Anda di halaman 1dari 28

Laporan Pendahuluan

Keperawatan Islami : Kebutuhan Spritual

DI SUSUN OLEH:

Nama; Nursakinah
Nim : 70300117043

( C 1 LAHAN) (C 1 INSTITUSI)

( ) ( )

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
BAB I

KONSEP KEBUTUHAN

A. Definisi
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan
tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan
dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit
Potter Perry, 2009). Mickley (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu
yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Stoll
(1989) menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi yaitu
dimensi vertical dan dimensi horizontal.
Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian
dalam kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakkan sumber dan kekuatan diri
sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri dan dengan Yang Maha
Tinggi.

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau


mengambalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kbutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin
hubungan penuh rasa percaya dengan tuhan.

B. Etiologi / Faktor Predisposisi


Menurut Taylor & Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi
spiritual seseorang adalah:
1. Tahap perkembangan seseorang Berdasarkan hasil penelitian terhadap
anak-anak dengan empat negara berbeda, ditemukan bahwa mereka
mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang
berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.
2. Keluarga Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan
spiritual anak. Hal yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang
tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai
Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh
karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman
pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka
pandangan anak ada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam
berhubungan dengan saudara dan orang tua.
3. Latar belakang etnik dan budaya Sikap, keyakinan, dan nilai
dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada umumnya
seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak
belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral
dari hubungan keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi
agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja
pengalaman spiritual unik bagi setiap individu.
4. Pengalaman hidup sebelumnya Pengalaman hidup baik yang positif
maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang.
Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan, kelulusan,
atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa
buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada
manusia untuk menguji imannya.
5. Krisis dan Perubahan Krisis dan perubahan dapat menguatkan
kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang
menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan
bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih
meningkat dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak
terminal.
6. Terpisah dari ikatan spiritual Menderita sakit terutama yang bersifat
akut, seringkali membuat individu terpisah atau kehilangan kebebasan
pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga
berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti
kegiatan agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman
yang biasa memberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya
klien dari ikatan spiritual beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
7. Isu moral terkait dengan terapi Pada kebanyakan agama, proses
penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan
kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi
pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran
agama seperti sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi,dll. Konflik
antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien
dan tenaga kesehatan.
8. Asuhan Keperawatan Yang Kurang Sesuai Ketika memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan
spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat
justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut
antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan
spiritualnya kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak
mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan,
atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi
tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.
C. Tanda dan Gejala
Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien
seharusnya diwaspadai oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang
mengalami masalah spiritual.
1. Verbalisasi distress Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual
biasanya memverbalisasikan distress yang di alaminya atau
mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Misalnya
seorang istri mengatakan, “Saya merasa bersalah karena saya
seharusnya mengetahui lebih awal bahwa suami saya mengalami
serangan jantung.” Biasanya klien meminta perawat untuk berdoa bagi
kesembuhannya atau memberitahu pemuka agama untuk
mengunjunginya. Peawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang
kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup.
Kepekaan perawat sangat penting dalam menarik kesimpulan dari
verbalisasi klien tentang distress yang dialami klien.
2. Perubahan perilaku Perubahan perilaku juga dapat merupakan
manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan
hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar
hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Ada
yang bereaksi dengan mengintrospeksi diri dan mencari alasan
terjadinya suatu situasi dan berupaya mencari fakta yang dapat
menjelaskan situasi tersebut, tetapi ada yang bereaksi secara emosional
dan mencari informasi serta dukungan dari keluarga atau teman.
3. Perasaan bersalah, rasa takut, depresi, dan ansietas mungkin
menunjukkan perubahan fungsi spiritual.
D. Pasien Yang Membutuhkan Bantuan Spiritual
1. Pasien kesepian Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang
menemani akan membutuhkan bantuan spiritual karena mereka
merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan tuhan, tidak ada yang
menyertainya selain tuhan.
2. Pasien ketakutan dan cemas Adanya ketakutan atau kecemasan dapat
menimbulkan perasaan kacau, yang dapat membuat pasien
membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling
besar adaalah bersama tuhan.
3. Pasien menghadapi pembedahan Menghadapai pembedahan adalah
sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan
antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal
ini adalah tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan
bantuan spiritual.
4. Pasien yang harus mengubah gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat
membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan tuhan (Kebutuhan
spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila
kearah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke
araaha yang lebih baik, maka pasien akanlebih membutuhkan dukungan
spiritual.
E. Penatalaksanaan Medis
Jika klien mengalami distres spiritual atau mempunyai masalah
kesehatan yang menyebabkan keputusasaan, maka akan timbul perasaan
kesepian. Klien akan merasa terisolasi dari orang yang biasanya
memberikan dukungan. Apapun keragaman intervensi yang mungkin
dipilih oleh perawat untuk klien, hubungan mengasihi dan saling memahami
penting. Baik klien dan perawat harus merasa bebas utnuk merelakan dan
menemukan bersama makna penyakit yang dialami pasien dan dampaknya
pada makna dan tujuan hidup klien. Pencapain tingkat pemahaman ini
bersama klien memampukan perawat member perawatan dengan cara yang
sensitif, kreatif, dan sesuai.
1. Menetapkan Kehadiran Klien telah melaporkan bahwa kehadiran
perawat dan aktivitas pemberi perawatan menunjang adanya perasaan
sejahtera dan memberikan harapan untuk pemulihan (clark et al.1991).
Perilaku pemberian perawatan spesifik yang menunjukan kehadiran
perawat meliputi member I perhatian, menjawab pertanyaan, dan
mempunyai sikap positif dan memberikan dorongan (tetapi realistis).
Perawat dapat menunjukan adanya rasa kehadiran dalam berbagai cara
yang tidak menyolok: melakukan pijat punggung dengan penyegaran,
sentuhan yang lembut; dengan hati-hati memposisikan klien tanpa
menimbulkan rasa nyeri; dengan halus memberikan perawatan mulut
dan bekerja bersama klien untuk dengan lambat dan berhati-hati
bergerak dari tepi tempat tidur ke kursi. Memberikan sentuhan yang
menyegarkan dan mendukung, menunjukan rasa percaya diri dan
menyediakan waktubagi klien ketika terapi diberikan akan membantu
menciptakan kehadiran. Klien yang sakit mengalami kehilangn control
dan mencari seseorang untuk memberikan arahan dan perawatan yang
kompeten.
2. Mendukung Hubungan yang Menyembuhkan Benner (1984) yang
mendefiniskan tiga langkah yang ternyata terbukti ketika hubungan
yang menyembuhkan terbina antara perawat dank lien:
a. Mengerahkan harapan bagi perawat, demikian halnya bagi klien.
b. Menemukan interprestasi yang dapat diterima atau memahami
tentang penyakit, nyeri, ketakutan, ansietas, atau emosi yang
mengangkan.
c. Membantu klien menggunakan dukungan sosial, emosional, atau
spiritual.

Inti dari hubungan yang menyembuhkan adalah mengerahkan


harapan klien. Harapan adalah motivator untuk merangkul individu
dengan strategi yang dibutuhkan untuk mengahdapi segla tantangan
dalam hidup. Perawat dapat membantu klien menemukan hal-hal yang
dapat diajdikan sebagai harapan.Klien yang menderita penyakit terminal
mungkin berharap data menghadiri anak wisuda perempuanya atau
untuk menjalani hidup setiap hari dengan penuh makna.

