Anda di halaman 1dari 30

munculnya

konsepsi
indonesia
Dosen Pengampu
Dr. Nurul Umamah, M.Pd
Jefri Rieski Triyanto, M.Pd

Farah Nabila Kuranta (210210302008)


Grey Ardia Anggraini (210210302015)
Nur Ummi Taslimah (210210302033)
PEMBAHASAN

1. Dasar Konsepsi Indonesia

2. Hasrat Kemajuan dan Kesetaraan


Bangsa Indonesia

3.Langkah-Langkah Pertama
Menuju +_ 1900-27

4.Reprensi dan Krisis Ekonomi, 1927-


1942
referensi
1. Abdullah, P. D. (2009). Indonesia Dalam
Arus Sejarah (Vol. 5). Jakarta.

2. Ricklefs, M.C., 2009, Sejarah Modern


Indonesia: 1200-2008, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press,

3. Harisuprihanto, L. 2019. Sejarah Indonesia


SMA/MA Kelas XI. Surakarta: CV Grahadi

4. Poeponegoro, M.D. & Notosusanto, N. 2008.


Sejarah Nasional Indonesia:
Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa
Hindia Belanda. Jakarta: Balai
Pustaka

5. Rahata, R. 2019. Sejarah Indonesia untuk


SMA/MA Peminatan Ilmu Sosial. Yogyakarta:
PT. Penerbit Intan Pariwara

6. Sudarmaji, A. K. dan Abidin, R. 2019. Ethical


Policy and the Emergence of Indonesian
Nationalism 1908-1919 in the High School
History Textbooks for Grade XI. Historika.
22(2): 115-129.
Dasar Konsepsi
Indonesia
Konsepsi Indonesia berkaitan erat dengan kokohnya
Indonesia itu sendiri yang pada umumnya ditandai
dengan berbagai peristiwa. Konsepsi Indonesia muncul
dan berkembang dipengaruhi oleh nasionalisme
rakyat yang terus tumbuh seiring berjalannya waktu.
Nasionalisme sendiri muncul akibat dari beberapa
faktor, diantaranya seperti kolonialisme dan
imperialisme, dimana terjadinya kedua hal tersebut di
tanah jajahan memunculkan berbagai persoalan
kompleks yang mengarah pada pengaruh positif
maupun negatif dalam konteks hubungan kelahiran
nasionalisme dan gagasan kebangsaan. Selain itu,
kolonialisme juga menciptakan klasifikasi struktural
antara bangsa major (Barat) dengan bangsa minor
(pribumi) sehingga munculah gagasan nasionalisme
sebagai bentuk respon dari penjajahan bangsa Barat.

Apabila ditelisik lebih dalam lagi, gagasan


nasionalisme disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor
internal dan eksternal. Faktor internal hadir dalam
bentuk pendidikan bagi rakyat pribumi yang
dikembangkan oleh kolonial. Melalui pendidikan itulah
nantinya akan muncul kaum-kaum terpelajar yang
menjadi roda penggerak nasionalisme Indonesia.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi ialah
pengaruh-pengaruh dari neara lain seperti peristiwa
kemenangan Jepang terhadap Rusia.
Dasar Konsepsi
Indonesia
Lanjutan...
Menurut Hobsbawm bahwa nasionalisme tumbuh dan
berkembang melalui tiga fase : 1) Ethno Linguistic
Nationalism (Elit lokal terdidik yang meniru gaya Barat
dalam penentuan nasibnya), 2) Xenophobia (gerakan
anti asing / Barat), 3) Passionate Ethnocentrism
(semangat etnosentrisme yang tinggi).

Ethno Linguistic Nationalism merupakan sekelompok


kecil orang yang memberikan gagasan untuk
melepaskan diri dari empire dan membentuk dan
membentuk negara independen (Hobsbawm, 1992:
102-103). Apabila dikaitkan dengan peristiwa yang
terjadi di Indonesia maka Ethno Linguistic Nationalism
berwujud dalam Politik Etis yang diinisiasi oleh Van
Den Venter dan dipimpin oleh mentri jajahan
Alexander W.F. Idenburg (1909-1916). Politik Etis
membawa pengaruh besar terhadap perubahan
kebijakan politik Belanda atas wilayah jajahan. Tiga
program utama politik etis yakni, transmigrasi, irigasi,
edukasi. Salah satu yang menjadi konsentrasi dari
program ini adalah melalui pendidikan. Pendidikan
yang digagas pada masa ini mencakup kalangan bumi
putera meskipun dengan persyaratan tertentu. Pada
masa ini muncul banyak sekolah sekolah bentukan
Belanda yang kelak dikemudian hari banyak
menghasilkan kaum intelektual elite pribumi.
Dasar Konsepsi
Indonesia
Lanjutan...
Xenophobia atau gerakan anti asing populer dengan
kaum muda terpelajar sebagai penggerak dan
penggagas perubahan yang responsif terhadap
perkembagan paham – paham baru. Kaum muda ini
lahir sebagai salah satu bentuk pengaruh dari politik
etis Belanda. Di Indonesia, xenophobia dalam dilihat
melalui peristiwa politik devide et impera, dimana
Belanda banyak turut campur dalam pengambilan
keputusan yang cenderung merugikan banyak pihak
kalangan pribumi. Melalui politik etis dihasilkanlah
intelektual yang melakukan perubahan demi menuju
kemerdekaan Indonesia.

Passionate Ethnocentrism merupakan perasaan cinta


dan semangat kesukuan yang sangat tnggi, dimana
dari perasaan tersebut muncul keinginan yang tinggi
bagi masyarakat untuk membela daerahnya masing-
masing. Munculnya elite pada diri kaum muda
terpelajar, telah melahirkan pemahaman baru yakni
semangat kebangsaan. Para elite baru cenderung
mempunyai pekerjaan mapan sebagai, guru,
penerjemah, dokter, pengacara, dan wartawan, agar
dapat memberi perlindungan advokasi kepada rakyat.
Dari sinilah mulai bermuculan organisasi-organisasi
bersifat nasionalisme, seperti salah satunya Budi
Utomo di tahun 1912.
Hasrat Kemajuan dan
Kesetaraan Bangsa Indonesia

Hasrat kemajuan dan kesetaraan bangsa Indonesia


mulai menunjukan eksistensinya ketika para pemuda
telah mengecap bangku sekolah, baik di dalam
maupun di luar negeri. Selain pendidikan,
berkembangnya surat kabar juga mendorong
terbentuknya kesadaran berbangsa dari masyarakat
Indonesia dari berbagai lapisan. Kesadaran ini semakin
tampak dengan munculnya organisasi-organisasi kaum
muda yang mengarahkan tujuannya untuk
membentuk suatu bangsa dan negara yang merdeka.

