Anda di halaman 1dari 31

VISI

Pada tahun 2025 menghasilkan ners yang unggul dalam asuhan keperawatan
lanjut usia dengan menerapkan ilmu dan teknologi keperawatan.

Makalah Praktikum Transkultural


”Asuhan Keperawatan Berdasarkan Keagamaan dan Spiritual”

Program Studi : Program Sarjana Terapan dan Program Studi


Pendidikan Ners Program Profesi
Mata Kuliah : Transkultural
Penempatan : Semester III T.A. 2020/2021
Kelompok/ Kelas : 4 / 2A

Penanggung Jawab:
Dr. Rita Ismail, SKp., MKM., MTD (HE)

Dosen Pembimbing:
Ni Luh Putu Ekarini, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB

Disusun Oleh :

Chairunnisa Febriyanty P3.73.20.2.19.010


Dara Ayu Sukma W. P3.73.20.2.19.011
Dea Eki Rahmawati P3.73.20.2.19.012
Dena Indri Yani P3.73.20.2.19.013
Diana Setiawati P3.73.20.2.19.014
Evita Putri Nurlianti P3.73.20.2.19.016

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2020

0
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah Tugas Praktikum Transkultural sebagai salah satu tugas menyelesaikan makalah ini.
Adapun maksud dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu cara guna
memperdalam materi mata kuliah Transkultural yang merupakan salah satu mata kuliah yang
diajarkan di Program Studi Profesi Ners.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas bimbingan, dorongan,
serta  bantuan yang tak terhingga nilainya dari berbagai pihak. Untuk itu tim penulis
menyampaikan terimakasih setulusnya kepada Dosen Ni Luh Putu Ekarini, S.Kep., M.Kep.,
Sp.KMB selaku pembimbing kami pada mata kuliah ini.

Jakarta, 09 November 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................3

A. Kebutuhan Spiritual........................................................................................................3

B. Distress Spiritual.............................................................................................................5

C. Peran Perawat dalam Pemenuhan Spiritual.....................................................................7

D. Proses Keperawatan pada Aspek Spiritual......................................................................9

BAB III PENGAPLIKASI STUDI KASUS............................................................................17

A. Kasus.............................................................................................................................17

b. Skenario.........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio dan spiritual merupakan kesatuan dari


aspek jasmani dan rohani yang memiliki sifat unik dengan kebutuhan yang berbeda-beda
sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing (Achir Yani H, 2008). Kesehatan
seseorang bergantung pada keseimbangan faktor fisik, psikologis, sosiologis, budaya,
perkembangan, dan spiritual. Spiritualitas penting dalam membantu individu mencapai
keseimbangan yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan serta
mengatasi penyakit.
Penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas secara positif mempengaruhi dan
meningkatkan kesehatan, kualitas hidup, perilaku promosi kesehatan, dan kegiatan
pencegahan penyakit (Jurkowski, Kurlanska, dan Ramos, 2010; Lee, 2009). Sedangkan
sakit merupakan suatu keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial,
perkembangan atau spiritual seseorang berkurang atau terganggu bila dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya (Potter & Perry, 2005).
Seseorang yang sakit berupaya mencari penyembuhan dan pemulihan kesehatan
yang berkualitas dan cepat tanggap atas keluhan klien, serta penyediaan pelayanan
kesehatan yang nyaman. Klien mungkin mempunyai ketidakpastian tentang makna
kematian sehingga mereka menjadi rentan terhadap distress spiritual. Terdapat juga klien
yang mempunyai rasa spiritual tentang ketenangan yang membuat mereka mampu untuk
menghadapi kematian tanpa rasa takut (Potter & Perry, 2005).
Mengacu pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual maka pelaksanaan pemberian bimbingan
spiritual pada pasien dengan kondisi sakit teramatlah penting. Mengingat kondisi sakit
dapat mengakibatkan pasien mengalami distress spiritual, sementara kegiatan spiritual
seperti berdo’a terbukti mampu menenangkan klien dalam menghadapi kenyataan
tentang penyakitnya. Kondisi distress spiritual pada penderita penyakit baik akut maupun
terminal jutsru akan mempersulit kondisi sakitnya, karena kebanyakan penderita tersebut
akan merasa frustasi dan menyerah pada kondisinya sehingga terapi yang diperoleh dari

1
luar seperti obat-obatan tak mampu menyembuhkan oleh karena itu keyakinan dan
kepercayaan sangat memperngaruhi keberhasilan penatalaksanaan penyakit.
Mampu menentukan pentingnya spiritualitas bagi pasien bergantung pada
kemampuan perawat untuk mengembangkan hubungan kepedulian. Asuhan keperawatan
melibatkan membantu pasien menggunakan sumber spiritual mereka saat mereka
mengidentifikasi dan mengeksplorasi apa yang bermakna dalam hidup mereka dan
menemukan cara untuk mengatasi dampak dari penyakit dan penyebab stres hidup yang
sedang berlangsung.
Spiritualitas merupakan suatu konsep yang unik pada masing-masing individu
yang akhir-akhir ini banyak dipertimbangkan dalam proses perawatan. Penelitian
menunjukan bahwa spiritualitas mempengaruhi dan dapat meningkatan secara positif
kesehatan fisik dan psikologis, kualitas hidup, tingkah laku promosi kesehatan, dam
kegiatan pencegahan penyakit (Conway-Philips and Janusek,2014; White 2013 dalam
buku fundamental of nursing). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yusniarita dkk pada tahun 2014, terdapat pengaruh dukungan spiritual terhadap kualitas
hidup seseorang. Dalam penelitian tersebut didapatkan, kualitas hidup pasien penderita
kanker payudara sebelum dilakukan dukungan spiritual lebih rendah dibandingkan
dengan kualitas hidup pasien setelah diberikan dukungan spiritual. Hal ini menunjukan
terdapatnya hubungan antara dukungan spiritual terhadap penyembuhan penyakit
(Yusniarita, dkk. 2016). Dengan demikian, perawat juga perlu memahami keterkaitan
dimensi fisik, psikologis, dan kebudayaan dengan aspek spiritual dalam upaya perbaikan
kualitas hidup pasien (Hidayat, 2004)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan kebutuhan spiritual.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat menjelaskan kebutuhan spiriritual
b. Untuk dapat menjelaskan bagaimana terjadinya distress spiritual
c. Untuk dapat menjelaskan peran perawat dalam pemenuhan spiritual klien
d. Untuk mengimplementasikan proses keperawatan pada aspek spiritual

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kebutuhan Spiritual
1. Definisi spiritual
Spiritual merupakan suatu usaha dalam mencari arti kehidupan, tujuan dan
panduan dalam menjalani kehidupan bahkan pada orang-orang yang tidak
memercayai adanya Tuhan (Ellison, 2002). Spiritualitas adalah keyakinan dalam
hubungannya dengan sang pencipta. Spiritual menurut Hidayat (2006) adalah suatu
yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih
tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan atau kecintaan terhadap Tuhan,
dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan. Spiritual adalah
keyakinan dalam hubunganya dengan Yang Maha Kuasa.
Menurut Florance Nightingale, spiritualitas adalah suatu dorongan yang
menyediakan energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan lingkungan rumah sakit
yang sehat dan melayani kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan melayani
kebutuhan fisik (Delgado, 2005; Kelly, 2004). Spiritualitas merupakan faktor penting
yang membantu individu mencapai keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara
kesehatan dan kesejahteraan, serta beradaptasi dengan penyakit (Potter & Perry, 2010)

2. Dimensi spiritual
Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan
antara unsur psikologikal, fisiologikal atau fisik, sosiologikal dan spiritual
(Dwidiyanti, 2008). Dimensi spiritual dan religius dalam kehidupan merupakan salah
satu pengaruh terpenting dalam kehidupan individu (Wong, 2008). Dimensi spiritual
berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar,
berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi
stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat
menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2016).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan
dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan.

3
Spiritualitas sebagai konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horizontal.
Dimensi vertikal sendiri merupakan hubungan seseorang dengan Tuhan yang
menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan
seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungannya. Dua
dimensi tersebut akan selalu berhubungan satu dengan yang lainnya yang dimana dua
dimensi tersebut akan saling berikatan antara satu dengan dengan yang lain.

3. Kebutuhan spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa
percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan
hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan
dan mendapatkan maaf (Kozier, 2016). Ada 10 kebutuhan dasar spiritual manusia
menurut (Clinebell dalam Hawari, 2002), yaitu :
a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar, kebutuhan ini secara terus-menerus diulang
guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.
b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup. kebutuhan untuk menemukan makna
hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya dan sesama
nmanusia serta alam sekitarmya.
c. Kebutuhan akan komitmen peribadahan dan hubungannya dengan keseharian,
pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan
hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.
e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa yang merupakan beban
mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan
ini mencakup dua hal yaitu secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari
rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan dan secara horisontal yaitu bebas dari
rasa bersalah kepada orang lain.
f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri
g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa
depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup
di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat).

4
h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai
pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia
didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar
derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan
meningkatkan keimanannya.
i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia.
Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan
dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya.
j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai
religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering
berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman orang
tersebut.

B. Distress Spiritual
1. Definisi Distress Spiritual
Distress spiritual atau krisis spiritual terjadi ketika seseorang tidak dapat
menemukan makna dan tujuan hidup, harapan, cinta, kedamaian atau kekuatan
dalam hidup mereka. Krisis ini bisa terjadi saat seseorang mengalami ketiadaan
hubungan dengan hidup, sesama, alam dan ketika situasi hidup bertentangan dengan
keyakinan yang dimilikinya (Anandarajah dan Hight, 2001 dalam Young dan
Koopsen, 2007). Distress spiritual mengacu pada tantangan dari kesejahteraan
spiritual atau sistem kepercayaan yang memberikan kekuatan, harapan dan arti hidup
(Carpenito 2002 dalam Kozier et al, 2016).

2. Ciri-ciri Khusus Distress Spiritual


Menurut Benedict dan Taylor (2002, dalam Young dan Koopsen, 2007) ciri-
ciri khusus dari distress spiritual meliputi hal berikut: pertanyaan tentang implikasi
moral/etis dari aturan terapeutik, perasaan tidak bernilai, kepahitan, penolakan, rasa
salah dan rasa takut, mimpi buruk, gangguan tidur, anorexia, keluhan somatis,
pengungkapan konflik dalam batin atas kepercayaan yang dihayati, ketidakmampuan
dalam berpartisipasi dalam praktik keagamaan yang biasa diikuti, mencari bantuan
spiritual, mempertanyakan makna penderitaan, mempertanyakan makna
keberadaan/eksistensi manusia, amarah pada Tuhan, kekacauan dalam perasaan atau

5
perilaku (marah, menangis, menarik diri, cemas, apatis dan sebagainya), dan untuk
yang terakhir menghindari humor.

3. Batasan Karakteristik Distress Spiritual


Menurut Carpenito (2013) batasan karakteristik distress spiritual dibagi
berdasarkan mayor dan minor. Karakteristik mayor adalah karakteristik yang harus
ada pada distress spiritual yaitu klien mengalami suatu gangguan dalam sistem
keyakinan. Menurut Herdman & Kamitsuru (2014) batasan karakteristik dari distress
spiritual yaitu sebagai berikut:
a. Hubungan dengan Diri Sendiri. Yang berhubungan dengan diri sendiri meliputi:
marah, kurangnya ketenangan atau kedamaian, perasaan tidak dicintai, rasa
bersalah, kurang dapat menerima atau kurang pasrah, koping yang tidak efektif,
tidak cukup tabah, mengungkapkan kurangnya makna hidup.
b. Hubungan dengan Orang Lain. Berhubungan dengan orang lain meliputi:
mengungkapkan rasa terasing, menolak berinteraksi dengan pemimpin spiritual,
menolak berinteraksi dengan orang yang dianggap penting, pemisahan dari
sistem pendukung.
c. Hubungan dengan Seni, Musik, Literatur. Alam Berhubungan dengan seni,
musik, literatur, alam meliputi ketidakmampuan mengungkapkan kondisi
kreativitas sebelumnya (misalnya menyanyi, mendengarkan musik ataupun
menulis), dan tidak berminat atau tertarik pada alam maupun membaca literatur
spiritual.
d. Hubungan dengan Kekuatan yang Lebih Besar. Berhubungan dengan kekuatan
yang lebih besar dari dirinya meliputi mengungkapkan kemarahan terhadap
kekuatan yang lebih besar dari dirinya, merasa ditinggalkan, putus asa,
ketidakmampuan untuk introspeksi diri, ketidakmampuan untuk mengalami
pengalaman religiositas, ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan
keagamaan, ketidakmampuan untuk berdoa, merasakan penderitaan, meminta
menemui pemimpin keagamaan, dan mengalami perubahan yang tiba-tiba dalam
praktik spiritual

