A. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Setelah mendapatkan penyuluhan 15 menit, di harapkan mahasiswa/siswi dapat
memahami dan menerapkan teori distres spiritual terhadap pasien yang mengalami
gangguan psikologis
b. Tujuan Khusus :
Setelah mengikuti penyuluhan peserta di harapkan mampu :
Faktor Presipitasi
o Kejadian Stresfull
o Ketegangan Hidup
1. Afiliasi agama :
a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau
tidak aktif
a. Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi ritual atau upacara
agama
c. Strategi koping
Pertanyaan yang diajukan perawat untuk mendapat informasi pola formasi spiritual
klien
1) Apakah agama atau Tuhan merupakan hal penting dalam kehidupan Anda?
3) Apakah Anda merasa kepercayaan (agama) membantu Anda? Jika ya, jelaskan
bagaimana dapat membantu Anda?
4) Apakah sakit (atau kejadian penting lainnya yang pernah Anda alami) telah
mengubah perasaan Anda terhadap Tuhan atau praktik kepercayaan yang anda
anut?
Fish dan Shelly dalam Craven & Hirne (1996) juga menambahkan beberapa
pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif, yaitu :
a. Mengapa Anda berada dirumah sakit?
b. Apakah kondisi sakit yang Anda alami telah mempengaruhi cara Anda
memandang kehidupan?
c. Apakah penyakit Anda telah mempengaruhi hubungan Anda dengan orang
yang paling berarti dalam khidupan Anda?
d. Apakah kondisi sakit, yang Anda alami telah mempengaruhi cara Anda
melihat diri Anda sendiri?
e. Apa yang paling Anda butuhkan saat ini?
Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji kebutuhan spiritual anak,
antara lain, sebagai berikut :
a. Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan?
b. Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut
(selain kepada orangtua)?
c. Apa kegemaran yang dilakukan ketikda sedang merasa bahagia/gembira?
Ketika sedang bersedih?
d. Engaku tahu siapakah Tuhan itu? Seperti apakah Tuhan itu?
a. Afek dan sikap : Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis, atau prekopusi?
b. Perilaku
1) Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku
keagamaan?
2) Apakah klien sering kali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau
mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
c. Verbalisasi
1) Apakah klien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik keagamaan
lainnya (walaupun hanya sepintas)?
d. Hubungan interpersonal
1) Siapa pengunjung klien?
4) Bagaimana klien berhubungan dengan klien yang lain dan dengan tenaga
keperawatan?
e. Lingkungan
Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian ternyata terdapat masalah spiritual yang dapat diatasi
dengan intervensi keperawatan secara mandiri, istilah yang bisa digunakan adalah
distress spiritual. Istilah ini selanjutnya atau lebih spesifik, yaitu kepedihan spiritual
(spiritual pain), pengasingan diri (alienation), ansietas, rasa bersalah, marah,
kehilangan, atau putus asa.
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan distress spiritual sebagai etiologiatau
penyebab masalah lain.
1) Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan dengan
teridentifikasi, selanjutnya perawat dank lien menyusun kriteria hasil dan rencana
intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distress spiritual
harus difokuskan pada menciptakan lingkuan yang mendukung praktik keagamaan dan
keyakinan yang biasanya dilakukan tuuan ditetapkan secara individual dengan
mempertimbangkan riwayat klien, area berisiko, dan tanda-tanda disfungsi, serta data
objektif yang relevan. perencanaan pada klien dengan distress spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan:
b. Membantu klien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara lebih efektif untuk
mengatasi yang sedang dialaminya.
d. Membantu klien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya.
Implementasi
Intervensi keperawatan perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan keyakinan agama tiap
individu klien berdasarkan usia. Craven & Hirnle (1996) mengklasifikasikan intervensi
berdasarkan kelompok usia:
1. Bayi. Hospitalisasi dan penyakit yang dialamianak akan memengaruhi rasa percaya
yang mendasar terhadap orang tuanya. Perawat berperan mendukung kebutuhan
spiritual orang tua, yang selanjutnya memungkinkan orang tua untuk memenuhi
kebutuhan bayi. Pemenuhan kebutuhan spiritual pada orang tua dengan bayi yang
dirawat inap adalah dengan mendengarkan, menawarkan dukungan, dan meningkatkan
stabilitas sistem dukungan keluarga. Untuk mencapai hal ini, orang tua harus dianjurkan
untuk tetap mempertahankan kontak dengan bayinya serta terlibat semaksiamal
mungkin dalam merawat bayinya yang sedang sakit.
