Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN HIV AIDS

“VCT, PITC DAN DASAR-DASAR KONSEP KONSELING

PADA PASIEN HIV AIDS”

Disusun Oleh :

FITRI KURNIATI

(1811142010041)

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. SISKA DAMAIYANTI, M.Kep

PRODI S1 KEPERAWATAN TINGKAT 2A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

T.A 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya serta
memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongannya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu nabi muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah “VCT, PITC DAN DASAR-DASAR KONSEP KONSELING PADA
PASIEN HIV AIDS”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauah dari kata sempurna dan
masih banyak mendapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dan pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum wr.wb

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................................

A. LATAR BELAKANG....................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................
C. TUJUAN......................................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................................

A. PENGERTIAN VCT DAN PITC...................................................................................


B. TUJUAN VCT DAN PITC............................................................................................
C. MODEL PELAYANAN VCT DAN PITC................................................................
D. KEGIATAN VCT DAN PITC..................................................................................
E. PERBEDAAN VCT DAN PITC...............................................................................
F. DASAR – DASAR KONSELING............................................................................

BAB III : PENUTUP................................................................................................................

A. KESIMPULAN...........................................................................................................
B. SARAN....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel


CD4+ dan limfosit sehingga menyebabkan kerusakan sel tersebut, akibatnya adalah
penurunan sistem kekebalan tubuh manusia. Accquired immunodeficiency syndroms
(AIDS) merupakan kumpulan dari penyakit- penyakit yang di akibatkan oleh virus
HIV, bahkan bisa berujung pada kematian.

Menurut WHO pada tahun 2015 di seluruh dunia ada 36,7 juta orang hidup
dengan HIV yang meliputi 17,8 juta perempuan dan 18 juta anak berusia < 15 tahun.
Jumlah dengan infeksi baru HIV pada tahun 2015 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9
juta orang dewasa dan 150.000 anak berusia < 15 tahun. Jumlah kematian yang
diakibatkan AIDS sebanyak 1,1 juta yang terdiri dari 1 juta orang dewasa dan 110.000
anak berusai <15 tahun. Kasus HIV AIDS pertama kali di temukan di provinsi Bali
pada tahun 1987. Sampai saat ini di Indonesia HIV AIDS sudah menyebar di 368
kabupaten atau kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah kasus baru HIV positif
yang dilaporkan pada tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus. Berdasarkan laporan
provinsi, jumlah kasus infeksi HIV yang dilaporkan sejak 1998 sampai september
2014 provinsi Jawa Timur merupakan nomer dua pengidap HIV terbanyak yaitu
sebanyak 19.249 kasus (Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014). Jumlah kasus HIV
menurut jenis kelamin di Kota Malang tahun 2014 laki-laki adalah 317 orang dan
perempuan 149 orang (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2015).

Dalam upaya mengendalikan penyebaran HIV AIDS maka diperlukan deteksi


dini (Kemenkes RI, 2013). Deteksi dini sangat penting dilakukan untuk mengetahui
adanya infeksi HIV didalam tubuh seseorang. Tes HIV merupakan yang terpenting
pada layanan pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan. Tes dan
konselingHIV akan mendorong seseorang untuk mengambil langkah pencegahan
penularan HIV. Pencegahan penularan HIV salah satunya dapat dilakukan juga pada
saat kehamilan dengan cara melakukan pemeriksaan HIV secara dini atau mengikuti
program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2013 Tentang penanggulangan HIV dan AIDS Pasal 17 menjelaskan bahwa ibu hamil
yang memeriksakan kehamilannya harus dilakukan promosi kesehatan dan
pencegahan penularan HIV melalui pemeriksaan diagnostik HIV dengan tes dan
konseling. Tes dan konseling dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan
laboratorium rutin saan pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan pada semua
ibu hamil yang tinggal di daerah dengan epedemi meluas dan terkonsentrasi atau ibu
hamil dengan keluhan IMS dan tuberkolosis di daerah epedemi rendah (Permenkes
RI, 2014).