4. Faktor yang Berhubungan Distress Spiritual


Menurut Anandarajah dan Hight (2001, dalam Young dan Koopsen, 2007)
distress atau krisis spiritual dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental dan

6
sering diperburuk oleh penyakit medis atau takut mati. Faktor tambahan lain yang
berhubungan dengan distress spiritual meliputi (Taylor, 2002 dalam Young dan
Koopsen 2007) : kehilangan orang yang dicintai, rendahnya harga diri, penyakit
mental, penyakit alamiah, penyakit fisik, perasaan kehilangan sesaat,
penyalahgunaan benda terlarang, reaksi yang buruk dengan sesama, tekanan fisik
atau psikologis, ketidakmampuan untuk mengampuni, kekurangan mencintai diri
sendiri dan yg terakhir kecemasan ekstrem.
Menurut Herdman (2012) faktor yang berhubungan dengan distress spiritual
yaitu sebagai berikut: menjelang ajal, ansietas, sakit kronis, kematian, perubahan
hidup, kesepian, nyeri, keterasingan diri maupun sosial, dan gangguan sosiokultural.

C. Peran Perawat dalam Pemenuhan Spiritual


Mengingat perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada di dekat
pasien memiliki kewajiban untuk membantu terpenuhinya kebutuhan dasar pasien,
khususnya kebutuhan spiritual pasien disamping memenuhi kebutuhan dasar yang lain.
Walaupun dalam kondisi terintubasi, tidak sadar, dan tidak berdaya, pasien tetaplah
manusia yang memiliki rasa dan harus tetap diperlakukan dengan baik. Telaah sistematis
yang telah dilakukan menemukan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual tidak hanya
terbatas pada ritual peribadatan saja. Komunikasi adalah komponen yang penting untuk
dilakukan. Intervensi sederhana seperti komunikasi bersama pasien, mendengarkan keluh
kesah pasien, dan melakukan tanya jawab seputar keyakinan pasien dapat dilakukan.
Bersama dengan pasien, perawat dapat mengetahui pasien dalam mengekspresikan
pengalaman rasa sakit, ketidaknyamanan, dan mendengarkan ekspresi emosi dan
kecemasan, seperti depresi, kesedihan, ketakutan atau kesepian, yang bisa menghambat
kesehatan mereka secara fisik, emosional dan spiritual. Hal ini dapat meningkatkan
pemahaman perawat tentang kebutuhan spiritual pasien.
Perawat juga dapat memfasilitasi pasien untuk melakukan doa atau membacakan
kitab. Doa adalah metode utama dimana pasien dapat berhubungan dengan kondisi
spiritualnya. Doa memiliki efek positif pada psikologis dan kesejahteraan fisik.
Identifikasi kebaikan pasien,  menghormati, berbicara dan mendengarkan, dan berdoa
adalah aspek-aspek penting dari perawatan spiritual  mereka. Berdoa bersama atau
berdoa  untuk pasien, menghabiskan waktu bersama pasien dan meyakinkan pasien,
mendengarkan pasien secara verbal tentang ketakutan dan kecemasan mereka,
menunjukkan rasa hormat terhadap martabat dan keyakinan spiritual agama mereka,
7
menunjukkan kebaikan dan peduli, mengatur kunjungan pemimpin spiritual/agama dan
menawarkan harapan adalah hal-hal yang penting dan sederhana yang dapat dilakukan
untuk pasien.
Perawat juga dapat melakukan kolaborasi dengan pemuka agama dan keluarga
untuk melakukan pembimbingan kepada pasien dan memnuhi kebutuhan spiritual pasien.
Keluarga memiliki peran penting dalam mendukung dan meningkatkan kondisi
kesehatan pasien. Perawat dapat  berkolaborasi dengan pemimpin agama untuk
memberikan perawatan spiritual bagi pasien dan keluarga mereka . Kolaborasi yang
efektif diperlukan untuk menyediakan perawatan spiritual yang memadai.
Keperawatan spritual tidak hanya terbatas pada ritual peribadatan saja. Intervensi
sederhana seperti komunikasi terbuka, membantu pasien untuk berdoa dan berkolaborasi
dengan keluarga dan pemimpin agama dapat diimplementasikan dalam perawatan
kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual mereka khususnya pasien yang
dilakukan perawatan intensif. Dengan demikian, perawat dapat dengan mudah untuk
melakukan intervensi keperawatan spiritual sehingga pasien tidak mengalami distres
spiritual, memiliki motivasi dan keyakinan untuk sembuh atau meningkatkan kondisi
kesehatannya. Perawatan spiritual juga dapat membuat pasien menerima kondisinya,
merasa nyaman, dan dapat menjadi fasilitas untuk mengantarkan pasien pada kematian
yang damai.

D. Proses Keperawatan pada Aspek Spiritual


Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan fungsi
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan, yaitu dengan pendekatan proses
keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan
pada aspek spiritual (Hamid, 2000):
1. Pengkajian
Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan
pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat
membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat dengan
pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya. Pengkajian yang
perlu dilakukan meliputi:

8
a. Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2016), yaitu:
1) konsep tentang ketuhanan,
2) sumber kekuatan dan harapan,
3) praktik agama dan ritual,
4) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b. Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi
pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan
lingkungan yang dilakukan melalui observasi. Pengkajian tersebut meliputi:
1) Afek dan sikap
Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau
preokupasi?
2) Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku
keagamaan? dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat tidur,
bermimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda
yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
3) Verbalisasi
Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan
lainnya?, apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama? dan
apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian?
4) Hubungan interpersonal
Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung?
apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien? Dan bagaimana pasien
berhubungan dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat?
5) Lingkungan
Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya? apakah
pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah
pasien memakai tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?)

