Oleh:
Athifah Mufida Fi Amanillah
XII MIPA 3
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Makalah G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI) ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah Sejarah Indonesia yang berjudul Makalah G30S/PKI (Gerakan
30 September PKI) ini. Dan saya juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan
referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan
makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Saya menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan Makalah G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI) ini
sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah G30S/PKI
(Gerakan 30 September PKI) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Melak, 21 Januari 2022
KATA PENGANTAR………………….…………………
DAFTAR ISI………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………
A. Latar Belakang……………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………
BAB II PEMBAHASAN………………………………….
A. Peristiwa G30-S/PKI…………………………
B. Korban G30-S/PKI……………………………
C. Penangkapan dan Pembantaian PKI………….
BAB III PENUTUP………………………………………..
A. Kesimpulan……………………………………
B. Saran…………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di
seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya
berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga
mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan
pergerakan petani Barisan Tani Indonesiayang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk
pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya,
PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekret presiden sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat
tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi-posisi
yang penting. Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin“. PKI menyambut
“Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama, dan Komunis
yang dinamakan NASAKOM.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peristiwa G30-S/PKI?
2. Siapa saja yang menjadi korban G30-S/PKI?
3. Bagaimana penangkapan dan pembantaian PKI?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peristiwa G30-S/PKI
Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu
(Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah
peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober
1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya
dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada
anggota partai komunis. PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia,
di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3
juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang
mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi
penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta
anggota dan pendukung serta tersebar di seluruh daerah yang luas.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekret presiden dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan
angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting. Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut
“Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis
yang dinamakan NASAKOM. Pada era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara
kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan
independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan
ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign
reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi
wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan dengan persetujuan
dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima” dengan
mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini. Dari tahun
1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari bentrokan-
bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI
mementingkan “kepentingan bersama” polisi dan “rakyat”. Pemimpin PKI D.N.
Aiditmengilhami slogan “Untuk Ketenteraman Umum Bantu Polisi”. Di bulan
Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari
“sikap-sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan
seniman sayap-kiri untuk membuat “massa tentara” subyek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah
dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi
dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu,
PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan
kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerja sama dengan
unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata. Pada permulaan 1965, para buruh
mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan
PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang
sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet. Menteri-
menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet
Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa
angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis “rakyat”.
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di
mana ia berbicara tentang “perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat
setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia,
termasuk para komunis”. Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja
dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan
karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. Tidak lama
PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer,
menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan kelima” di dalam angkatan
bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya
memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman
militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk
membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum
kapitalis negara.
Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI
akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI
bahwa “NASAKOMisasi” angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja
sama untuk menciptakan “angkatan kelima”. Kepemimpinan PKI tetap berusaha
menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro
PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah untuk
memencilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara. Menjelang dilancarkannya G
30 S/PKI, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya oleh Biro Khusus
PKI yang telah dibentuk pada tahun 1964 dengan mengadakan beberapa kali rapat
rahasia yang diikuti oleh beberapa orang oknum ABRI. Rapat pertama 6 September
1965 yang dilaksanakan rumah Kapten Wahjudi Jl. Sindanglaya 5, Jakarta, diikuti
oleh:
1. Sjam Kamaruzaman.
2. Pono (Soepono).
3. Letnan Kolonel Untung Sutopo(Komandan Batalion I Kawal Kehormatan
Resimen Cakrabirawa).
4. Kolonel A. Latief (Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
5. Mayor Udara Suyono (Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU
Halim).
6. Mayor A. Sigit (Komandan Batalion 203 Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
7. Kapten Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara).
Rapat ini membicarakan tentang situasi umum sebelum gerakan dan isu sakitnya
Bung Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu adanya Dewan Jendralyaitu yang
mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap
Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno
disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa
mereka untuk diadili oleh Soekarno, dan dari ABRI pun terhasut dan ikut dalam
gerakan yaitu Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen Cakrabirawa
(pasukan pengawal Presiden). Sjam kemudian menyampaikan instruksi Aidit untuk
mengadakan gerakan mendahului kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat pertama
kemudian banyak diadakan lagi rapat-rapat selanjutnya guna membahas persiapan
serangan gerakan. Di antaranya rapat ke-2 pada tanggal 9 September 1965, rapat ke-3
tanggal 13 September 1965, rapat ke-4 tanggal 15 September 1965, rapat ke-5 tanggal
17 September 1965, rapat ke-6 19 September 1965, dan rapat ke-7 tanggal 22
September 1965, ke-8 24 September 1965, ke-9 tanggal 29 September 1965.
Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6 membahas tentang penetapan sasaran gerakan
bagi masing-masing pasukan yang akan bergerak menculik atau membunuh para
jendral Angkatan Darat yang diberi nama Pasukan Pasopati. Pasukan teritorial dengan
tugas menduduki gedung RRI dan gedung Telekomunikasi di beri nama Pasukan
Bimasakti kemudian pasukan yang mengkoordinasi lubang Buaya di beri nama
Pasukan Gatotkaca. Setelah persiapan terakhir selesai, rapat terakhir di adakan tanggal
29 September 1965 yang dilaksanakan di rumah Sjam, gerakan itu dinamakan
“Gerakan 30 September” (G 30 S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara fisik-militer gerakan
di pimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen Cakrabirawa
(Pasukan Pengawal Presiden) selaku pimpinan formal seluruh gerakan.
Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior
dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para
pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu
dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat
itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja
dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun 1960
keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang
Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari
Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan
UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang
mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu.
B. Korban G30-S/PKI
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando
Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan
penumpasan terhadap gerakan tersebut. Korban keenam pejabat tinggi yang dibunuh
tersebut adalah:
A. Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang
dilakukan PKI, yang bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia.
Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para
Jendral Angkatan Darat Indonesia. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak
laporan pertanggung jawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya
laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang
berasaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif
dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu dampak politik dan
dampak ekonomi. Setelah Supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia
mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan supremasinya. MPRS
kemudian meminta Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil
pemerintahannya, terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS
tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya,
khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI.
B. Saran
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Bangsa yang melupakan sejarah, akan
dengan mudah tercerabut dari akar sejarah itu sendiri, dan menjadi bangsa antah
berantah.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September
https://id.wikipedia.org/wiki/Pahlawan_Revolusi_Indonesia
http://materiku86.blogspot.co.id/2016/03/peristiwa-lengkap-gerakan-30-
september-1965.html