Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya Draf Buku Pendamping
Pelayanan Keperawatan Islami ini selesai dibuat. Buku ini diterbitkan dengan tujuan untuk
mempermudah mahasiswa S1 keperawatan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan Islami. Dalam
penyusunan Draf Buku Pendamping Pelayanan Keperawatan Islami masih banyak kekurangan. Untuk
itu, kami memerlukan kritik dan saran dari pembaca pada umumnya dan khususnya dari Tim
Lembaga Pengkajian Al Islam dan KeMuhammadiyahan (LPAIK) Universitas Muhammadiyah
Surabaya agar kami bisa memperbaiki di waktu mendatang.

Semoga draf bukul ini dapat segera disempurnakan disahkan oleh pihak yang berwenang
dan segera diterapkan sehingga dapat bermanfaat dan memberikan andil bagi pengembangan
pendidikan S1 keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya,
sekaligus pengembangan IPTEK bagi mahasiswa dengan azaz azas Islami.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya, Agustus 2014

Tim Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan dari berbagai aspek kehidupan manusia di era
moderenisasi, berdampak meningkatnya kekecewaan dan keputusasaan yang
dapat menimbulkan perubahan konsep manusia dari sehat ke sakit. Sakit bukan
hanya masalah fisik semata tetapi lebih luas dari itu yaitu menyangkut masalah
lainnya, oleh karena itu kepedulian terhadap pasien seharusnya dilihat secara
utuh dan menyeluruh dari berbagai dimensi bio, psiko, sosial dan spiritual (API,
2013).
Dimensi spiritual sangat mempengaruhi penyembuhan dan pemulihan
pasien ( Penelitian Oswald 2004 ), pernyataan ini didukung oleh Makhija (2002)
bahwa keyakinan sangat penting dalam kehidupan seseorang dan merupakan
faktor powerfull dalam penyembuhan fisik, mengingat kuatnya peranan spiritual
maka perlu bagi perawat meningkatkan kemampuan pemberian asuhan
keperawatan spiritual dengan baik.
Pelayanan kerohanian dimaksudkan untuk dapat menjangkau dan
membantu mengatasi masalah-masalah kesehatan pada pasien, dan asuhan
keperawatan profesional yang sangat dibutuhkan dalam proses pengobatannya.
Dengan mengajak pasien lebih mendekatkan diri pada Allah SWT apalagi
dengan kondisi sakit terminal, secara psikologis pasien akan merasa lebih
tenang dan proses penyembuhan akan lebih cepat.
Buku panduan ini dibuat dalam rangka mengaplikasikan materi yang
terdapat pada Buku Panduan Dakwah Rumah Sakit Muhammadiyah/Aisyah dan
Panduan Kurikulum Penciri Asosiasi Institusi Pendidikan Ners
Muhammadiyah/Aisyiah (AIPNEMA) tahun 2013.

B. Tujuan
1. Mendampingi pembelajaran dalam melaksanakan pendidikan keperawatan
dengan penerapan nilai-nilai Islami
2. Mengembangkan inovasi dan penerapan nilai-nilai Islami dalam
2
menjalankan asuhan keperawatan Islami
3. Mewujudkan sivitas akademika yang memiliki penguatan moralitas
keagamaan berdasarkan nilai-nilai ke-Islaman.
4. Dapat menerapkan asuhan keperawatan spiritual selama pasien dirawat.
5. Membantu pasien agar tetap menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penerapan nilai nilai Islami dalam keperawatan dilakukan di
lingkungan civitas akademika baik dalam tahap akademik maupun tahap profesi.