Munculnya kesadaran berbangsa yang mendorong


terbentuknya konsepsi Indonesia terjadi berbagai
wilayah Indonesia, tidak terkecuali Batavia sebagai
salah satu pusat pada masa itu. Menurut Sahibul
Hikayat, kota kolonial Batavia atau yang masyarakat
pribumi kenal dengan Betawi, sebelum akhirnya
kembali disebut dengan nama aslinya yaitu Jakarta
didatangi oleh pedagang asing dari Belanda yang
meminta sebidang tanah, dimana dari sebidang tanah
tersebut dibangunlah sebuah benteng yang berfungsi
sebagai kantor dagang yang nantinya menjadi salah
satu tempat VOC berdiri (1602).
Hasrat Kemajuan dan
Kesetaraan Bangsa Indonesia

Lanjutan...
Ketika VOC berkuasa di Nusantara, terkhusus di
Batavia, telah masif dilakukan pergerakan kekuatan
militer sebagai salah satu usaha paksa untuk
menerapkan sistem monopoli bagi rakyat pribumi.
Gaya hidup masyarakat Batavia pun bergeser menjadi
bercorak "Indisch". Pola kehidulan sosial pun juga
dapat dilihat dengan bagaimana masyarakat Belanda,
baik para pedagang, militer, hingga para pegawainya
tinggal di pusat kota sedangkan para pendatang, baik
dari wilayah Nusantara lainnya atau dari wilayah Asia
lainnya menempati wilayah sekitar yang disebut
Ommelanden.

Pendatang dari wilayah Nusantara lainnya yang


tinggal di wilayah Ommelanden berasal dari berbagai
macam wilayah, seperti Bali, Ambon, Bugis, Sunda, dan
lain sebagainya yang memunculkan pluralitas etnisitas
yang lama kelamaan seiring berkembangnya Batavia
itu sendiri memunculkan penduduk yang cenderung
dibatasi oleh garis demarkasi hukum dan kehidulan
sosial politik yang bersifat rasial. Dari sanalah mulai
muncul pertanyaan-pertanyaan bersifat menggugat
dari rakyat kalangan bawah (pribumi) terkait
perbedaan yang dirasakan, seperti mengapa orang
Eropa bisa berbuat begini dan begitu? Mengapa kami
tidak bisa memiliki kesempatan yang sama?
Hasrat Kemajuan dan
Kesetaraan Bangsa Indonesia

Lanjutan...
Kesadaran masyarakat pribumi yang mulai
mempertanyakan hal-hal tersebut juga didorong oleh
dimulainya kebudayaan "cetak", dimana informasi dan
berita telah diperdagangkan. Informasi yang
diperjualbelikan ini menjadi pemantik masyarakat
pribumi untuk berpikir lebih jauh lagi mengenai
kehidupan yang mereka jalani serta peristiwa-
peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar.
Kebudayaan "cetak" tidak hanya terjadi di Batavia
melainkan juga di beberapa wilayah lain, seperti
Surabaya, Semarang, dan Padang.

Salah satu wilayah Indonesia yang mengalami


perkembangan budaya cetak secara pesat ialah
Padang, dimana wilayah ini menggunakan bahasa
Melayu serta tulisan latin dalam memuat berbagai
informasi cetak yang tercatat sudah berhasil
menerbitkan enam surat kabar hingga penghujung
abad 19. Menuju abad 20, wilayah Padang mengalami
perubahan dimana telah muncul banyak sekolah-
sekolah yang memperkenalkan pengetahuan modern
serta gaya hidup yang tidak mengikuti kebiasaan lama.
Hasrat Kemajuan dan
Kesetaraan Bangsa Indonesia

Lanjutan...
Dja Endar Muda yang merupakan seorang wartawan
keturunan Tapanuli menerbitkan sebuah majalah
berjudul Insulinde yang merupakan majalah pertama
yang memperkenalkan slogan "kemajuan". Melalui
majalah ini, masyarakat diajak untuk mempersiapkan
diri memasuki "dunia maju", konsep dunia maju
sendiri merupakan salah satu pengaruh Barat yang
pertama dan bertahan lama di Hindia Belanda. Konsep
dunia maju juga diperkokoh oleh salah seorang
wartawan bernama Datuk Sutan Maharadja yang
menganggap bahwa konsepsi dunia maju harus
mampu memberlakukan sistem sosial dan politik yang
demokratis serta musyawarah mufakat.

Datuk Sutan Maharadja gencar melakukan kampanye


pers demi terwujudnya demokrasi di kota Padang. Ia
menamakan kelompoknya sebagai "kaum muda" yang
mana nama tersebut sudah digunakan oleh Abdul
Rivai terlebih dahulu. Abdul Rivai sendiri merupakan
pelajar studi kedokteran di Eropa yang memaknai
kaum muda sebagai orang-orang yang tidak mau lagi
mengikuti sistem yang telah usang dan senantiasa
ingin mendapatkan harga diri melalui pengetahuan
dan ilmu.
Hasrat Kemajuan dan
Kesetaraan Bangsa Indonesia

Lanjutan...
Pemikiran Rivai terkait kaum muda dilanjutkan oleh
seorang pensiunan dokter Jawa bernama Wahidin
Sudirohusodo yang ingin mendirikan organisasi. Di
mana nantinya organisasi ini akan diisi oleh kaum
muda dan kaum tua yang menyelenggarakan kursus
bahasa terutama bahasa Belanda serta menerbitkan
berbagai majalah yang memuat ilmu-ilmu populer
seperti geografi, ekonomi, sejarah, dan lain
sebagainya.

