Anda di halaman 1dari 6

Pergerakan Nasional Indonesia Awal Abad 20

Muhamad Suryadi Wijaya (12407141015)

Sejarah Indonesia Masa Pergerakan Nasional

Tiga dasawarsa pertama abad 20 bukan hanya menjadi saksi penentuan wilayah
Indonesia yang baru dan juga pernyataan kebijakan penjajahan yang baru. Perubahan yang
cepat terjadi di sana sedemikian rupa sehingga sejarah Indonesia modern memasuki zaman
baru. Perkembangan yang sangat terlihat pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru
mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih mengenai
identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk kepimpinan, dan juga meliputi
lingkungan agama, sosial, politik dan ekonomi. 1 Pada tahun 1927 telah terbentuk suatu
kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadara diri yang baru, tetapi dengan
pengoranan yang besar. Pemimpin yang baru terlibat dalam pertentangan yang sengit satu
sama lain, sehingga kesadaran diri semakin besar dan memcah belah kepemimpinan ini lewat
agama dan ideologi. Pihak Belanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru sebagai
jawaban perkembangan tersebut.

Nasionalisme adalah manifestasi kesadaran bernegara atau kesadaran bernegara. Pada


masa terdahulu Indonesia masih belum dikenal, akan tetapi kesadaran bernegara telah ada.
Pada masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Mataram baru, dll, yang dikemudikan oleh bumi
putera sendiri.2 Ini dapat dilihat dari kehidupan yang terjadi ketika para pemegang kekuasaan
berusaha memberikan kesejahteraan kepada rakyat dan menciptakan keaamanan dalam
masyarakat. Begitu juga dalam menghadapi tiap bahaya serangan dari luar. Baik para
penguasa dan rakyat ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negaranya.

Nasionalisme pada masa penjahan, pada hakikatnya baru mencapai taraf “ingin
mempunyai negara”. Nasionalismenya meliputi menolak kolonialisme sebagai manifestasi
dari penderitaan dan tekanan-tekanan. Situasi kolonial menjadi tantangan bagi rakyat tanah
jajahan untuk secara kolektif mempersatukan diri mengubah situasi sosial-politik ke arah

1
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakata: Gadjah Mada University Press,
1995), hlm. 247.
2
Slamet Muljana, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid 1,
(Yogyakarta: LkiS, 2008), hlm. 3.
kebebasan. Hal ini mendorong timbulnya kesadaran, perasaan, dan kehendak nasional.
Setelah muncul para orang-orang terpelajar dan dikenalnya fahan-faham baru perlawan
terhadap kolonial tidak mengandalkan kekuatan fisik lagi tetapi melalui organisasi modern
dengan melalui tulisan-tulisan di majalah dan orasi-orasi bebas. Perlawanan model baru
tersebut membuahkan simpati dunia akan kesengsaraan rakyat Indonesia akibat penjajahan.
Sejarah pergerakan nasional merupakan bagian dari sejarah Indonesia yang dimulai
sejak lahirnya organisasi-organisasi modern sampai terbentuknya nation state Indonesia
tahun 1945 yang ditandai dengan proklamasi kemerdekaan. pergerakan nasional dapat
dianggap sebagai gerakan ekonomi, sosial, politik, dan kultural yang memperjelas motivasi
dan orientasi aktivitas organisasi pergerakan. Dalam masa penjajahan baru di Indonesia ikut
berkembang teori imperialisme yang menyatakan bahwa penjajahan itu baik karena
mengandung pembudayaan bangsa terjajah yang umumnya terbelakang. Penjajahan pada
hakikatnya
merupakan pelaksanaan misi suci (mission sacree).3
Perbedaan umum Pergerakan Bangsa Indonesia sebelum dan sesudah 1900
a) Gerakan Bangsa Indonesia Sebelum 1900
Reaksi perlawanan terhadap penjajahan Belanda:
1. Perlawanan lokal (kedaerahan)
2.  Perlawanan negatif:
3. Pindah tempat atau mengundurkan diri ke daerah yang tidak atau belum terjangkau
4. Mencari perlindungan kepada ilmu gaib.
5.  Perlawanan yang irasionil,  yang  tergantung  kepada  kekuatan seorang
pemimpin yang karismatis.
6. Belum terpikirkan bagaimana tindak lanjut (follow-up)  daripada gerakan tersebut.

b) Gerakan Bangsa Indonesia Setelah 1900


Reaksi perlawanan terhadap penjajahan Belanda:
1. Perlawanan bersifat nasional yaitu meliputi seluruh indonesia
2. Perlawanan yang positif (senjata dan taktik modern).
3. Perlawanan itu diorganisir secara teratur dan rasionil.
4. Sudah ada tindak lanjut.

3
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 15.
Latar belakang munculnya pergerakan nasional di bagi menjadi 2 faktor yaitu internal dan
eksternal:
 Faktor eksternal: tumbuhnya pergerakan kebangsaan, seperti:
1. Munculnya gerakan Turki Muda
2. Kemenangan nasionalisme Gandhi di India
3. Gerakan nasionalisme di Timur-Tengah yang ingin menyatukan masyarakat muslim
(pan Islam).

 Faktor internal:
1. Akibat eksploitasi kolonial membawa luka mendalam bagi penduduk pribumi, dan
membawa stigma negatif akibat perlakuan pemerintah kolonial yang berjalan sekian
lama, seperti: diskriminasi dlm segala hal (pendidikan, mendapatkan aset ekonomi :
upah, pembagian strata sosial)
2. Stigma negatif yang kemudian melekat pada masyarakat pribumi seperti: sikap
inferior, sikap malas.
3. Inspirasi kejayaan Sriwijaya dan Majapahit.
4. Pergerakan kebangsaan di Indonesia dapat juga disebut sebagai reaksi terhadap
semangat kedaerahan.
Perkembangan perekonomian liberal di Nusantara yang melibatkan pengusaha swasta
Belanda menuai banyak kritik di kalangan orang-orang Belanda moralis yang mempunyai
simpati akan nasib rakyat jajahan. Salah satunya dari C van Deventer yang menuliskan
kritiknya dalam tulisan yang berjudul Een Eereschuld atau suatu Utang Budi di majalah de
Gids tahun 1899.4 Dalam kritiknya dia mengemukakan bahwa kemakmuran negeri Belanda
diperoleh karena kerja dan jasa orang Indonesia. Oleh karena itu Belanda berhutang budi
kepada rakyat jajahan, maka bangsa Belanda sebagai negara maju dan bermoral haruslah
membayar hutang tersebut dengan menyelenggarakan Trias Politika yaitu irigasi, emigrasi
(transmigrasi) dan edukasi.
Pidato Ratu Wilhelmina pada 1901 menyinggung dilaksanakannya Politik Etis. Tujuan
dilaksanakannya Politik Etis adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk Hindia Belanda,
melalui intervensi langsung negara dalam kehidupan ekonomi, yang tercantum dalam slogan
“irigasi, edukasi, dan emigrasi”. Pendidikan yang merupakan sasaran Politik Etis
memperoleh publikasi secara luas dan berhasil melahirkan elite baru dalam masyarakat.5

4
Suhartono, Ibid, hlm. 16.
Elite baru yang muncul dalam masyarakat pribumi adalah golongan cendikiawan yang
menerima pendidikan model Barat. Pendidikan yang mereka peroleh telah memberikan
gagasan untuk dapat memimpin Bangsanya sendiri dan lepas dari penjajahan Belanda.
Pergerakan secara fisik yang tidak berhasil, beralih pada strategi politik seperti lahirnya Budi
Utomo, Sarekat Islam Indische Partij, dan lain-lain.6
Salah satu strategi politik pribumi dalam upaya perlawanannya Pemerintah Kolonial
Belanda adalah melalui pendidikan. Para cendikiawan pribumi berpendapat bahwa melalui
pendidikan penyebarluasan semangat kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan akan
berjalan dan teroganisasi secara lebih baik. Kebijakan pendidikan di Hindia Belanda yang
dirancang dan diputuskan oleh Pemerintah Hindia Belanda menimbulkan ketidakpuasan pada
pihak pribumi. Kebijakan pendidikan Belanda tersebut mencerminkan apa yang hendak
dilakukan oleh Belanda terhadap pribumi, bukan sesuatu yang ingin dilakukan oleh pribumi
sendiri.7
Proses mengembangkan pemimpin-pemimpin orang Jawa yang berpendidikan Barat
mulanya tidak dapat kerjasama dan kadang bertentangan dalam arti takut dapat pengaruh,
sebaliknya dalam kedudukan sosial anak-anak mereka lebih banyak celaka dari pada
sebelumnya. Tahun 1906 pemerintah banyak memberi kesempatan menunjukkan niat baiknya
sehingga tentangan makin berkurang. Sesudah tahun tersebut kemajuan makin bertambah
dikalangan orang-orang Indonesia, misalnya Wiranatakusuma tidak tamat dari OSVIA tetapi
mendapat kedudukan tinggi dan menjadi tokoh dalam kehidupan di Jawa Barat. Dari keraton
Pakualaman ada Pangeran Notodirdjo, Kusumayuda belajar di Leiden, Noto Suruto menjadi
penyair Indonesia. Di Jepara ada Sosro Kartono (kakak Kartini), yang kemudian belajar
mistik dan menjadi paranormal. Dokter Rivai dari Minangkabau, lulusan STOVIA,
menentang ketidakadilan dengan mendirikan Majalah Mingguan Bintang Hindia,
publikasinya telah mengesankan Gubernur Jendral van Heutzer dan merupakan Majalah
pertama Melayu yang menggunakan konsep jurnalistik Barat.