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual adalah distres
spiritual (SDKI, 2016). Pengertian dari distres spiritual adalah Gangguan pada

9
keyakinan atau system nilai berupa kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup
melalui hubungan dengan diri, orang lain atau lingkungan sekitar (SDKI, 2016).
Menurut SDKI, 2016 batasan karakteristik dari diagnosa keperawatan distres spiritual
yaitu:
1. Mayor
a. Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya
b. Menyatakan hidupnya terasa
c. Tidak/kurang bermakna
d. Merasa menderita/tidak berdaya
e. Tidak mampu beribadah
f. Marah pada tuhan
2. Minor
a. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang
b. Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)
c. Merasa bersalah
d. Merasa terasingkan
e. Menyatakan telah diabaikan
f. Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spirituall
g. Tidak mampu berkreativitas (mis. Bernyanyi, mendengarkan music, menulis)
h. Koping tidak efektif
i. Tidak berminat pada alam/literature spiritual
Faktor yang berhubungan dari diagnosis keperawatan distress spiritual (SDKI, 2016)
adalah:
a. Penyakit kronis
b. Penyakit terminal
c. Retardasi mental
d. Kehilangan bagian tubuh
e. Kehilangan bagian tubuh
f. SIDS
g. Kematian janin, keguguran
h. Kemandulan
i. Gangguan psikiatrik

10
3. Perencanaan
Tujuan asuhan keperawatan pada pasien dengan distres spiritual difokuskan pada
menciptakan lingkungan yang mendukung praktek keagamaan dan kepercayaan yang
biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan
riwayat pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang
relevan. Menurut SIKI 2016 perencanaan pada pasien dengan distres spiritual
dirancang untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan melakukan intervensi :
a. Identifikasi perasaan khawatir, kesepian, dan tidak berdaya
b. Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
c. Identifikasi ketaatan dalam beragama
d. Beri kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat
e. Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup
f. Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah
g. Anjurkan berinteraksi dengan keluarga
h. Atur kunjungan dengan rohaniawan

Perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dilakukan dengan tujuan agar
pasien:
a. Tekanan Darah Normal
b. Verbalisasi makna dan tujuan hidup meningkat
c. Perilaku marah pada Tuhan menurun
d. Kemampuan beribadah meningkat

4. Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan
prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut:
a. Mengdentifikasi perasaan khawatir, kesepian, dan tidak berdaya
b. Mengidentifikasi harapan dan kekuatan pasien
c. Mengidentifikasi ketaatan dalam beragama
d. Memberi kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat
e. Mendiskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup
f. Memfasilitasi melakukan kegiatan ibadah
g. Menganjurkan berinteraksi dengan keluarga
h. Mengatur kunjungan dengan rohaniawan

11
Pada tahap implementasi ini, perawat juga harus memperhatikan 10 butir kebutuhan
dasar spiritual manusia seperti yang disampaikan oleh Clinebell (Hawari, 2002) yang
meliputi:
a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar
b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup
c. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan
hubungan dengan Tuhan
e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa
f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri
g. Kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa
depan
h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin. tinggi sebagai
pribadl yang utuh
i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia
j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religius.

5. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada
fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian
tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum
pasien:
a. Tekanan Darah Normal
b. Verbalisasi makna dan tujuan hidup meningkat
c. Perilaku marah pada Tuhan menurun
d. Kemampuan beribadah meningkat

E. Praktik Pemeliharaan Kesehatan Berdasarkan Spiritual Pasien


Praktik dalam Kamus Besar Bahas Indonesia adalah perbuatan menerapkan teori
(keyakinan dan sebagainya) atau pelaksanaan. Berhubungan dengan pemeliharaan
kesehatan, praktik dapat meningkatkan atau menyembuhkan sebuah penyakit. Hal
tersebut didasari oleh keyakinan ataupun spiritual. Berikut adalah contoh dari praktik-
praktik pemeliharaan kesehatan berdasarkan keyakinan :

12
1. Terapi Murrotal Al-Quran
Jenis terapi komplementer yang lain yang saat ini dikembangkan dengan
tujuan untuk merelaksasikan pasien dan sedang mulai digunakan adalah jenis terapi
religi. Terapi murottal bekerja pada otak, dimana ketika didorong dengan
rangsangan dari luar (terapi Al-Quran) maka otak memproduksi zat kimia yang
disebut neuropeptide. Molekul-molekul ini mengangkut reseptor-reseptor mereka
yang ada didalam tubuh sehingga tubuh memberi umpan balik berupa rasa nyaman.
Bacaan Al-Quran secara murottal mempunyai efek relaksasi dan dapat menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur apabila didengarkan dalam tempo
murottal berada antara 60-70 dh secara konstan, tidak ada perubahan irama yang
mendadak, dan dalam nada yang lembut (Lestari D, 2015; Endiyono, 2016).
Dengan terapi murottal, kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan
meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al-Quran maupun tidak. Dalam hal ini
kesadaran akan meningkatkan kepasrahan seseorang akan kuasa Allah SWT, dalam
keadaan ini otak berada pada gelombang alpha, merupakan gelombang otak pada
frekuensi 7-14 Hz, merupakan keadaan energi otak yang optimal yang dapat
menurunkan hingga menghilangkan stress. Dalam keadaan otak yang tenang
seseorang dapat berpikir dengan jernih dan dapat membentuk koping atau harapan
yang positif akan dirinya. Zung Self-Rating Anxiety Scale digunakan sebagai
instrumen kecemasan untuk mengukur kecemasan pada pasien penyakit jantung
koroner sebelum dan sesudah intervensi. Skala terdiri dari 20 item pernyataan,
dengan kategori selalu; kadang-kadang; jarang; dan tidak pernah.

