Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Distres Spiritual

Sasaran : mahasiswa S1 Tingkat 2

Tempat : kampus B3 RS baptis kediri

Waktu : 20 maret 2018

Metode : Ceramah dan Tanya jawab

Media : leafleat dan ppt

A. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Setelah mendapatkan penyuluhan 15 menit, di harapkan mahasiswa/siswi dapat
memahami dan menerapkan teori distres spiritual terhadap pasien yang mengalami
gangguan psikologis

b. Tujuan Khusus :
Setelah mengikuti penyuluhan peserta di harapkan mampu :

a. Mengetahui definisi dari distress spiritual

b. Dapat menyebutkan dan menjelaskan etiologi distress spiritual

c. Dapat Mejelaskan asuhan keperawatan mengenai distress spiritual

c. Garis Besar Teori


a. Materi
 Pengertian distress spiritual
Distres spiritual adalah suatu keadaan menderita yang berhubungan
dengan gangguan kemampauan untuk mengalami makna hidup melalui hubungan
dengan diri sendiri dunia atau kekuatan yang tinggi (Herdman,2015).
Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkan
gangguan pada aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah - masalah
fisik atau psikososial yang dialami

 Etiologi distress spiritual


 Faktor Predisposisi

Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif


seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses
interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan
spiritual seseorang.
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial, tingkatan sosial.

 Faktor Presipitasi

o Kejadian Stresfull

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena


perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat
karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

o Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya


distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan,
perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik
dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.
 Asuhan keperawatan mengenai distress spiritual
 Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif.
Pada dasarnya, informasi awal yang perlu digali secara umum adalah sebagai
berikut.

1. Afiliasi agama :

a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau
tidak aktif

b. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama

2. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi :

a. Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi ritual atau upacara
agama

b. Persepsi penyakit : hukuman, cobaan terhadap keyakinan

c. Strategi koping

3. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :

a. Tujuan dan arti hidup

b. Tujuan dan arti kematian

c. Kesehatan dan pemeliharaannya

d. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, dan orang lain


 Pengkajian Data Subjektif
Menurut Stoll dalam Craven & Hirnle (1996); Pengkajian Data Subjektif
mencakup empat area, yaitu :

a. Konsep tentang Tuhan atau Ketuhanan

b. Sumber harapan dan kekuatan

c. Praktik agama dan ritual

d. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan

Pertanyaan yang diajukan perawat untuk mendapat informasi pola formasi spiritual
klien

1) Apakah agama atau Tuhan merupakan hal penting dalam kehidupan Anda?

2) Kepada siapa Anda biasanya meminta bantuan?

3) Apakah Anda merasa kepercayaan (agama) membantu Anda? Jika ya, jelaskan
bagaimana dapat membantu Anda?

4) Apakah sakit (atau kejadian penting lainnya yang pernah Anda alami) telah
mengubah perasaan Anda terhadap Tuhan atau praktik kepercayaan yang anda
anut?

Fish dan Shelly dalam Craven & Hirne (1996) juga menambahkan beberapa
pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif, yaitu :
a. Mengapa Anda berada dirumah sakit?
b. Apakah kondisi sakit yang Anda alami telah mempengaruhi cara Anda
memandang kehidupan?
c. Apakah penyakit Anda telah mempengaruhi hubungan Anda dengan orang
yang paling berarti dalam khidupan Anda?
d. Apakah kondisi sakit, yang Anda alami telah mempengaruhi cara Anda
melihat diri Anda sendiri?
e. Apa yang paling Anda butuhkan saat ini?
Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji kebutuhan spiritual anak,
antara lain, sebagai berikut :
a. Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan?
b. Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut
(selain kepada orangtua)?
c. Apa kegemaran yang dilakukan ketikda sedang merasa bahagia/gembira?
Ketika sedang bersedih?
d. Engaku tahu siapakah Tuhan itu? Seperti apakah Tuhan itu?

 Pengkajian Data Objektif


Pengakajain data objektif ini meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku,
verbalisasi, hubungan interpersonal, dan lingkungan. Pengkajian data objektif
terutama dilakukan melalui observasi.

a. Afek dan sikap : Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis, atau prekopusi?

b. Perilaku

1) Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku
keagamaan?

2) Apakah klien sering kali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau
mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?

c. Verbalisasi

1) Apakah klien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik keagamaan
lainnya (walaupun hanya sepintas)?

2) Apakah klien pernah meminta dikunjungi pemuka agama?