Untuk mendukung lebih lanjut hubungan yang menyembuhkan


perawat harus tetap menyadari tentang kekuatan dan kebutuhan spiritual
klien. Penting bagi klien untuk mampu mengekspresikan dan menelaah
keyakinannya. Perawat yang menghargai kepercayaan klien dan
mengenali pengaruh spiritualitas yang diberikan terhadap
penyembuhannya akan dirasakan oleh klien sebagai sumber harapan
(clark et al. 1991). Ketika penyakit atau pengobatan menimbulkan
kebingungan atau ketidakpastian bagi klien, maka perawat harus
mengenali dampak dari hal ini terhadap kesejahteraan klien. Sumber
spiritual apa yang dapat diperkuat? Perawat dapat memulai dari apa
yang ingin klien ketahui dan kemudian memberikan informasi terbaik
untuk menghilangkan ketidakpastian klien. Klien mungkin juga
meminta kehadiran keluarga atau teman untuk mempertahankan
persahabatan yang diperlukan untuk penyembuhan.

3. Sistem Dukungan
Dalam studi yang melibatkan klien, yahudi dan Kristen, clark et al
(1991) mengetahui bahwa sistem pendukung member I mereka rasa
sejahtera terbesar selama perawatan di rumah sakit. Sistem pendukung
berfungsi sebagai hubungan manusia yang menghubungakan klien,
perawat dan gaya hidup klien sebelum terjadi penyakit. Bagian dari
lingkungan pemberi perawatan klien adalah kehadiran lingkungan
pemberi perawatan klien adalah kehadiran teratur dari keluarga dan
teman yang dipandang oleh klien sebagai pendukung. Perawat
merencankan perawatan bersama klien dan jaringan pendukung klien
untuk meningktakan ikatan interp[ersonal yang sangat penting untuk
penyembuhan. Sistem pendukung sering memberi sumber
penyembuhan. Sitem pendukung member sumber kepercayaan yang
memperbarui jati diri spiritual klien. Keluarga dan teman mungkin juga
menjadi sumber penting dalam melakukan ritual kebiasaan keagamaan
yang dianut klien.
4. Berdoa Tindakan berdoa adalah bentuk “dedikasih diri” yang
memungkinkan individu untuk bersatu dengan Tuhan atau Yang Maha
Kuasa (McCullough,1995). Berdoa memberi kesempatan individu
untuk memperbarui kepercayaan dan keyakinannya kepada yang maha
kuasa dalam cara yang lebih formal. Bagi banyak orang, berdoa adalah
suatu kesempatan untuk meninjau kembali kelemahan yang mereka rasa
dan untuk membuat komitmen hidup lebih baik. Klien dapat
berpartisipasi dalam berdoa secara pribadi atau mencari kesempatan
untuk kelompok berdoa dengan keluarga, teman, atau kelompok
rohaniawan. Berdoa telah ditemukan sebagai suatu sumber yang efektif
bagi seseorang untuk mengatasi nyeri, stress, dan distres. Seringkali
berdoa menyebabkan seorang merasakan perbaikan Susana hati dan
merasakn kedamaian dan ketenangan.
5. Terapi Diet
Makanan dan nutrisi adalah aspek penting dari asuhan keperawatan.
Makanan juga komponen dari kepatuhan keagamaan. Seperti halnya
kultur atau agama tertentu, makanan dan ritual sekitar persiapan dan
penyajian makanan dapat menjadi bagian penting dari spiritualitas
seseorang. Agama hindu banyak mempunyai pantangan diet. Beberapa
