Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN JIWA

RESUME KONSEP KESEHATAN SPIRITUAL

Disusun Oleh :

FITRI KURNIATI

(1811142010041)

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. SISKA DAMAIYANTI, M.Kep

PRODI S1 KEPERAWATAN TINGKAT 2A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

T.A 2020
KONSEP KESEHATAN SPIRITUAL

A. PENGERTIAN

Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan


hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, dan kebutuhan
untuk memberikan dan mendapatkan maaf.

B. KARAKTERISTIK SPIRITUALITAS

Untuk memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan


memperhatikan kebutuhan spiritual penerima layanan keperawatan, maka perawat
mutlak perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau mengenal karakteristik
spiritualitas sebagai berikut:

1. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam/dan self-reliance


Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya). Sikap (percaya
pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran,
harmoni/keselarasan dengan diri sendiri).
2. Hubungan dengan alam Harmoni
Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim. Berkomunikasi dengan
alam (bertanam, berjalan kaki), mengabdi dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain
Harmonis/suportif.
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik.
b. Mengasuh anak, orangtua dan orang sakit.
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dll).
Tidak harmonis
a. Konflik dengan orang lain.
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan
Agamais atau tidak agamais
a. Sembahyang/berdoa/meditasi.
b. Perlengkapan keagamaan.
c. Bersatu dengan alam.
Terpenuhi Kebuthan Spiritual Apabila
1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan.
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau
penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta.
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
6. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.

C. KETERKAITAN ANTARA SPIRITUALITAS, KESEHATAN DAN SAKIT


Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan dan perilaku selfcare klien. Beberapa pengaruh dari keyakinan
spiritual yang perlu dipahami adalah sebagai berikut:
1. Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari
2. Sumber dukungan
3. Sumber kekuatan dan penyembuhan
4. Sumber konflik

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SPIRITUALITAS

Menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) dan Craven & Hirnle (1996), faktor penting
yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah:

1. Pertimbangan tahap perkembangan


Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang
berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk
sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama dan kepribadian anak.
2. Tema utama yang diuraikan oleh semua anak tentang Tuhan :
a. Gambaran tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia dan
saling keterikatan dengan kehidupan.
b. Mempercayai bahwa Tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan diri
serta transformasi yang membuat dunia tetap segar, penuh kehidupan dan
berarti.
c. Meyakini Tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya merasa takut
menghadapi kekuasaan Tuhan.
d. Gambaran cahaya/sinar.
3. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritualitas anak.
Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orangtua kepada anaknya tentang
Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan dan diri sendiri
dari perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di
dunia, maka pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka
dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.
4. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai
moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan
keagamaan. Perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan
yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi tiap individu.
5. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi oleh
bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman
tersebut.
6. Krisis dan perubahan
(Tooth, 1992) dan Craven & Hirnle (1996). Krisis sering dialami ketika
seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan
bahkan kematian, khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan
prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi
tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat
fisik dan emosional.
7. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial
(social support system). Klien yang dirawat merasa terisolasi dalam ruangan yang
asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah,
antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan
atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang biasa
memberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan
spiritual berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
8. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukkan kebesarannya, walaupun ada juga agama yang menolak
intervensi pengobatan. Prosedur medik seringkali dapat dipengaruhi oleh
pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan
kehamilan, strerilisasi. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering
dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
9. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan
untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada
kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan asuhan spiritual.
Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan
kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak
mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa
bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya tetapi
menjadi tanggung jawab pemuka agama.
10. Empat isu nilai yang mungkin timbul antara perawat dan klien adalah:
a. Pluralisme: perawat dan klien menganut kepercayaan dengan spektrum yang
luas.
b. Fear: berhubungan dengan ketidak mampuan mengatasi situasi, melanggar
privacy klien, atau merasa tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai diri
sendiri.
c. Kesadaran tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberikan arti dalam
kehidupan , tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi
perawat.
d. Bingung: bingung terjadi karena ada perbedaan antara agama dan konsep
spiritual.
E. MANIFESTASI PERUBAHAN FUNGSI SPIRITUAL
Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien seharusnya diwaspadai
oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah spiritual.
1. Verbalisasi distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya
memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan
untuk mendapatkan bantuan. Misalnya seorang istri mengatakan: “Saya merasa
bersalah karena saya seharusnya mengetahui lebih awal bahwa suami saya
mengalami serangan jantung”.
Perawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang kematian atau merasa
tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan perawat sangat penting dalam
menarik kesimpulan dari verbalisasi klien tentang distress yang dialami klien.
2. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi
spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan
kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita
distress spiritual. Ada yang bereaksi dengan perilaku mengintrospeksi diri dan
mencari alasan terjadinya suatu situasi dan berupaya mencari fakta yang dapat
menjelaskan situasi tersebut, namun ada yang beraksi secara emosional dan
mencari informasi serta dukungan dari keluarga atau teman. Perasaan bersalah,
rasa takut, depresi dan ansietas mungkin menunjukkan perubahan fungsi spiritual.

