama.
Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan
bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde
Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).

D. Tawaran bantuan dari Belanda


Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan
untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh
pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan,
Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total
terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk
Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah
RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai
organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan
sosialis.
Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis
Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok
Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut
dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam
Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan
beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto
(Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III.
Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol
Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri.
Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali
dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera
menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi
sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir
Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.
Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak
menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi,
pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan
dibunuh.
Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM
Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang
tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi
dari golongan kiri, diculik dan dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak
lainlah yang melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi
yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun
Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil
Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat
untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S.
Truman, Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory.
Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh
komunis, maka negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis,
seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam
memerangi komunis di seluruh dunia.
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui
radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir
Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu
disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di
buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI Madiun.

E. Pelaksanaan G30S/PKI
PELAKSANAAN G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal
senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan
kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada
saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat
itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan
tersebut.Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut
sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun
1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang
Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia
Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA
terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10
kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun
pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani
penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian
massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang
menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan
peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai
dalih oleh militer untuk membersihkannya. Keributan antara PKI dan islam (tidak hanya
NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiya) itu pada dasarnya terjadi di hampir
semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga
terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai
bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini
membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September
tersebut).
F. Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan
Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan Darat tidak puas
terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno
memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk
diadili. Namun secara tak terduga, dalam operasi penangkapan tersebut para jenderal
tersebut terbunuh.

G. Isu Dokumen Gilchrist


Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew
Gilchrist. Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen
ini oleh beberapa pihak dianggap pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant
dari KGB Rusia, dokumen ini menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang
mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat.
Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada
tentara untuk "ditindaklanjuti".

H. Isu Keterlibatan Soeharto


Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai Pangkostrad
(Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
 Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf
Komando Operasi Tertinggi)
 Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang
Administrasi)
 Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang
Perencanaan dan Pembinaan)
 Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
 Brigjen TNI Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang
Logistik)
 Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal
Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari
upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan
ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan
tersebut. Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
 Bripka Karel Satsuin Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II
dr.J.Leimena)
 Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
 Letkol Sugiyanto Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta
yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

I. Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai
dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor
Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan
pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi
anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.
Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung
Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel
Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf
Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua
perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi
pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke
Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada tanggal 6
Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu
persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya untuk penghentian
kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota
dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan
tidak melawan angkatan bersenjata.

J. Penumpasan G30S/PKI
PENUMPASAN G30S/PKI 1965 Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua
anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan
simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan
petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk
disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan
Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah
orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif
menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga
orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana
enam bulan yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-
kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor
NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama
di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat
Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu
"terbendung mayat". Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota
dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu
lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan
pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji.
K. Peringatan
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian
tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada
tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara
bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur
bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi
bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang
dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk
mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai
pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati
40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu
juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit,
Haryo Sasongko, Sasuke, dan Putmainah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang
dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia.
Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para
Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan
pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan
Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan
kepada pancasila dan UUD 1945. Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia
telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia
yaitu Dampak politik dan Dampak Ekonomi. Setelah supersemar diumumkan,
perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno
kehilangan supermasinya. MPRS kemudian meminta Presiden Soekarno untuk
mempertanggung jawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan
G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan
pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang
menyangkut peristiwa G30S/PKI.

B. Saran
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Bangsa yang melupakan sejarah, akan
dengan mudah tercerabut dari akar sejarah itu sendiri, dan menjadi bangsa antah
berantah.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. C.T.R.Kansil,SH. 1992. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta :Erlangga


http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September
http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390-indonesia-era-orde-baru/
http://soeharto.co/mengungkap-fakta-g-30-spki
http://www.kumpulansejarah.com/2012/11/sejarah-peristiwa-g30s-pki.html
http://integralkuadrat.blogspot.com/2011/04/sejarah-dan-kronologis-peristiwa-g-
30.html

Anda mungkin juga menyukai