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), Proses pendekatan tes dan


konseling HIV di Indonesia melalui dua pendekatan yaitu: (1) model pendekatan
utama adalah konseling dan tes HIV sukarela atau KTS. Atau atas inisiatif klien
sendiri. Pendekatan tersebut mengandalkan keaktifan klien dalam mencari layanan tes
HIV, namun cakupan layanan dari KTS tersebut terbatas karena masih adanya
ketakutan akan stigma dan deskriminasi serta kebanyakan orang tidak merasa dirinya
beresiko tertular HIV; (2) pendekatan yang lainnya untuk meningkatkan cakupan
guna mencapai keterjangkauan pada pencegahan, perawatan, dukungan dan
pengobatan HIV yaitu tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan
konseling( TIPK). Layanan Tes HIV atas Inisiatif pemberi layanan kesehatan dan
konseling (TIPK) salah satunya meliputi penawaran tes HIV bagi ibu hamil.

Motivasi terkait pemeriksaan HIV pada ibu hamil tergolong masih sangat
rendah, dilihat dari ketika petugas kesehatan memberikan penawaran tes HIV kepada
seluruh ibu hamil yang sedang melakukan kujungan Antenatal Carw (ANC) masih
banyak ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV. Padahal tes HIV sangat penting
dilakukan karena kemungkinan HIV tersebut didapatkan dari pasangan seksualnya,
perilaku seks yang beresiko yang dilakukan pada masa lalau, penggunaan NAPZA.
Tes HIV juga sangat penting untung ibu hamil untuk mengetahui status HIV dalam
tubuhnya, apabila ibu hamil tersebut terinfeksi HIV maka kemungkinan 90% HIV
tersebut akan ditularkan kepada bayi yang sedang dikandungnya. Banyak ibu hamil
yang beranggapan bahwa tes HIV tidak penting dan tidak perlu dilakukan karena ibu
hamil tersebut merasa tidak beresiko terkena HIV dan takut untuk mengetahui hasil
tes HIV.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu VCT dan PITC?
2. Apa tujuan dari VCT dan PITC?
3. Apa model pelayanan VCT dan PITC?
4. Apa kegiatan pelayanan VCT dan PITC?
5. Apa perbedaan VCT dan PITC?
6. Apa dasar – dasar konseling?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian VCT dan PITC
2. Untik mengetahui tujuan dari VCT dan PITC
3. Untuk mengetahui model pelayanan VCT dan PITC
4. Untuk mengetahui apa saja kegiatan pelayanan VCT dan PITC
5. Untuk mengetahui perbedaan VCT dan PITC
6. Untuk mengetahui dasa-dasar konseling
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian VCT dan PITC


1. Pengertian vct
Voluntary Conseling and Testing atau yang lebih dikenal dengan VCT HIV
dan AIDS merupakan salah satu program yang dilaksanakan dalam upaya
mencegah penyebaran penyakit HIV dan AIDS. Voluntary Counselling and
Testing (VCT) merupakan entry point untuk memberikan perawatan, dukungan
dan pengobatan bagi ODHA. VCT juga merupakan salah satu model untuk
memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk merubah prilaku
berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. (Haruddin,dkk, 2007)
Voluntary Counselling and Testing (VCT) adalah suatu pembinaan dua arah
atau dialog yang berlangsung tidak terputus antara konselor dan klien nya dengan
tujuan mencegah penularan. (Nursalam, 2007)
WHO menyatakan bahwa VCT atau CITC (Client- Initiated Testing and
Counselling) merupakan pendekatan primer dalam konseling dan tes HIV dan
AIDS yang ditekankan pada pengkajian dan manajemen dari perilaku beresiko,
memberikan pengetahuan tentang isu-isu dan informasi seperti keinginan dan
implikasi untuk melakukan tes, dan strategi –strategi untuk mengurangi perilaku –
perilaku beresiko dengan partisipasi klien secara aktif datang kepeda pelayanan
kesehatan secara sukarela. Konseling dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan
tes untuk mendiagnosa HIV dan AIDS, jika didapatkan hasil tes positif maka
konseling akan mengarah pada perawatan, terapi dan pelayanan pendukung
lainnya.
2. Pengertia PITC
Walaupun demikian, ternyata VCT dinilai tidak cukup efektrif sehingga
muncul inisiatif untuk membuat tes HIV “lebih rutin”. Untuk itu lah, pada sekitar
agustus 2006, WHO bersama dengan UNAIDS membuat suatu pernyataan
kebijakan untuk mempromosikan Profider Iniated HIV Testing and Counselling
(PITC) pada fasilitas penyedia layanan kesehatan yang diintegrasikan pada
pelayanan tertentu seperti Antenatal Care dan Tubercolosis ( WHO, UNAIDS,
2006).
Provider-Initiated HIV Testing and Counselling (PITC) adalah suatu tes
HIV dan AIDS konseling yang diinisiasi oleh petugas kesehatan kepeda
pengunjung sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan
medis. ( Kemenkes RI, 2012)