Kampanye dari Dokter Wahidin ini terus berlanjut


hingga ia bertemu dengan Sutomo yang berhasil
membujuk kawan-kawannya untuk mendirikan
organisasi Budi Utomo. Organisasi yang tercatat
sebagai organisasi sukarela pertama ini bertujuan
untuk membebaskan masyarakat Jawa dari
cengkraman kemiskinan dan keterbelakangan.
Organisasi pemuda terus berkembang, di mana pada
tanggal 27 Maret 1909 didirikan Sarekat Dagang
Islamijah yang kemudian lebih dikenal sebagai Sarekat
Dagang Islam (SDI). Organisasi ini didirikan oleh R. M.
Tirtoadi Surojo sebagai bentuk perbaikan status
pedagang balita Islam di mana menurutnya orang kecil
tidak bisa lagi dikalahkan karena mereka bersatu.
Hasrat Kemajuan dan
Kesetaraan Bangsa Indonesia

Lanjutan...
Pergerakan masyarakat nusantara kala itu untuk
memperoleh kemajuan terus mengalami dinamika di
mana pada tahun 1917 sebuah gerakan kebudayaan
muncul di Surabaya yang dinamakan Jawa Dipa.
Tujuan dari gerakan ini ialah ingin menjadikan bahasa
Jawa agar hanya terdiri dari satu tingkatan saja, yaitu
ngoko dan tidak bertingkat-tingkat. Hal ini
dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa adanya
tingkatan-tingkatan bahasa menunjukkan betapa
kentangnya sistem hierarki sosial masyarakat kala itu
titik akan tetapi gerakan ini juga menimbulkan
perdebatan di kalangan terpelajar Jawa karena
dituduh sebagai usaha kemiskinan bahasa dan
perusakan keselarasan bahasa sehingga lambat laun
gerakan ini pun mulai menghilang.

Rivai, yang merupakan pelopor kaum muda terus


mengingatkan masyarakat khususnya pemuda untuk
tidak lupa identitas asli mereka meskipun kini sedang
menuju "dunia maju". Karena bagaimanapun kita
masih tetap "bangsa Hindia".
Hasrat Kemajuan dan
Kesetaraan Bangsa Indonesia

Lanjutan...
Tidak mengejutkan bahwa Rivai memiliki pemikiran
yang tajam dan kritis terkait dunia maju serta
perubahan pola hidup yang lebih baik mengingat ia
merupakan salah satu perantau yang telah
meninggalkan kampung halaman dan suasana tatanan
primordia lama untuk mengadu nasib di kota-kota
kolonial sehingga merekalah yang paling awal
merasakan kekurangan tatanan lama dalam
menghadapi suasana baru yang dipaksakan dari luar.

Ketika pola hidup masyarakat pribumi sudah dinilai


terlalu konvensional, Saat itu pula hasrat kemajuan
mulai tumbuh bayangan tentang dunia maju mulai
terasa, dan keharusan adanya persamaan sosial
dirasakan pula. Demokrasi memang berarti tidak lebih
daripada hasrat kesetaraan, persamaan hak dan
harkat, serta hasrat untuk mendapatkan kemajuan
titik akan tetapi dalam konteks kolonial, Ketika suatu
tatanan sosial politik dipaksakan dari luar, maka
hasrat kemajuan dengan mudah dapat berbenturan
dengan landasan kekuasaan Kolonial. Ketika hal itu
mulai dirasakan, kolonialisme tidak lagi hanya dilihat
sebagai adanya kekuasaan asing di negeri kita tetapi
juga sebagai sebuah sistem kekuasaan dan eksploitasi
yang menghina harkat diri.
Pelopor Gerakan Munculnya Nasionalisme

1. Budi Utomo
a. Latar belakang
Pembentukan organisasi Budi Utomo tersebut terinspirasi oleh upaya Wahidin
Sudirohusodo dalam mengumpulkan dana belajar (studiefonds) untuk membantu pelajar
cakap, tetapi kurang mampu secara finansial
b. Tujuan
Mengupayakan hubungan kekeluargaan aatas segenap bangsa bumiputera.
Mendirikan badan wakaf yang akan mengumpulkan dana untuk kepentingan belanja
anak-anak sekolah
Memajukan kebudayaan dan menjunjung tinggi nilai cita kemanusiaan dalam upaya
mencapai kehidupan layak
Mengadakan perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah.

Tepatnya pada 20 Mei 1908, Dr. Sutomo bersama mahasiswa STOVIA mendirikan sebuah
organisasi untuk menampung aspirasi mereka. Meskipun pada waktu pembentukannya Budi
Utomo masih didominasi para pemuda Jawa, setidak nya semangat untuk bersatu
memperjuangkan nasib bangsa menjadi tolok ukur kebangkitan nasionalisme Indonesia. Budi
Utomo menyelenggarakan kongres pertama pada 3-5 Oktober 1908. Kongres tersebut
menghasilkan beberapa keputusan antara lain R.T. Tirtokusumo terpilih sebagai ketua Budi
Utomo. Kongres tersebut juga menyepakati kegiatan Budi Utomo difokuskan dalam bidang
pendidikan dan budaya, serta hanya dilakukan dalam lingkup Pulau Jawa dan Madura. Sejalan
dengan pecahnya Perang Dunia I, Budi Utomo mengusulkan agar Hindia Belanda
mempersiapkan diri dengan mengadakan wajib militer. Alasannya agar Hindia Belanda siap
jika sewaktu waktu ada intervensi pihak asing. Selanjutnya, Budi Utomo mengusulkan agar
pemerintah kolonial membentuk perwakilan rakyat. Untuk tujuan tersebut, wakil Budi
Utomo, Dwidjosewojo, mengadakan pendekatan kepada pemimpin - pemimpin Belanda.
Akhirnya, pada Desember 1916 Belanda mengesahkan undang - undang pembentukan
lembaga perwakilan rakyat (volksraad). Memasuki dekade 1920-an Budi Utomo mengalami
perubahan penting. Perubahan tersebut tidak lepas dari perkembangan nasionalisme
Indonesia yang seolah mengalami gelombang pasang pada dekade 1920 - an. Untuk
mengetahui perubahan penting dan dinamika Budi Utomo sebagai organisasi modern
pertama di Indonesia.
Pelopor Gerakan Munculnya Nasionalisme

2. Sarekat Islam
a. Latar belakang
Pergerakan SI awalnya bernama Sarekat Dagang Islam didirikan oleh Haji Samsudin di
Surakarta pada tahun 1911.
b. Tujuan
Memperkuat persatuan dan kesatuan pedagang pribumi agar mampu bersaing dengan
pedagang asing terutma pedangang dari tiongkok. Naun pada tahun 10 September 1912 SDI
berubah nama menjadi Sarekat Islam.
Mengembangkan jiwa dagang
Membantu para anggotanya yang mengalami kesulitas
Memajukan pengajaran dan semua usaha yang bisa meningkatkan derajat bangsa
Berlandaskan dagang menurut perintah agama.