3
BAB II
Contoh Penerapan Pelayanan Keperawatan Islami
(RS Islam Jakarta Pondok Kopi bekerjasama dengan Pengurus
Daerah Muhammadiyah / Aisyiah Duren Sawit – Jakarta Timur )

A. Konsep
Perawat / petugas dalam memahami konsep yang mendasari kesehatan
spiritual pasien agar dapat memberikan pelayanan yang komprehensif.
Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang berfungsi sebagai
persefektif pendorong yang menyatukan beberapa aspek individual. Setiap
orang memilik dimensi spiritual yang menyatu dan universal, yang
mengintegrasi, memotivasi, menggerakan seluruh aspek hidup manusia. Setiap
individu memiliki konsep yang berbeda mengenai spiritualitas, hal ini di
pengeruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup seseorang, persepsi
mereka tentang hidup dan kehidupan.

B. Pengertian
Spiritual adalah: keyakinan dalam hubungannya dengan Tuhan yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta,menemukan arti dan tujuan hidup,
(Burkhard,1993) atau sesuatu yang berhubungan dengan ke-Tuhanan,
keyakinan, kekuatan tinggi, harapan multidimensi, nilai-nilai dan kepercayaan,
melebih aktualisasi diri dari kebutuhan dasar manusia ( Makhijah,2002 ).
Islamic Psiko Spiritual Health Care adalah perawatan spiritual kolaborasi,
merupakan pemberian asuhan keperawatan spiritual yang dilakukan secara
kolaborasi dengan petugas lain / kegiatan kerjasama tenaga profesional
kesehatan dan rohaniawan yang dilakukan sebagai upaya menumbuhkan
kesehatan spiritual pasien.
Kesehatan spiritual adalah keselarasan / keseimbangan antara nilai
hidup, keimanan dalam diri seseorang dengan orang lain dan dengan Tuhan
yang Maha Tinggi.
Pelayanan Kerohanian adalah bimbingan rohani yang dilakukan oleh
petugas bimbingan rohani kepada pasien muslim dan non muslim beserta
dengan keluarganya yang sedang di rawat inap di Rumah Sakit Islam Jakarta

4
Pondok Kopi, dalam rangka memberikan doa kepada Allah SWT dan
memberikan motivasi bagi pasien untuk kesembuhannya.

Bagi pasien muslim akan di berikan materi hakekat sakit serta tatacara
ibadah bagi yang sakit. Sedangkan bagi pasien non muslim diberikan motivasi
dan dianjurkan untuk tetap berdoa sesuai dengan keyakinannya.
Sedangkan untuk pasien dan keluarga non muslim yang ingin berdoa di
dampingi oleh pendeta diberikan kesempatan dengan syarat tidak mengganggu
pasien lain dengan terlebih dahulu meminta izin kepada perawat ruangan
dengan mengisi formulir yang telah disediakan.

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi


1. Terdapat 3 elemen acuan perawatan spiritual :
a. Kebutuhan spiritual (pencarian arti, perasaan untuk memaafkan,
kasihsayang )
b. Kesadaran spiritual
c. Kesehatan spiritual
2. Elemen kesehatan spiritual dapat di bentuk dan terbentuk berdasarkan
karakteristik spiritual individual itu sendiri, selanjutnya karakteristik tersebut
mempengaruhi pola pikir yang dapat berubah menjadi perilaku adaptive
maupun maladaptive, karena mencegah kondisi maladaptive, maka dimensi
spiritual sangat berperan dalam terapi kesehatan / kesembuhan pasien.
Faktor- faktor yang mempengaruhi Islamic Psiko Spiritual Helath Care
adalah :
a. Tahapan perkembangan seseorang
b. Keluarga
c. Latar belakang etnik dan budaya
d. Pengalaman hidup sebelumnya
e. Krisis dan perubahan ; krisis dan perubahan menguatkan kedalaman
spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan bahkan kematian.
f. Terpisah dari ikatan spiritual misalnya menderita sakit terutama bersifat
akut, seringkali membuat individu terpisah atau kehilangan kebebasan

5
pribadi dan dukungan sosial, sehingga terpisahnya pasien dari ikatan
spiritual beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
g. Issue moril terkait terapi pada umumnya ( Beberapa agama ) proses
penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan menunjukkan
KebesaranNya, karena pada beberapa tindakan medis tidak sesuai
dengan keyakinan agama. Hal ini menimbulkan konflik internal bagi
pasien misalnya tindakan sterilisasi pada wanita, transplantasi organ
dan lain-lain.