B. Tujuan VCT dan PITC


1. Tujuan VCT
Tujuan utama VCT adalah untuk mendorong orang yang sehat,
asymptomatik untuk mengetahui status HIV, sehat, asymptomatik UTK
mengetahui status HIV sehingga mereka adapat mengurangi tingkat penularannya.
Sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif, karena orang dapat
mengetahui status HIV mereka sementara mereka masih menjalankan perilaku
beresiko.
Voluntary Counselling and Testing ( VCT ) berperan dalam memberikan
dukungan moral, informasi serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan
lingkungan.
Menurut Nursalam (2007), VCT mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Upaya mencegah HIV dan AIDS
b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/
pengetahuan tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi
HIV dan AIDS.
c. Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini
mengarahkan mereka menuju keprogram pelayanan dan dukungan
termasuk akses terapi antiretrofiral (ART), serta membantu mengurangi
stigma dalam masyarakat.
2. Tujuan PITC
Tujuan utama PITC adalah untuk membuat keputusan klinis dan atau
menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa
mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART. Apabila seseorang yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan adanya tanda atau gejala
yang mengarah kepenyakit terkait HIV maka tanggung jawab dari petugas
kesehatan adalah menawarkan tes HIV dan konseling kepada pasien tersebut
sebagai bagian dari tata laksana klinis.
PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV pada stadium awal
yang belum menunjukkan gejala penyakit yang jelas karena penurunan kekebalan.
Oleh karena itu kadang – kadang konseling dan tes HIV juga ditawarkan kepada
pasien dengan gejala yang mungkin tidak terkaid dengan HIV sekalipun.

