Anda di halaman 1dari 42

ASPEK SPIRITUAL

DALAM
KEPERAWATAN
Spiritualitas

■ Spiritualitas adalah keyakinan dalam


hubungannya de­ngan yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta. Sebagai contoh
seseorang yang percaya kepada Allah
sebagai Pencipta atau sebagai Maha
Kuasa
Seseorang terpenuhi kebutuhan
spiritualnya apabila mampu
1. Merumuskan arti personal yang positif
tentang tujuan keberadaannya
didunia/kehidupan
2. Mengembangkan arti penderitaan dan
meyakini hikmah dari suatu kejadian atau
penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis
melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta.
4. Membina integritas personal dan
merasa diri berharga.
5. Merasakan kehidupan yang terarah
terlihat melalui harapan.
6. Mengembangkan hubungan antar
manusia yang positif.
KETERKAITAN ANTARA
SPIRITUALITAS, KESEHATAN
DAN SAKIT
■ Keyakinan spiritual sangat penting bagi
perawat karena dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan dan perilaku self­care
klien
1. Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari
■ Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai
makna keagamaan bagi klien. Sebagai contoh, ada
agama yang menetapkan makanan diit yang boleh
dan tidak boleh dimakan. Begitu pula metode
keluarga berencana ada agama yang melarang
cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk
terapi medik atau pengobatan.
2. Sumber dukungan
■ Pada saat mengalami stres, individu akan mencari du­
kungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat
diperlukan untuk menerima keadaan sakit yang dialami,
khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses
penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti.
Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci dan praktik
keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan
spiritual yang merupakan suatu perlindungan terhadap
tubuh
3. Sumber kekuatan dan penyembuhan
■ Nilai dari keyakinan agama tidak dapat dengan mudah
dievaluasi (Taylor, Lillis & Le Mone, 1997). Walaupun
demikian pengaruh keyakinan tersebut dapat diamati oleh
tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa individu
cenderung dapat menahan distress fisik yang luar biasa
karena mempunyai keyakinan yang kuat. Keluarga klien
akan mengikuti semua proses penyembuhan yang
memerlukan upaya luar biasa, karena keyakinan bahwa
semua upaya tersebut akan berhasil.
4. Sumber konflik
■ Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik
antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan.
Misalnya ada orang yang memandang penyakit
sebagai suatu bentuk hukuman karena pernah
berdosa. Ada agama tertentu yang menganggap
manusia sebagai mahluk yang tidak berdaya dalam
mengendalikan lingkungannya, oleh karena itu
penyakit diterima sebagai nasib bukan sebagai
sesuatu yang harus disembuhkan.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SPIRITUALITAS
■ Menurut Taylor, Lillis & Le Mone (1997) dan
Craven & Hirnle (1996), faktor penting yang
dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang
adalah:
1) pertimbangan tahap perkembangan
2) keluarga
3) latar belakang etnik dan budaya
4) pengalaman hidup sebelumnya
5) krisis
6) terpisah dari ikatan spiritual
7) isu moral terkait dengan terapi
8) asuhan keperawatan yang kurang tepat.
MANIFESTASI PERUBAHAN
FUNGSI SPIRITUAL
1. Verbalisasi distres
■ Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya
memverbalisasikan distres yang dialaminya atau
mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan.
Misalnya seorang isteri mengatakan: "Saya merasa bersalah
karena saya seharusnya mengetahui lebih awal bahwa suami
saya mengalami serangan jan­tung. "
■ Biasanya Klien meminta perawat untuk berdoa
bagi kesembuhannya atau memberitahukan
kepada pe­muka agama untuk mengunjunginya.
Perawat juga perlu peka terhadap keluhan klien
tentang kematian atau me­rasa tidak berharga
dan kehilangan arti hidup. Kepekaan perawat
sangat penting dalam menarik kesimpulan dari
verbalisasi klien tentang distres yang dialami
klien.
2. Perubahan perilaku
■ Perubahan perilaku juga dapat merupakan
manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien
yang merasa cemas dengan hasil
pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan
setelah mendengar hasil pemeriksaan
mungkin saja se­dang menderita distres
spiritual.
PROSES KEPERAWATAN
SPIRITUAL
PENGKAJIAN
■ Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal
yang penting yaitu sebaiknya dilakukan setelah
pengkajian aspek psikososial klien.
■ Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data sub­
jektif dan data objektif.
Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali
secara umum adalah:
Afiliasi agama
a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak
aktif.
b. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.

Keyakinan agama atau spiritual,mempengaruhi:


a. Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara agama.
b. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keya­kinan.
c. Strategi koping.
Nilai agama atau spiritual,
mempengaruhi:
a. Tujuan dan arti hidup.
b. Tujuan dan arti kematian.
c. Kesehatan dan pemeliharaannya.
d. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri
dan orang lain.
A. Pengkajian data subjektif
■ Pedoman Pengkajian Spiritual yang disusun
oleh Stoll dalam Craven & Hirnle (1996)
mencakup empat area yaitu :
– konsep tentang Tuhan atau Ketuhanan
– sumber harapan dan kekuatan
– praktik agama dan ritual
– hubungan antara keyakinan spiritual dan
kondisi kesehatan.
Pertanyaan yang dapat diajukan perawat
untuk memperoleh informasi tentang pola
fungsi spiri­tual klien antara lain:
a. Apakah agama atau Tuhan merupakan
hal penting dalam kehidupan anda?
b. Kepada siapa anda biasanya meminta
bantuan?
c. Apakah anda merasa kepercayaan
(agama) membantu anda? Jika ya,
jelaskan bagaimana dapat membantu
anda?
d. Apakah sakit (atau kejadian penting
lainnya yang pernah anda alami) telah
mengubah perasaan anda terhadap Tuhan
atau praktik kepercayaan yang anda anut?
■ Fish dan Shelly dalam Craven dan Hirnle
(1996) juga menambahkan beberapa
pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji
data subjektif sebagai berikut:
a. Mengapa anda berada di rumah sakit?
b. Apakah kondisi sakit yang anda alami telah
mempe­ngaruhi cara anda memandang
kehidupan?
c. Apakah penyakit anda telah mempengaruhi
hubungan anda dengan orang yang paling
berarti dalam kehi­dupan anda?
d. Apakah kondisi sakit yang anda alarrmi telah
mempe­ngaruhi cara anda melihat diri anda
sendiri?
e. Apa yang paling anda butuhkan saat ini?
■ Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji
kebu­tuhan spiritual anak yang antara lain adalah:
a. Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan?
b. Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika
sedang merasa takut (selain kepada orangtua)?
c. Apa kegemaran yang dilakukan ketika sedang
merasa bahagia/gembira? Ketika sedang bersedih?
d. Engkau tahu siapakah Tuhan itu? Seperti apakah
Tuhan itu?
B. Pengkajian data objektif
■ Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik
yang meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku,
verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan.
Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui
observasi.
Perawat perlu mengobservasi aspek aspek berikut ini untuk
mendapatkan data objektif atau data klinik:

Afek dan sikap


1. Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau
preokupasi?
Perilaku
1. Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau
buku keagamaan?
2. Apakah klien seringkali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak
sesuai atau meng­ekspresikan kemarahannya terhadap agama?
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang ber­hubungan dengan
ketidakmampuan untuk merekon­silasi penyakit dengan keyakinan
spiritual.
b. Koping individual tidak efektif yang berhubungan dengan kehilangan
agama sebagai dukungan utama (merasakan ditinggalkan oleh Tuhan).
c. Takut yang berhubungan dengan belum siap untuk meng­hadapi kematian
dan pengalaman kehidupan setelah kematian.
d. Berduka yang disfungsional: Keputusasaan yang
berhubungan dengan keyakinan bahwa agama
tidak mempunyai arti.
e. Keputusasaan yang berhubungan dengan
keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk
Tuhan.
f. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan
pera­saan menjadi korban.
g. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan
ke­gagalan untuk hidup sesuai dengan ajaran
agama.
h. Disfungsi seksual yang berhubungan
dengan konflik nilai.
i. Gangguan pola tidur yang berhubungan
dengan dis­tres spiritual.
j. Risiko tindak kekerasan terhadap diri
sendiri berhu­bungan dengan perasaan
bahwa hidup ini tidak berarti.
PERENCANAAN
■ Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami distres spiritual, harus difokuskan
pada menciptakan lingkungan yang mendukung
praktik keagamaan dan keyakinan yang biasanya
dilakukan.
■ Tujuan ditetapkan secara individual dengan
mempertimbangkan riwayat klien, area berisiko,
dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif
yang relevan.
Contoh tujuan klien dengan distres spiritual :
klien akan:
I . Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang
memenuhi kebutuhan untuk memperoleh arti dan
tujuan, men­cintai dan keterikatan serta
pengampunan. '
2. Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan
rasa nyaman ketika menghadapi tantangan
berupa penya­kit, cidera atau krisis kehidupan
lain.
3. Mengembangkan praktik spiritual yang
memupuk komunikasi dengan diri
sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia
luar.
4. Mengekspresikan kepuasan dengan
keharmonisan antara keyakinan spiritual
dengan kehidupan sehari hari.
Kriteria klien akan:
1. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual.
2. Mengidentifikasi faktor dalam kehidupan yang menantang
keyakinan spiritual.
3. Menggali alternatif: mengingkari, memodifikasi atau
menguatkan keyakinan; mengembangkan keyakinan baru.
4. Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab suci,
kelompok pengajian, dsb)
5. Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya distres
spiritual setelah keberhasilan intervensi.
■ Pada dasarnya perencanaan pada klien
dengan distres spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan:
1. Membantu klien memenuhi kewajiban
agamanya.
2. Membantu klien menggunakan sumber dari
dalam dirinya dengan cara lebih efektif untuk
mengatasi situasi yang sedang dialaminya.
3. Membantu klien mempertahankan atau
membina hu­bungan personal yang dinamik
dengan Maha Pencipta ketika sedang
menghadapi peristiwa yang kurang
menyenangkan.
4. Membantu klien mencari arti keberadaannya
dan si­tuasi yang sedang dihadapinya.
5. Meningkatkan perasaan penuh harapan.
6. Memberikan sumber spiritual atau cara lain
yang relevan.
IMPLEMENTASI
a. Memeriksa keyakinan spiritual pribadi perawat.
b. memfokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap ke­
butuhan spiritualnya.
c. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebu­tuhan
spiritual.
d. Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spi­ritual
pasien.
e. Berespons secara singkat, spesifik, dan faktual.
f. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang
berarti menghayati masalah klien.
g. Menerapkan tehnik komunikasi terapeutik
dengan tehnik mendukung, menerima, bertanya,
memberi informasi, refleksi, menggali perasaan
dan kekuatan yang dimiliki klien
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada
ucapan atau pesan verbal klien
i. Bersikap empati yang berarti memahami dan
mengalami perasaan klien
j. Memahami masalah klien tanpa menghukum
walaupun tidak berarti menyetujui klien
k. Menentukan arti dari situasi klien,
bagaimana klien berespons terhadap
penyakit?
m. Membantu memfasilitasi klien agar dapat
memenuhi kewajiban agama
n. Memberitahu pelayanan spiritual yang
tersedia di rumah sakit
EVALUASI
■Untuk mengevaluasi apakah klien telah
mencapai krite­ria hasil yang ditetapkan
pada fase perencanaan, perawat perlu
mengumpulkan data terkait dengan
pencapaian tujuan asuhan keperawatan.
■ Tujuan asuhan keperawatan tercapai
apabila secara umum klien:
1. Mampu beristirahat dengan tenang.
2. Menyatakan penerimaan keputusan
moral/etika.
3. Mengekspresikan rasa damai
berhubungan dengan Tuhan.
4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan
terbuka dengan pemuka agama.
5. Menunjukkan afek positif, tanpa perasaan
march, rasa bersalah dan ansietas.
6. Menunjukkan perilaku lebih positif.
7. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi
dan keberadaannya.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai