0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
2K tayangan3 halaman
Biografi singkat tokoh pemberontakan DI/TII mencakup 4 tokoh yaitu Sekarmadji Marijan Kartosuwiryo yang mendirikan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia, Daud Beureuh yang mendirikan NII di Aceh, Amir Fatah yang memproklamasikan wilayahnya sebagai bagian DI/TII, dan Ibnu Hadjar yang memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII sebelum akhirnya ditangkap.
Deskripsi Asli:
Biografi singkat tokoh penting pemberontakan DI /TII di Indonesia
Judul Asli
Biografi singkat tokoh pemberontakan DI-TII (salsabil. NA)
Biografi singkat tokoh pemberontakan DI/TII mencakup 4 tokoh yaitu Sekarmadji Marijan Kartosuwiryo yang mendirikan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia, Daud Beureuh yang mendirikan NII di Aceh, Amir Fatah yang memproklamasikan wilayahnya sebagai bagian DI/TII, dan Ibnu Hadjar yang memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII sebelum akhirnya ditangkap.
Biografi singkat tokoh pemberontakan DI/TII mencakup 4 tokoh yaitu Sekarmadji Marijan Kartosuwiryo yang mendirikan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia, Daud Beureuh yang mendirikan NII di Aceh, Amir Fatah yang memproklamasikan wilayahnya sebagai bagian DI/TII, dan Ibnu Hadjar yang memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII sebelum akhirnya ditangkap.
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
2. Daud Beureuh (Aceh)
Teungku Muhammad Daud Beureu'eh (lahir di Beureu'eh, kabupaten Pidie, Aceh, 17 September 1899 – meninggal di Aceh, 10 Juni 1987 pada umur 87 tahun) atau yang nama lengkapnya adalah Teungku Muhammad Daud Beureu'eh adalah mantan Gubernur Aceh, pendiri NII di Aceh dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ketika PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) didirikan untuk menentang pendudukan Belanda, Daud Beureu'eh terpilih sebagai ketuanya. Pada masa perang revolusi, Daud Beureu'eh menjabat sebagai Gubernur Militer Aceh. Sejak 21 September 1953 sampai dengan 9 Mei 1962, ia melakukan pemberontakan kepada pemerintah dengan mendirikan NII akibat ketidakpuasannya atas pemerintahan Soekarno. Namun akhirnya ia kembali ke pangkuan Republik Indonesia setelah dibujuk kembali oleh Mohammad Natsir. 3. Amir Fatah (jawa Tengah) Amir Fatah bernama lengkap Amir Fatah Wijaya Kusumah, adalah salah satu pimpinan Hizbullah Fisabilillah di daerah Besuki, Jawa Timur sebelum bergolaknya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah. Ketika Perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Belanda dan Indonesia, maka semua kekuatan Republik diharuskan hijrah ke Jawa Tengah, termasuk kesatuan Hizbullah dan Fisabilillah yang dipimpinnya. Pada tahun 1950, ia memproklamirkan wilayahnya merupakan bagian DI/TII Kartosuwiryo. Melalui operasi yang dilakukan oleh TNI untuk sementara waktu kekuatan mereka melemah tetapi akibat ada pembelot, kekuatan DI/TII Amir Fatah kembali kuat. Pada akhirnya pasukan Amir Fatah dapat ditaklukkan di perbatasan Pekalongan - Banyumas .
4. Ibnu Hadjar (Kalimantan Selatan)
Ibnu Hadjar alias Haderi bin Umar alias Angli adalah seorang bekas Letnan Dua TNI yang kemudian memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII Kartosuwiryo. Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat Yang Tertindas, Ibnu Hadjar menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan-tindakan pengacauan pada bulan Oktober 1950. Untuk menumpas pemberontakan Ibnu Hajar ini pemerintah menempuh upaya damai melalui berbagai musyawarah dan operasi militer. Pada saat itu pemerintah Republik Indonesia masih memberikan kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan petualangannya secara baik-baik, sehingga ia menyerahkan diri dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi setelah menerima perlengkapan Ibnu Hadjar melarikan diri lagi dan melanjutkan pemberontakannya. Pada akhir tahun 1954, Ibnu Hajar membulatkan tekadnya untuk masuk Negara Islam. Ibnu Hajar diangkat menjadi panglima TII wilayah Kalimantan. Perbuatan ini dilakukan lebih dari satu kali sehingga akhirnya Pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas menggempur gerombolan Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan dan lbnu Hadjar sendiri dapat ditangkap. Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan Juli 1963. Ibnu Hajar dan anak buahnya menyerahkan diri secara resmi dan pada bulan Maret 1965 Pengadilan Militer menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.