C. Model Pelayanan VCT DAN PITC


1. Model Pelayanan VCT
Adalah klien mencari pelayanan konseling dan tes HIV dan AIDS, dimana klien
akan menerima beberapa pelayanan yaitu (WHO, 2006) :
a. Konseling sebelum tes (Pre-Test Counselling),
b. Persetujuan untuk tes HIV dan AIDS (Informet Consent)
c. Tes HIV dan AIDS (Testing)
d. Konseling pasca tes dengan pembacaan hasil tes (Receive HIV Test Results
During a Post –Test Counselling)
2. Model Pelayanan PITC
Sedangkan PICT sesuai dengan pedoman WHO/ UNAIDS, 2006 mengedepankan
“3C”
a. Informet Consent
b. Counselling
c. Counfidentiality
D. Kegiatan VCT dan PITC
1. Kegiatan VCT
a. Konseling Pra-Tes
1) Kegiatan penilaian faktor resiko
2) Informasi tentang HIV / AIDS
3) Mendiskusikan keuntungan dan kerugian mengetahui status HIV
4) Mempersiapkan klien untuk mengetahui hasil tes HIV informasi
pengurang dampak buruk
5) Rencana memberitahu pasangan bila hasil tes HIV positif (Partnert
Notification)
b. Tes HIV
1) VCT mensyaratkan tes HIV setelah ada Informed Consent orang yang
akan diperiksa
2) HIV tes harus selalu merupakan keputusan individual setelah benar
memahami informasi
3) Pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya HIV dalam tubuh
(melalui antibodi atau virus/fraksi dengan metode rapid diagnostic
test (RDT) atau EIA (Enzyme Immuno Assay), dilakukan oleh tenaga
medis/teknisi laboratorium/bidan/perawat terlatih.
c. Konseling PascaTest
1) Mempersiapkan klien untuk menerima dan membuka hasil
2) Menolong klien untuk memahami dan ‘cope’ denganhasilnya
3) Memberikan informasi lanjutan
4) Informasirujukan klien kelayanan lain
5) Konseling pengurangan dampak buruk
6) Mendiskusikan ‘partner notifications’
a) Bila hasil positif
 Berikan waktu kepada klien untuk mengungkapkan
emosinya
 Yakinkan bahwa klien paham hasil tes
 Menolong klien ‘cope’ dengan hasilnya
 Diskusikan pelayanan komprehensif
 Konseling lanjutan dan ‘partner notification’
b) Bila hasil negatif
 Yakinkan bahwa klien paham hasilnya
 Menolong klien ‘cope’ secara emosional
 Mendiskusikan ‘window period’dan testing ulang
 Diskusikan pengurangan dampak buruk
2. Kegiatan PITC
Kegiatan PITC dilakukan atas inisiatif petugas kesehatan yang menganjurkan
kepada klien untuk dilakukan tes HIV, rincian kegiatan antara lain :
a. Konseling Pra Test
Dilakukan oleh konselor PITC tenaga terlatih kepada klien yang
menginginkan dilakukannya pemeriksaan HIV. Materi antara lain :
1) Informasi dasar tentang HIV AIDS
2) Informasi tentang tatacara penularan dan mengurangi faktor resiko HIV
3) Dokumentasi dan diskusi tentang penggunaan kondom dan jarum
suntik steril
4) Keuntungan dan isu potensi berkaitan dengan konseling
5) Prosedur tes HIV dan penyampaian hasil tes HIV
6) Informasi rujukan dan dukungan
b. Tes HIV
Dilakukan pengambilan darah serta pemeriksaan HIV oleh tenaga laborat
yang telah terlatih dan dilakukan inform consent.
c. Konseling Pasca Test
Membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil tes,
konselor melakukan : penjelasan tentang hasil tes, pembacaan hasil tes,
pemberian informasi selanjutnya, rujukan ke fasyankes lain apabila
diperlukan, diskusi untuk mengurangi resiko penularan HIV.
1) Konseling hasil tes HIV non reaktif
Konseling bagi yang hasilnya non reaktif, minimal harus meliputi hal
sebagai berikut :
a) Penjelasan hasil tentang tesnya, termasuk penjelasan tentang
periode jendela, yaitu belum terdeteksinya antibodi HIV dan
anjuaran untuk menjalani tes kembali ketika terjadi penularan HIV.
b) Informasi dasar tentang cara mencegah terjadinya penularan HIV
c) Pemberian kondom laki-laki atau perempuan

Baik petugas kesehatan maupun pasien selanjutnya membahas dan


menilai perlunya rujukan untuk mendapatkan konseling pasca tes lebih
mendalam atau dukungan pencegahan lainnya.
2) Konseling hasil test HIV reaktif
Secara umum, konseling hasil test hiv reaktif direkomendasikan untuk
dilakukan dengan bahasa yang sederhana dan singkat dan dilanjutkan
dengan dialog untuk menangkap keinginan dan prespektif pasien
dalam menangani kasus mereka.
Bagi pasien dengan tes HIV positif, maka petugas kesehatan
menyampaikan hal sebagai berikut :
a) Memberikan informasi hasil tes HIV kepada pasien secara
sederhana dan jelas dab memastikan pasien mengerti tentang arti
tes.
b) Melakukan pemeriksaan klinis dan lab secara menyeluruh untuk
skrining TB, mencari infeksi oportunistik, memberikan
pengobatan infeksi opostunistik jika ada, memberikan
kotrimoksasol profilaksis.
c) Memberikan rencana pengobatan ARV dan informasi tempat
pelayanan untuk ARV terdekat dengan pasien. Memberikan
kesempatan pasien untuk bertanya.
d) Melalui konseling Pra ART
e) Merujuk ke unit lain terkait dengan kebutuhan pasien baik terkait
dengan perawatan, pengobatan maupun pencegahan.
3) Konseling Pasca tes bagi ibu hamil
Konseling bagi perempuan hamil dengan HIV reaktif juga harus
meliputi masalah berikut :
a) Rencana persalinan
b) Penggunaan ARV
c) Dukungan gizi yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan zat
besi dan asam folat.
d) Pemberian ARV pada bayi segera setelah lahir, pemberian
kotrimoksasol profilaksis, ASI dan makanan bayi
e) Rencana tes HIV pada bayi setelah usia 18 bulan dan tindak lanjut
lain terkaid dengan perawatan dan pengobatan yang mungkin
diperlukan
f) Test HIV bagi pasangan.
E. Perbedaan VCT dan PITC
tabel 2.1 perbedaan VCT dan PICT (Bock et al, 2008)

No Perbedaan VCT PITC


1 Klien / pasien Datang ke UPK khusus untuk Datang ke klinik karena
test HIV, sudah siap untuk TB atau symptom TB,
test HIV, biasanya tidak selalu siap untuk
asimptomatik tes HIV
2 Provider Biasanya adalah konselor Petugas kesehatan yang
terlatih, tidak harus petugas sudah dilatih tentang
kesehatan di UPK PITC
3 Tujuan utama Pencegahan penularan HIV Mendiagnosis HIV untuk
konseling dan tes melalui pemeriksaan risiko, manajemen klinis TB dan
HIV pengurangan risiko dan tes HIV secara tepat
4 Pre-tes Konseling yang berpusat pada Provider
klien one on one sama-sama merekomendasikan dan
pentingnya bagi klien untuk menawarkan tes pada
mengetahui hasil HIV positif semua pasien TB.
maupun negative Penjelasan singkat
tentang pentingnya
melakukan tes HIV,
waktu lebih singkat
untuk pasien dengan tes
HIV negative focus pada
mereka yang hasil tes
HIV positif
5 Follow-up HIV positif dirujukuntuk Penatalaksanaan klinis
mendapatkan pelayanan antara provider TV dan
medis dan pendukung HIV, dirujuk untuk
lainnya, tidak memandang pelayanan pendukung
hasil testnya, klien dapat yang lain
dirujuk ke VCT untuk
mendapatkan konseling dan
dukungan psikologis
F. Dasar – Dasar Konseling
1. Defenisi Konseling
Konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan empat mata atau
tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, human
(manusiawi), yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas
norma-norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan
diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada
masa yang akan datang.
2. Tujuan Konseling
Sejalan dengan perkembangan konsepsi konseling, maka tujuan konseling
pun mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai ke yang lebih
komprehensif. Tujuan konseling dapat terentang dari sekadar klien mengikuti
kemauan-kemauan konselor sampai pada masalah pengambilan keputusan,
pengembangan kesadaran, pengembangan pribadi, penyembuhan, dan penerimaan
diri sendiri. (Thompson & Rudolf dalam Priyatno & Amti, 1994 : 114).
Moh. Surya (1988 : 119-123) mengungkapkan bahwa tujuan dari konseling
adalah:
a. perubahan perilaku
b. kesehatan mental yang positif
c. pemecahan masalah
d. keefektivan personal
e. pengambilan keputusan.
f. Perubahan perilaku

Hampir semua pernyataan tentang konseling menyatakan bahwa tujuan


konseling ialah menghasilkan perubahan pada perilaku yang memungkinkan klien
hidup lebih produktif. Rogers (Shertzer & Stone, 1980) menunjukkan bahwa
salah satu hasil konseling adalah bahwa pengalaman-pengalaman tidak dirasa
menakutkan, kecemasan berkurang, cita-citanya nampak.
3. Asas - asas konseling
Keterlaksanaan dan kesuksesan pelayanan konseling sangat ditentukan oleh asas-
asas berikut.
a. Asas Kerahasiaan
Asas konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan
tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan
yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.
b. Asas kesukarelaan
Asas konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli
mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya.
c. Asas keterbukaan
Asas konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran
pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura pura, baik di dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan
dirinya.
d. Asas kegiatan
Asas konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran
pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan
pelayanan/kegiatan konseling.
e. Asas kemandirian
Asas konseling yang menunjuk pada tujuan umum konseling, yakni: konseli
sebagai sasaran pelayanan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang
mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri.
f. Asas Kekinian
Asas konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan konseling
ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang
g. Asas Kedinamisan
Asas konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran
pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak
monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan
dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
h. Asas Keterpaduan
Asas konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan
konseling, baik yang dilakukan oleh konselor maupun pihak lain, saling
menunjang, harmonis, dan terpadu.
i. Asas Keharmonisan
Asas konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan
konseling didasarkan pada nilai dan norma dan tidak boleh bertentangan
dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.
j. Asas Keahlian
Asas konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan konseling
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
k. Asas Alih Tangan Kasus
Asas konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan pelayanan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan konseli mengalih tangankan permasalahan itu kepada pihak
yang lebih ahli.
4. Fungsi Konseling
a. Fungsi Pemahaman
Fungsi konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap
dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma
agama).
b. Fungsi Preventif (Pencegahan)
Fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor
memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari
perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
c. Fungsi Pengembangan
Fungsi konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya.
Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.
d. Fungsi Penyembuhan
Fungsi konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya
pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat
digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
e. Fungsi Penyaluran
Fungsi konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler,
jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan
yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
f. Fungsi Penyesuaian
Fungsi konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri
dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
g. Fungsi Perbaikan
Fungsi konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki
kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
h. Fungsi Fasilitasi
Memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam
diri konseli.
i. Fungsi Pemeliharaan
Fungsi konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan
mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik,
rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
5. Prinsip-prinsip Konseling
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan
bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis
tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau
bimbingan. Prinsip-prinsip itu adalah:
a. Konseling diperuntukkan bagi semua konseli.
Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli,
baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan
lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif);
dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
b. Konseling sebagai proses individuasi.
Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui
bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya
tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan
adalah konseli. Konseling sebenarnya merupakan proses bantuan yang
menekankan kekuatan dan kesuksesan, konseling merupakan cara untuk
membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan
dorongan, dan peluang untuk berkembang.
c. Konseling Merupakan Usaha Bersama.
Konseling mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan
nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam
mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan
konselor memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri,
dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat.
Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan,
tetapi kemampuan yang harus dikembangkan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Voluntary Conseling and Testing atau yang lebih dikenal dengan VCT HIV
dan AIDS merupakan salah satu program yang dilaksanakan dalam upaya mencegah
penyebaran penyakit HIV dan AIDS. Voluntary Counselling and Testing (VCT)
merupakan entry point untuk memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi
ODHA. VCT juga merupakan salah satu model untuk memberikan informasi secara
meneyluruh dan dukungan untuk merubah prilaku berisiko serta mencegah penularan
HIV/AIDS. (Haruddin,dkk, 2007)
Provider-Initiated HIV Testing and Counselling ( PICT) adalah suatu tes
HIV dan AIDS konseling yang diinisiasi oleh petugas kesehatan kepeda
pengunjung sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan
medis. ( Kemenkes RI, 2012)
B. SARAN
Program VCT dan PICT sudah cukup baik namum masih belum optimal
dalam pelaksanaaannya, mulai dari aspek input, proses maupun output. Diperlukan
komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak untuk dapat mewujudkan optimalisasi
program pencegahan dan penanggulangan HIV / AIDS yang lebih komprehensif.
Diperlukan peran petugas kesehatan yang terlatih dalam penerapan VCT dan PICT
secara komprehensif dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan yang lebih
penting menurunkan terjadinya penularan HIV / AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/393370305/Makalah-Vct-Pict-Hiv-Kel
https://peningginatural.wordpress.com/dasar-dasar-bimbingan-dan-konseling/

Anda mungkin juga menyukai