Anda di halaman 1dari 10

TOKOH – TOKOH TENTANG DI / TII

1. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah seorang tokoh Islam Indonesia yang memimpin
pemberontakan Darul Islam melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949 hingga tahun 1962,
dengan tujuan mengamalkan Al-Qur'an dan mendirikan Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum
syariah.

Lahir : 7 Januari 1905, Cepu

Meninggal : 5 September 1962, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

Meninggal dunia : 5 September 1962 (umur 57); Kepulauan Seribu, Jakarta, Indonesia

Pengganti : posisi dihapuskan

Pasangan : Dewi Siti Kalsum (m. ?–1962)

Anak : Tahmid Basuki Rahmat Kartosuwirjo

Pemberontakan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, di Jawa Barat,

Pemberontakan ini dilancarkan mulai tahun 1948. Penyebab pemicu pemberontakan


Kartosuwiryo adalah penolakan Perjanjian Renville, yang menempatkan daerah Jawa Barat di wilayah
kekuasaan Belanda.

Namun demikian, sekembalinya pemerintahan Indonesia ke Jawa Barat, terutama Divisi Siliwangi,
Kartosuwiryo terus melakukan perlawanan dan serangan yang memakan banyak korban.

Kartosuwiryo bahkan memerintahkan percobaan pembunuhan atas Presiden Soekarno pada 30


November 1957 di Peristiwa Cikini. Pemberontakan ini baru berakhir setelah Kartosuwiryo
tertangkap pada Juni 1962
2. Daud Beureueh

Teungku Muhammad Daud Beureueh adalah mantan Gubernur Aceh dan pejuang kemerdekaan
Indonesia. Ia merupakan tokoh kontroversial yang populer di kalangan masyarakat Aceh. Ia
melakukan pemberontakan kepada pemerintah dengan mendirikan NII akibat ketidakpuasannya atas
pemerintahan Soekarno.

Lahir : 17 September 1899, Kabupaten Pidie

Meninggal : 10 Juni 1987, Jakarta

Kebangsaan : Indonesia

Orang Tua : Imum Ahmad

Meninggal dunia : 10 Juni 1987 (umur 87); Banda Aceh, Aceh

Anak : Siti Maryam, M Hasballah, Ahmad Muzakir, S. Sakinah,

Pemberontakan Daud Beureueh, di Aceh

Pemicu pemberontakan ini adalah dihapusnya provinsi Aceh dan digabungkanya wilayah
Aceh dengan Sumatera Utara. Pemberontakan ini berhasil diselesaikan dengan cara damai setelah
dilakukannya “Musyawarah

Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962, dan dibentuknya kembali Aceh, sebagai
provinsi berstatus daerah istrimewa.
3. Amir Fatah

Amir Fatah bernama lengkap Amir Fatah Wijaya Kusumah, adalah salah satu
pimpinan Hizbullah Fisabilillah di daerah Besuki, Jawa Timursebelum bergolaknya pemberontakan
DI/TII di Jawa Tengah. Ketika Perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Belanda dan Indonesia,
maka semua kekuatan Republik diharuskan hijrah ke Jawa Tengah, termasuk kesatuan Hizbullah dan
Fisabilillah yang dipimpinnya. Pada tahun 1950, ia memproklamirkan wilayahnya merupakan
bagian DI/TII Kartosuwiryo. Melalui operasi yang dilakukan oleh TNI untuk sementara waktu
kekuatan mereka melemah tetapi akibat ada pembelot, kekuatan DI/TII Amir Fatah kembali kuat.
Sebagian dari sayap pemberontak DI/TII beroprasi di daerah hutan pegunungan Dayeuhluhur, yang
bentengnya berada disebuah gunung bernama Karang Gumantung,tapi pada akhirnya pasukan Amir
Fatah dapat ditaklukkan di perbatasan Pekalongan - Banyumas .