F. PERAWAT SEBAGAI CONTOH PERAN (ROLE MODEL)


Setiap Manusia mempunyai tiga kebutuhan spiritual yang sama yaitu
kebutuhan akan arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan berhubungan,
serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan.
Taylor, Lilis & Le Mone (1997), dalam hal ini perawat akan:
1. Mempunyai pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhannya
untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai dan berhubungan serta
pengampunan.
2. Bertolak dari kekuatan spiritual dalam kehidupan sehari-hari ini, terutama ketika
menghadapi nyeri, penderitaan dan kematian dalam melakukan praktik
profesional.
3. Meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri.
4. Menunjukkan perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan, keceriaan, caring dan
kreativitas dalam interaksinya dengan orang lain.
5. Menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain walaupun berbeda dengan
keyakinan spiritual perawat.
6. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang bagaimana keyakinan spiritual klien
mempengaruhi gaya hidup mereka, berespon terhadap penyakit, pilihan pelayanan
kesehatan dan pilihan terapi/treatment.
7. Menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan spiritual klien.
8. Menyusun strategi asuhan keperawatan yang paling sesuai untuk membantu klien
yang sedang mengalami distress spiritual.
Perilaku self-care:
1. Gali nilai dan keyakinan pribadi dan orang lain.
2. Gali praktik yang dapat mendukung secara spiritual.
3. Hargai sistem kepercayaan orang lain.
4. Praktikkan hubungan yang dilandasi perasaan cinta terhadap diri sendiri dan orang
lain.
5. Cari bantuan spiritual untuk mengatasi masalah stress, krisis dan kehilangan.
G. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali secara umum adalah:
2. Afilasi agama
Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak
aktif. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.
3. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi:
a. Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara
agama.
b. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan.
c. Strategi koping.
4. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi:
a. Tujuan dan arti hidup.
b. Tujuan dan arti kematian.
c. Kesehatan dan pemeliharaannya.
d. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain.
5. Pengkajian data subjektif
Pedoman Pengkajian Spiritual yang disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle
(1996) mencakup empat area yaitu:
a. Konsep tentang Tuhan atau Ketuhanan;
b. Sumber harapan dan kekuatan;
c. Praktik agama dan ritual;
d. Hubungan antara keyakinin spiritual dan kondisi kesehatan.
6. Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan mellui pengkajian klinik yang meliputi
pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan
lingkungan. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi.

Karakteristik klien yang mengalami distress spiritual :

a. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung,


b. Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas,
c. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan/agama,
d. Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian,
e. Klien yang akan dioperasi,
f. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama.
g. Mengubah gaya hidup,
h. Preokupasi ttg hbg agama dan kesehatan,
i. Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama,
j. Tidak mampu / menolak melakukan ritual spiritual,
k. Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman
dari Tuhan,
l. Mengespresikan kemarahannya thd Tuhan,
m. Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan
agama.
n. Sedang menghadapi sakratul maut (dying).
7. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan penyesuaian terhadap penyakit b/d ketidakmampuan merekonsiliasi
penyakit dengan keyakinan spiritual.
b. Koping individu tidak efektif b/d kehilangan agama sebagai dukungan utama
(merasa ditinggal oleh Tuhan).
c. Takut b/d belum siap untukmenghadapi kematian dan pengalaman kehidupan
setelah kematian.
d. Berduka yang disfungsional: keputusasaan b/d keyakinan bahwa agama tidak
mempunyai arti.
e. Keputusasaan b/d keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk Tuhan.
f. Ketidakberdayaan b/d parasaan menjadi korban.
g. Gangguan harga diri b/d kegagalan untuk hidup sesuai dengan ajaran agama.
h. Disfungsi seksual b/d konflik nilai.
i. Gangguan pola tidur b/d distress spiritual.
j. Resiko tindak kekerasan thd diri sendiri b/d perasaan bahwa hidup ini tidak
berarti.
8. Perencanaan
Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distress spiritual
harus difokuskan pada menciptakan lingkungan yang mendukung praktik
keagamaan dan keyakinan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara
individual dengan mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko, dan tanda-
tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.

Contoh tujuan klien dengan distress spiritual meliputi klien akan:

a. Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk


memperoleh arti dan tujuan, mencintai dan keterikatan serta pengampunan.
b. Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika
menghadapi tantangan berupa penyakit, cidera atau krisis kehidupan lain.
c. Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri
sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia luar.
d. Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual
dengan kehidupan sehari-hari.

Hasil yang diperkirakan harus bersifat individual dan meliputi kriteria :

a. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual.


b. Mengidentifikasi faktor dalam kehidupan yang menantang keyakinan spiritual.
c. Menggali alternatif: mengingkari, memodifikasi atau menguatkan keyakinan;
mengembangkan keyakinan baru.
d. Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab suci, kelompok
pengajian, dsb).
e. Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual setelah
keberhasilan intervensi

Perencanaan dirancang utk memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan:

a. Membantu klien memenuhi kewajiban agamanya.


b. Membantu klien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara lebih
efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialaminya.
c. Membantu klien mempertahankan atau membina hubungan personal yang
dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang
kurang menyenangkan.
d. Membantu klien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang
dihadapinya.
e. Meningkatkan perasaan penuh harapan.
f. Memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.
9. Implementasi
a. Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat.
b. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya.
c. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.
d. Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual klien.
e. Berespon scr singkat, spesifik dan faktual.
f. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati
masalah klien.
g. Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung,
menerima, bertanya, memberi informasi, refleksi, menggali perasaan dan
kekuatan yang dimiliki klien.
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal
klien.
i. Bersikap empati yang berarti memahami dan mengalami perasaan klien.
j. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti
menyetujui klien.
k. Mentukan arti dan situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap penyakit?
l. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman,
cobaan atau anugerah dari Tuhan?
m. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama.
n. Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di RS.
o. Intervensi keperawatan perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan
keyakinan agama tiap individu klien berdasarkan usia.

10. Evaluasi
Untuk mengevaluasi apakah klien telah mencapai kriteria hasil yang telah
ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait
dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan
terjadi apabila secara umum klien:
a. Mampu beristirahat dengan tenang.
b. Menyatakan penerimaan keputusan moral/etika.
c. Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan.
d. Menunjukkan hubungan yang hangat, dan terbuka dengan pemuka agama.
e. Menunjukkan afek positif, tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan ansietas.
f. Menunjukkan perilaku lebih positif.
g. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.
CONTOH KASUS

Pada saat ini pemenuhan kebutuhan spiritual pasien memang harus dilakukan oleh
perawat untuk meningkatkan perkembangan mental pasien terkusus pada pasien gangguan
jiwa. Pemenuhan kebutuhan spiritual sangat dibutuhkan pada ODGJ dimana dengan
membaca ayat-ayat suci atau mendengarkan mantram suci agama, dapat mengurangi
ketegangan susunan saraf secara spontan, mengingat pada ODGJ terjadi gangguan alam pikir
sehingga lambat laun bagi yang mendengarkan mantram tersebut akan menjadi tenang, rileks,
dan sembuh terhadap keluhankeluhan fisik.
Dalam memenuhi kebutuhan spiritual, ODGJ memerlukan peran serta dari orang
terdekat mengingat pada ODGJ terjadi kesehatan jiwa yang kurang stabil. Apabila
mengaitkan dukungan keluarga dengan pemenuhan kebutuhan pada individu, keluarga
memiliki peran yang sangan penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pada ODGJ.
Keluarga dipandang sebagai institusi atau lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan
manusiawi terutama bagi perawatan dalam kehidupan sehari-hari.
Dan kasus ini didukung oleh jurnal dibawah ini

Anda mungkin juga menyukai