D. Manifestasi spiritual
1. Manifestasi spiritual merupakan cara kita untuk dapat memahami spiritual
secara nyata. Manifestasi spiritual dapat dilihat melalui bagaimana cara
seseorang berhubungan dengan diri sendiri,orang lain dan Tuhan Yang
Maha Kuasa serta bagaimana kelompok berhubungan dengan anggota
kelompok yang lainnya (Koenig,1998 ).
2. Kebutuhan spiritual diri sendiri adalah kebutuhan seseorang mencari tujuan
hidup, harapan, mengekspresikan perasaan sedih maupun bahagia,untuk
bersyukur dan terus berjuang dalam hidup.Kebutuhan spiritual diri dengan
orang lain meliputi keinginan memaafkan ,mencintai dan dicintai. Kebutuhan
spiritual kelompok orang meliputi keinginan kelompok tersebut dapat
berkontribusi positif dengan lingkungannya.
3. Dalam kenyataannya sering kali pasien mengekspresikan dan
memanifestasikan kebutuhan spiritual kepada perawat / petugas dengan
cara berbeda,sehingga jika perawat kurang memahami tentang proses
kebutuhan spiritual pasien akan terjadi kegagalan dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual tersebut, berdampak pada upaya agar dapat
mempertahankan kesehatan / kesejahteraan pasien akan terganggu.

6
BAB III
PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL

Pelayanan Asuhan Keperawatan Spiritual adalah suatu usaha bimbingan yang


di berikan oleh pihak Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi yang bekerjasama
dengan pihak luar di bidang kerohanian, untuk mendampingi dan menemui pasien
rawat inap, agar mampu memahami arti dan makna hidup sesuai dengan keyakinan
dan agama yang dianut.
Pelayanan ini sangat berarti sebagai upaya meningkatkan rasa percaya diri
pasien kepada tuhan yang maha esa yang menentukan kehidupan manusia,
sehingga motivasi ini dapat menjadi pendorong dalam proses penyembuhan.
Pelayanan bimbingan rohani dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Islam Jakarta
Pondok Kopi bekerjasama dengan Pengurus Daerah Muhammadiyah / Aisyiah
Duren Sawit – Jakarta Timur. Kehadiran petugas bimbingan rohani menggunakan
tanda pengenal khusus.
Pelayanan bimbingan rohani dilakukan didasarkan pengkajian perawat
terhadap spiritual pasien, dan intervensi dilakukan oleh perawat berkolaborasi
dengan pihak bimbingan rohani. Perawat memberikan informasi kepada petugas
bimbingan rohani tentang bimbingan spiritual yang dibutuhkan pasien berdasarkan
hasil pengkajian. Hasil bimbingan rohani yang dilakukan di dokumentasikan dan di
evaluasi pada hari berikutnya.

7
A. Contoh Alur Penerapan Pelayanan Islami.

Pasien Baru

Inpatient Service

-Form Pengkajian Pelaksanaan Askep


Spiritual
-Pendokumentasian

Y-Kolaborasi Y Pelayanan Askep


Kolaboras
Spiritual oleh Binroh
i
T
-Mengingatkan Pelayanan Mandiri Askep
waktu sholat. Spiritual oleh perawat

- Membimbing Evaluasi
/mengajarkan -Pendidikan Spiritual
pasien berdo’a Dokumentasi -Tausiyah/ceramah kelompok
-Demonstrasi, dll
-
Mendo’akanpasienb
Selesai
ersamakeluarga dll