Pemberontakan Amir Fatah, di Jawa Tengah

Pemicu pemberontakan ini adalah kekecewaan Amir Fatah akan dominasi “kaum kiri” (sosialis dan
komunis) di Tegal dan sekitarnya, wilayah basis kekuatan Amir Fatah. Akibatnya, Amir Fatah
memberontak pada tahun 1950. Pemberontakan dipatahkan setelah operasi militer di wilayah
Banyumas mengalahkan pasukan Amir Fatah
4. Ibnu Hadjar

Ibnu Hadjar alias Haderi bin Umar alias Angli adalah seorang bekas Letnan Dua TNI yang
kemudian memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII Kartosuwiryo.
Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat Yang Tertindas, Ibnu Hadjar
menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan-tindakan
pengacauan pada bulan Oktober 1950.[1]

Untuk menumpas pemberontakan Ibnu Hajar ini pemerintah menempuh upaya damai melalui
berbagai musyawarah dan operasi militer. Pada saat itu pemerintah Republik Indonesia masih
memberikan kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan petualangannya secara
baik-baik, sehingga ia menyerahkan diri dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan
diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi setelah menerima
perlengkapan Ibnu Hadjar melarikan diri lagi dan melanjutkan pemberontakannya.
Pada akhir tahun 1954, Ibnu Hajar membulatkan tekadnya untuk masuk Negara Islam. Ibnu
Hajar diangkat menjadi panglima TII wilayah Kalimantan.
Perbuatan ini dilakukan lebih dari satu kali sehingga akhirnya Pemerintah memutuskan untuk
mengambil tindakan tegas menggempur gerombolan Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959
pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan dan lbnu Hadjar sendiri dapat
ditangkap. Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan Juli1963. Ibnu Hajar dan anak
buahnya menyerahkan diri secara resmi dan pada bulan Maret 1965 Pengadilan Militer
menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.

Pemberontakan Ibnu Hadjar, di Kalimantan Selatan

Pemicu pemberontakan ini adalah kegagalan para mantan pejuang kemerdekaan asal Kalimantan
Selatan untuk diterima di tentara Indonesia saat itu, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat). Kebanyakan bekas pejuang ini tidak bisa masuk tentara karena tidak bisa baca tulis,
termasuk Ibnu Hadjar sendiri. Mereka juga kecewa dengan adanya bekas tentara KNIL (Tentara
Hindia Belanda) di APRIS.

Ibnu Hadjar membentuk “Kesatuan Rakjat Jang Tertindas” (KRJT), dan menyerbu pos tentara di
Kalimantan Selatan pada bulan Oktober 1950. Pemerintah Indonesia awalnya berupaya
menyelesaikan dengan cara damai, namun Ibnu Hadjar yang sempat tertangkap dan dilepaskan untuk
membujuk pemberontak lain menyerah malah kabur dan meneruskan pemberontakannya.

Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan Ibnu Hadjar menyerah pada Maret 1965.
5. Kahar Muzakkar (Sulawesi Selatan)

Abdul Kahar Muzakkar (ada pula yang menuliskannya dengan nama Abdul Qahhar Mudzakkar; lahir
di Lanipa, Kabupaten Luwu, 24 Maret 1921 – meninggal 3 Februari 1965 pada umur 43 tahun; nama
kecilnya Ladomeng) adalah seorang figur karismatik dan legendaris dari tanah Luwu, yang
merupakan pendiri Tentara Islam Indonesia di Sulawesi. Ia adalah seorang prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI) yang terakhir berpangkat Letnan Kolonel atau Overste pada masa itu. Ia tidak
menyetujui kebijaksanaan pemerintahan presiden Soekarno pada masanya, sehingga balik menentang
pemerintah pusat dengan mengangkat senjata. Ia dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkan
dan pemberontak. Pada awal tahun 1950-an ia memimpin para bekas gerilyawan Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara mendirikan TII (Tentara Islam Indonesia) kemudian bergabung dengan Darul
Islam (DI), hingga di kemudian hari dikenal dengan nama DI/TII di Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Pada tanggal 3 Februari 1960, melalui Operasi Tumpas, ia dinyatakan tertembak mati dalam
pertempuran antara pasukan TNI dari satuan Siliwangi 330 dan anggota pengawal Kahar Muzakkar di
Lasolo. Namun tidak pernah diperlihatkan pusaranya, mengakibatkan para bekas pengikutnya
mempertanyakan kebenaran berita kejadiannya. Menurut kisah, jenazahnya dikuburkan di Kilometer
1 jalan raya Kendari,sulawesi tengara. Tapi sampai saat ini banyak yang tidak percaya atas
kepergiannya karena belum ada bukti nyata tentang keberadaannya di sana.
TOKOH TOKOH G30SPKI

