Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

A. LATAR BELAKANG

 Bimbingan Spiritual Pada Pasien dan Keluarga


1.      Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan kesehatan, dituntut untuk lebih
meningkatkan profesionalisme sehingga dapat mengimbangi kemajuan-kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan yang semakin maju pesat, dengan mengembangkan
potensi yang sudah dimiliki untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakain tinggi
terhadap pelayanan keperawatan dan tanggung jawab sebagai perawat profesional agar
dapatamemberikan pelayanan keperawatan yang optimal dalam memberikan asuhan
keperawata pada klien. Perawat harus selalu memperhatikan keadaan secara individual dari
segi bio, psiko, sosial dan spiritual.

2.      Pengertian Spiritualitas


Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi tuhan, yang menimbulkan suatu kebutuhan
serta kecintaan terhadap adanya tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang
pernah diperbuat (Alimul, 2006).

3.      Hubungan Spiritual, Sehat, dan Sakit


Agama merupakan petunjuk perilaku karena di dalam agama terdapa ajaran baik dan
larangan yang dapat berdampak pada kehidupan dan kesehatan seseorang, contohnya
minuman beralkohol sesuatu yang dilarang agama dan akan berdampak pada kesehatan
bila dikonsumsi manusia. Agama sebagai sumber dukungan bagi seseorang yang mengalami
kelemahan dalam keadaan sakit untuk membangkit semangat untuk sehat, atau juga dapat
mempertahankan kesehatan untuk mencapai kesejahteraan. Sebagai contoh, orang sakit
dapat memeperoleh kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon pertolongan dari
tuhannya.
a.      Peran Agama terhadap Kondisi Pasien
1)      Peran agama terhadap kondisi psikologi
Orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang
dan aman, yang merupakan salah satu ciri sehat mental yaitu:
a)      Mengatur pola hidup individu dengan kebiasaan hidup  sehat
b)      Memperbaiki persepsi ke arah positif
c)      Memiliki cara penyelesaian masalah yang spesifik
d)     Mengembangkan emosi positif
e)      Mendorong kepada kondisi yang lebih sehat

2)      Peran Agama Terhadap Kondisi Sosio


Umumnya para penganut agama akan melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan sosial
lainnya secara bersama-sama, dan kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara berulang-
ulang, sehingga dapat menimbulkan rasakebersamaan dan meningkatkan solidaritas antar
jamaah. Orang dengan skor religiusitas tinggi, pada umumnya dapat membina keharmonisan
keluarga, dan pada umumnya dapat membina hubungan yang baik di antara keluarga.

3)      Peran Agama terhadap Kondisi Psikologik


Peran yang cukup mendasar tentang peran keagamaan terhadap perubahan fisik–
biologik, sebagaimana dituntut oleh para pakar yang berorientasi fisikalistik yang
mendapatkan bukti bahwa dengan perkataan yang baik dan halus sebagaimana perkataan
orang yang sedang berdoa dapat mengubah partikel air menjadi kristal heksagonal yang
indah, dan selanjutnya bermanfaat dalam upaya kesehatan secara umum. Penelitian yang
mencari kaitan antara sholat tahajud dengan kesehatan telah dilakukan oleh Sholeh (2000),
dan mendapatkan bahwa mereka yang melaksanakan sholat tahajud secara rutin, setelah 4
minggu akan menunjukkan peningkatan kadar limfosit dan kadar imunoglobulin, dan terus
meningkat sampai minggu ke delapan. Meningkatnya kadar limfosit dan imunoglobulin
menggambarkan makin tingginya daya tahan tubuh secara imunologik.
Pengaruh puasa Ramadhan terhadap kesehatan telah diteliti pula oleh Zainullah
(2005), dengan sampel para santri suatu pondok pesantren. Penelitian dilakukan 3 minggu
sebelum Ramadhan sampai denganpuasa hari ke-26. Penilaian terhadap substansi
imunologik. Dari ketiga hal diatas maka peran perawat dengan memberikan bimbingan secara
koprehensip yaitu melalui keagamaan akan pengaruh terhadap kondisi bio, psiko, sosio dan
spiritual.

b.      Adapun Manfaat bagi Rumah Sakit dari Kegiatan Bimbingan Spiritual
Tidak ada orang yang ingin menderita sakit dan semua orang yang sakit pasti
menginginkan kesembuhan. Salah satu cara meningkatkan kesembuhan adalah dengan
memberikan bimbingan rohani dan spiritual. Hal ini sesuai dengan hasil pertemuan psikiater
dan konselor sedunia di Wina Austria, Juni 2003 tentang urgensi bimbingan spiritual sebagai
sarana peningkatan religiusitas pasien.
Bimbingan spiritual ternyata berdampak kepada peningkatan kesembuhan dan
motivasi pasien. Dalam konteks ini, bimbingan spiritual merupakan pelengkap pengobatan
dan pelayanan medis di rumah sakit. Seperti halnya: IMZ merupakan salah satu jejaring
Baznas Dompet Dhuafa yang bergerak di bidang pendidikan, pelatihan, konsultasi,
publikasi, dan riset seputar zakat. Terilhami dengan kesuksesan program bimbingan Dhuafa
dengan nama Bimbingan Rohani Pasien (BRP), maka IMZ bersama BRP – LPM Baznas
Dompet Dhuafa menggagas pelatihan SCOPE, Spiritual Care On Patient. Kesuksesan
program Bimbingan Rohani Pasien dapat terlihat dengan sudah berjalannya program ini di
beberapa rumah sakit di sekitar Jakarta dan terus berdatangannya permintaan dari rumah sakit
lain di berbagai daerah. Adapun bagi rumah sakit kegiatan bimbingan spiritual jelas dapat
memberikan nilai tambah dalam hal pelayanan bagi pasiennya. Manfaat yang akan diperoleh:
1)      Perawat  mengetahui pentingnya memberikan bimbingan spiritual kepada orang yang sedang
sakit
2)      Perawat memahami tata cara bimbingan spiritual untuk pasien sesuai dengan tuntunan Islam
3)      Perawat mampu mereplikasi dan menjalankan kegiatan bimbingan spiritual bagi pasien di
tempat kerjanya
4)      Rumah sakit mendapat citra yang baik di mata masyarakat nilai

4.      Hubungan Keyakinan Dengan Pelayanan Kesehatan


Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap
manusia. Apabila sesorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan tuhannya pun
semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal,
tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali sang pencipta. Dalam
pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam
memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih
pada saat pasien kritis atau menjelang ajal.
Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan,
dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya
berupa aspek-biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu
membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan.
5.      Perkembangan Spiritual
Perkembangan spiritual seseorang menurut Westerhoff’s dibagi ke dalam empat
tingkatan berdasarkan kategori umur, yaitu:
a.       Usia anak-anak, merupakan tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan penglaman.
Perilaku tahap yang didapat, antara lain: adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain
dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini, anak belum mempunyai
pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin
hanya mengikuti ritual atau meniru orang lain, seperti berdoa sebelum tidur dan makan, dan
lain-lain. Pada masa prasekolah, kegiatan keagamaan yang dilakukan belum bermakna pada
dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh aktivitas keagamaan orang sekelilingnya,
dalam hal ini keluarga. Pada masa ini anak-anak biasanya sudah mulai bertanya tentang
pencipta, arti doa, serta mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.
b.      Usia Remaja akhir, merupakan tahap perkumpulan kepercayaan yang ditandai dengan
adanya partisipasi aktif pada aktivitas keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub membuat
mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan keyakinannya. Perkembangan spiritual
pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan pencapaian kebutuha spiritual seperti
keinginan melalui meminta atau berdoa kepada penciptanya, yang berarti sudah mulai
membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepecayaan. Bila pemenuhan kebutuhan
spiritual tidak terpenuhi akan timbul kekecewaan.
c.       Usia awal dewasa, merupakan masa pencarian kepercayaan dini, diawali dengan proses
pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk
yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional dan
keyakinan atau kepercayaan terus dikaitkan dengan rasional. Segala pertanyaan tentang
kepercayaan harus dapat dijawab secara rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan
penghargaan terhadap kepercayaannya.
d.      Usia pertengahan dewasa, merupakan tingkatan kepercayaan dari diri sendiri,
perkembangan ini diawali dengan semakin kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan
walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan
dirinya.

6.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Spiritual


a.       Perkembangan. Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan
spiritual, karena setiap tahap perkembangan memiliki cara meyakini kepercayaan terhadap
Tuhan.
b.      Keluarga. Keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan
spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari.
c.       Ras/suku. Ras/suku memiliki keyakinan/kepercayaan yang berbeda, sehingga proses
pemenuhan kebutuhan spiritual pun berbeda sesuai dengan keyakinan yang dimiliki.
d.      Agama yang dianut. Keyakinan pada agama tertentu yang dimilikioleh seseorang dapat
menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual.
e.       Kegiatan keagamaan. Adanya kegitan keagamaan dapat selalu mengingatkan keberadaan
dirinya dengan tuhan, selalu mendekatkan diri kepada penciptanya.

7.      Beberapa Orang yang Membutuhkan Bantuan Spiritual


a.       Pasien kesepian. Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan
membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan
Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
b.      Pasien ketakutan dan cemas. Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan
perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya, dan
ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan.
c.       Pasien menghadapi pembedahan. Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat
mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati, pada saat itulah
keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu
membutuhkan bantuan spiritual.
d.      Pasien yang harus mengubah gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang
lebih membutuhkan keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat
membuat kekacauan keyakinan bila kearah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan
gaya hidup kearah yang lebih baik, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual.

8.      Masalah Kebutuhan Spiritual


Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distres
spiritual, merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompokmengalami beresiko
mengalami gangguan dalam kepercayaan atau system nilai yang memberikannya kekuatan,
harapan, dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual,
mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebih
dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah
hidup, adanya keputusasaan, menolak kegiatan ritual, dan terdapat tanda-tanda seperti
menangis, menarik diri, cemas, dan marah, kemudian ditunjang dengan keadaan fisik seperti
nafsu makan terganggu, kesulitan tidur, dan tekanan darah meningkat.
Distres spiritual terdiri atas:
a.       Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang yang dicintai atau dari
penderitaan yang berat
b.      Spiritual yang khawatir, yaitu terjadinya pertentangan kepercayaan dan sistem nilai seperti
adanya aborsi
c.       Spiritual yang hilang, yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan dalam kegiatan
keagamaan

9.      Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Spiritual


a.      Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terhadap masalah kebutuhan spiritual, antara lain adanya ungkapan
terhadap masalah spiritual, misalnya arti kehidupan, kematian, dan penderitaan, keraguan
akan kepercayaan yang dianut, penolakan untuk beribadah, perasaan yang kosong, dan
pengakuan akan perlunya bantuan spiritual. Beberapa faktor yang menyebabkan masalah
spiritual adalah kehilangan salah satu bagian tubuh, beberapa penyakit terminal, tindakan
pembedahan, prosedur invasive, dan lain-lain.

b.      Diagnosis Keperawatan


Distres spiritual berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan ritual
spiritual, konflik antara keyakinan spiritual dan ketentuan aturan kesehatan dan krisis
penyakit, penderitaan, atau kematian.

c.       Perencanaan dan Tindakan Keperawatan


           Rencana yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah spiritual, antara lain:
1)      Memberikan ketenangan atau privasi sesuai dengan kebutuhan melalui berdoa dan beribadah
secara rutin
2)      Membantu individu yang mengalami keterbatasan fisik untuk melakukan ibadah
3)      Menghadirkan pemimpin spiritual untuk menjelaskan berbagai konflik keyakinan dan
alternatif pemecahannya
4)      Mengurangi atau menghilangkan beberapa tindakan medis yang bertentangan dnegan
keyakinan pasien dan mencari alternatif pemecahannya
5)      Mendorong untuk mengambil keputusan dalam melakukan ritual
6)      Membantu pasien untuk memenuhi kewajibannya

d.      Evaluasi Keperawatan


            Evaluasi terhadap masalah spiritual secara umum dapat dinilai dari perubahan untuk
melakukan kegiatan spiritual, adanya kemampuan melaksanakan ibadah, adanya ungkapan
atau perasaan yang tenang, dan menerima adanya kondisi atau keberadaannya, wajah yang
menunjukan rasa damai, kerukunan dengan orang lain, memliki pedoman hidup, dan rasa
bersyukur.

 pemberian spiritual atau pendampingan pada pasien yang mengalami


sakaratul maut
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada
dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang
Hawari, 1999 ).

Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan
bahwa aspek agama ( spiritual ) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya
(WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan
spritual pasien.

Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual
klien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek
spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan oleh
Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well in the
performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he
would perform unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya perawat
akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.

Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena
pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi
dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang
mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit
kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang
ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak,
depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran
perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup
klien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi
kehidupan yang kekal.
Dalam konsep islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap
kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya
nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase
yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda
bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang
hati.

Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,,

” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).

“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul
maut.” (QS. 6:93)

Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut..

Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat
kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi
ad-Dunya)

Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan
cara-cara,seperti ini:

1. Menalqin(menuntun) dengan syahadat

Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Talqinilah orang yang akan wafat di antara kalian dengan, “Laa illaaha illallah”. Barangsiapa yang
pada akhir ucapannya, ketika hendak wafat, ‘Laa illaaha illallaah’, maka ia akan masuk surga suatu
masa kelak, kendatipun akan mengalami sebelum itu musibah yang akan menimpanya.” Perawat
muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien muslim menjelang
ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir sehingga diupayakan pasien
meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

Para ulama berpendapat,” Apabila telah membimbing orang yang akan meninggal dengan satu
bacaan talqin, maka jangan diulangi lagi. Kecuali apabila ia berbicara dengan bacaan-bacaan atau
materi pembicaraan lain. Setelah itu barulah diulang kembali, agar bacaan La Ilaha Illallha menjadi
ucapan terakhir ketika menghadapi kematian. Para ulama mengarahkan pada pentingnya menjenguk
orang sakaratul maut, untuk mengingatkan, mengasihi, menutup kedua matanya dan memberikan
hak-haknya." (Syarhu An-nawawi Ala Shahih Muslim : 6/458)

Ciri-ciri pokok pasien yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir, yaitu :

1. penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak
paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab,
2. kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.

3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.

4. Terdengar suara mendengkur

disertai gejala nafas cyene stokes.

5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot
rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah
menerima.

2. Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang


baik

Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda.

Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka
hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang
kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa
yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan
dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.

3. Berbaik Sangka kepada Allah

Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits
Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.”
Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah
mengikuti perasangka umatNya

4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut

Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang
sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi
bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit
yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut
setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga
hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450
milik Ibnu Qudamah)

5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat

Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat.
Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja
dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut.
Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
1. Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah
kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.

2. Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan
Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi
ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang
membuatnya selesai.

Anda mungkin juga menyukai