2. Terapi Komplementer Akupresur


Akupresur merupakan tindakan yang mudah dilakukan dan memiliki banyak
keuntungan. Akupresur sangat praktis karena dengan sentuhan memiliki keajaiban
tersendiri yang sangat berguna untuk menghilangkan rasa lelah pada tubuh,
memperbaiki sirkulasi darah, merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun.
Penekanan ujung-ujung jari tangan pada daerah tertentu dipermukaan kulit yang
berdampak positif terhadap kondisi fisik, mental dan sosial (Majid, 2014).
Rangsangan manual pada titik akupresur terbukti dapat meningkatkan produksi
serotonin dan endorphin yang berperan dalam meningkatkan regulasi kortisol serum.
Endorphin merupakan opiat alami yang diproduksi di dalam tubuh, dapat memicu
respon menenangkan dan membangkitkan semangat di dalam tubuh, memiliki efek
13
positif pada emosi, mengurangi kecemasan, menyebabkan relaksasi dan normalisasi
fungsi tubuh (Hmwe NTT, 2015). Sedangkan serotonin mempunyai fungsi mengatur
mood dan tidur (Yudi, 2014).
Menstimulasi dengan cara pemijatan dan penekanan pada titik-titik akupresur
akan berpengaruh pada perubahan fisiologi tubuh serta dapat mempengaruhi
keadaan mental dan emosional seseorang. Menurut Chen, Lin, Wu & Lin tahun 1999
penekanan pada titik akupresur seperti pada titik meridian jantung 7 (shenmen)
secara fisiologis akan menstimulus peningkatan pengeluaran serotonin. Serotonin
akan berperan sebagai neurotransmiter yang membawa sinyal ke otak untuk
mengaktifkan kelanjar pineal memproduksi hormon melatonin. Kemudian hormon
melatonin ini akan mempengaruhi suprachiasmatic nucleus (SCN) di hipotalamus
anterior otak dalam pengaturan ritme sirkadian sehingga terjadi penurunan sleep
latency, nocturnal awakening, dan peningkatan total sleep time dan kualitas tidur.

3. Terapi Musik Instrumental


Musik instrumental merupakan rangkaian nada-nada dari suara yang disusun
sedemikian rupa dan dikombinasikan dari berbagai sumber suara yang diambil dari
satu alat musik atau lebih tanpa ada vokal. Musik instrumental juga melibatkan hati,
jiwa, dan pikiran baik bagi para pendengar atau pemain musik itu sendiri. Musik
lembut dan teratur seperti instrumental merupakan musik yang dapat digunakan
untuk terapi. Vibrasi atau getaran dari bunyi yang dihasilkan dari alat musik
bermanfaat untuk mempengaruhi perubahan fisiologi, menurunkan tekanan darah,
detak jantung, ketegangan otot, ACTH, sehingga akan menjadi lebih rileks.
Secara fisiologis vibrasi dari bunyi musik yang dihasilkan masuk dari telinga,
melalui serangkaian proses tersebut vibrasi diteruskan oleh sistem saraf menuju ke
otak, kemudian otak akan menginterpretasikan menjadi suatu hal yang positif.
Vibrasi dari bunyi yang dihasilkan dapat mempengaruhi peningkatkan hormon
serotonin. Serotonin akan berperan sebagai neurotransmiter yang membawa sinyal
ke otak untuk menstimulus kelenjar pineal untuk memproduksi hormon melatonin.
Kemudian hormon melatonin ini akan mempengaruhi suprachiasmatic nucleus
(SCN) di hipotalamus anterior otak dalam pengaturan ritme sirkadian sehingga
terjadi penurunan sleep latency, nocturnal awakening, dan peningkatan total sleep
time dan kualitas tidur.

14
4. Terapi Ruqyah
Memasuki abad ke-21 timbul kesadaran baru dalam dunia medis. Pada saat itu
kalangan dunia medis mulai menyadari bahwa masalah kesehatan bukan hanya
persoalan fisik saja, tetapi juga merupakan permasalahan mental. Menurut Thomas
G. Plante, keadaan ini dapat dilihat dari banyaknya minat terhadap masalah
spiritualitas dan kesehatan yang dikaji dalam penelitian mengenai pengaruh perilaku
dan keyakinan agama dan spiritual pada hasil kesehatan baik mental maupun fisik.
Kondisi ini memungkinkan terbukanya kembali pendekatan antara dunia medis dan
dunia religius yang oleh Matthews disebut sebagai the two traditions of healing.
Brower, menyatakan bahwa di awal sejarah perkembangan dalam dunia medis
(dalam hal ini di Rumah Sakit) menunjukkan bahwa perawatan jasmani selalu
digabungkan dengan perawatan jiwa atau rohani, baik dalam arti. Penelitian
Massuhartono, menunjukan bahwa pendekatan psikoterapi Islam yang digabungkan
dengan pendekatan medis akan mempercepat proses penyembuhan gangguan jiwa.

5. Hidroterapi
Hidro therapy atau terapi air adalah metode perawatan dan penyembuhan
dengan menggunakan air untuk mendapatkan efek-efek terapis (Chaiton, 2002).
Secara khusus, air memiliki kualitas untuk mencapai respon tubuh yang bisa
menyembuhkan simpton-simpton dan meningkatkan mekanisme tubuh dalam
menghadapi ancaman eksternal. Media air bisa digunakan karena faktor buoyancy
(keterapungan) baik di kolam renang maupun kolam terapi.
Hidro therapy sesungguhnya merupakan metode terapi dengan pendekatan
"low-tech" yang mengandalkan pada respon - respon tubuh terhadap air. Beberapa
keuntungan yang diperoleh dari terapi air antara lain : untuk mencegah flu/demam,
memperbaiki fertilitas, menyembuhkan kelelahan, meningkatkan fungsi imunitas,
meningkatkan energi tubuh dan membantu kelancaran darah
(Chaiton, 2002; Bates A, & Hansen N, 1996). Salah satu contoh perawatan terapi air
yang sederhana adalah dengan cara mandi dengan air yang lebih dingin dari
biasanya. Dengan mandi air yang lebih dingin memungkinkan tubuh mengeluarkan
jumlah dan panjang dingin yang lebih lama