2. Todler dan anak prasekolah. perawat diharapkan melakukan kegiatan kegiatan secara
rutin dan berespons terhadap pertanyaan anak senyata atau sekonkret mungkin. Peran
perawat terutama mendukung keluarga untuk melakukan ritualitas keyakinan agama.
Jika keluarga tidak dapat melakukannya, perawat diharapkan untuk membantu
melakukannya. Anak – anak pada usia ini, sangat peka terhadap isu baik buruk. Oleh
karena itu, jangan sampai mengatakan kepada anak bahwa rasa sakit atau terapi yang
menakutkan merupakan suatu hukuman baginya, walaupun mereka mungkin merasakan
demikian. Perlu ditekankan kepada anak bahwa mereka tetap dicintai oleh orang tuanya,
perawat, dan bahkan Tuhan serta yang lainnya yang merupakan sumber kekuatan bagi
anak.
3. Anak dan remaja. Perawat perlu memahami bahwa pada usia ini, anak dan remaja
sudah tidak beranggapan lagi bahwa penyakitnya disebabkan karena pernah berbuat
salah sehingga mendapat hukuman dari Tuhan. Justru pada masa ini, anak dan remaja
merasa takut dan cemas dengan lingkungan sekitarnya. Penerimaan dan klarifikasi
pengalaman merupakan cara yang efektif untuk membantu menemukan arti dari
peristiwa yang dialaminya.
Perkembangan interaksi dengan teman sebaya tetap merupakan prioritas meskipun
remaja sedang sakit. Oleh karena itu, perawat perlu menjalin hubungan baik dengan
temannya dan menyarankan mereka untuk secara rutin mengunjungi temannya yang
sedang dirawat, kecuali jika kondisi klien tidak memungkinkan. Remaja mempunyai
kemampuan untuk mengonsepsualisasi hubungan personalnya dengan Tuhan. Pada saat
sakit, remaja mungkin mempertanyakan pengalamannya dan mencoba
mengintegrasikan pengalaman tersebut dalam kehidupan mereka, sama halnya dengan
orang dewasa. Perawat sebaiknya menindaklanjuti data tentang kebutuhan spiritual yang
diperoleh pada saat pengkajian, dan jika diperlukan, memfasilitasi kunjungan pemuka
agama atau orang yang dekat dengan remaja sebagimana yang diinginkannya.
4. Dewasa dan lanjut usia. Klien usia dewasa muda cenderung mengklarifikasi
keyakinan, pribadi, dan komitmennya berdasarkan pengalaman dan hubungan pada
masa lalu. Pada saat ini, klien membina keyakinan pribadi dan mencari arti dari
kehidupan yang dijalaninya. Dalam hubungan jangka panjang dengan klien yang
dirawat, perawat diharapkan bersedia menjadi pendengar aktif, memberi dukungan, dan
membantu memvalidasi perasaan dan pengalaman klien yang selanjutnya akan
memfasilitasi penggalian pengalaman arti kehidupan dan kematian bagi klien, pada saat
bersamaan, perawatan juga perlutetap menjalin hubungan dengan keluarga klien karena
hubungan ini juga akan memberi arti tertentu dalamkehidupan klien. Pada pasien lanjut
usia, perawat perlu mendengarkan dan memberi dukungan kepada klien yang sedang
menghadapi situasi sehat – sakit dengan menunjau kembali pengalaman masa lalu
lansia. Perawat memberi kesempatan kepada lansia untuk menggali pengalaman masa
lalunya dan memahami pengalaman lansia tersebut. Apabila karena proses penuaan
yang dialami lansia, tidak memungkinkan mereka untuk berhubungan atau berperan
serta dalam kegiatan keagamaan, perawat perlu memfaslitasi hubungan klien lansia
dengan individu atau kelompok yang ada dimasyarakat.
Evaluasi
Perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan untuk mengevaluasi apakah klien telah mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara
umum klien:
1) Mampu beristirahat dengan tenang
5) Menunjukkan efek positif, tanpa perasaan marah, rasa bersalah, dan ansietas
B. Pelaksanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peseta
1 2 menit Pembukaan 1. Menyampaikan salam
2. Perkenalan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Persepsi
2 15 menit Pelaksanaan 1. pemberian materi:
Menjelaskan definisi dari distress spiritual