Ketentuan Pelaksanaan :
1. Pasien baru : dilakukakan pengkajian askep spiritual, identifikasi riwayat
spiritual, pola kebiasaan spiritual, pengetahuan spiritual,kebutuhan spiritual
yang diinginkan.
2. Perkenalan diri petugas, mengorientasikan arah sholat
3. Menginformasikan waktu sholat, menganjurkan pasien untuk sholat
4. Melakukan tindakan spiritual care ( berdo’a sebelum makan dan minum obat,
do’a bersama petugas dan pasien setiap pagi pada tiap ruangan secara
bergiliran)
5. Komunikasikan bahwa pasien akan diberikan penerangan spiritual sesuai
dengan hasil pengakajian

8
6. Kolaborasi dengan binroh untuk konseling pasien berdasarkan lembar
pengkajian. Hasil konsulan pasien di catat dalam format dokumen pelayanan
spiritual care (IPSHC)

B. Tata Laksana
1. KegiatanPerawat
a. Mengingatkan pasien untuk sholat
b. Mengajarkan pasien sholat ( aktivitas rutin )
c. Promosi kesehatan spiritual
d. Berdoa untuk pasien saat operan pagi (bergantian)
e. Penerapan perilaku self spiritual care bagi perawat (salam, doa, caring)
f. Berdoa untuk setiap pasien baru, pasien pre Operasi & Sakratul maut.
g. Mengajak / mengingatkan berdoa sebelum / sesudah makan ( ADL )

2. Kegiatan Binroh
a. Melakukan bimbingan rohani sesuai kebutuhan dan keinginan pasien
dapat berupa ceramah / tausyah / pembelajaran setiap personal/
kelompok berdasarkan hasil pengkajian yang di lakukan perawat.
b. Melakukan pencatatan hasil kerja pada formulir pelayanan keperawatan
spiritual dan melakukan kunjungan ke dua sebagai bentuk melakukan
evaluasi.

9
Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa
merawat klien Mayehoff (1988, dalam Dwiyanti, 2010).
Watson (1979) dan Leininger (1984) menempatkan asuhan sebagai jantung dari seni dan ilmu
keperawatan. Keperawatan sebagai hubungan antar-manusia yang di sentuh dengan rasa
kemanusiaan dari orang lain. Dalam menampilkan asuhan sebagai inti dari modelnya,
menambahkan faktor caratif dengan tujuh asumsi utama berikut ini:
1. Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal.
2. Caring terdiri dari faktor caratif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi
kebutuhan manusia atau klien.
3. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga.
4. Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun juga
mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya. Lingkungan yang penuh caring
sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam
memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
5. Caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik
dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat
kesehatan dan membantu klien yang sakit. dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dalam cara
bermakna dan memicu eksistensi yang lebih memuaskan Mayehoff (1972, dalam Morisson,
2009).

10
Caring di pandang sebagai proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh
dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar,
jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel (1989) mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli,
hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-
kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring
sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang
yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan klien, yang mempertahankan
martabat dan menghargai klien, bukan melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas
perawatan. Caring juga digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati
terhadap klien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi klien.
Caring sebagai tindakan di sengaja membawa rasa aman baik fisik dan emosi serta keterikatan
yang tulus dengan orang lain atau sekelompok orang. Caring memperjelas sisi kemanusiaan
pemberi asuhan maupun penerima asuhan Miller (1995, dalam Synder, 2011).
Caring sebagai sebuah nilai professional dan personal, inti yang penting dalam menyediakan
standar normative pada tindakan dan sikap perawat dengan klien (Carper (1979). Caring proses
yang memberikan kesempatan pada perawat maupun klien untuk pertumbuhan pribadi, caring
dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dalam cara bermakna dan memicu eksistensi yang
lebih memuaskan Mayehoff (1972, dalam Morisson, 2009).
Caring di pandang sebagai proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh
dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar,
jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel (1989) mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli,
hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-
kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring
sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang
yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan klien, yang mempertahankan
martabat dan menghargai klien, bukan melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas
perawatan. Caring juga digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati
terhadap klien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi klien.