15
BAB III
PENGAPLIKASI STUDI KASUS

A. Kasus
Seorang perempuan, berusia 24 tahun bernama Nn. A sudah di rawat di rumah sakit
selama 2 hari. Selama pasien di rawat pasien tampak murung dan sering melamun.
Pasien pun mengatakan hidupnya kurang bermakna dan merasa menderita atau tidak
berdaya. Kakak pasien mengatakan bahwa baru-baru ini pasien sedang mengalami
musibah yaitu ditinggal nikah oleh calon suaminya. Pasien pun tampak tidak berselera
untuk melakukan kegiatan dan berinteraksi dengan keluarga dan teman-temannya. Pasien
mengatakan kepada perawat bagaimana tuhan bisa melakukan ini kepadaku. Saat
diperiksa, tanda-tanda vital; TD : 100/70 mmHg, RR: 18x/mnt, suhu: 36,5⁰C , nadi :
80x/mnt. Disekitar mata tampak hitam dan sayu.
PENGKAJIAN
Data Subjektif (DS)
1. Pasien mengatakan hidupnya kurang bermakna dan merasa menderita atau tidak
berdaya.
2. Kakak pasien mengatakan bahwa baru-baru ini pasien sedang mengalami musibah
yaitu ditinggal nikah oleh calon suaminya
3. Pasien mengatakan bagaimana tuhan bisa melakukan ini kepadaku
4. Pasien tidak dapat tidur

Data objektif (DO)


1. TD : 100/70 mmHg
2. RR: 18x/mnt
3. suhu: 36,5⁰C
4. nadi : 80x/mnt.
5. tampak murung dan sering melamun.
6. tampak tidak berselera untuk melakukan kegiatan dan berinteraksi dengan keluarga
dan teman-temannya
7. tampak kesepian dan terlihat marah
8. Disekitar mata tampak hitam dan sayu
9.

16
Analisa Data

Data fokus masalah Etiologi


Data Subjektif (DS) Distres spiritual mengalami musibah
1. Pasien mengatakan hidupnya yaitu ditinggal nikah
kurang bermakna dan merasa oleh calon suaminya
menderita atau tidak berdaya.
2. Kakak pasien mengatakan bahwa
baru-baru ini pasien sedang Kejadian hidup yang

mengalami musibah yaitu ditinggal tidak diharapkan

nikah oleh calon suaminya


3. Pasien mengatakan bagaimana
tuhan bisa melakukan ini kepadaku
Data objektif (DO)
1. TD : 100/70 mmHg
2. RR: 18x/mnt
3. suhu: 36,5⁰C
4. nadi : 80x/mnt.
5. tampak murung dan sering
melamun.
6. tampak tidak berselera untuk
melakukan kegiatan dan
berinteraksi dengan keluarga dan
teman-temannya
7.

DIAGNOSIS
1. Distres spiritual b.d kejadian hidup yang tidak diharapkan d.d Pasien mengatakan
hidupnya kurang bermakna

17
INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Distres Setelah dilakukan 1. Identifikasi perasaan 1. Mengetahui seberapa
spiritual b.d tindakan keperawatan khawatir, kesepian dan besar khawatir, sepi
kejadian diharapkan distres ketidakberdayaan dan tidak berdaya
hidup yang spiritual pasien teratasi, yang dialami
2. Identikasi harapan dan
tidak ada d.d dengan kriteria hasil: 2. Mengetahui seberapa
pasien kekuatan pasien besar harapan dan
mengatakan 1. Tekanan Darah kekuatan pasien
3. Identifikasi ketaatan
hidupnya Normal 3. Mengetahui seberapa
dalam beragama
kurang 2. Verbalisasi makna taat pasien
bermakna 4. Berikan kesempatan melakukan ibadah
dan tujuan hidup
mengekspresikan dan 4. Mengetahui ekspresi
meningkat
meredakan marah marah pasien dan
3. Perilaku marah secara tepat. mencari jalan keluar
pada Tuhan meredakan marahnya
5. Fasilitasi melakukan
menurun 5. Memenuhi
kegiatan ibadah
4. Kemampuan kebutuhan spiritual
6. Anjurakan berinteraksi pasien
beribadah
dengan keluarga , teman 6. Membiasakan pasien
meningkat
dan orang lain bersosialisasi dengan
7. Atur kunjungan dengan lingkungan
rohaniawan 7. Memberikan tempat
dan waktu pasien
dapat bercengkerama
lebih dengan pemuka
agama/ rohaniawan

IMPLEMENTASI

No Tanggal Waktu Catatan Respon/Hasil TTD


Nama
Keperawatan
Jelas
1 Selasa, 08.00-08.10 Mengidentifikasi S: pasien mengatakan merasa sangat
perasaan
11/10/2020 kesepian,tidak berdaya, dan
khawatir,
kesepian dan hidupnya tidak bermakna
ketidakberdayaan O: pasien tampak murung dan
menundukan kepalanya

08.00-08.20
Mengidentikasi S: pasien mengatakan tidak
harapan dan
mempunyai kekuatan hidup
kekuatan pasien
O: pasien tampak murung dan

18
menundukkan kepalanya
08.20-08.30
Mengidentifikasi S: pasien mengatakan bagaimana
ketaatan dalam
tuhan bisa melakukan ini kepadaku
beragama
O: pasien tampak merasa kesal dan
marah dengan keadaan hidupnya
yang sekarang
08.30-09.00

Memberikan S: pasien mengungkapkan semua


kesempatan rasa
mengekspresikan
dan meredakan sedihnya
marah secara O: pasien tampak lebih tenang
tepat.
setelah mengungkapkan semua
09.00-09.30 perasaannya

Memfasilitasi S: pasien mampu melakukan ibadah


melakukan
dengan baik
kegiatan ibadah
O: pasien terlihat lebih tenang
09.30-10.00 setelah melakukan ibadah

Menganjurakan
berinteraksi S: pasien mengatakan mau untuk
dengan keluarga , bertemu keluarga dan teman-
teman dan orang
temannya
lain
O:pasin terlihat senang bertemu
dengan keluarga dan teman-
10.00-10.15
temannya

Mengatur waktu
kunjungan S: pasien mengatakan mau mengikuti
dengan kegiatan dengan rohaniawan
rohaniawan
O: pasien terlihat lebih tenang dan
mampu menerima keadaan hidupnya