sekte adalah penganut vegetarian, mempercayai bahwa membunuh
segala mahluk hidup adalah suatu tindakan kriminal. Banyak orang
beragama budha juga vegetarian. Sebagian penganut gama budha
mempraktikan moderasi dan tidak menggunakan alkohol , tembakau,
atau obat-obatan dan berpuasa pada hari-hari khusus beragama. Makan
daging babi dan mengkonsumsi alkohol adalah larangan dalam agama
islam. Sebagai tradisi larangan Kristen, seperti hari ketujuh, mempunyai
peraturan diet. Kelompok lainya, seperti evangelikan melarang
penggunaan alcohol, kafein, dan tembakau. Sebagai penganut adven
hari ketujuh mungkin menolak makanan yang mengandung daging.
Perawat dapat mengintrogasikan pilihan diet klien ke dalam perawatan
sehari-hari. Hal ini membutuhkan konsultasi dengan ahli gizi dari
institusi perawatan kesehatan. Pada situasi ketika dapur rumah sakit atau
rumah perawatan tidak dapat meyiapkan makanan dengan cara yang
dipilih, keluarga dizinkan untuk membawa makanan yang sesuai dengan
semua pantangan diet yang diberlakukan oleh kondisi klien.
6. Mendukung Ritual Bagi banyak klien, kemampuan untuk menelaah
ritual keagamaan adalah suatu sumber koping yan penting. Hal ini
terutama benar bagi seorang lansia. Perawat yang bertugas dilingkungan
perawatan akut dan perawatan jangka panjang ,menjadi aktif dalam
perawatan spiritual klien, mereka membekali diri dengan kebijakan
rumah sakit mengenai kunjungan, pelayanan gereja, dan semua hal-hal
yang berkenan dengan itu seperti penggunaan lilin untuk berdoa. Selain
itu,perwat dapat berkonsul dengan dokter dan farmasi tentang
penggunaan obat-obat pribadi klien,ramuan tradisional,atau medikasi
herbal,jika memungkinkan. Karena kunjungan ke kapel atau musolah
rumah sakit atau menghadiri suatu layanan mungkin penting bagi klien
yang dirawat dirumah sakit dan keluarganya,pengarahan tentang kapel
atau musolah harus dicakupkan selama orientasi pada fasilitas medis.
Pengaturan mungkin diperlukan dengan pastoran dari departemen
perawatan bagi klien dan keluarganya sehingga dapat menerima
sakramen. Perawat merencanakan perwatan pribadi,terapi,atau
pemeriksaan untuk memungkinkan pelayanan dari tempat ibadah ,
pembacaan keagamaan,atau kunjungan spiritual.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu sebaiknya
dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial klien, selanjutnya, jika klien
menanyakan tentang aspek psikososial ini, perawat langsung dapat
menjelaskan bahwa keyakinan spritual seseorang juga merupakan bagian
penting untuk memelihara kesehatan. Pengkajian dilakukan untuk
mendapatkan data subjektif dan data objektif. Dalam buku ajar ini akan
digunakan proses keperawtan menurut Craven (1996) pada dasarnya,
informasi awal yang perlu digali secara umum adalah sebagai berikut.
Pertama, Afiliasi agama :
a) Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secaraaktif
atau tidak aktif
b) Jenis patisipasi dalam kegiatan agama

