Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP SPIRITUAL NURSING

PADA Tn. A DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSUD WONOSARI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan spiritual

Disusun Oleh :

IIN INDRIANI

24.21.1538

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXV

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2022
LAPORAN PENDAHULUAN SPIRITUAL NURSING

A. Pengertian
Kata spiritual berasal dari bahasa Latin yaitu spiritusyang berarti
hembusan atau bernafas, kata ini memberikan makna segala sesuatu yang
penting bagi hidup manusia. Seseorang dikatakan memiliki spirit yang baik
jika orang tersebut memiliki harapan penuh, optimis dan berfikir positif,
sebaliknya jika seseorang kehilangan spiritnya maka orang tersebut akan
menunjukkan sikap putus asa, pesimis dan berfikir negatif (Blais et al, 2002 ;
Roper, 2002). Terdapat berbagai defenisi spiritual menurut sudut pandang
masing-masing. Mahmoodishan (2010) dan Vlasblom (2012) mendefenisikan
spiritualitas merupakan konsep yang luas, sangat subjektif dan individualis,
diartikan dengan cara yang berbeda pada setiap orang.
B. Spiritual care
Spiritual Care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh
perawat terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien
(Cavendish et al, 2003). Menurut Meehan (2012) spiritual care adalah
kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan melalui
sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan
spiritual yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan
dan kelemahlembutan. Chan (2008) dan Mc Sherry & Jamieson (2010)
mengatakan bahwa spiritual care merupakan aspek perawatan yang integral
dan fundamental dimana perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien.
Spiritual care berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang
ramah dan simpatik, mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan
kekuatan pada pasien dalam menghadapi penyakitnya (Mahmoodishan,
2010). Spiritual care tidak mempromosikan agama atau praktek untuk
meyakinkan pasien tentang agamannya melainkan memberi kesempatan pada
pasien untuk mengekspresikan nilai-nilai dan kebutuhan mereka, dan
memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya ( Souza et al, 2007 dalam
Sartori, 2010).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa spiritual care adalah
praktek dan prosedur keperawatan yang dilakukan perawat untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yang
berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang ramah dan simpatik,
mendengarkan dengan penuh perhatian, memberi kesempatan pada pasien
untuk mengekspresikan kebutuhan pasien, memberikan kekuatan pada pasien
dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak
mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang
agamannya.
C. Kebutuhan Spiritual
Setiap manusia memiliki dimensi spiritual dan semua pasien memiliki
kebutuhan spiritual dan kebutuhan ini menonjol pada saat keadaan stres
emosional, sakit, atau bahkan menjelang kematian. Oleh karena itu perawat
harus sensitif akan kebutuhan spiritual pasien dan berespon dengan tepat.
Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dapat meningkatkan perilaku koping
dan memperluas sumber-sumber kekuatan pada pasien (Kozier et al, 2004).
Hamid (2008) mengatakan bahwa kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai
dan dicintai, adanya rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberi dan
mendapat maaf. Speck (2005, dalam Sartori, 2010) menggambarkan
kebutuhan spiritual sebagai bagian penting dari kehidupan kita yang dapat
membantu kita untuk mengatasi kondisi kita, menemukan makna dan tujuan,
serta harapan dalam hidup. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hodge et al
(2011) menemukan enam kebutuhan spiritual pasien yaitu :
1. Makna, tujuan, dan harapan hidup
Merupakan kebutuhan untuk memahami peristiwa dalam
kehidupan secara keseluruhan. Pasien membutuhkan penjelasan tentang
penyakitnya, mengapa penyakit ada pada dirinya, dengan adanya
penjelasan diharapkan pasien tidak putus asa, berfikir positif, mensyukuri
berkat Tuhan, fokus pada hal-hal yang baik,membuat hidup menjadi
lebih berarti. Kebutuhan akan makna, tujuan, dan harapan erat kaitannya
dengan kebutuhan akan hubungan dengan Tuhan.
2. Hubungan dengan Tuhan
Bagi pasien hubungan dengan Tuhan menjadi kebutuhan yang
sangat penting yang dapat membantu mereka menghadapi masa-masa
sulit, memberikan rasa yang utuh tentang makna dan tujuan serta
memberikan harapan untuk masa kini, masa depan, dan masa akhirat.
Perilaku yang ditunjukkan pasien adalah memohon, komunikasi dengan
Tuhan, menerima kehendak Tuhan, menerima rencana Tuhan, percaya
bahwa Tuhan yang menyembuhkan penyakitnya, yakin akan kehadiran
Tuhan pada masa-masa perawatan penyakitnya dan pasien percaya
Tuhan yang memelihara dan mengawasi mereka.
3. Praktek spiritual
Pasien mempunyai keinginan untuk terlibat dalam kegiatan
ibadah secara rutin. Dengan kegiatan ibadah pasien berharap dapat
meningkatkan hubungan dengan Tuhan sehingga dapat mengatasi segala
cobaan yang mereka hadapi. Kegiatan yang dilakukan oleh pasien adalah
berdoa, membaca kitab suci, pelayanan keagamaan, mendengar musik
rohani dan membaca buku yang bertema rohani.
4. Kewajiban agama
Hal ini berhubungan dengan tradisi agama pasien misalnya
adanya makanan yang halal dan tidak halal, kematian dan proses
penguburan yang harus dihormati.
5. Hubungan interpersonal
Selain hubungan dengan Tuhan, pasien juga membutuhkan
hubungan dengan orang lain, termasuk hubungan dengan kaum ulama.
Kebutuhan ini meliputi : mengunjungi anggota keluarga, menerima doa
orang lain, meminta maaf, menerima dukungan, dihargai dan dicintai
orang lain.
6. Hubungan dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Pasien berharap memiliki interaksi dengan perawat dan tenaga
kesehatan lainnya. Pasien membutuhkan para tenaga kesehatan memiliki
ekspresi wajah yang ramah, kata-kata dan bahasa tubuh yang baik,