EVALUASI

19
Tanggal Pukul Catatan (Subjektif, Objektif, Assesment, Planning) Tanda Tangan
Selasa, 10.15 S: Pasien mengatakan merasa sangat kesepian,tidak
11/10/2020 berdaya, dan hidupnya tidak bermakna
O: Pasien tampak murung dan menundukan kepalanya
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
Selasa, 10.15 S: Pasien mengatakan tidak mempunyai kekuatan hidup
11/10/2020 O: Pasien tampak murung dan menundukkan kepalanya
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
Selasa, 10.15 S : Pasien mengatakan bagaimana tuhan bisa melakukan ini
11/10/2020 kepadaku
O : Pasien tampak merasa kesal dan marah dengan
keadaan hidupnya yang sekarang
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
Selasa, 10.15 S : Pasien mengungkapkan semua rasa sedihnya
11/10/2020 O:Pasien tampak lebih tenang setelah mengungkapkan
semua perasaannya
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
Selasa, 10.15 S : Pasien mampu melakukan ibadah dengan baik
11/10/2020 O : Pasien terlihat lebih tenang setelah melakukan ibadah
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
Selasa, 10.15 S : Pasien mengatakan mau untuk bertemu keluarga dan
11/10/2020 teman-temannya
O : Pasin terlihat senang bertemu dengan keluarga dan
teman-temannya
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan

Selasa, 10.15 S : Pasien mengatakan mau mengikuti kegiatan dengan

20
11/10/2020 rohaniawan
O : Pasien terlihat lebih tenang dan mampu menerima
keadaan hidupnya
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan

e. Skenario
Pada tanggal 11 November, seorang pasien bernama Nn. A berusia 24 tahun sudah di
rawat selama 2 hari di ruang mawar Rumah Sakit kenanga. Selama pasien di rawat
pasien tampak murung dan sering melamun. Pasien pun mengatakan hidupnya kurang
bermakna dan merasa menderita atau tidak berdaya. Kakak pasien mengatakan bahwa
baru-baru ini pasien sedang mengalami musibah yaitu ditinggal nikah oleh calon
suaminya. Pasien pun tampak tidak berselera untuk melakukan kegiatan dan berinteraksi
dengan keluarga dan teman-temannya. Pasien mengatakan kepada perawat bagaimana
tuhan bisa melakukan ini kepadaku. Saat diperiksa, tanda-tanda vital; TD : 100/70
mmHg, RR: 18x/mnt, suhu: 36,5⁰C , nadi : 80x/mnt. Disekitar mata tampak hitam dan
sayu.
PEMERAN
1. Diana Setiawati sebagai Pasien
2. Dea Eki Rahmawati sebagai perawat B
3. Evita Putri sebagai perawat C
4. Dara Ayu Sukma sebagai Ibu
5. Dena Indri Yani sebagai kakak
6. Chairunnisa Febrianty sebagai narator

Di ruang mawar

21
Pada pukul 8 pagi tanggal 11 November, perawat B dan perawat C yang berjaga di ruang
mawar akan melakukan kunjunagn kepada pasien bernama Nn. A

Perawat : selamat pagi mba


Kakak Nn.A : iya selamat pagi sus
Perawat B : perkenalkan nama saya Ns. B dan rekan saya Ns. C yang akan
bertugas hari ini mulai dari pukul 7 hingga pukul 2 siang.
Sebelumnya apakah benar ini dengan Nn. A? boleh saya lihat
gelangnya?
Nn. A : diam saja
Ibu : iya benar sus, ini dengan Nn. A
Perawat C : baiklah kalau begitu, sekarang saya akan mengecek terlebih dahulu
tanda-tanda vital Nn. A. apakah mba bersedia?
Nn. A : mengangguk

Perawat pun melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dimulai dari pengecekan tekanan
darah hingga suhu tubuh.
Pemeriksaan tanda-tanda vital

Perawat C : baik saya sudah cek,untuk tekanan darahnya cukup rendah 100/70
mmHg, RR 18x/mnt, untuk suhu normal 36,5⁰C dan nadi : 80x/mnt
Kakak Nn. A : iya sus terima kasih
Perawat B : bagaimana keadaannya hari ini? Apakah masih ada keluhan?
Nn. A : diam saja
Perawat B : sebelumnya apakah Nn. A pernah mengeluh kepada ibu?
Kakak Nn. A : sebenarnya adik saya baru-baru ini sedang mengalami musibah. Dia
habis ditinggal nikah oleh calon suaminya. Makanya belakangan ini
dia lebih sering murung dan melamun.
Perawat B : *mendekat ke pasien* oh baik kalau begitu, Nn. A bagaimana
perasaannya hari ini?
Nn. A : gapapa sus baik-baik aja
Perawat B : kalau semalam, tidurnya nyenyak tidak? *menyentuh pundak*
Nn.A : gabisa tidur sus
Perawat B : loh kenapa?
22
Nn. A : gatau nih sus, perasaan saya gaenak
Perawat B : apa ada yang dipikirin? Coba cerita
Nn. A : saya merasa hidupku sekarang sudah tidak bermakna, saya merasa
menderita sekarang
Perawat B : memangnya apa yang terjadi sampai mba bisa menganggap hidup
mba sudah tidak bermakna?
Nn. A : iya sus saya merasa sudah melakukan kesalahan yang besar kepada
keluarga yang menanggung malu karena saya. saya sudah tidak kuat
lagi, sudah gaada harapan.
Perawat B : memangnya kesalahan apa yang sudah mba lakukan?
Nn. A : saya gagal menikah sus. Bagaimana tuhan bisa melakukan ini
kepadaku? Saya merasa ini gaadil, saya sangat marah kepada diriku
sendiri.
Perawat B : mba tidak boleh putus asa, karena mba tidak sendiri, masih banyak
yang sayang dengan mba, lihat keluarga mba yang selalu menemani
mba.
Nn. A : saya merasa sedih karena masalah ini. Keluarga saya akhirnya
menanggung malu karena saya. hidup saya pun akhirnya berantakan
Perawat B : gapapa mba bersedih sekarang. Tapi mba harus ingat, dengan adanya
masalah ini bukan berarti hidup mba akan berantakan. mba tidak
boleh menyalahkan tuhan atas masalah ini. Tuhan memberikan ujian
berupa masalah ini karena ia sayang dengan mba.
Nn. A : Memang sudah berantakan sus hidup saya
Perawat B : Ya sudah, mbak tenangkan diri mba terlebih dahulu. Ayo coba tarik
nafas lalu dihembuskan perlahan agar mbak lebih terlihat rileks
Nn. A : iya sus “mencoba arahan perawat untuk tarik nafas perlahan”
Perawat B : Nah sudah lebih baik kan?
Nn. A : Sudah sus sedikit
Perawat B : Baik kalau begitu. Sudah ya mba tidak usah dipikirkan lagi, yang
berlalu biarlah berlalu dan mba gausah nyalahin diri mba terus. Setiap
manusia itu pasti pernah melakukan kesalahan. Tidak ada manusia
yang sempurna, seperti hal nya pepatah tak ada gading yang retak.
Yang lalu biarlah berlalu, sekarang mba harus lebih semangat lagi agar
tidak melakukan keselahan yang sama.