11
Model Watson di bentuk melingkupi proses asuhan keperawatan, pemberi bantuan bagi klien
dalam mencapai atau mempertahankan kesehatan atau mencapai kematian yang damai. Intervensi
keperawatan berkaitan dengan proses perawatan manusia membutuhkan perawat yang memahami
prilaku dan respon manusia terhadap masalah yang aktual maupun potensial, kebutuhan manusia
dan bagaimana berespon dengan orang lain dan memahami kelebihan dan kekurangan klien dan
keluarganya, sekaligus pemahaman pada dirinya sendiri. Selain itu perawat juga memberikan
kenyamanan, perhatian dan empati pada klien dan kelurganya. Asuhan keperawatan tergambar
pada seluruh faktor-faktor yang digunakan dalam memberikan pelayanan pada klien. Aplikasi
teori Watson membuat perubahan secara sadar dengan tujuan untuk meningkatkan interaksi
dengan klien, interaksi caring-healing, menginspirasi klien untuk sembuh secara fisik, emosi dan
spiritual, menggabungkan pengetahuan ilmiah dan filosofis, perlu banyak human care dalam
masyarakat dan pelayanan kesehatan serta memilih untuk hidup sebagai makhluk yang caring
dan penuh kasih sayang untuk meningkatkan asuhan keperawatan Watson (1987, dikutip dari
Potter & Perry, 2005 ).
Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan “Theory of Human Caring”
(Watson), mempertegas jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan
penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi klien sebagai manusia yang mempengaruhi
kesanggupan klien untuk sembuh (Sartika, 2011).

12
Sedangkan teori keperawatan yang dikembangkan oleh Faye Abdellah et all (1960) meliputi
pemberian asuhan keperawatan bagi seluruh manusia untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual baik klien maupun keluarga. Dalam memberikan asuhan
keperawatan perawat harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam hubungan
interpersonal, psikologi, pertumbuhan dan perkembangan manusia, komunikasi, dan sosiologi
serta pengetahuan tentang ilmu-ilmu dasar dan keterampilan keperawatan tertentu. Perawat
adalah pemberi jalan dalam menyelesaikan masalah dan pembuat keputusan serta merumuskan
gambaran tentang kebutuhan klien secara individual. (Potter & Perry, 2005).
2.1.2 Faktor-faktor Pembentuk Caring
Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor caratif yang
berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar dalam memberikan
asuhan. Oleh karena itu, perawat perlu mengembangkan filosofi humanistik dan nilai serta seni
yang kuat, faktor caratif membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan
perawat, kehidupan, dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai
kepuasan dalam melayani dan membantu klien. Dasar dalam praktek keperawatan menurut
Watson (1979, dalam Asmadi, 2008). Dibangun dari Sepuluh faktor caratif tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pembentukan faktor nilai humanistik dan altruistik.

Watson mengemukakan bahwa asuhan keperawatan didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan


(humanistik) dan prilaku mementingkan kepentingan orang lain diatas kepentingan sendiri
(altruistik). Hal ini dapat dikembangkan melalui pemahaman nilai yang ada pada diri seseorang,
keyakinan, interaksi dan kultur serta pengalaman pribadi. Hal ini perlu untuk mematangkan
pribadi perawat agar dapat bersikap altruistik terhadap orang lain. 2. Menanamkan keyakinan dan
harapan (faith-hope).

Faktor ini menjelaskan tentang peran perawat dalam mengembangkan hubungan timbal balik
perawat-klien yang efektif dan meningkatkan kesejahteraan dengan membantu klien mengadopsi
prilaku hidup sehat. Perawat mendorong penerimaan klien terhadap pengobatan yang dilakukan
kepadanya dan membantunya memahami alternatif terapi yang diberikan, memberikan keyakinan
akan adanya kekuatan penyembuhan atau kekuatan spiritual dan penuh pengharapan. Dengan
mengembangkan hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis,
harapan dan rasa percaya.
3. Menanamkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain.

Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan sensitifitas terhadap diri pribadi dan orang
lain, dengan memiliki sensitifitas/kepekaan terhadap diri sendiri, maka perawat menjadi lebih apa
adanya dan lebih lebih sensitif kepada orang lain dan menjadi lebih tulus dalam memberikan
bantuan kepada orang lain. Perawat juga perlu memahami bahwa pikiran dan emosi seseorang
merupakan jendela jiwanya.
4. Membina hubungan saling percaya dan saling membantu (helping-trust).

13
Pengembangan hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah sangat krusial bagi
transportal caring. Hubungan saling percaya akan meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan
positif dan negative. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi
untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Ciri hubungan helping-trust adalah harmonis
haruslah hubungan yang dilakukan secara jujur dan terbuka, tidak dibuat-buat. Perawat
menunjukkan sikap empati dengan berusaha merasakan apa yang dirasakan oleh klien dan sikap
hangat dengan menerima orang lain secara positif.
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif

Perasaan mempengaruhi pikiran seseorang hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam memelihara
hubungan. Oleh sebab itu, perawat harus menerima perasaan orang lain serta memahami prilaku
mereka dan juga perawat mendengarkan segala keluhan klien.
6. Menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam pengambilan keputusan.

Perawat menerapkan proses keperawatan secara sistematis, praktek yang efektif adalah
memecahkan masalah secara ilmiah dalam menyelenggarakan pelayanan berfokus klien. Proses
keperawatan seperti halnya proses penelitian yaitu sistematis dan terstruktur, metode pemecahan
masalah ilmiah merupakan metode yang memberi control dan prediksi serta memungkinkan
koreksi diri sendiri.
7. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal.

14
Faktor ini merupakan konsep yang penting dalam keperawatan untuk membedakan caring dan
curing. Bagaimana perawat menciptakan situasi yang nyaman dalam memberikan pendidikan
kesehatan. Perawat memberi informasi kepada klien, perawat menfasilitasi proses ini dengan
memberikan pendidikan kesehatan yang didesain supaya dapat memampukan klien memenuhi
kebutuhan pribadinya dan alternatif pengobatan lain, dalam hal ini, perawat harus mampu
memahami persepsi klien dan meredakan situasi yang menegangkan agar proses belajar-mengajar
ini berjalan lebih efektif.
8. Menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi,memperbaiki mental, sosiokultural
dan spiritual.

Perawat harus menyadari bahwa lingkungan internal dan eksternal berpengaruh terhadap
kesehatan dan kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan dengan lingkungan internal meliputi
kepercayaan, sosial budaya, mental dan spiritual klien. Lingkungan eksternal meliputi
kenyamanan, privasi, keamanan, kebersihan, dan lingkungan yang estetik. Melalui pengkajian
perawat dapat menentukan penilaian seseorang terhadap situasi dan dapat mengatasinya. Perawat
dapat memberikan dukungan situasional, membantu individu mengembangkan persepsi yang
lebih akurat dan memberikan informasi sehingga klien dapat mengatasi masalahnya.
9. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar klien, perawat harus melakukan dengan gembira.
Hirarki kebutuhan dasar Watson hampir sama dengan Maslow, yakni kebutuhan untuk bertahan
hidup, fungsional, integrasi, untuk tumbuh dan mencari bantuan ketika individu kesulitan
memenuhi kebutuhan dasarnya.
10. Mengembangkan faktor kekuatan eksistensial-fenomologis.

Membantu seseorang untuk mengerti kehidupan dan kematian, keduanya dapat membantu
seseorang untuk menemukan kekuatan atau keberanian untuk menghadapi kehidupan dan
kematian.

15
16
kegiatan-kegiatan dalam memberikan asuhan keperawatan seperti mengatur pemberian obat,
prosedur-prosedur keperawatan, membantu memenuhi kebutuhan dasar klien seperti membantu
dalam pemberian makanan. "Caring about" berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sharing atau
membagi pengalaman-pengalaman seseorang dan keberadaannya.
Perawat perlu menampilkan sikap empati, jujur dan tulus dalam melakukan caring about.
Kegiatan perawat harus ekspresif dan merupakan cerminan aktivitas yang menciptakan hubungan
dengan klien. Sifat-sifat aktivitas ini menimbulkan keterlibatan hubungan saling percaya (Kozier,
2007).
Caring mempuyai manfaat yang begitu besar dalam keperawatan dan seharusnya tercermin dalam
setiap interaksi perawat dengan klien, bukan dianggap sebagai sesuatu yang sulit diwujudkan
dengan alasan beban kerja yang tinggi, atau pengaturan manajemen asuhan keperawatan ruangan
yang kurang baik. Pelaksanaan caring akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan,
memperbaiki image perawat di masyarakat dan membuat profesi keperawatan memiliki tempat
khusus di mata para pengguna jasa pelayanan kesehatan (Sartika, 2011).
2.2.3 Pengukuran Prilaku Caring

17
Pengukuran prilaku caring dengan mengacu pada pengembangan dari caratif faktor (Watson,
1979) yang mencakup pembentukan nilai humanistik dan altruistik, menanamkan sikap penuh
harapan, menanamkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain, hubungan saling percaya
dan saling membantu, mengkaji lebih lanjut keinginan klien, menyakinkan klien bahwa perawat
akan membantu klien dalam memberikan askep, memenuhi kebutuhan dasar klien dengan ikhlas,
menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan (inform Consent), mendengarkan dengan penuh
perhatian, bersikap jujur, bersikap empati, dapat mengendalikan perasaan, selalu mendahulukan
kepentingan klien, tidak menerima uang dari klien, memberi waktu dan perhatian, bekerja dengan
trampil, dan cermat berdasarkan ilmu, kompeten dalam melakukan tindakan keperawatan,
berespon dengan cepat dan tanggap, mengidentifikasi secara dini perubahan status kesehatan
klien, serta memberikan rasa aman dan nyaman. (Kozier, 2007)
2.2.1 Menumbuhkan Prilaku Caring Perawat
Setiap perawat harus memahami caring, tulus dan berusaha memahami apa yang dirasakan klien
berbeda-beda sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan bermutu yang diberikan
perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien berupa
memberikan kenyamanan, kasih sayang, kepedulian, empati, memfasilitasi, minat, keterlibatan,
tindakan konsultasi kesehatan, tindakan instruksi kesehatan, tindakan pemeliharaan kesehatan,
perilaku menolong, cinta, kehadiran, perilaku protektif, berbagi, perilaku stimulasi, penurunan
stress, bantuan, dukungan, surveilands, kelembutan, sentuhan dan kepercayaan Leininger (1988
dalam Creasia & Parker, 2001)
2.2.2 Pentingnya Aplikasi Caring

18
Bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan perawatan merupakan "caring for"(merawat)
dan "caring about"(peduli) pada orang lain. "Caring for"adalah meningkatkan dan menerima
ekspresi perasaan positif dan negatif, menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis
dalam pengambilan keputusan, meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal,
menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi,memperbaiki mental, sosiokultural dan
spiritual, membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan mengembangkan faktor
kekuatan eksistensial-fenomologis (Asmadi, 2008).
Valentine (1997) menyatakan bahwa perilaku caring perawat adalah bagian dari praktik
keperawatan professional yang holistik. Di dalam penelitiannya ia mengemukakan bahwa pilihan
klien dalam mencari pusat pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh pengalaman positif terhadap
perilaku caring perawat (Valentine, 1997, dalam Wolf, Miller, & Devine, 2003). Felgen (2003)
juga menyatakan bahwa klien mengharapkan perawat memiliki perilaku caring dalam
memberikan pelayanan kesehatan.

19

Anda mungkin juga menyukai