5
Taufik Abdullah dan A. B. Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 4: Kolonialisasi dan
Perlawanan, (Jakarta: Ichtiaar Baru van Hoeve, 2012), hlm. 212-214.
6
A. K. Pringgodigdo, “Kata Pengantar”, dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia,
(IKAPI, 1994), hlm. vii.
7
Stokhof, W. A. L., Jacob Vredenbregt, E. Van Donzel, Politik Kebijakan Pendidikan di
Indonesia: Peran tokoh-tokoh Islam Dalam Penyusunan UU No. 2/1989/ oleh Muhammad Sirozi, terj.
Lilian D. Tedjasydhana, (Jakarta: ININ, 2004), hlm. 18-19.
Sekolah juru kesehatan didirikan tahun 1851 yang pada akhir abad ke-19 telah
menghasilkan tenaga medis yang sering disebut dokter, Wahidin dan Rivai adalah contohnya.
Sekolah tersebut terus dikembangkan dan pada 1902 menjadi STOVIA (School tot Opleiding
van Indischse Artsen) sebagai sekolah untuk mendidik dokter pribumi. Sekolah priyayi atau
sekolah menak adalah sekolah yang mendidik anak-anak priyayi untuk menjadi pegawai
kolonial, pangreh praja. Dari kedua sekolah tersebut lahir tokoh-tokoh Sutomo, Gunawan,
Suraji dari STOVIA dan Tirtokusumo, Kusumo Utoyo, Wiranatakusumah dari sekolah
priyayi.
Elite baru juga lahir dari sejenis SMP dan SMA yang dikembangkan oleh pemerintah,
lulusannya menjadi semakin banyak setiap tahunnya. Pada tahun 1913 di Surabaya didirikan
NIAS (Nederlandsche Indische Artsen School), sejenis STOVIA yang nanti menjadi Fakultas
Kedokteran Airlangga. Pada tahun 1926 di Jakarta berdiri Sekolah Tinggi Kedokteran yang
bersifat universiter dan bergabung dengan STOVIA dan nantinya berkembang menjadi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Di Bandung berdiri ITB yang meluluskan tokoh
Soekarno, Suratin dan Anwari, di Jakarta juga berdiri Sekolah Tinggi Hukum, yang
meluluskan Muh. Yamin, Sudarisman Purwokusumo.
Dari sebagian elite intelektual kita mengenalnya sebagai pendiri bangsa, yang dari
merekalah lahir pemikiran akan pemecahan masalah berkaitan dengan penderitaan rakyat
jajahan. Mereka adalah pejuang bangsa yang melawan kekuasaan pemerintah dengan model
baru yaitu dengan mendirikan organisasi massa dan melakukan kritik dengan berbagai cara
terhadap pemerintah.

Daftar Pustaka
K. Pringgodigdo, “Kata Pengantar”, dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, IKAPI, 1994.
Ricklefs, M. C, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakata: Gadjah Mada University Press, 1995.
Slamet Muljana, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid 1, Yogyakarta:
LkiS, 2008.
Stokhof, W. A. L., Jacob Vredenbregt, E. Van Donzel, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia:
Peran tokoh-tokoh Islam Dalam Penyusunan UU No. 2/1989/ oleh Muhammad Sirozi, terj.
Lilian D. Tedjasydhana, Jakarta: ININ, 2004.
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.
Taufik Abdullah dan A. B. Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 4: Kolonialisasi dan
Perlawanan, Jakarta: Ichtiaar Baru van Hoeve, 2012.

Anda mungkin juga menyukai