23
Nn. A : Terdiam menatap perawat B
Perawat B : Jadi kalau nanti mba merasakan resah lagi, mba bisa beribadah dan
berdoa kepada tuhan.
Nn. A : Tapi bagaimana sus saya kan sedang di infus seperti ini jadi susah
untuk melakukan sholat dan mengambil wudhu nya
Perawat C : Baik mbak, biasanya kalau pasien-pasien yang lain untuk beribadah
sholat itu mba bisa dengan posisi duduk atau pun tiduran jika mba
terbatas dalam pergerakan. Lalu untuk lebih jelasnya nanti kita akan
menjadwalkan dengan ahli agama seperti ustadzah dan mba bisa
menanyakan lebih jelas nya lagi kepada beliau
Nn. A : Baik sus
Perawat B : Di rumah sakit kami, ada terapi komplementer berupa terapi murrotal
Al-quran. Apakah mba bersedia untuk mengikutinya?
Nn A : terapi tersebut seperti apa?
Perawat C : terapi tersebut bertujuan untuk merelaksasikan pasien yang merupakan
jenis terapi religi. Nanti kami akan memutar ayat-ayat suci al-quran
yang dapat memberikan efek relaksasi dan dapat menurunkan
kecemasan serta dapat meningkatkan kualitas tidur. Bagaimana apa
mba bersedia?
Nn. A : boleh deh saya coba

Perawat kemudian memberikan terapi murrotal Al-Quran kepada pasien. Pasien pun
tampak menerima terapi tersebut dan tampak lebih rileks

Perawat C : bagaimana perasaannya sekarang mba? Apa sudah lebih nyaman?


Nn. A : *mengangguk*
Perawat C : alhamdulillah jika begitu. Untuk pertemuan dengan ahli agama seperti
ustazah, apakah keluarga bersedia bertemu pukul 10.00 ?
Nn. A : *menggangguk*
Keluarga : Dalam pertemuan dengan ahli agama, apa saja yang akan dibahas dan
ada pengaruhnya ?
Perawat C : Pertemuan dengan ahli agama akan membahas tentang pentingnya
ibadah dan cara-cara beribadah. Spiritual berpengaruh ke proses

24
penyembuhan, dengan hati yang lebih tenang tubuh akan bereaksi
untuk pemulihan.
Keluarga : Nanti saat pertemuan dengan ahli agama akan didampingi oleh
perawat tidak ?
Perawat C : Iya akan didampingi selama pertemuan.

Pada tanggal 11 November 2020, ahli agama didampingi perawat melakukan kunjungan
ke Nn. A. Siang hari, perawat melakukan evaluasi setelah kunjungan dengan ahli agama.

Perawat C : Selamat siang. Setelah pertemuan dengan ahli agama, apakah ada
perubahan yang terjadi pada Nn.A ?
Keluarga : Iya ada perubahan. Nn. A mau berinteraksi dengan orang lain dan
keluarga, juga terlihat tenang.
Perawat C : Setelah pertemuan dengan ahli agama, mbak sudah melakukan
ibadah?
Nn. A : *mengangguk*
Keluarga : Iya sus, Nn.A sudah melakukan ibadah dan terlihat tenang.
Perawat C : Baik, sudah ada perkembang spiritual dan tetap semnangat yaa.
Perawat B : Baik kalau begitu, jika ada keperluan lagi bisa memencet bel atau ke
nurse station. Kami pamit yaa. Selamat siang.

DAFTAR PUSTAKA

25
Hajiri, Farid. Pujiastuti, Sri Endang. Siswanto, Joni. (2019, Juni). Terapi Murottal Dengan
Akupresur Terhadap Tingkat Kecemasan dan Kadar Gula Darah Pada Pasien Dengan
Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Keperawatan Silampari, 2, (2). DOI:
https://doi.org/10.31539/jks.v2i2.507.

Laili Nadia Rohmatul, Zulkarnain Hakim, Yasmara Deni, Sriyono. 2019. Promoting Spiritual
Nursing Care in an Intensive Care Unit: A Systematic Review. Indian Journal of Public
Health Research & Development, Volume : 10, Issue : 8.

Purba, M. A. (2019, December 15). Peran Perawat dalam Menerapkan Tahapan Pengkajian
Proses Keperawatan Berbasis Spiritual. https://doi.org/10.31227/osf.io/y96sz

Susanto, Ermawan. 2008. Olahraga Renang Sebagai Hidrotherapy Dalam Mengatasi


Masalah- Masalah Kesehatan. Medikora, IV(2). 50-74.

Sya’roni. Khusnul, Khotimah. (2018). Terapi Ruqyah dalam Pemulihan Kesehatan Mental.
JIGC (Journal of Islamic Guidance and Counseling), 2, (79-93).

Widyastuti. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan


Indonesia, 12(1). 53-57.

Yaseda, G., Noorlayla, S., & Efendy, M. (2013). Hubungan Peran Perawat dalam Pemberian
Terapi Spiritual terhadap Perilaku Pasien dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual di
Ruang ICU RSM Ahmad Dahlan Kota Kediri. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(2),
41-49. Retrieved from https://www.sjik.org/index.php/sjik/article/view/53

Yusniarita,dkk. 2016. Pengaruh Dukungan Spiritual Terhadap Kualitas Hidup Penderita


Kanker Payudara Pasca Kemoterapi. Jurnal Media kesehatan. Volume 9 Nomor 2,
oktober 2016. Hlm 114-203.
http://jurnal.poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/index.php/jmk/article/download/
306/171. Diakses pada 11 November 2020

https://www.indianjournals.com/ijor.aspx?
target=ijor:ijphrd&volume=10&issue=8&article=536

26
27

Anda mungkin juga menyukai