Sarekat Islam bukan partai politik dan tidak melawan peerintah Hindia Belanda. Ketuap pertama
Sarekat Islam adalah H.O.S Cokroaminoto sebagai ketua Sarekat Islam Pertama. Pusat kegiatan
Sarekat Islam ditetapkan pertama kali di Surabaya. Salah satu tokoh yang turut memberi
respons terhadap kolonialisme Barat adalah Tirtoadisuryo. Tirtoadisuryo melakukan perlawanan
terhadap kolonialisme Barat melalui tulisan. Banyak tulisan Tirtoadisuryo yang meresahkan
pemerintah kolonial Belanda. Selain melalui tulisan, perjuangan Tirtoadisuryo melawan
kolonialisme Barat dilakukan melalui organisasi bernama Sarekat Dagang Islam ( SDI ). SDI
didirikan tidak berselang lama setelah Budi Utomo didirikan. Organisasi ini awalnya hanya
bertujuan melindungi kepentingan pedagang muslim terutama dalam perdagangan batik.
Tirtoadisuryo merupakan pemimpin SDI pada awal pembentukan nya. Selanjutnya, pada 1911
kepengurusan SDI diambil Samanhudi. Pada 1912 kedudukan H. Samanhudi sebagai ketua SDI
digantikan oleh Haji Oemar Said Cokroaminoto . H.O.S. Cokroaminoto kemudian meng ganti nama
organisasi menjadi Sarekat Islam ( SI Perubahan nama dilakukan agar Sarekat Islam tidak hanya
bergerak dalam bidang ekonomi , tetapi juga dalam bidang lain seperti bidang politik dan sosial
Dalam kongres SI di Solo pada Januari 1913 H.O.S. Cokroaminoto menegaskan tujuan SI adalah
mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan dan tolong - menolong di
antara umat Islam . Akan tetapi , setelah kongres tahun 1921 Sarekat Islam terpecah menjadi
kubu , yaitu SI Putih dan SI Merah . SI Putih yang berpusat di Yogyakarta berasaskan kebangsaan
dan keagamaan . Adapun SI Merah yang berpusat di Semarang berasaskan komunis berpusat di
Semarang . Pada 1923 SI Putih mengadakan kongres di Madiun . Dalam kongres tersebut
organisasi ini berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam ( PSI ) . Sementara itu , anggota SI
Merah membentuk Sarekat Rakyat ( SR ) dan memilih berafiliasi dengan Partai Komunis
Indonesia ( PKI ) .
Pelopor Gerakan Munculnya Nasionalisme

3. Indische Partij
a. Latar belakang
Organisasi ini didirikan di Bandung Desember 1912 Organisasi ini dipimpin oleh E.F.E. Douwes Dekker,
Suwardi Suryaningrat, dan Cipto Mangunkusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai.
Tujuan pembentukan Indische Partij antara lain menumbuh kan dan meningkatkan jiwa persatuan
semua golongan , memajukan tanah air dengan dilandasi jiwa nasional serta mempersiapkan
kehidupan rakyat yang mendeka.
b. Tujuan
Meresapkan cita-cita kesatuan nasional indonesia
Memberantas kesmbongan sosal dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan maupun
kemasyarakatan
Emberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan agama
yang lainnya.
Meperbesar pengaruh pro hindia Belanda di dalam pemerintahan. Memperbaiki keadaan ekonomi
bangsa Indonesia, terutama memperkuat mereka yang ekonominya lemah.

Indische Partij Coba Anda baca kembali kutipan artikel Als ik een Nederlander was (Seandainya Saya
Seorang subbab A atau buka laman internet untuk menemukan artikel tersebut secara lengkap
Seperti yang telah Anda pelajari, artikel tersebut ditulis oleh Suwardi Suryaningrat atau lebih dikenal
dengan nama Ki Hajar Dewantara ketika menjadi salah satu pemimpin Indische Partij. Artikel yang
diterbitkan surat kabar de Expres tersebut ditulis untuk mengkritik perayaan seratus tahun
kemerdekaan Belanda. Indische Partij disebut sebagai partai politik pertama pada masa pergerakan
nasional. Sebutan ini tidak terlepas dari gagasan nasionalisme Hindia Belanda yang diusung Indische
Partij . Nasionalisme Hindia Belanda yang digagas para tokoh Indische Partij adalah kesadaran seluruh
rakyat Hindia Belanda (Indonesia) sebagai satu kesatuan. E.F.E. Douwes Dekker menyatakan rakyat
Hindia Belanda meliputi semua golongan yang tinggal di tanah Hindia Belanda.
Permohonan Indische Partij agar diakui sebagai badan hukum pada 4 Maret 1913 ditolak oleh
Gubernur Jenderal Idenburg. Idenburg beralasan bahwa Indische Partij merupakan organisasi
beraliran politik yang dapat mengganggu keamanan umum. Bahkan, pada 11 Maret 1913 Indische
Partij ditetapkan sebagai organisasi terlarang. Tindakan radikal Indische Partij dan pelabelan dari
pemerintah kolonial berimbas pada nasib ketiga pemimpinnya. Tidak lama setelah pembentukan
Komite Bumiputra, tepatnya pada Agustus 1913 ketiga pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuvan
palang Ketiganya memilih hukuman pengasingan di negeri Belanda. Hukuman pengasingan yang
dijalani pemimpin tersebut menyebabkan kegiatan Indische Partij menurun .
Massa
Gerakan Radikal
1. Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia Pada mulanya organisasi ini bernama Indische Vereeniging didirikan
pada tahun 1908 oleh para pelajar / mahasiswa yang belajar di negeri Belanda seperti R.M
Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, dan R. Husein Djajadiningrat. Kemudian dengan datangnya
para aktivis perjuangan dari Indonesia seperti Moh. Hatta, Iwa Kusumasumantri, J.B. Sitanala,
organisasi ini semakin bernuansa politik kebangsaan Bahkan nama Indische Vereeniging
diubah menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922 dan diubah lagi menjadi
"Perhimpunan Indonesia" pada tahun 1925. Asas perjuangannya yaitu menolong dirinya
sendiri (swadaya), nonkooperasi, persatuan nasional. PI menjadi organisasi politik yang
semakin disegani karena pengaruh Moh. Hatta. Di bawah pimpinan Moh. Hatta, PI berkembang
dengan pesat dan mendorong para mahasiswa yang ada di Belanda untuk terus memikirkan
kemerdekaan tanah airnya. Aktivitas politik Pl tidak saja dilakukan di Belanda dan Indonesia,
tetapi juga dilakukan secara internasional. Mahasiswa secara teratur melakukan diskusi dan
melakukan kritik terhadap pemerintah Belanda. Pl juga menuntut kemerdekaan Indonesia
dengan secepatnya.

2. Partai Nasional Indonesia (PNI)


Berdasarkan pada perkembangan dan perjuangan PI di Belanda beberapa tokoh pemuda seperti
Sukarno, Gatot Mangkuprojo, pada 4 Juli 1927 berkumpul untuk mendiskusikan pembentukan
organisasi semacam Pl. Akhirnya, dalam pertemuan di Bandung, di kediaman Ir. Sukarno, tanggal
4 Juli 1927, diresmikanlah berdirinya partai baru yang diberi nama Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI). Sebagai ketua dipercayakan kepada Ir. Sukarno. Pada Kongres I di Surabaya,
nama Perserikatan Nasional Indonesia diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Asas
perjuangannya berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), nonkooperasi, dan marhenisme (orientasi
kerakyatan). Dalam kongres tersebut juga mengesahkan program kerja yang meliputi bidang
politik untuk mencapai Indonesia merdeka, memajukan perekonomian nasional, dan memajukan
pelajaran nasional. Oleh karena itu, dalam mewujudkannya kemudian didirikan sekolah -
sekolah, poliklinik - poliklinik, bank nasional, dan perkumpulan koperasi. Garis perjuangan PNI
adalah non - cooperative , artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

3. Partai Komunis Indonesia (PKI)


Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan kelanjutan dari organisasi Indische Sociaal
Democratische Vereniging (ISDV). ISDV berdiri pada 9 Mei 1914 atas prakarsa Sneevliet. Tokoh -
tokohnya antara lain Semaun dan Darsono. Pada saat kongres yang ke - 7 nama ISDV diubah
menjadi Perserikatan Komunis di Hindia, dan dipertegas pada tanggal 23 Mei 1920 menjadi
Partai Komunis Hindia. Kemudian pada bulan 1920 diubah menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Massa
Gerakan Radikal
4. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan kelanjutan dari organisasi Indische Sociaal
Democratische Vereniging (ISDV). ISDV berdiri pada 9 Mei 1914 atas prakarsa Sneevliet. Tokoh -
tokohnya antara lain Semaun dan Darsono. Pada saat kongres yang ke - 7 nama ISDV diubah
menjadi Perserikatan Komunis di Hindia, dan dipertegas pada tanggal 23 Mei 1920 menjadi
Partai Komunis Hindia. Kemudian pada bulan 1920 diubah menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI) Sebagai ketua PKI yang pertama adalah Semaun. Pada tahun 1921 diterapkan disiplin
partai, yakni bagi setiap anggota yang rangkap anggota PKI dan SI, harus memilih salah satu. PKI
berkembang menjadi partai radikal dan sekuler. PKI juga menjadi partai rakyat yang cepat
berkembang.

5. Muhammadiyah
Keberadaan organisasi BU telah memberikan inspirasi kepada KH Ahmad Dahlan untuk
mendirikan sebuah organisasi yang bersifat modern bernama Muhammadiyah. Organisasi yang
didirikan Ahmad Dahlan pada 18 November 1912, bercirikan organisasi sosial, pendidikan, dan
keagamaan. Salah satu tujuan pendirian Muhammadiyah adalah memurnikan ajaran Islam. Islam
seharusnya bersumber pada Alquran dan hadis. Tindakannya adalah amar makruf nahimunkar,
atau mengajak hal yang baik dan mencegah hal yang buruk.

6. Nahdlatul Ulama
Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926, di Surabaya. Pendiri organisasi ini adalah
Kiai Haji Hasyim Ashari dan sejumlah ulama lainnya. Organisasi ini berpegang teguh pada
Ahlusunnah wal jam'ah. Organisasi ini tetap mempertahankan tradisi yang sudah lama
berkembang di kalangan ulama. Tujuan organisasi ini terkait dengan masalah sosial, ekonomi,
dan pendidikan. Organisasi Islam ini sekarang merupakan organisasi massa Islam yang cukup
besar di Indonesia.