Kedua, keyakinan agama tau spritual mempengaruhi

a) Praktik kesehatan diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara
agama.
b) Persepsi penyakit hukuman cobaan terhadap keyakinan.
c) Strategi koping

Ketiga, nilai agama atau spritual mempengauhi:

a) Tujuan dan arti hidup


b) Tujuan dan arti kematian
c) Kesehatan dan pemeliharaannya
d) Hubungan dengan tuhan ,diri sendiri dan orang lain
1. Pengkajian data subjektif pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll
dalam Craven &Hirnle (1996) mencakup 4 area, yaitu :
a. Konsep tentang tuhan atau ketuhanan
b. Sumber harapan dan kekuatan
c. Praktik agama dan ritual
d. Hubungan antara keyakinan spritual dan kondisi kesehatan.
Pertayaan yang dapat diajukan perawat untuk memperoleh informasi tentang pola
fungsi spritual klien antara lain , sebagai berikut :
a. Apakah agama atau tuhan merupakan hal penting dalm kehidupan anda ?
b. Kepada siapa anda biasanya meminta bantuan ?
c. Apakah anda merasa kepercayaan (agama) membantu anda? Jika ya ? jelaskan
bagaimana dapat membantu anda ?
d. Apakah sakit ( atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami) telah
mengubah perasaan anda terhadap tuhan atau praktik kepercayaan yang anda
anut ?
Fish dan shelly dalam Creven dan Hirnle (1996) juga menambahkan beberapa
pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif yaitu :
a. Mengapa anda berada di rumah sakit ?
b. Apakah kondisi yang anda alami telah mempengaruhi cara anda memandang
kehidupan?
c. Apakah penyakit yang anda telah mempengaruhi hubungan anda dengan orang
yang paling berarti dalam kehidupan anda ?
d. Apakah kondisi sakit, yang anda alami telah mempengaruhi cara anda melihat
diri sendiri ?
e. Apa yang paling anda butuhkan saat ini ?
Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji kebutuhan spritual anak,
antara lain sebagai berikut:
a. Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan ?
b. Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut (
selain kepada orang tua ?
c. Apakah kegemaran yang dilakukan yang dilakukan ketika sedang merasa
bahagia /gembira ?ketika sedang bersedih ?
d. Engkau tahu siapakah tuhan itu ? seperti apakah tuhan itu ?
2. Pengkajian data objektif. Pengkajian data objektif dilakukan melalui melalui
pengkajian klinis yang meliputi pengkajian afek dan sikap, prilaku, verbalisasi
hubungan interpesonal dan lingkungan pengkajian data objektif terutama
dilakukan melalui observasi. Perawat perlu mengobservasi asfek berikut ini untuk
mendapatkan data objektif atau data klinis.
a. Afek dan sikap
1) Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah ,cemas, agitasi, apatis atau
preokupasi ?
b. Perilaku
1) Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau
buku keagamaan ?
2) Apakah klien sering mengeluh tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya , serta bercanda yang tidak sesuai
atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama ?
c. Verbalisasi
1) Apakah klien menyebut tuhan , doa , rumah ibadah atau topik keagamaan
lainnya( walaupun hanya sepintas)?
2) Apakah klien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama ?
3) Apakah klien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematiaan ,
kepedulian terhadap arti kehidupan , konflik batin tentang kenyakinan
agama, kepedulian tentang hubungan dengan penguasa, pertanyaan
tentang arti keberadaannya di dunia, arti penderitaan atau implikasi
terhadap nilai normal/etik?
d. Hubungan interpersonal
1) Siapa pengunjung klien?
2) Bagaimana klien berespon terhadap pengunjung ?
3) Apakah pemuka agama datang mengunjungi klien ?
4) Bagaimana klien berhubungan dengan klien yang lain dan dengan tenaga
keperawatan ?
e. Lingkungan
1) Apakah klien membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang
lainnya?
2) Apakah klien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan ?
Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami distres spiritual
adalah sebagai berikut:
a. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
b. Klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas
c. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercyaan /agama.
d. Klien yang mengepresikan rasa takut terhadap kematian 5. Klien yang akan
dioperasi
e. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
f. Mengubah gaya hidup
g. Peokupasi tentang hubungan agama dengan kesehatan
h. Tidak dapat dikunjungi oleh pembuka agama
i. Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spritual
j. Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritannya merupakan hukuman
dari tuhan
k. Mengekspresikan kemarahannya rterhadap tuhan
l. Mempertayakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan agama
m. Sedang mengadapi sakatul maut
B. Diagnosa Keperawatan
- Dx.I : Ansietas
Defenisi : kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukkan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab :
1. Ksisis situasional
2. Kebutuhan tidak terpenuhi
3. Krisis maturasional
4. Ancaman terhadap konsep diri
5. Ancaman terhadap kematian
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan
7. Disfungsi sistem keluarga
8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan zat
11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dll)
12. Kurang terpapar informasi
Gejala dan Tanda Mayor :
- Subjektif
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkontraksi
- Objektif
1. Tanpak gelisa
2. Tanpak tegang
3. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor :
- Subjektif
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
- Objektif
1. Frekuensi nafas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tanpak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait :
1. Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit auto imun)
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana oprasi
5. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh kembang

- Dx II : Distress Spiritual
Definisi : Gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan
merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,
orang lain, lingkungan atau tuhan
Penyebab :
1. Menjelang ajal
2. Kondisi penyakit kronis
3. Kematian orang terdekat
4. Perubahan pola hidup
5. Kesepian
6. Pengasingan diri
7. Pengasingan sosial
8. Gangguan sosio-kultural
9. Peningkatan ketergantungan pada orang lain
10. Kejadian hidup yang tidak diharapkan
Gejala dan Tanda Mayor :
- Subjektif
1. Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya
2. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna
3. Merasa menderita/tidak berdaya
- Objektif
1. Tidak mampu beribadah
2. Marah pada tuhan
Gejala dan Tanda Minor :
- Subjektif
1. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang
2. Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)
3. Merasa bersalah
4. Merasa terasing
5. Menyatakan telah diabaikan
- Objektif
1. Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin
spiritual
2. Tidak mampu berkreaktivitas (mis. Menyanyi, mendengarkan
musik, menulis)
3. Koping tidak efektif
4. Tidak berminat pada alam/literature spiritual
Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit kronis (mis. Arthiritis rheumatoid, sclerosis multipel)
2. Penyakit terminal (mis. Kanker)
3. Retardasi mental
4. Kehilangan bagian tubuh
5. Sudden infant death syndrome (SIDS)
6. Kelahiran mati, kemtian janin, keguguran
7. Kemandulan
8. Gangguan psikiatrik

Dx III : Harga Diri Rendah Situasional


Definisi : Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini
Penyebab :
1. Perubahan pada citra tubuh
2. Perubahan peran sosial
3. Ketidakadekuatan pemahaman
4. Perilaku tidak konsisten dengan nilai
5. Kegagalan hidup berulang
6. Riwayat kehilangan
7. Riwayat penolakan
8. Transisi perkembangan
Gejala dan Tanda Mayor :
- Subjektif
1. Menilai diri negatif (mis. Tidak berguna, tidak tertolong)
2. Merasa malu/bersalah
3. Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
4. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
- Objektif
1. Berbicara pelan dan lirih
2. Menolak berinteraksi dengan orang lain
3. Berjalan menunduk
4. Postur tubuh menunduk
Gejala dan Tanda Minor
- Subjektif
1. Sulit berkonsentrasi
- Objektif
1. Kontak mata kurang
2. Lesu dan tidak bergairah
3. Pasif
4. Tidak mampu membuat keputusan
Kondisi Klinis Terkait
1. Cedera traumatis
2. Pembedahan
3. Kehamilan
4. Kondisi baru terdiagnosis (mis. Diabetes mellitus)
5. Stroke
6. Penyalahgunaan zat
7. Demensia
8. Pengalaman tidak mnyenangkan
Dx IV : Koping Tidak Efektif
Definisi : ketidakmampuan menilai dan merespons stressor dan/atau
ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk
mengatasi malasah
Penyebab :
1. Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah
2. Ketidakadekuatan sistem pendukung
3. Ketidakadekuatan strategi koping
4. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
5. Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stressor
6. Disfungsi sistem keluarga
7. Krisis situasional
8. Krisis maturasional
9. Kerentanan personalitas
10. Ketidakpastian
Gejala dan Tanda Mayor :
- Subjektif
1. Mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah
- Objektif
1. Tidak mampu memenuhi peran yang diharapkan (sesuai usia)
2. Menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai
Gejala dan Tanda Minor
- Subjektif
1. Tidak mampu memenuhi kebutusan dasar
2. Kekhawatiran kronis
- Objektif
1. Penyalahgunaan zat
2. Memanipulasi orang lain untuk memnuhi keinginannnya
sendiri
3. Perilaku tidak asertif
4. Partisipasi sosial kurang
Kondisi Klinis Terkait :
1. Kondisi perawatan kritis
2. Attention Deficit/Peractivty Disorder (ADHD)
3. Gangguan perilaku
4. Oppositional Defient Disorder
5. Gangguan kecemasan perpisahan
6. Delirium
7. Demensia
8. Gangguan amnestic
9. Intoksitasi zat
10. Putus zat

Dx V : Gannguan Komunikasi Verbal


Definisi : penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem
simbol
Penyebab :
1. Penurunan sirkulasi serebral
2. Gangguan neuromuskuler
3. Gangguan pendengaran
4. Gangguan moskuloskeletal
5. Kelainan pallatum
6. Hambatan fisik (mis. Terpasang trakheostomi, intubasi,
krikotiroidektomi)
7. Hambatan individu (mis. Ketakutan, kecemasan, merasa malu,
emosional, kurang privasi)
8. Hambatan psikologis (mis. Gangguan psikotik, gangguan konsep
diri, harga diri rendah, gangguan emosi)
9. Hambatan lingkungan (mis. Ketidakcukupan informasi, ketiadaan
orang terdekat, ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)
Gejala dan Tanda Mayor :
- Subjektif
1. (tidak tersedia)
- Objektif
1. Tidak mampu berbicara atau mendengar
2. Menunjukkan respon tidak sesuai
Gejala dan Tanda Minor :
- Subjektif
1. (tidak tersedia)
- Objektif
1. Afasia
2. Disfasia
3. Apraksia
4. Disieksia
5. Disartris
6. Afonia
7. Dislalia
8. Pelo
9. Gagap
10. Tidak ada kontak mata
11. Sulit memahami komunikasi
12. Sulit mempertahankan komunikasi
13. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
14. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
15. Sulit menyusun kalimat
16. Verbalisasi tidak tepat
17. Sulit mengungkapkan kata-kata
18. Disorientasi orang, ruang, waktu
19. Devisit penglihatan
20. Delusi
Kondisi Klinis Terkait :
1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Trauma wajah
4. Peningkatan tekanan intracranial
5. Hipoksia kronis
6. Tumor
7. Miastenia gravis
8. Sklerosis multipel
9. Distropi muskular
10. Penyakit alzeimer
11. Kuadriplegia
12. Labiopalatoskiziz
13. Infeksi laring
14. Fraktur rahang
15. Skizofrenia
16. Delusi
17. Paranoid
18. Autism

Dx VI : Isolasi Sosial
Definisi : ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat,
terbuka, dan nterdependen dengan orang lain
Penyebab :
1. \keterlambatan perkembangan
2. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
3. Ketidaksesuain minat dengan tahap perkembangan
4. Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma
5. Ketidaksesuaian perilaku sosial dengan norma
6. Perubahan penampilan fisik
7. Perubahan status mental
8. Ketidakadekuatan sumber daya personal (mis. Disfungsi berduka,
pengendalian diri buruk)
Gejala dan Tanda Mayor :
- Subjektif
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman ditempat umum
- Objektif
1. Menarik diri
2. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan
Gejala dan Tanda Minor :
- Subjektif
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
- Objektif
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukkan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu
Kondisi Klinis Terkait :
1. Penyakit Alzheimer
2. AIDS
3. Tuborkulosis
4. Kondisi yang menyebabkan gangguan mobilisasi
5. Gangguan psikiatrik (mis. Depresi mayor dan schizophrenia)
Dx VII : Risiko Mutilasi Diri
Devinisi : Berisiko sengaja mencederai diri yang menyebabkan
kerusakan fisik untuk memperoleh pemulihan ketegangan
Faktor risiko :
1. Perkembangan remaja
2. Individu autistic
3. Gangguan kepribadian
4. Penyakit keturunan
5. Penganiayaan (mis. Fisik, psikologis, seksual)
6. Gangguan hubungan interpersonal
7. Perceraian keluarga
8. Keterlambatan perkembangan
9. Riwayat perilaku mencederai diri
10. Ancaman kehilangan hubungan yang bermakna
11. Ketidakmampuan mengungkapkan ketegangan secara verbal
12. Ketidakmampuan mengatasi masalah
13. Harga diri rendah
14. Peningkatan ketegangan yang tidak dapat ditoleransi
Kondisi Klinis Terkait :
1. Gangguan kepribadian
2. Gangguan mental organik
3. Autisme
4. Skizofrenia
5. Depresi mayor
6. Dissociative Identity Disorder (DID)
7. Masokisme seksual
8. Gangguan afektif atau mania
9. Riwayat penganiayaan
C. Intervensi Keperawatan dan Hasil Luaran Keperawatan
Dx.I : Ansietas
Intervensi :
- Reduksi ansietas
- Terapi relaksasi
- Dukungan keyakinan
- Terapi music
- Teknik distraksi
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, maka diperoleh :
Hasil Luaran : - Tingkat ansietas menurun
- Dukungan sosial meningkat
- Kontrol diri meningkat
- Tingkat agitasi menurun
- Status kognitif meningkat
Dx II : Distress Spiritual
Intervensi : - Dukungan spiritual
- Promosi koping
- Dukungan pelaksanaan ibadah
- Dukungan perkembangan spiritual
- Promosi dukungan spiritual
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, maka diperoleh :
Hasil Luaran :
- Status spiritual membaik
- Kesadaran diri meningkat
- Status koping membaik
- Psikospiritual membaik
- Status kenyamanan meningkat

Dx III : Harga Diri Rendah Situasional


Intervensi:
- manajemen perilaku
- Promosi harga diri
- Promosi koping
- Promosi kepercayaan diri
- Terapi kognitif perilaku
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, maka diperoleh :
Hasil Luaran :
- Kesadaran diri meningkat
- Citra tubuh meningkat
- Harga diri meningkat
- Ketahanan personal meningkat
- Tingkat ansietas menurun

Dx IV : Koping Tidak Efektif


Intervensi:
- Dukungan pengambilan keputusan
- Dukungan penampilan peran
- Promosi koping
- Konseling
- Manajemen mood

Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, maka diperoleh :


Hasil Luaran :
- Status koping membaik
- Proses informasi membaik
- Ketahanan personal meningkat
- Interaksi sosial meningkat
- Kesadaran diri meningkat
Dx V : Gannguan Komunikasi Verbal
Intervensi:
- Promosi komunikasi : defisit bicara
- Promosi komunikasi : defisit pendengaran
- Promosi komunkasi : defisit visual
- Latihan memori
- Manajemen medikasi
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, maka diperoleh :
Hasil Luaran :
- Komuniaksi verbal meningkat
- Orientasi kognitif meningkat
- Tingkat delirium menurun
- Dukungan sosial meningkat
- Fungsi sensori membaik
Dx VI : Isolasi Sosial
Intervensi:
- Promosi sosialisasi
- Terapi aktivitas
- Promosi harapan
- Promosi dukungan sosial
- Dukungan emosiaonal
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, maka diperoleh :
Hasil Luaran :
- Keterlibatan sosial meningkat
- Resolusi berduka membaik
- Status perkembangan membaik
- Interaksi sosial meningkat
- Adaptasi disabilitas meningkat
Dx VII : Risiko Mutilasi Diri
Intervensi:
- Biofeedback
- Edukasi manajemen stress
- Kontrak perilaku positif
- Manajemen pengendalian marah
- Biblioterapi
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, maka diperoleh :
Hasil Luaran :
- Kontrol diri meningkat
- Dukungan keluarga meningkat
- Status orientasi membaik
- Dukungan sosial meningkat
- Tingkat depresi menurun
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.
PPNI. 2019. Standar Luara Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.

Anda mungkin juga menyukai