3) Apakah klien mengekspresikan takutnya terhadap kematian, kepedulian dengan


arti kehidupan, konflik batin tentang keyakinan agama, kepedulian tentang
hubungan dengan Maha Penguasa, pertanyaan tentang arti keberadaannya di
dunia, arti penderitaan, atau implikasi terapi terhadap nilai moral/etik?

d. Hubungan interpersonal
1) Siapa pengunjung klien?

2) Bagaimana klien berespons terhadap pengunjung?

3) Apakah pemuka agama datang mengunjungi klien?

4) Bagaimana klien berhubungan dengan klien yang lain dan dengan tenaga
keperawatan?

e. Lingkungan

1) Apakah klien membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya?

2) Apakah klien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan?

 Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian ternyata terdapat masalah spiritual yang dapat diatasi
dengan intervensi keperawatan secara mandiri, istilah yang bisa digunakan adalah
distress spiritual. Istilah ini selanjutnya atau lebih spesifik, yaitu kepedihan spiritual
(spiritual pain), pengasingan diri (alienation), ansietas, rasa bersalah, marah,
kehilangan, atau putus asa.
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan distress spiritual sebagai etiologiatau
penyebab masalah lain.
1) Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual.

2) Ketidakefektifan koping individual yang berhungan dengan kehilangan agama


sebagai dukungan utama (merasa ditinggalkan oleh Tuhan.
3) Takut yang berhubungan dengan belum siap menghadapi kematian dan pengalaman
kehidupan setelah kematian.
4) Berduka yang disfungsional: keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan
bahwa agama tidak mempunyai anti.
5) Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang peduli,
termasuk Tuhan.
6) Ketidak berdayaan yang berhubungan dengan perasaan menjadi korban.
7) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan kegagalan untuk hidup sesuai dengan
ajaran agama.
8) Disfungsi seksual yang berhubungan dengan konflik nilai.
9) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan distress spiritual.
10) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri yang berhungan dengan perasaan
bahwa hidup ini tidak berarti

 Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan dengan
teridentifikasi, selanjutnya perawat dank lien menyusun kriteria hasil dan rencana
intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distress spiritual
harus difokuskan pada menciptakan lingkuan yang mendukung praktik keagamaan dan
keyakinan yang biasanya dilakukan tuuan ditetapkan secara individual dengan
mempertimbangkan riwayat klien, area berisiko, dan tanda-tanda disfungsi, serta data
objektif yang relevan. perencanaan pada klien dengan distress spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan:

a. Membantu klien memenuhi kewajiban agamanya.

b. Membantu klien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara lebih efektif untuk
mengatasi yang sedang dialaminya.

c. Membantu klien mempertahankan atai membina hubungan personal yang dinamik


dengan Maha Pencpta ketia sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan.

d. Membantu klien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya.

e. Meningkatkan perasaan penuh harapan.

f. Memberi sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

 Implementasi

Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan


prinsip – prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut:
1. Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
2. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya
3. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
4. Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual pasien
5. Berespons secara singkat, spesifik, dan faktual
6. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati
masalah klien
7. Menerapkan teknik komunikasi terapeutikk dengan mendukung, menerima,bertanya,
memberi informasi, refleksi, serta menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki
klien
8. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien
9. Bersikap empati yang berarti memahami dan mengalami perasan klien
10. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui klien
11. Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespons terhadap penyakit?
12. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman, cobaan,
atau anugrah dari Tuhan?
13. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama
14. Memberi tahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit

Intervensi keperawatan perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan keyakinan agama tiap
individu klien berdasarkan usia. Craven & Hirnle (1996) mengklasifikasikan intervensi
berdasarkan kelompok usia:

1. Bayi. Hospitalisasi dan penyakit yang dialamianak akan memengaruhi rasa percaya
yang mendasar terhadap orang tuanya. Perawat berperan mendukung kebutuhan
spiritual orang tua, yang selanjutnya memungkinkan orang tua untuk memenuhi
kebutuhan bayi. Pemenuhan kebutuhan spiritual pada orang tua dengan bayi yang
dirawat inap adalah dengan mendengarkan, menawarkan dukungan, dan meningkatkan
stabilitas sistem dukungan keluarga. Untuk mencapai hal ini, orang tua harus dianjurkan
untuk tetap mempertahankan kontak dengan bayinya serta terlibat semaksiamal
mungkin dalam merawat bayinya yang sedang sakit.
2. Todler dan anak prasekolah. perawat diharapkan melakukan kegiatan kegiatan secara
rutin dan berespons terhadap pertanyaan anak senyata atau sekonkret mungkin. Peran
perawat terutama mendukung keluarga untuk melakukan ritualitas keyakinan agama.
Jika keluarga tidak dapat melakukannya, perawat diharapkan untuk membantu
melakukannya. Anak – anak pada usia ini, sangat peka terhadap isu baik buruk. Oleh
karena itu, jangan sampai mengatakan kepada anak bahwa rasa sakit atau terapi yang
menakutkan merupakan suatu hukuman baginya, walaupun mereka mungkin merasakan
demikian. Perlu ditekankan kepada anak bahwa mereka tetap dicintai oleh orang tuanya,
perawat, dan bahkan Tuhan serta yang lainnya yang merupakan sumber kekuatan bagi
anak.
3. Anak dan remaja. Perawat perlu memahami bahwa pada usia ini, anak dan remaja
sudah tidak beranggapan lagi bahwa penyakitnya disebabkan karena pernah berbuat
salah sehingga mendapat hukuman dari Tuhan. Justru pada masa ini, anak dan remaja
merasa takut dan cemas dengan lingkungan sekitarnya. Penerimaan dan klarifikasi
pengalaman merupakan cara yang efektif untuk membantu menemukan arti dari
peristiwa yang dialaminya.
Perkembangan interaksi dengan teman sebaya tetap merupakan prioritas meskipun
remaja sedang sakit. Oleh karena itu, perawat perlu menjalin hubungan baik dengan
temannya dan menyarankan mereka untuk secara rutin mengunjungi temannya yang
sedang dirawat, kecuali jika kondisi klien tidak memungkinkan. Remaja mempunyai
kemampuan untuk mengonsepsualisasi hubungan personalnya dengan Tuhan. Pada saat
sakit, remaja mungkin mempertanyakan pengalamannya dan mencoba
mengintegrasikan pengalaman tersebut dalam kehidupan mereka, sama halnya dengan
orang dewasa. Perawat sebaiknya menindaklanjuti data tentang kebutuhan spiritual yang
diperoleh pada saat pengkajian, dan jika diperlukan, memfasilitasi kunjungan pemuka
agama atau orang yang dekat dengan remaja sebagimana yang diinginkannya.
4. Dewasa dan lanjut usia. Klien usia dewasa muda cenderung mengklarifikasi
keyakinan, pribadi, dan komitmennya berdasarkan pengalaman dan hubungan pada
masa lalu. Pada saat ini, klien membina keyakinan pribadi dan mencari arti dari
kehidupan yang dijalaninya. Dalam hubungan jangka panjang dengan klien yang
dirawat, perawat diharapkan bersedia menjadi pendengar aktif, memberi dukungan, dan
membantu memvalidasi perasaan dan pengalaman klien yang selanjutnya akan
memfasilitasi penggalian pengalaman arti kehidupan dan kematian bagi klien, pada saat
bersamaan, perawatan juga perlutetap menjalin hubungan dengan keluarga klien karena
hubungan ini juga akan memberi arti tertentu dalamkehidupan klien. Pada pasien lanjut
usia, perawat perlu mendengarkan dan memberi dukungan kepada klien yang sedang
menghadapi situasi sehat – sakit dengan menunjau kembali pengalaman masa lalu
lansia. Perawat memberi kesempatan kepada lansia untuk menggali pengalaman masa
lalunya dan memahami pengalaman lansia tersebut. Apabila karena proses penuaan
yang dialami lansia, tidak memungkinkan mereka untuk berhubungan atau berperan
serta dalam kegiatan keagamaan, perawat perlu memfaslitasi hubungan klien lansia
dengan individu atau kelompok yang ada dimasyarakat.

Evaluasi
Perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan untuk mengevaluasi apakah klien telah mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara
umum klien:
1) Mampu beristirahat dengan tenang

2) Menyatakan penerimaan keputusan moral/etika

3) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan

4) Menunjukan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama

5) Menunjukkan efek positif, tanpa perasaan marah, rasa bersalah, dan ansietas

6) Menunjukan perilaku lebih positif

7) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya

B. Pelaksanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peseta
1 2 menit Pembukaan 1. Menyampaikan salam
2. Perkenalan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Persepsi
2 15 menit Pelaksanaan 1. pemberian materi:
 Menjelaskan definisi dari distress spiritual

 Menyebutkan dan menjelaskan etiologi distress


spiritual

 Mejelaskan asuhan keperawatan mengenai


distress spiritual
3 5 menit Evaluasi 1. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
bertanya
2. Memberi pertanyaan kepada peserta secara
bergantian
3. Peserta mengerti seluruh materi penyuluhan
yang telah disampaikan
4 3 menit Terminasi 1. menyimpulkan hasil pnyuluhan
2. mengakhiri kegiatan (salam penutup)

Anda mungkin juga menyukai