7. Taman Siswa
Organisasi ini bergerak di bidang sosial dan pendidikan yang bersifat nasional. Organisasi
Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta oleh Raden Mas Suwardi
Suryaningrat yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Tujuannya lebih
diarahkan pada upaya memajukan pendidikan bagi bumiputra. Pendidikan yang ditawarkan
adalah sistem pendidikan nasional yang berdasarkan kepada kebudayaan asli Indonesia. Asas
perjuangan Taman Siswa adalah "Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani". Dalam waktu singkat Taman Siswa ini sudah berkembang pesat. Ki Hajar Dewantara
diakui sebagai bapak pendidikan di Indonesia. la telah meletakkan dasar - dasar bagi
pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
Fraksi Nasionalisme
1. Volksraad
Pada 17 April 2019 rakyat Indonesia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu
serentak. Dalam pemilu ini, rakyat Indonesia memilih anggota legislatif serta
presiden dan wakil presiden. Pemilu legislatif dilakukan untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dewan legislatif dibentuk untuk
memperjuangkan nasib rakyat. Dewan tersebut bernama volksraad. Volksraad
dibentuk pemerintah Belanda pada 16 Desember 1916. Wacana pembentukan
volksraad sebenarnya telah berkembang sejak 1915 berkaitan dengan adanya
gerakan Indie Werbaar (Pertahanan Sipil Hindia). Meskipun dibentuk pada 1916,
volksraad baru mengadakan sidang pertama pada 18 Mei 1918. Sidang pertama ini
dibuka langsung oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum. Anggota
volksraad terdiri atas orang Belanda, orang Timur Asing, dan orang - orang pribumi.
Pada awal pembentukannya volksraad memiliki 38 orang anggota.
Dari jumlah tersebut lima belas orang anggotanya merupakan orang Indonesia.
Keanggotaan volksraad dipimpin oleh seorang ketua dewan. Pada 1921 jumlah
anggota volksraad bertambah menjadi 49 orang, 39 % dari jumlah tersebut berasal
dari orang Indonesia. Selanjutnya, jumlah tersebut meningkat menjadi 60 orang
pada 1927 dan keanggotaan yang berasal dari Indonesia juga mengalami
peningkatan. Jumlah keanggotaan dari orang Indonesia terus meningkat hingga
akhirnya mencapai porsi 50 %. Pada awalnya volksraad hanya bertugas sebagai
penasihat pemerintah Belanda. Selanjutnya, sejak 1927 volksraad memiliki
kewenangan legislatif bersama gubernur jenderal. Dalam volksraad gubernur
jenderal memiliki hak veto yang menyebabkan kewenangan volksraad sangat
terbatas.
Mekanisme keanggotaan volksraad dipilih melalui sistem pemilihan tidak
langsung. Usulan - usulan anggota volksraad pihak pribumi juga sering ditolak oleh
pemerintah Belanda. Bahkan, lembaga ini tidak memiliki hak angket dan hak
menentukan anggaran belanja seperti parlemen pada umumnya. Pada 27 Januari
1930 anggota volksraad dari golongan nasionalis membentuk Fraksi Nasional.
Pembentukan fraksi ini merupakan ide Muhammad Husni Thamrin.
Fraksi Nasionalisme

Tujuan pembentukan Fraksi Nasional adalah menjamin kemerdekaan nasional


dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan cara sebagai berikut.
Mengusahakan perubahan-perubahan ketata negaraan.
Mengusahakan penghapusan perbedaan - perbedaan politik, ekonomi, dan
intelektual sebagai antitesis kolonial.
Mengusahakan kedua hal tersebut dengan cara cara yang tidak bertentangan
dengan hukum.
Kegiatan pertama Fraksi Nasional adalah melakukan pembelaan terhadap para
pemimpin PNI yang ditangkap. Selain membahas masalah politik, Fraksi Nasional
memperhatikan kondisi pendidikan di Indonesia. Anggota Fraksi Nasional menuntut
pemerintah kolonial Belanda agar mencabut peraturan sekolah liar (wilde schoolen
ordonantie). Menurut Fraksi Nasional, penerapan peraturan ini dapat menghambat
kemajuan pendidikan penduduk pribumi.

2. Petisi Soetardjo
Petisi Soetarjo tersebut diajukan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo, Ketua
Persatoean Pegawai Bestuur Bumipoetera (PPBB), kepada pemerintah kolonial
Belanda pada 15 Juli 1936. Soetardjo mencetuskan gagasan petisi ini berdasarkan
pasal 1 Undang - Undang Dasar Kerajaan Belanda yang berbunyi "Kerajaan
Nederland (Belanda) meliputi wilayah Nederland, Hindia Belanda, Suriname, dan
Curasao". Soetardjo berpendapat keempat wilayah tersebut memiliki derajat yang
sama. Oleh karena itu, Soetardjo mengajukan permohonan agar diselenggarakan
suatu musyawarah untuk mempertemukan wakil bangsa Indonesia dan Belanda
yang setiap anggotanya mempunyai hak yang sama. Pengajuan Petisi Soetardjo
dilakukan karena semakin meningkatnya rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat
terhadap kebijakan politik yang diterapkan Gubernur Jenderal de Jonge. Soetardjo
menganggap hubungan antara Indonesia dan kehidupan Belanda perlu diperbaiki,
bukan diperkeruh dengan kebijakan-kebijakan yang mengekang rakyat Indonesia.
Usulan Soetardjo mendapat dukungan dari Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung,
Alatas, I.J. Kasimo, dan Ko Kwat Tiong. Adanya dukungan ini menunjukkan Petisi
Soetardjo didukung oleh berbagai golongan, suku bangsa, dan agama yang ada di
Indonesia. Petisi Soetardjo kemudian dibahas dalam sidang volksraad pada 17
September 1936.
Fraksi Nasionalisme
Dalam sidang tersebut terjadi perdebatan sehingga memunculkan tiga kelompok besar
sebagai berikut.
Kelompok van Helsdingen - Notosoeroto , yang terdiri atas wakil - wakil dari
Christelijke Staatspartij (CSP), Vaderlandsche Club , Ondernemersgroep , dan
Indische Katholieke Party. Kelompok ini menolak Petisi Soetardjo karena
menganggap rakyat Indonesia belum mampu menyelenggarakan pemerintahan
sendiri.
Kelompok Sukardjo Wirjopranoto, yang terdiri atas anggota Fraksi Nasional, PSII,
dan Parindra dengan tegas menolak Petisi Soetardjo karena dianggap tidak ada
gunanya. Sukardjo Wirjopranoto berpendapat bahwa petisi tersebut dapat
melemahkan, bahkan mematikan cita - cita kemerdekaan Indonesia. Bahkan,
Sukardjo Wirjopranoto menuduh Soetardjo menjalankan opportunistische
politiek.
Kelompok Suroso, yang terdiri atas sebagian anggota Fraksi Nasional, Politiek -
Economische Bond (PEB), dan Indo-Europeesch Verbond (IEV). Kelompok ini
berpendapat bahwa bangsa Indonesia sudah cukup matang dan sudah
sepantasnya pemerintah kolonial Belanda memberikan hak kepada bangsa
Indonesia.
Ada 29 September 1936 volksraad mengadakan pemungutan suara mengenai
Petisi Soetardjo. Hasilnya, 26 suara setuju dan 20 suara menolak Petisi Soetardjo.
Selanjutnya, pada 1 Oktober 1936 Petisi Soetardjo dikirimkan kepada Ratu
Belanda, Staaten Generaal, dan Menteri Urusan Negara Jajahan. Pada Februari
1937 sidang Staaten Generaal ( parlemen ) Belanda membahas petisi tersebut.
Akan tetapi, parlemen Belanda belum dapat memutuskan menerima atau
menolak Petisi Soetardjo karena masih menunggu saran dari gubernur jenderal di
Indonesia. Berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda Nomor 40 tanggal 16
November 1938, Ratu Belanda menolak Petisi Soetardjo yang diajukan atas nama
volksraad. Penolakan tersebut didasarkan pada alasan "bangsa Indonesia belum
matang untuk memikul tanggung jawab memerintah diri sendiri". Surat tersebut
disampaikan dalam sidang volksraad pada 29 November 1939.
Represi dan Krisis Ekonomi
1927-1942

Antara tahun 1927 dan runtuhnya jajahan Belanda


oleh Jepang pada tahun 1942. Kebangkitan nasional
Indonesia mulai bergaya kurang semarak. Dalam
masalah politik, gerakan anti-penjajahan
melanjutkanlangkah-langkah yang tidak menghasilkan
apa-apa. Rezim Belanda memasuki tahapan yang
paling menindas dan paling konservatif dalam
sejarahnya pada abad XX. Rakyat daerah pedesaan
tidak lagi memaikan peranan politik yang aktif kerena
dikecewakan oelh pengalaman mereka dengan SI dan
PKI pada tahun-tahun sebelumnya dan juga karena,
mulai tahun 1930 dan seterusnya, mereka lebih
mendstribusikan dengan usaha untuk mengatasai
masa-masa sulit yang ditimbulkan oleh Depresi.

Akan tetapi, ada beberapa aspek masa ituyang


menyiapkan panggung peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi setelah tahun 1942. Pertama, semua harapan
bagi terjalinnya kerja sama dengan belanda benar-
benar sudah hancur, sehingga satu-satunya taktik
yang memungkinkan untuk masa mendatang adalah
perlawan Belanda. Kedua, perpecahan-perpecahan
yang mendalam di kalangan elit, Indonesia yang
sangat kecil Jumlahnya umumnya tidak mengalahkan
kesepahaman bahwa tujuan utama upaya politik
adalah pembentukan negara Indonesia.
Represi dan Krisis Ekonomi
1927-1942

Nasionalisme menempatakan posisi ediologis yang


paling berpegaruh. Ketiga, demi kepentigan yang
maksimal di antara kelompok-kelompok budaya,
agama, dan di ideologi Indonesia, maka ide nasionalis
ini menolak naluri pan-Islam dan pembaharuan dari
para pemimpin Islam. perkotaan dengan mengambil
suatu posisi yang secara konversional. Keempat,
adanya kesandaran di antara para pemimpin yang
sama dan mempuyai suatu kotmitmen pada agama
mereka mengurangi pertengagan-pertegahan yang
sengit. anatara kaum muslim modenitas dan
tradisioanl serta membawa ke dua kelompok yang
lebih dekat.

Akan tetapi, ada beberapa aspek masa ituyang


menyiapkan panggung peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi setelah tahun 1942. Pertama, semua harapan
bagi terjalinnya kerja sama dengan belanda benar-
benar sudah hancur, sehingga satu-satunya taktik
yang memungkinkan untuk masa mendatang adalah
perlawan Belanda. Kedua, perpecahan-perpecahan
yang mendalam di kalangan elit, Indonesia yang
sangat kecil Jumlahnya umumnya tidak mengalahkan
kesepahaman bahwa tujuan utama upaya politik
adalah pembentukan negara Indonesia.
Pencarian landasan
Kultural Baru

PI ( Perhimpunan Indonesia) Organisasi Pertama yang


Pakai Istilah “Indonesia” [g1] Penggunaan istilah
“Indonesia” menunjukan sifat radikal yang menuntut
Indonesia merdeka. menjadi pelopor kemerdekaan
bangsa Indonesia di kancah internasional. Dua tokoh
Perhimpunan Indonesia yang terkemuka adalah
Sutomo dan Mohammad Hatta. Salah satu aksi yang
paling dikenal adalah manifesto politik yang
dikeluarkan [g2] [g3] pada 1925 dengan tuntutan
“Indonesia Merdeka Sekarang".

Kegiatan tersebut berdampak hingga membuat


pemerintah Belanda merasa terancam akan
keberadaan organisasi pergerakan nasional Indonesia
tersebut. Tidak hanya jumlah organisasi yang makin
banyak beberapa tokoh pemuda dari berbagai
organisasi juga mendirikan organisasi baru.
Contohnya, Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
Organisasi tersebut, yakni Perhimpunan Pelajar-
Pelajar Indonesia (PPPI), Partai Nasional Indonesia
(PNI), dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia).
Walaupun perjuangan yang dilakukan bersifat
internasional, dampaknya juga dirasakan dalam
lingkup nasional.
Pencarian landasan
Kultural Baru

Lanjutan...
Bahkan Perhimpuan Indonesia memiliki pengaruh

cukup besar di Indonesia. Banyak organisasi-organisasi


pergerakan nasional berdiri karena terinspirasi dari
Perhimpunan Indonesia.

Pada 1925 deklarasi tersebut berkembang menjadi


manifesto politik. Karena menyakini hanya
kemerdekaan yang dapat mengembalikan harga diri
bangsa Indonesia. Perkembangan teknologi media
cetak dan jurnalisme memiliki peran penting dalam
menyebarkan manifesto politik ini.

Karena tidak ada yang menyangka sebelumnya kalau


organisasi yang awalnya didirikan dengan sifat sosial
berubah menjadi organisasi pergerakan nasional.
Bahkan aktif memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia di kancah internasional.