1. Sjam Kamaruzaman

Kamaruzaman Sjam atau juga dikenal Kamarusaman bin Achmad Mubaidah


dan Sjam, adalah anggota kunci dari Partai Komunis Indonesia yang telah dieksekusi
karena bagian daripada kudeta 1965 yang lebih dikenal sebagai peristiwa G30S.

Lahir : 30 April 1924, Tuban


Meninggal : September 1986
Orang Tua : R. Achmad Moebaedah, Siti Chasanah

Sjam adalah Kepala Biro Chusus, lembaga rahasia di tubuh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sjam bertugas merekrut tentara yang mendukung PKI. Tak ada yang tahu sepak terjang Biro
Chusus selain Ketua Comite Central PKI DN Aidit.

Aidit banyak berkoordinasi dengan Sjam saat persiapan G30S. Sjam pula yang memanas-
manasi Aidit agar cepat bergerak. Dia memberi jaminan pasukan pendukung telah siap.

Sjam seolah-olah memimpin gerakan ini. Para perwira militer G30S PKI seperti Letkol
Untung, Brigjen Soepardjo dan Kolonel Latief berada di bawah komandonya.

Nyatanya apa yang digembar-gemborkan Sjam soal dukungan militer G30S tak ada. Dalam
waku singkat G30S habis dihancurkan Soeharto. Sjam ditahan di penjara Cipinang dan
dieksekusi mati tahun 1986.
2. Dipa Nusantara (DN) Aidit

Dipa Nusantara Aidit adalah seorang pemimpin senior Partai Komunis


Indonesia. Lahir dengan nama Ahmad Aidit di Pulau Belitung, ia akrab dipanggil
"Amat" oleh orang-orang yang akrab dengannya. Aidit mendapat pendidikan dalam
sistem kolonial Belanda.

Lahir : 30 Juli 1923, Pangkal Lalang

Meninggal : 22 November 1965, Kabupaten Boyolali

Jabatan dalam kabinet yang pernah dipegang : Menteri Koordinator/Wakil Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara,

Saat DN Aidit merencanakan G30S, tak banyak petinggi PKI yang tahu. Aidit memang tak
pernah mengajak jajaran Politbiro dalam rapat-rapat persiapan G30S.

Tapi tak ada orang PKI yang berani menentang DN Aidit. Sebagai Ketua Comite Central PKI
dia adalah orang nomor satu dan sangat berkuasa. Aidit dianggap berjasa besar bagi PKI.
Aidit sukses membawa PKI menempati urutan keempat pada Pemilu 1955. Saat menjelang
1965, kader dan simpatisan PKI mencapai tiga juta orang. PKI menjadi partai komunis
terbesar setelah di Rusia dan China.

Saat G30S berantakan, Aidit lari ke Yogyakarta. Dia kemudian ditangkap tentara saat berada
di Solo.

Tentara membawanya ke sebuah sumur tua di markas militer di Boyolali. Di sana Aidit
diberondong AK-47 hingga tewas.

Aksi Aidit menyeret PKI pada kehancuran dan derita. Diperkirakan, sekitar sejuta kader dan
anggota PKI dihabisi karena dianggap ikut aksi G30S.
3. Letkol Untung

Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri adalah Komandan Batalyon I Tjakrabirawa yang
memimpin Gerakan 30 September pada tahun 1965. Untung adalah bekas anak buah Soeharto
ketika ia menjadi Komandan Resimen 15 di Solo. Untung adalah Komandan Kompi Batalyon
454 dan pernah mendapat didikan politik dari tokoh PKI, Alimin.
Lahir : 3 Juli 1926, Sruni, Gedangan, Sidoarjo
Meninggal : 1966, Cimahi
Kebangsaan : Indonesia
Pasangan : Hartati (m. 1965–1966)
Orang Tua : Abdullah Mukri
Anak : Anto

Letkol Untung Sjamsuri adalah komandan militer gerakan 30 September. Atas


koordinasi Sjam, Untung memerintahkan pasukannya menculik tujuh jenderal dan
membawanya ke Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Rencana berantakan saat para jenderal sudah ada yang ditembak di rumah.
Beberapa yang masih hidup kemudian dieksekusi di Lubang Buaya.

Gerakan 30 September gagal total saat Soekarno memerintahkan Untung


menghentikan aksinya. Komandan Batalyon I Cakrabirawa ini bingung dan lari ke
Jawa Tengah. Untung ditangkap saat menumpang bus malam ke Jawa Tengah.

Dia divonis mati dan akhirnya dieksekusi akhir Maret 1966.


4. Musso

Musso alias Munawar Muso adalah tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai
Komunis Indonesia (PKI) pada era 1920-an. Ia memproklamirkan Pemerintahan Republik
Soviet Indonesia pada 18 September 1948 di Madiun. Tujuannya untuk meruntuhkan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan Negara Komunis.

Namun dalam waktu tidak lebih dari dua minggu, kekuatan bersenjata tentara Muso
dihancurkan pasukan TNI yang menyerang dari Jawa Timur (pimpinan Kol. Sungkono) dan
Jawa Tengah (pimpinan Kol. Gatot Subroto). Muso dan pimpinan PKI Madiun melarikan diri.

Tanggal 31 Oktober 1948, pasukan TNI di bawah pimpinan Kapten Sumadi memergoki Muso
di Purworejo. Muso menolak menyerah dan melarikan diri. Dia bersembunyi di sebuah kamar
mandi. Di sana dia terlibat baku tembak hingga tewas.

Muso dilahirkan di Kediri, Jawa Timur 1897, adalah anak Rono Wijoyo, seorang pelarian
pasukan Diponegoro. Saat di Surabaya Musso pernah kos di rumah milik HOS
Tjokroaminoto, guru sekaligus bapak kosnya. Selain Musso di rumah kos itu juga ada
Soekarno , Alimin, Semaun, dan Kartosuwiryo.

Musso, Alimin, dan Semaun kemudian dikenal sebagai tokoh kiri Indonesia. Sedangkan
Kartosuwiryo menjelma menjadi tokoh Darul Islam, ekstrem kanan. Mereka dicatat dalam
sejarah perjalanan revolusi di Indonesia.

Muso sempat menjadi pengurus Sarekat Islam pimpinan HOS. Tjokroaminoto. Selain di
Sarekat Islam, Musso juga aktif di ISDV (Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).
5. MH. Lukman

Muhammad Hatta (HM) Lukman, adalah orang kedua di Partai Komunis Indonesia setelah
Aidit. Bersama Njoto dan Aidit, ketiganya dikenal sebagai triumvirat, atau tiga pemimpin
PKI. Lukman mengikuti ayahnya yang dibuang ke Digoel, Papua. Sejak kecil dia terbiasa
hidup di tengah pergerakan. Nama Muhammad Hatta diberikan karena Lukman sempat
menjadi kesayangan Mohammad Hatta, proklamator RI.

Setelah pemberontakan Madiun 1948, triumvirat ini langsung melejit, mengambil alih
kepemimpinan PKI dari para komunis tua. Di pemerintahan, Lukman sempat menjabat wakil
ketua DPR-GR.Tak banyak data mengenai kematian Lukman. Saat itu beberapa hari setelah
Gerakan 30 September gagal, Lukman diculik dan ditembak mati tentara. Mayat maupun
kuburannya tak diketahui.

Tokoh Politbiro Comite Central PKI Sudisman di pengadilan menyebut tragedi pembunuhan
Aidit, Lukman dan Njoto, sebagai 'jalan mati'. Karena ketiganya tak diadili dan langsung
ditembak mat

Anda mungkin juga menyukai