menghormati, empati, peduli, memberikan informasi tentang penyakitnya
secara lengkap dan akurat, dan mendiskusikan tentang pilihan
pengobatan.
Narayanasamy (1991, 2001 dalam McSherry, 2006) mengatakan
bahwa kebutuhan spiritual pasien adalah kebutuhan akan makna dan tujuan,
kebutuhan akan cinta dan hubungan yang harmonis,kebutuhan akan
pengampunan, kebutuhan akan sumber pengharapan dan kekuatan, kebutuhan
akan kreativitas, kebutuhan akan kepercayaan, kebutuhan untuk
mengekspresikan keyakinan pribadi, kebutuhan untuk mempertahankan
praktek spiritual, dan keyakinan pada Tuhan atau dewa. Penjelasan lebih rinci
terkait kebutuhan spiritual pasien menurut Narayanasamy (1991, 2001 dalam
McSherry,2006) :
1. Kebutuhan akan makna dan tujuan
Kita semua memiliki kebutuhan untuk mengidentifikasi makna
dan tujuan hidup kita, hal ini membantu kita menemukan motivasi atau
tujuan hidup kita.
2. Cinta dan hubungan yang harmonis
Tanpa adanya cinta dan hubungan yang harmonis dengan orang
lain misalnya pasangan kita atau teman dekat, kita akan merasa sendiri
dan kehilangan sentuhan, rasa aman dan cinta.
3. Kebutuhan akan pengampunan
Dalam kehidupan kita pasti akan mengalami hal-hal yang dapat
mengganggu dan adanya konflik. Akibatnya kita marah dan merasa
bersalah, yang dapat mengakibatkan gangguan fisik, psikologis, sosial,
dan kesejahteraan spiritual. Untuk menjaga keseimbangan ini, kita
mencoba untuk menyelesaikan konflik dalam hidup kita dengan cara
memaafkan dan dimaafkan.
4. Kebutuhan akan kreativitas
Kemampuan untuk menemukan makna, ekspresi dan nilai dalam
aspek kehidupan seperti kegiatan sastra, seni, dan musik yang berasal
dari kreativitas setiap individu memberikan ekspresi, makna, serta sarana
komunikasi. Kreativitas akan menciptakan emosi seseorang dan perasaan
yang indah dalam bentuk kreasi.
5. Kebutuhan akan kepercayaan
Individu akan merasa terisolasi dan diabaikan ketika kehilangan
kepercayaan. Kepercayaan merupakan dasar untuk membangun
persahabatan dan membina hubungan dengan orang lain.
6. Kebutuhan untuk mengekspresi keyakinan pribadi
Dalam kehidupan, ada kebutuhan yang mendasar untuk
mengekspresikan keyakinan pribadi seseorang. Ketidakmampuan untuk
mengekspresikan keyakinan pribadi dapat menyebabkan frustasi dan
akhirnya permusuhan.
7. Kebutuhan untuk mempertahankan praktek spiritual
Kegiatan akan kebutuhan ini adalah berdoa, menghadiri kebaktian
gereja, mesjid atau kuil. Selama periode sakit atau dirawat inap, pasien
berharap kebutuhan ini tetap terpenuhi.
8. Keyakinan pada Tuhan atau dewa
Hal ini merupakan dimensi penting dari spiritual untuk beberapa
individu. Mereka yakin akan adanya kekuatan dari Tuhan atau dewa yang
menciptakan dunia.
Dalam mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien, perawat harus
memiliki pemahaman dasar tentang kebutuhan spiritual pasien, menghormati
setiap keinginan pasien, menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual
pasien bukan mempromosikan agama, perawat harus memahami spiritual
mereka sendiri sebelum mereka memenuhi kebutuhan spiritual pasien,
memiliki komitmen dan benar-benar berusaha untuk memahami kebutuhan
pasien. Kebutuhan spiritual pasien dapat diketahui perawat dengan
mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan atau dikeluhkan oleh pasien
melalui terciptanya komunikasi yang efektif dan pengamatan terhadap pasien
(Sartori, 2010).
D. Distres Spiritual
Monod (2012) menyatakan distres spiritual muncul ketika kebutuhan
spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghadapi penyakitnya pasien
mengalami depresi, cemas, dan marah kepada Tuhan. Distres spiritual dapat
menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006). Kozier (2004)
juga mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan distres
spiritual seseorang meliputi masalah-masalah fisiologis antara lain diagnosis
penyakit terminal, penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kelemahan,
nyeri, kehilangan organ atau fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir,
masalah terapi atau pengobatan antara lain anjuran untuk transfusi darah,
aborsi, tindakan pembedahan, amputasi bagian tubuh dan isolasi, masalah
situasional antara lain kematian atau penyakit pada orang-orang yang dicintai,
ketidakmampuan untuk melakukan praktek spiritual (Carpenitto, 2002 dalam
Kozier et al, 2004). Karakteristik pasien yang mengalami distres spiritual
menurut Dover (2001) antara lain: pasien putus asa, tidak memiliki tujuan
dalam hidupnya, menganggap dirinya dijauhi Tuhan, dan tidak melakukan
kegiatan ibadah.
Ketika sakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang untuk sembuh. Selama sakit atau
kehilangan, misalnya saja, individu merasa kurang mampu untuk merawat
diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain. Distres spiritual dapat
berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang
terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terasing.
Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam
proses keperawatan (Potter & Perry, 2004).
E. Kesehatan/Kesejahteraan Spiritual
Kesehatan spiritual atau disebut juga kesejahteraan spiritual adalah
rasa keharmonisan, saling adanya kedekatan antara diri sendiri dengan orang
lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi. Rasa keharmonisan ini
tercapai ketikaseseorang menemukan adanya keseimbangan antara nilai,
tujuan, dan keyakinan mereka akan hubungannya dengan diri sendiri dan
orang lain (Potter & Perry, 2004). Ellison (1983 dan Pilch 1988 dalam Kozier
et al, 2004) mendefenisikan kesehatan spiritual adalah suatu cara hidupyang
penuh makna, berguna, menyenangkan dan bebas untuk memilih setiap ada
kesempatan yang sesuai dengan nilai-nilai spiritual.
Manusia memelihara dan meningkatkan spiritualnya dengan berbagai
cara, ada yang memfokuskan pada pengembangan dirinya sendiri yaitu
dialognya dengan Tuhan melalui doa, meditasi, melalui mimpi,
berkomunikasi dengan alam, atau melalui ekspresi dibidang seni seperti
drama, musik dan menari, sementara yang lain lebih memfokuskan pada
dunia luar yaitu dengan mencintai orang lain, melayani orang lain, gembira,
tertawa, terlibat dalam pelayanan keagamaan, persahabatan dan aktivitas
bersama, rasa haru, empati, pengampunan, dan harapan (Kozier et al, 2004).
Hasil penelitian Dover (2001) dan Monod (2012) menyimpulkan ketika
penyakit menyerang seseorang maka kesehatan spiritualnya dapat membantu
untuk sembuh karena yakin semua usaha yang dilakukannya akan berhasil,
pasien mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya, dan tidak
menyerah dengan penyakitnya.
F. Peran Perawat Dalam Spiritual Care
Dahulu spiritual care belum dianggap sebagai suatu dimensi Nursing
Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual care
menjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan spiritual
pasien berkembang dan dikenal sebagai aktivitas-aktivitas legitimasi dalam
domain keperawatan (O′Brien, 1999). Perawat merupakan orang yang selalu
hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan kematian. Pada peristiwa
kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol, dalam hal ini
perawat berperan untuk memberikan spiritual care (Cavendish, 2003).
Balldacchino (2006) menyimpulkan bahwa perawat berperan dalam
proses keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa
keperawatan, menyusun rencana dan implementasi keperawatan serta
melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam
komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi
klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan. Peran
perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual care dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pengkajian kebutuhan spiritual pasien
Pengkajian spiritual menurut Kozier et al (2004) terdiri dari
pengkajian riwayat keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian
riwayat keperawatan semua pasien diberikan satu atau dua pertanyaan
misalnya ‟apakah keyakinan dan praktek spiritual penting untuk anda
sekarang?”, bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual
pada anda?”. Pasien yang memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual
yang tidak sehat yang beresiko mengalami distres spiritualharus
dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut.
Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan
pada akhir proses pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah
terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Untuk itu
diharapkan perawat meningkatkan sensitivitasnya, dapat menciptakan
suasana yang menyenangkan dan saling percaya, hal ini akan
meningkatkan keberhasilan pengkajian spiritual pasien. Pertanyaan yang
diajukan pada pasien saat wawancara untuk mengkaji spiritual pasien
antara lain : adakah praktik keagamaan yang penting bagi anda?,
dapatkah anda menceritakannya pada saya?, bagaimana situasi yang
dapat mengganggu praktik keagamaan anda?, bagaimana keyakinan anda
bermanfaat bagi anda?, apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan anda
sekarang?, dengan cara bagaimana saya dapat memberi dukungan pada
spiritual anda?, apakah anda menginginkan dikunjungi oleh pemuka
agama di rumah sakit?, apa harapan-harapan anda dan sumber-sumber
kekuatan anda sekarang?, apa yang membuat anda merasa nyaman
selama masa-masa sulit ini?.
Pada pengkajian klinik menurut Kozier et al (2004) meliputi :
a. Lingkungan yaitu apakah pasien memiliki kitab suci atau
dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku doa lainnya, literatur-
literatur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan
misalnya tasbih, salib dan sebagainya diruangan? Apakah gereja atau
mesjid mengirimkan bunga atau buletin?
b. Perilaku yaitu apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu
lainnya atau membaca literatur keagamaan? Apakah pasien
mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur atau mengekspresikan
kemarahan pada Tuhan?
c. Verbalisasi yaitu apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau
kekuatan yang Maha Tinggi, tentang doa-doa, keyakinan, mesjid,
gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan?
Apakah pasien menanyakan tentangkunjungan pemuka agama?
Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya akan kematian?
d. Afek dan sikap yaitu apakah pasien menunjukkan tanda-tanda
kesepian, depresi, marah, cemas, apatis atau tampak tekun berdoa?
e. Hubungan interpersonal yaitu siapa yang berkunjung? Apakah
pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka agama
yang datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan pasien lainnya
atau staf perawat?.
Hamid (2008) mengatakan bahwa pada dasarnya informasi awal
yang perlu dikaji secara umum adalah sebagai berikut :
a. Afiliasi agama : partisipasi pasien dalam kegiatan agama apakah
dilakukan secara aktif atau tidak, jenis partisipasi dalam kegiatan
agama.
b. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi : praktek kesehatan
yaitu diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara agama,
persepsi penyakit yaitu hukuman, cobaan terhadap keyakinan, dan
strategi koping.
c. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi : tujuan dan arti hidup,
tujuan dan arti kematian, kesehatan dan pemeliharaannnya,
hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain.
Pedoman pengkajian spiritual menurut Craven & Hirnle (1995,
dalam Hamid, 2008) mencakup empat area yaitu konsep tentang Tuhan,
sumber harapan dan kekuatan, praktek agama dan ritual, hubungan antara
keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan. Pertanyaan yang dapat
diajukan perawat untuk memperoleh informasi tentang pola fungsi
spiritual pasien sebagai data subjektif antara lain, sebagai berikut :
apakah agama atau Tuhan merupakan hal yang penting dalam kehidupan
anda? Kepada siapa anda biasanya meminta bantuan? Apakah anda
merasa bahwa kepercayaan (agama) membantu anda? Jika ya, jelaskan
bagaimana dapat membantu anda? Apakah sakit atau kejadian penting
lainnya yang pernah anda alami telah mengubah perasaan anda terhadap
Tuhan? Mengapa anda di rumah sakit? Apakah kondisi sakit telah
mempengaruhi cara anda memandang kehidupan? Apakah penyakit anda
telah mempengarui hubungan anda dengan orang yang paling berarti
dalam kehidupan anda? Apakah kondisi sakit yang anda alami telah
mempengaruhi cara anda melihat diri anda sendiri? Apakah yang paling
anda butuhkan saat ini?
Dalam mengkaji spiritual pada anak, Craven & Hirnle (1995,
dalam Hamid, 2008) membuat pertanyaan sebagai berikut : bagaimana
perasaanmu ketika dalam kesulitan? Selain kepada orang tua kepada
siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut? Apa
kegemaran yang dilakukan ketika sedang merasa gembira atau sedih?
Engkau tahu siapa Tuhan itu?
Pengkajian data objektif dilakukan perawat melalui observasi.
Hal-hal yang perlu diobservasi adalah apakah pasien tampak kesepian,
depresi, marah, cemas, agitasi, atau apatis? Apakah pasien tampak berdoa
sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku keagamaan? Apakah
pasien sering mengeluh, tidak dapat tidur, mimpi buruk dan berbagai
bentuk gangguan tidur lainnya, atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama? Apakah pasien menyebut nama Tuhan, doa, rumah
ibadah, atau topik keagamaan lainnya? Apakah pasien pernah meminta
dikunjungi oleh pemuka agama? Apakah pasien mengekspresikan
ketakutannya terhadap kematian, konflik batin tentang keyakinan agama,
kepedulian tentang hubungan dengan Tuhan, pertanyaan tentang arti
keberadaannnya didunia, arti penderitaan? Siapa pengunjung pasien?
Bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah pemuka
agama datang menjenguk pasien? Bagaimana pasien berhubungan
dengan pasien yang lain dan dengan tenaga keperawatan? Apakah pasien
membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya? Apakah
pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan?. Menurut
Smyt (2011) pengkajian spiritual pasien dimulai dari pasien atau keluarga
pasien dengan cara mendengarkan dan melalui pengamatan termasuk
interaksi pasien dengan perawat, keluarga dan pengunjung lainnya, pola
tidur, gangguan fisik, dan tekanan emosional.
Hasil penelitian Leeuwen et al (2006) menyimpulkan bahwa
pengkajian spiritual pasien terbatas pada satu atau dua pertanyaan yaitu
apakah pasien merupakan bagian dari komunitas keagamaan atau apakah
pasien ingin bertemu dengan pemuka agamanya. Namun dalam beberapa
situasi perawat bertanya lebih mendalam misalnya tentang pandangan
spiritual pasien atau bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi yang
sedang dihadapi. Pada pasien tertentu perawat mengakui bahwa
pengkajian spiritual dengan wawancara tidak perlu dilakukan, hanya
melalui observasi saja, perawat berfikir pasien yang sekarat tidak etis
untuk dilakukan wawancara. Perawat dapat mengkaji dan memperoleh
kebutuhan spiritual pasien jika komunikasi yang baik sudah terjalin
antara perawat dan pasien, sehingga perawat dapat mendorong pasien
untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait kebutuhan spiritual (Sartory,
2010).
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan
O′Brien (1998, 69) mengatakan bahwa peran perawat dalam
merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual pasien
mengacu pada distresspiritual yaitu spiritual pain, pengasingan diri
(spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa bersalah
(spiritual guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss),
putus asa (spiritual despair). Distres spiritualselanjutnya dijabarkan
dengan lebih spesifik sebagai berikut :
a. Spiritual pain
Spiritual pain merupakan ekspresi atau ungkapan dari
ketidaknyamanan pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien
dengan penyakit terminal atau penyakit kronis mengalami gangguan
spiritual dengan mengatakan bahwa pasien merasa hampa karena
selama hidupnya tidak sesuai dengan yang Tuhan inginkan,
ungkapan ini lebih menonjol ketika pasien menjelang ajal.
b. Pengasingan diri (spiritual alienation)
Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan
bahwa pasien merasa kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya.
Pasien dengan penyakit kronis merasa frustasi sehingga bertanya :
dimana Tuhan ketika saya butuh Dia hadir?
c. Kecemasan (spiritual anxiety)
Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman
Tuhan, takut Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai
tingkahlakunya. Beberapa budaya meyakini bahwa penyakit
merupakan suatu hukuman dari Tuhan karena kesalahan-kesalahan
yang dilakukan semasa hidupnya.
d. Rasa bersalah (spiritual guilt)
Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal
yang seharusnya dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah
melakukan hal-hal yang tidak disukai Tuhan.
e. Marah (spiritual anger)
Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam,
Tuhan kejam. Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan
mengapa Tuhan mengijinkan orang yang mereka cintai menderita.
f. Kehilangan (spiritual loss)
Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari
Tuhan, takut bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan
yang kosong. Kehilangan sering diartikan dengan depresi, merasa
tidak berguna dan tidak berdaya.
g. Putus asa (spiritual despair)
Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk
memiliki suatu hubungan dengan Tuhan, Tuhan tidak merawat dia.
Secara umum orang-orang yang beriman sangat jarang mengalami
keputusasaan.
Diagnosa keperawatan terkait kebutuhan spiritual menurut
NANDA (2012) antara lain: a) distress spiritual yang berhubungan
dengan konflik nilai, isolasi oleh orang lain, rasa takut, terpisah dari
komunitas keagamaan, b) cemas yang berhubungan dengan ancaman
kematian, perubahan status kesehatan, c) keputusasaan yang
berhubungan dengan kehilangan keyakinan kepada Tuhan, diabaikan
oleh keluarga.
G. Menyusun rencana keperawatan
Rencana keperawatan membantu untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan dalam diagnosa keperawatan. Rencana keperawatan merupakan
kunci untuk memberikan kebutuhan spiritual pasien dengan menekankan
pentingnya komunikasi yang efektif antara pasien dengan anggota tim
kesehatan lainnya, dengan keluarga pasien, atau orang-orang terdekat pasien.
Memperhatikan kebutuhan spiritual pasien memerlukan waktu yang banyak
bagi perawat dan menjadi sebuah tantangan bagi perawat disela-sela kegiatan
rutin di ruang rawat inap, sehingga malam hari merupakan waktu yang
disarankan untuk untuk berkomunikasi dengan pasien (Govier, 2000).
Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk
mencapai tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual
sehingga kepuasan spiritual dapat terwujud. Rencanaan keperawatan sesuai
dengan diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA (2012) meliputi :
1. Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji
sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat
pasien tentang hubungan spiritual dan kesehatan, memberikan privasi,
waktu dan tempat bagi pasien untuk melakukan praktek spiritual,
menjelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan, empati terhadap
perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka agama, meyakinkan pasien
bahwa perawat selalu mendukung pasien.
2. Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan
semua prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur,
mendampingi pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi rasa
takut, memberikan informasi tentang penyakit pasien, melibatkan
keluarga untuk mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan
pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien
dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan
kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, dan persepsi.
3. Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman
dalam kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal pasien,
memberikan rasa aman.
H. Implementasi keperawatan
Perawat dapat menggunakan empat alat/instrumen spiritual untuk
membantu perawat dalam melaksanakan spiritual care yaitu perawat perlu
mendengarkan pasien, perawat perlu hadir setiap saat untuk pasien,
kemampuan perawat untuk menerima apa yang disampaikan pasien, dan
menyikapi dengan bijaksana keterbukaan pasien pada perawat. Perawat perlu
menyadari bahwa memberikan spiritual care bukan hanya tugas dari pemuka
agama, oleh karena itu perawat juga harus mengenali keterbatasan pada diri
sendiri dan harus bekerjasama dengan disiplin ilmu lain seperti pembimbing
rohani yang ada di rumah sakit, sehingga dapat berperan penting dalam
memberikan dukungan terhadap kebutuhan spiritual pasien (Govier, 2000).
Penelitian Cavendish (2003) dan Narayanasamy (2004)
menyimpulkan bahwa kegiatan perawat dalam implementasi spiritual pasien
adalah antara lain : mendukung spiritual pasien, pendampingan/kehadiran,
mendengarkan dengan aktif, humor, terapi sentuhan, meningkatkan kesadaran
diri, menghormati privasi, dan menghibur misalnya dengan terapi musik.
Kozier et al (2004) mengatakan bahwa perawat perlu mempertimbangkan
praktek keagamaan tertentu yang akan mempengaruhi asuhan keperawatan,
seperti keyakinan pasien tentang kelahiran, kematian, berpakaian, berdoa, dan
perawat perlu mendukung spiritual pasien.
Kehadiran menurut Zerwekh (1997 dalam Kozier et al, 2004)
diartikan bahwa perawat hadir dan menyatu dengan pasien. Osterman dan
Schwartz-Barcott (1996 dalam Kozier et al, 2004) mengidentifikasi empat
cara pendampingan untuk pasien yaitu presensi yakni ketika perawat secara
fisik hadir tetapi tidak fokus pada pasien, presensi parsial yakni ketika
perawat secara fisik hadir dan mulai berusaha fokus pada pasien, presensi
penuh yakni ketika perawat hadir disamping pasien baik secara fisik, mental
maupun emosional, dan dengan sengaja memfokuskan diri pada pasien,
presensi transenden yakni ketika perawat hadir baik secara fisik, mental,
emosional, maupun spiritual.
Membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu
tindakan keperawatan terkait spiritual pasien. Berdoa melibatkan rasa cinta
dan keterhubungan. Pasien dapat memilih untuk berpartisipasi secara pribadi
atau secara kelompok dengan keluarga, teman atau pemuka agama. Pada
situasi ini peran perawat adalah memastikan ketenangan lingkungan dan
privasi pasien terjaga.
Keadaan sakit dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk berdoa.
Pada beberapa rumah sakit pasien dapat meminta perawat untuk berdoa
dengan mereka dan ada yang berdoa dengan pasien hanya bila ada
kesepakatan antara pasien dengan perawat. Karena berdoa melibatkan
perasaan yang dalam, perawat perlu menyediakan waktu bersama pasien
setelah selesai berdoa, untuk memberikan kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaannya (Kozier et al, 2004).
Menurut Kozier et al (2004) perawat perlu juga merujuk pasien
kepada pemuka agama. Rujukan mungkin diperlukan ketika perawat
membuat diagnosa distres spiritual, perawat dan pemuka agama dapat
bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. McSherry (2010)
mengatakan bahwa dalam implementasi perawat harus peduli, penuh kasih,
gembira, ramah dalam berinteraksi, dan menghargai privasi.
I. Evaluasi
Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat
harus melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah
tercapai. Hal ini sulit dilakukan karena dimensi spiritual yang bersifat
subjektif dan lebih kompleks. Membahas hasil dengan pasien dari
implementasi yang telah dilakukan tampaknya menjadi cara yang baik untuk
mengevaluasi spiritual care pasien (Govier, 2000).
Hasil penelitian Narayanasamy (2004) mengatakan bahwa pada tahap
evaluasi perawat menilai bagaimana efek pada pasien dan keluarga pasien
dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap pasien dan keluarganya,
misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa kebutuhan spiritual
mereka terpenuhi, mengucapkan terimakasih karena sudah menyediakan
pemuka agama.
DAFTAR PUSTAKA

Baldacchino, R. D. (2006). Nursing competencies for spiritual care. Journal of


Clinical Nursing ,15, 885-896.

Blais, K. K., Hayes, J. S., & Kozier, B. (2002). Praktek keperawatan professional.
Jakarta: EGC.

Cavendish, R., Konecny, L., Mitzeliotis, C., Donna, R., Luise, B, K., Lanza, M.,
et al. (2003). Spiritual care activities of nurses using Nursing Interventions
Classification (NIC) labels. International Journal of Nursing
Terminologies and Classification,14, 113-122.

Chan, M. F. (2008). Factors affecting nursing staff in practicing spititual care.


Journal of Clinical Nursing, 19, 2128-2136.

Dover, K., Bacon, R., & Jane, T. (2001). Spiritual care in nursing practice: A
close-up view. Journal of Education and Practice, 5, 150-159.

Govier (2000). Spiritual care in nursing: A systematic approach. Nursing


Standart, 14, 32-35.

Hamid, A. Y. (2008). Bunga rampai: Asuhan keperawatan kesehatan jiwa.


Jakarta: EGC. Hodge.,

David,R., Horvath.,& Violet, E. (2011). Spiritual needs in health care settings: A


qualitative meta-synthesis of clients’ perspectives. Social work, 56, 16-30.

Hubbel., Saral, L., Elizabeth, K., Barksdale, B., Debra, J., & Parker, J. S.(2006).
Spiritual care practices of nurse practitioners in federally designated non
metropolitan areas of North Carolina. Journal of the American Academy
of Nurse Practitioners,18, 85-91.

Kozier, B., Berman, A., & Snyder, S. J. (2004). Fundamental of nursing:


Concept, process, and practice. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Mahmoodishan, G., Alhani, F., Ahmadi, F.,& Kazemnejd, A. (2010). Iranian


nurses’s perceptions of spiritual and spiritual care: A qualitative content
analysis study.Journal of Medical Ethics and History of Medicine, 3, 88-
95.

McSherry, W. (2010). Nurses knowledge an attitudes:An online survey of nurse’


perceptions of spirituality an spiritual care. Journal of Clinical
Nursing,20, 1757-1767.

Meehan, T. (2012). Spirituality and spiritual care from a careful nursing


perspective. Journal of Clinical Management, 4, 1-11.
Monod, S., Brennan, M., Rochat, E., Martin, E., Rochat, S., & Bula, C.(2010).
Instrumen measuring spirituality in clinical research: A sistematic review.
Journal General Internal Medicine, 26, 1345-1357.

NANDA. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta: EGC.

Narayanasamy, A.(2004). Responses to the spiritual needs of older people.


Journal of Management Nursing, 48, 6-15.

O’ Brien, M. E. (1999). Spirituality in nursing: Standing on holy ground. Boston:


Jones and Bartlett Publisher.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of nursing: Fundamental


keperawatan (edisi 7). Jakarta: Salemba Medika.

Sartori, P. (2010). Spirituality 2: Explorating how to address patients’ spiritual


need in practice. Nursing time, 106, 5-23.

Vlasblom, J. P. (2012). Spiritual care in a hospital setting: Nurses and patients


perspectives. Nursing Reports, 2, 39-45.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN SPIRITUAL

Di Ruang : Wijaya Kusuma RSUD Wonosari

Tanggal Masuk RS : 14 Maret 2022


No Registrasi : 00234xxx

Tanggal Pengkajian : 14 Maret 2022


Diagnosa Medis : CHF

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Ringinsari 01/04 Wonosari
Penanggung Jawab : Ny. S
Riwayat Penyakit : Tidak ada

KELUHAN UTAMA
Apakah saat ini pasien mempunyai maslah?
Pasien mengatakan merasa sedih karena sering bolak balik rumah sakit

Apakah pasien ada keluhan tentang kehidupan beribadahan?


Iya. Pasien mengatakan disaat ada masalah pasien selalu menyalahkan keadaan
yang tidak adil baginya
DATA FOKUS :
DATA SUBYEKTIF
1. Keyakinan dan makna
a. Menurut pasien, arti hidup seperti apa?
Pasien mengatakan bahwa hidup adalah sebuah proses yang harus dijalani
b. Menurut pasien, apa yang memberi arti hidup bagi pasien / missal
kejadian, peristiwa atau pengalaman tetentu yang berkesan dan
membuat hidup pasien berubah?
Pasien mengatakan kehidupan pasien berubah semenjak kehilangan
pekerjaan sejak 1 bulan yang lalu
c. Bagi pasien, apa hal yang paling penting dalam kehidupan pasien?
Pasien mengatakan hal yang paling penting adalah memiliki kehidupan
yang berkecukupan
d. Apakah pasien merasa tujuan hidupnya
√ berkurang? YaTidak

2. Autoritas dan pembimbing


a. Apa yang membuat pasien kuat dalam menghadapi kehidupan?
Pasien mengatakan memiliki anak yang sehat adalah hal yang bisa
membuat semangat dalam menghadapi kehidupan
b. Ketika pasien memiliki masalah, siapa yang biasanya menolong pasien?
Sahabat
Keluarga
Pemuka agama
Lainnya, sebutkan …………………………..

3. Ritual dan ibadah


a. Bagaimana kebiasaan beribadah pasien, baik dalam keluarga
maupun masyarakat?
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah ikut kegiatan kajian di
masyarakat dan sering meninggalkan sholat
b. Bagaimana peran anggota keluarga atau sahabat pasien dalam
menlajannkan kebiasaan beribadahan?
Pasien mengatakan selalu diingatkan oleh sahabat dan keluarga untuk
beribadah dan berdoa
c. Berapa kali pasien mengikuti kajian keagamaan?
Pasien mengatakan jarang mengikuti kajian keagamaan. Biasanya pasien
hanya mengikuti kajian saat hari besar Islam saja, seperti maulid Nabi
d. Apakah pasien pernah membutuhkan kegiatan spiritual?
√ Ya Tidak

e. Dalam keadaan seperti apa pasien membutuhkan dukungan spiritual?


Pasien mengatakan membutuhkan dukungan spiritual saat pasien
memiliki masalah yang membuat pasien berpikir bahwa tidak ada
gunanya lagi untuk hidup
f. Apakah masalah yang sedang pasien alami mempeengaruhi/mengganggu
pola kepercayaan pasien dalam beribadah?
√ Ya Tidak

g. Apakah pasien menerapkan prinsip moral, aturan, kepercayaan personal,


nilai personal pada saat mengambil keputusan?
Ya √ Tidak

h. Apakah pasien kesulitan mentaati aturan kepercayaan dan ritual?


Ya √ Tidak

i. Apakah pasien tetap yakin berdoa ketika masalah datang seperti keuangan
menipis?
√ Ya Tidak

j. Bagaimana upaya spiritual dalam menyelesasikan masalah yang


sedang dihadapi ?
Pasien mengatakan berdoa untuk menghadapi masalah
k. Bagaimana cara pasien menjalankan ibadah saat sakit?
Pasien mengatakan saat sakit pasien tidak pernah sholat
4. Dorongan dan pertumbuhan
a. Bagaimana kebiasaan beribadahan pasien sekarang dibanding dulu?
Pasien mengatakan belum ada peningkatan, apa lagi sekarang pasien
merasa pusing dan sesak ketika beraktivitas. pasien ingin bisa
menjalankan ibadah secara maksimal
b. Apakah ada perubahan tentang pandangan pasien mengenai
keyakinan dalam beragama pada saat ini dan masa lalu?
√ Ya Tidak

5. Spiritualitas dan kesehatan Spiritual


a. Hal apa yang memberikan kekuatan saat pasien mengalami masa sulit?
Pasien mengatakan dukungan keluarga yang dapat memberikan
kekuatan saat pasien dalam masa sulit
b. Aspek spiritual apa yang pasien rasakan sangat membantu?
Pasien mengatakan saat dia berdoa merasa sedikit tenang
c. Masalah spiritual apa yang pasien diskusikan?
Pasien inginginkan dibimbing berdoa saat sakit dan meminta dibantu
untuk sholat
6. Kepercayaan, keyakinan, Kelompok dan Komunnitas
a. Bagaimana peran keyakinan dan kepercayaan pasien dalam membantu
beradaptasi dengan kondisi saat ini?
Pasien mengatakan saat sakit peran spiritual dalam diri sangat penting
karena menurut pasien dengan mengingat Allah dan berdoa disaat sakit
dapat mengurangi rasa sakit yang dirasakan
b. Apa yang bisa saya lakukan untuk mendukung kepercayaan dan
keyakinan pasien?
Membantu meningkatkan kegiatan ibadah pasien seperti membimbing
untuk berdoa dan membantu melaksanakan sholat
7. Keterhubungan
a. Perasaan apa yang pasien rasakan setelah selesai berdoa?
Pasien mengatakan setelah berdoa perasaan pasien sedikit tenang
8. Pekerjaan
a. Apakah pekerjaan pasien mengganggu ibadah pasien?
Pasien mengatakan bahwa pekerjaannya tidak mengganggu waktu untuk
ibadah
b. Apakah kondisi tersebut akan meningkatkan atau menurunkan
keimanan pasien?
Ya √ Tidak

c. Bagaimana penyakit ini mempengaruhi pasien dari segi spiritual, di


rumah, atau di tempat pasien bekerja?
Pasien mengatakan masih perlu bantuan dalam menjalankan ibadah di
rumah, karena pasien merasa pusing dan mual ketika beraktivitas
DATA OBYEKTIF
1. Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau
preokupasi?
√ Ya Tidak

2. Apakah pasien selalu berdoa apabila mendapat


√ masalah? Ya Tidak

3. Apakah pasien tampak berdoa sebelum


makan? Ya √ Tidak

4. Apakah pasien tampak membaca kitab suci atau buku


keagamaan? Ya √ Tidak

5. Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topic keagamaan?
√ Ya Tidak

6. Apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka


agama? Ya √ Tidak
7. Apakah pasien mengekpresikan rasa takutnya terhadap
√ Ya
kematian? Tidak

8. Apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien?


Ya √ Tidak

9. Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah


lainnya? Ya √ Tidak

10. Apakah pasien menerima kiriman simpati dari unsure


keagamaan? Ya √ Tidak

11. Apakah pasien memakai symbol keagamaan? (memakai Jilbab,


memakai kalung salib, )
√ Ya Tidak

12. Bagaimana pola beribadahan pasien?


- Sebelum sakit : pasien mengatakan jarang melaksanakan sholat
- Saat sakit : pasien mengatakan tidak sholat saat sakit, hanya berdoa
yang bisa dilakukan

13. Apakah kebutuhan untuk peribadahan pasien


terpenuhi? Ya √ Tidak

14. Apakah pasien berserah kepada Tuhannya setelah melakukan pengobatan?


√ Ya Tidak
DATA FOKUS

No Tgl/jam Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)


1 14-03- - Pasien mengatakan jarang - pasien mengekpresikan rasa
2022
08.00 mengikuti kajian takutnya terhadap kematian
keagamaan. Biasanya - kebutuhan untuk
pasien hanya mengikuti peribadahan pasien tidak
kajian saat hari besar islam terpenuhi
saja, seperti maulid Nabi - pasien berserah kepada
- Pasien mengatakan masih Tuhannya setelah melakukan
perlu bantuan dalam pengobatan
menjalankan ibadah di
rumah, karena pasien
merasa pusing dan mual
ketika beraktivitas
- Pasien mengatakan belum
ada peningkatan beribadah
saat sakit, apa lagi
sekarang pasien merasa
pusing dan sesak ketika
beraktivitas.
- Pasien inginginkan
dibimbing untuk berdoa
saat sakit dan meminta
dibantu untuk sholat
- pasien mengatakan ingin
menjalankan ibadah secara
maksimal
ANALISA DATA

No Tgl / Jam Data (Subjektif & Objektif) Etiologi Problem


14-03-2022 DS: faktor resiko Resiko Distres
1 08.00 - Pasien mengatakan jarang perubahan Spiritual
mengikuti kajian dalam praktik
spiritual
keagamaan. Biasanya
pasien hanya mengikuti
kajian saat hari besar
islam saja, seperti maulid
Nabi
- Pasien mengatakan
masih perlu bantuan
dalam menjalankan
ibadah di rumah, karena
pasien merasa pusing
dan mual ketika
beraktivitas
Pasien mengatakan belum
ada peningkatan
beribadah saat sakit,
apa lagi sekarang
pasien merasa pusing
dan sesak ketika
beraktivitas.

-
DO:
- kebutuhan untuk
peribadahan pasien tidak
terpenuhi
- pasien mengekpresikan
rasa takutnya terhadap
kematian
- kebutuhan untuk
peribadahan pasien tidak
terpenuhi
- pasien berserah kepada
Tuhannya
DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Tgl / Jam Diagnosa Keperawatan Prioritas


1 14-03-2022 Resiko distress spiritual b.d faktor resiko I
08.00 perubahan dalam praktik spiritual

PERENCANAAN KEPERAWATAN

Tgl/
No Dx. Kep SLKI SIKI TTD
Jam
Resiko Setelah dilakukan tindakan Dukungan Spiritual
distress keperawatan 3x24 jam (I09276)
spiritual b.d
14-03- faktor resiko diharapkan Status Spiritual Observasi
1 2022 perubahan (L.01006) membaik : - Identifikasi perasaan
08.00 dalam
 Verblisasi makna dan tujuan kesepian,
praktik
spiritual hidup membaik dari 1 ketidakberdayaan,
menjadi 5 khawatir
 Verbalisasi perasaan - Identifikasi ketaatan
diabaikan membaik dari 1 dalam agama
menjadi 5 - Identifikasi harapan
 Perasaan takut membaik dari dan kekuatan pasien
1 menjadi 5 Teraupetik
 Verbalisasi perasaan tenang - Berikan kesempatan
membaik dari 1 menjadi 5 untuk
 Verbalisasi makna dan tujuan mengespresikan
hidup membaik dari 1 tentang penyakit dan
menjadi 4 kematian
 Penghindaran aktifitas dari 1 - Fasilitasi kegiatan
menjadi 5 ibadah
- Yakinkan bahwa
perawat bersedia
mendukung
Edukasi
- Anjurkan berinteraksi
dengan
keluarga/teman dan
orang lain
- Anjurkan
berpartisipasi dalam
kelompok pendukung
- Ajarkan metode
relaksasi
Kolaborasi
- Atur kunjungan
dengan rohaniawan
( mis. ustad,
pendeta,romo, biksu)
,
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tgl/ Evaluasi
No Diagnosa Implementasi
jam Jam:
1 Resiko 15-03- - mengidentifikasi 09.00
distress 2022 perasaan kesepian S:
spiritual b.d 08.30 - mengidentifikasi - pasien mengatakan
faktor harapan dan kekuatan perasaannya tenang
resiko pasien setelah
perubahan - meng identifikasi melaksanakan
dalam ketaatan dalam agama sholat dan berdoa
praktik - memfasilitasi kegiatan O:
spiritual i ibadah - pasien tampak
- meyakinkan bahwa berdoa, rasa cemas
perawat bersedia berkurang.
mendukung - Ekspresi wajah
- mengajarkan metode lebih ceria
relaksasi A: Masalah teratasi
- sebagian
P: Pertahankan
intervensi

2 Resiko 16-03- - mengidentifikasi 13.10


distress 2022 perasaan kesepian S:
spiritual b.d 18.50 - mengidentifikasi - Pasien mengatakan
faktor harapan dan kekuatan akan
resiko pasien memaksimalkan
perubahan - meng identifikasi diri dalam kegiatan
dalam ketaatan dalam agama beribadah
praktik - memfasilitasi kegiatan O:
spiritual ibadah - Pasien tampak
- meyakinkan bahwa mengikuti bacaan
perawat bersedia doa
mendukung - Pasien membuat
- mengajarkan metode target kegiatan
relaksasi ibadah yang ingin
- dicapai
- Pasien
melaksanakan
sholat
A: masalah teratsi
P: pertahankan
Intervensi

Anda mungkin juga menyukai