Penggunaan istilah “Indonesia” menunjukan sifat


radikal yang menuntut Indonesia merdeka.
Perkembangan teknologi media cetak dan jurnalisme
memiliki peran penting dalam menyebarkan
manifesto politik ini. Ide-ide tentang persatuan,
nasionalisme yang digagas Perhimpunan Indonesia
tidak hanya beredar di Belanda, tetapi juga beredar di
Hindia Belanda.
Pencarian landasan
Kultural Baru

Lanjutan...

Dampaknya, ide-ide tersebut memengaruhi organisasi


pergerakan nasional di tanah air. Kemudian Para
pejuang kemerdekaan di Hindia Belanda menjadi
sadar bahwa mereka adalah satu bangsa walaupun
berbeda suku bangsa dan agama. Kesadaran inilah
yang memunculkan lahirnya Sumpah Pemuda pada
1928.

Pertayaan dibacakan oleh ketua kongres yang


berbunyi “ 'Kami putra dan putri Indonesia, mengaku
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kami
putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang
satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri
Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Sejak saat itu sebuah bangsa yang Bernama
Indonesia dilahirkan.

Dalam kogres itu lagu Indonesia Raya diciptakan Wage


Rodulf Soeparman (1903-1938) pertama kali
didengarkan dan secara aklamasi diterima sebagai
lagu kebangsaan. Bendera Sang Saka Merah Putih
dikibarkan dan diakui sebagai bendera kebangsaan.
Pencarian landasan
Kultural Baru

Lanjutan...
Sementara itu

penekanan Belanda terhadap


Nasionalisme Indonesia berjalan terus Inilah saatnya
Bahasa Melayu, yang telah diakui sebagai Bahasa
Indonesia dan menjadi bhasa persatuan mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Secara bertahap bahasa
Melayu-pasar, mulai digantikan oleh Bahasa Indonesia
yang semakin resmi dan teratur.

Walaupun film bicara telah menjdai tontonan, namun


tahun 1930-an masih dianggap sebagai zaman
gemilang dari komedi stabumbul. Dengan memakai
Bahasa Melayu -pasar, komendi stambul, seperti jug
halnya film bicara produksi dalam negeri,
memperkenalkan kepada penduduk kota bentuk baru
dari system komunikasi. Dalam proses lanjutannya,
pertujukan popular yang dipasarkan ikut membangun
semacam kebudayaan kota di Jawa dan Sumatra serta
pulau-pulau lain. Bertambahnya majalah Islam ikut
juga menyumbang proses “transformasi” bahasa
Melayu-tinggi ke dalam bahasa baru yang disebut
bahasa Indonesia. Semakin populernya penerbitan
yaitu “roman picisan” melebarnya jaringan komunitas
pembaca. Novel pendek yang disebut "roman picisan”
kerap kali juga memperlihatkan kisah percintaan
anak-anak muda nasionalis.
Pencarian landasan
Kultural Baru

Lanjutan...
Motif pemerintah

kolonial mendirikan badan


penerbitan Balai Pustaka (1908), Ketika semangat
politik etis masih menyala-nyala, ialah penerbitan
buku sastra, baik asli, maupun termajemahan, dan
bahkan majalah berbahasa Melayu-tinggi, Jawa, Sunda.
Biro penerbitan pemerintah berhasil memumpuk dan
mengembangkan tradisi membaca. Buku-buku sastra
yang diterbitkan dibalai Pustaka, antara lain adalah
Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Salah Asuhan
karya Abdul Moies. Turut memplopori munculnya
sastra Indonesia Modern, tetapi juga memperhatikan
suatu tindakan dalam penulisan , karena diharuskan
menulis dalam bahasa yang rapi dan benar.

Poedjangga Baroe adalah majalah dan alat perjuangan.


Majalah ini ingin mengembangkan bhasa nasional
yang modern, yang bisa dipakai sebagai alat
komunikasi tetapi sebagai saluran penyampaian
perasaan puitis dan renungan filosofis.

Para pejuang kemerdekaan di Hindia Belanda menjadi


sadar bahwa mereka adalah satu bangsa walaupun
berbeda suku bangsa dan agama.
Komunitas Bangsa

Pada mulanya tumbuh di kota-kota besar colonial


yang bersifat mejemuk, baik horizontal maupun
vertical. Di kota-kota konial, penduduk pribumi
berdatangan dari berbagai daerah berada di tingkat
yang paling bawah dari tangga social ekonomi.
Setelah pemerintah colonial mendirikan sekolah,
betapapun masih sangat terbatas jumlahnya,
kemajemukan yang bersifat hierakis itu mulai
terbuka.

Ketika itu melihat hubungan yang jelas antara tingkat


kemajuan penghetahuan dan kekuasaan serta jenjang
ekonomi. Sejak itu mulai dating hasrat untuk
memasuki dunia penghetahuan cita-cita kemajuan
pun mulai memasuki kesadaran. Dengan demikian,
cita-cita ini tampil dengan rumusan klasik Marco,
“sama rata, sama rasa” dianggap sebagai yang sah dari
demokrasi dan sebagai sebuah karateristik utama dari
dunia maju. Dengan hasrat kemajuan sebagai
dorongan untuk menumbuhkan kesadaran senasib.

Sumpah pemuda (28 oktober 1928) mempuyai nilai


simbolik yang penting dalam proses pematangan
pembentukan bangsa.
Kesimpulan

Gagasan nasionalisme disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor internal dan
kseternal. Munculnya Konsepsi Indonesia, penggunaan istilah Indonesia
semakin matang dengan dicetuskannya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928. Momentum inilah yang menandai nasionalisme Indonesia telah mencapai
identitas yang sempurna. Penggunaan istilah “Indonesia” menunjukan sifat
radikal yang menuntut Indonesia merdeka. Perkembangan teknologi media
cetak dan jurnalisme memiliki peran penting dalam menyebarkan manifesto
politik ini. Pelopor munculnya pergerakan nasional tidak lepas dari kaum muda
intelektual Indonesia, mulai dari yang moderat, radikal dan beberapa fraksi
nasional. pemuda (28 oktober 1928) mempuyai nilai simbolik yang penting
dalam proses pematangan pembentukan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai