Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

“BENCANA TSUNAMI”

KELOMPOK III :
1.YULLY GUSTIA NINGSIH
2.RETNO KARTIKA SARI
3.WAHYU ADELA
4.AISYAH MISRAN
5.NOVIRA WAHYUNI
6.FITRI KURNIATI
7.PUTRI RAMADHANI

DOSEN PEMBIMBING :
Ns JUNAIDI S RUSTAM, S.Kep, MNS

PRODI S1 KEPERAWATAN TINGKAT IV.A

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR YARSI

SUMATRA BARAT
Tp : 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Pada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
Rahmat-Nya kepada kelompok dapat membuat makalah Tsunami ditinjau dari
sudut pandang Keperawatan Bencana.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi penugasan mata kuliah
Keperawatan Bencana,dan dengan melakukan penulisan ini memungkinkan
kelompok memahami lebih mendalam dan menyeluruh tentang Tsunami.
Materi yang tertulis dalam makalah ini dikumpulkan dari berbagai sumber
yang antara lain adalah buku teks keperawatan dan artikel dari internet yang
isinya menyakut tentang Tsunami.
Kelompok menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, oleh karena itu kelompok mengharapkan masukan dan kritikan yang
membangun demi kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi, 07 Oktober 2021

Penilis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISIii

DAFTAR GAMBARiii

DAFTAR TABELiv

BAB I PENDAHULUAN1

A. Latar Belakang1

B. Rumusan Masalah2

BAB II TINJAUAN TEORI3

A. Pengertian3

B. Penyebab Terjadinya Tsunami7

1. Gempa bumi yang berpusat di bawah laut.7

2. Letusan gunung berapi8

3. Longsor bawah laut.9

4. Hantaman meteor di laut.9

C. Rambatan Tsunami10

D. Klasifikasi Tsunami10

E. Karakteristik Tsunami11

1. Kecepatan tsunami11

2. Ketinggian tsunami11

E. Dampak Tsunami12

1. Dampak positif dari bencana tsunami12

2. Dampak negatif dari bencana tsunami13

F. Proses Terjadinya Tsunami13

G. Sistem Peringatan Dini15

1. Sistem peringatan dini di Indonesia16

2. Cara Kerja.17

H. Mitigasi Bencana Tsunami19

1. Penilaian bahaya (Hazard Assessment)19


2. Peringatan (warning)21

3. Persiapan24

4. Penelitian28

I. Korban Tsunami28

J. Menghadapi Tsunami31

1. Persiapan menghadapi tsunami31

2. Cara penanggulangan tsunami32

3. Upaya penyelamatan diri saat terjadi tsunami33

BAB III PENUTUP35

A. KESIMPULAN35

B. SARAN35
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tsunami...................................................................................................................3

Gambar 2. 2 Karakteristik Tsunami...........................................................................................12

Gambar 2. 3 Proses Terjadinya Tsunami...................................................................................15


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Lokasi Kejadian Tsunami di Indonesia.......................................................................6

Tabel 2. 2 Korban Tsunami di beberapa Negara........................................................................30


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang,


secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan
badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal
dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh
gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah
laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang
tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam
gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan
kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan
kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat
terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter.
Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang
berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang
tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya
sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang
Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai.
Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan
karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang
tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja
yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban
jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan
pertanian, tanah, dan air bersih. Sejarawan Yunani bernama Thucydides
merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah
lain. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami
masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami
penyebab tsunami. Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa
lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik".

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan tsunami?


2. Apa penyebab dari bencana tsunami?
3. Gejala apa saja yang muncul sebelum tsunami terjadi?
4. Bagaimana poses terjadinya tsunami?
5. Apa akibat dari bencana tsunami?
6. Bagaimana upaya untuk pencegahan serta penanggulangan tsunami?
7. Dimana saja kawasan yang pernah terjadi bencana tsunami?

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Gambar 2. 1 Tsunami

Tsunami (bahasa Jepang: tsu = pelabuhan, nami = gelombang. Secara


harfiah berarti "ombak besar di pelabuhan" adalah perpindahan badan air
yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan
tiba-tiba. Tanda-tanda akan terjadinya tsunami adalah gempa
tektonik/vulkanik terlebih dahulu kemudian diikuti dengan keadaan air
laut surut secara tiba-tiba.
Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar
dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan
oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
Sejarah mencatat setidaknya ada beberapa tsunami pernah terjadi:
1. 1 November 1755, setelah gempa bumi kolosal menghancurkan
Lisbon, Portugal dan pegunungan di Eropa, orang menyelamatkan diri
dengan menggunakan perahu. Namun Tsunami akhirnya menyusul.
Peristiwa mengerikan secara bersamaan tersebut membunuh lebih dari
60 ribu orang.

2. 27 Agustus 1883, letusan gunung Krakatau memicu terjadinya


tsunami yang menenggelamkan 36 ribu orang Indonesia yang berada
di pulau Jawa bagian barat dan utara Sumatera. Kekuatan gelombang
mendorong 600 ton blok terumbu karang menuju tepi pantai bersama
dengan arus tsunami yang besar.

3. 15 Juni 1896, gelombang setinggi 30 meter, disebabkan oleh gempa


bumi menyapu pantai timur Jepang. Sebanyak 27 ribu orang menjadi
korban.

4. 1 April 1946, tsunami April Fool, dipicu sebuah gempa yang terjadi di
Alaska, membunuh 159 orang, dan kebanyakan berada di kepulauan
Hawaii.

5. 9 Juli 1958, diingat sebagai tsunami terbesar yang pernah dicatat oleh
masa modern, Gempa di Teluk Lituya Alaska disebabkan oleh tanah
longsor yang awalnya dipicu oleh gempa bumi berskala 8,3 skala
richter. Gelombang sangat tinggi, tetapi karena wilayah tersebut
relatif terisolasi dan kondisi geologinya unik maka tsunami tidak
menyebabkan banyak kerusakan. Tapi hanya menenggelamkan satu
perahu dan membunuh dua orang

6. 22 Mei 1960, salah satu gempa besar yang tercatat manusia terjadi di
Chile sebesar 8,6 skala richter, menciptakan tsunami yang menerjang
pantai Chile dalam waktu kurang dari 15 menit. Gelombang setinggi
25 meter membunuh  1500 orang di Chile dan Hawaii,menjadi
tsunami yang cukup besar.

7. 27 Maret 1964, dikenal sebagai gempa bumi Good Friday Alaska,


dengan kekuatan sekitar 8,4 skala richter menggulung dengan
kecepatan 400 mil per jam tsunami di Valdez Inlet dengan ketinggian
6,7 meter, membunuh lebih dari 120 orang.Sepuluh orang yang
menjadi korban di kota Crescent, di utara California, yang sempat
menyaksikan gelombang setinggi 6,3 meter

8. 23 Agustus 1976, sebuah tsunami di barat daya Filipina membunuh 8


ribu korban jiwa akibat gempa bumi yang terjadi 30 menit setelah
adanya gempa.

9. 17 Juli 1998, sebuah gempa berkekuatan 7,1 skala richter


menyebabkan tsunami di Papua Nugini yang membunuh 2200 orang
dengan sangat cepat.

10. 26 Desember 2004, gempa kolosal dengan kekuatan 9,1 dan 9,3 skala
richter setinggi 3,5 meter mengguncang Indonesia dan membunuh
230 ribu jiwa, sebagian besar karena tsunami. Gempa tersebut
dinamakan sebagai gempa Sumatera-Andaman dan tsunami yang
terjadi kemudian dikenal sebagai tsunami lautan Hindia. Gelombang
yang terjadi menimpa banyak belahan dunia lain, sejauh hingga Nova
Scotia dan Peru.

11. 2006 – 17 Juli, Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi di selatan


pulau Jawa, Indonesia, dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di
Pulau Nusakambangan. Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang.
Dan berasal dari selatan kota Ciamis

12. 2007 – 12 September, Bengkulu, Memakan korban jiwa 3 orang.


Ketinggian tsunami 3-4 m.

13. 2010 – 27 Februari, Santiago, Chili,yang memakan korban jiwa yang


tidak sedikit.

14. 11 maret 2011, Gempa bumi berkekuatan 8,9 skala Richter pada
kedalaman 24,4 kilometer di sebelah pantai timur Honshu, Jepang,
pada 11 Maret 2011 pukul 12.46 WIB atau 14.46 waktu setempat,
tercatat sebagai gempa bumi terbesar ketujuh di dunia.
Tabel 2. 1 Lokasi Kejadian Tsunami di Indonesia

Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang


pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak
sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang
tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer
karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang
tinggi. Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan
gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami,
gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga
memberikan kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi.
Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi
"kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang
pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada
pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak
merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut. Di
laut dengan kedalaman7000 m misalnya, kecepatannya bisa mencapai
942,9 km/jam. Kecepatan ini hampir sama dengan kecepatan pesawat jet.
Namun demikian tinggi gelombangnya di tengah laut tidak lebihdari 60
cm. Akibatnya kapal-kapal yang sedang berlayar diatasnya jarang
merasakan adanya tsunami. Berbeda dengan gelombang laut biasa,
tsunami memiliki panjang gelombang antara dua puncaknya lebih dari
100 km di laut lepas dan selisih waktu antara puncak-puncak
gelombangnya berkisar antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai
pantai yang dangkal, teluk,atau muara sungai gelombang ini menurun
kecepatannya, namun tinggi gelombangnya meningkat puluhan meter dan
bersifat merusak

B. Penyebab Terjadinya Tsunami

Perubahan permukaan laut saat tsunami bisa disebabkan oleh gempa


bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut.
1. Gempa bumi yang berpusat di bawah laut.

Meskipun demikian, tidak semua gempa bumi dibawah laut


berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa bumi dasar laut dapat
menjadi pernyebab terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
b. Pusat gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut.
c. Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR.
d. Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atau
turun).
Tsunami yang ditimbulkan oleh gempa bumi biasanya
menimbulkan gelombang yang cukup besar, tergantung dari
kekuatan gempanya dan besarnya area patahan yang terjadi.
Tsunami dapat dihasilkan oleh gangguan apapun yang dengan
cepat memindahkan suatu massa air yang sangat besar, seperti suatu
gempabumi, letusan vulkanik, batu bintang/meteor atau tanah
longsor. Bagaimanapun juga, penyebab yang paling umum terjadi
adalah dari gempa bumi di bawah permukaan laut. Gempa bumi
kecil bisa saja menciptakan tsunami akibat dari adanya longsor di
bawah permukaan laut/lantai samudera yang mampu untuk
membangkitkan tsunami. Tsunami dapat terbentuk manakala lantai
samudera berubah bentuk secara vertikal dan memindahkan air yang
berada di atasnya. Dengan adanya pergerakan secara vertical dari
kulit bumi, kejadian ini biasa terjadi di daerah pertemuan lempeng
yang disebut subduksi. Gempa bumi di daerah subduksi ini biasanya
sangat efektif untuk menghasilkan gelombang tsunami dimana
lempeng samudera slip di bawah lempeng kontinen, proses ini
disebut juga dengan subduksi.

2. Letusan gunung berapi.

Letusan gunung berapi dapat menyebabkan terjadinya gempa


vulkanik (gempa akibat letusan gunung berapi). Tsunami besar yang
terjadi padatahun 1883 adalah akibat meletusnya Gunung Krakatau
yang berada di Selat Sunda. Meletusnya Gunung Tambora di Nusa
Tenggara Barat padatanggal 10-11 April 1815 juga memicu
terjadinya tsunami yang melanda Jawa Timur dan Maluku. Indonesia
sebagai negara kepulauan yang beradadi wilayah ring of fire (sabuk
berapi) dunia tentu harus mewaspadai ancaman ini.

3. Longsor bawah laut.


Longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tabrakan antara
lempeng samudera dan lempeng benua. Proses ini mengakibatkan
terjadinya palung laut dan pegunungan. Tsunami karena longsoran
bawah laut ini dikenal dengan nama tsunamic submarine landslide.

1. Hantaman meteor di laut.

Jatuhnya meteor berukuran besar di laut juga merupakan


penyebab terjadinya tsunami. Beberapa kondisi meteorologis, seperti
badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut
sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas
gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan,
bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan
tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan.
Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga
yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap
fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang
tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km perjam,
setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di
laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang
tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika
mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga
sekitar 30 km perjam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga
mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk
hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban
jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman
air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.

A. Rambatan Tsunami
Kecepatan rambat gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada
kedalaman laut. Di laut dalam, kecepatan rambat tsunami mencapai 500 –
1000km per jam atau setara dengan kecepatan pesawat terbang namun
ketinggiangelombangnya hanya sekitar 1 meter. Ketika gelombang
tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan rambatnya hanya sekitar 30
km per jam, namun ketinggian gelombangnya bisa mencapai puluhan
meter. Ini sebabnya banyak orang yang sedang berlayar di laut dalam tak
menyadari adanya tsunami, kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh
tsunami.

B. Klasifikasi Tsunami

Berdasarkan tingkat kerusakan lahannya, lahan-lahan pasca bencana


tsunami dapat diklasifikasikan menjadi 4 (FAO, 2005):
1. Kelas A “kerusakan ringan”
Lahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang sedikit
atau tidak ada, erosi rendah, dan sedimentasi pasir bergaram tebalnya
hanya beberapa cm, lahan tergenang beberapa jam, laju infiltrasi yang
relatif lambat (endapan lumpur liat), dan indeks daya hantar listrik
(DHL) < 4.
2. Kelas B “kerusakan sedang”
Lahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang tersebar
agak merata, erosi sedang, dan sedimentasi pasir bergaram tebalnya >
10 cm, lahan tergenang > 1 hari, laju infiltrasi sedang (tanah/endapan
lempung), dan lahan tidak mempunyai fasilitas irigasi/drainase.
3. Kelas C “kerusakan berat”
Lahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang tersebar
sangat merata, erosi berat, dan endapan pasir bergaram tebalnya > 20
cm, lahan tergenang > 1 minggu, laju infiltrasi cepat, dan lahan tidak
mempunyai fasilitas irigasi/drainase serta curah hujan yang relatif
rendah.
4. Kelas D “lahan tergenang (lost area)”
Beberapa lahan di pantai barat NAD tetap tergenang air laut,
sehingga tidak dapat dimanfaatkan kembali untuk pertanian. Lahan-
lahan yang demikian dianggap sebagai lahan yang hilang, yang berarti
hilangnya mata pencaharian bagi pemilik atau penggarap lahan
tersebut.

C. Karakteristik Tsunami

1. Kecepatan tsunami.

Secara empiris, kecepatan tsunami tergantung pada kedalaman


laut dan percepatan gravitasi di tempat tersebut. Untuk di laut
dalam, kecepatan tsunami bisa setara dengan kecepatan pesawat jet,
yaitu sekitar 800 km/jam. Semakin dangkal lautnya, kecepatan
tsunami semakin berkurang, yaitu berkisar antara 2 – 5 km/jam.
1. Ketinggian tsunami.

Ketinggian gelombang Tsunami berbanding terbalik dengan


kecepatanya. Artinya, jika kecapatan tsunami besar, tetapi
ketinggian gelombang tsunami hanya beberapa puluh centimeter
saja. Sebaliknya untuk di daerah pantai, kecepatan tsunaminya kecil,
sedangkan ketinggian gelombangnya cukup tinggi, bisa mencapai
puluhan meter.
Ketinggian tsunami di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah bentuk pantainya. Ada 2 (dua) bentuk pantai yaitu :
a. Pantainya terjal
Bentuk pantai seperti ini mengakibatkan bagian utama dari energi
tsunami dipantulkan oleh slope (pembatas). Sehingga
pemantulannya secara utuh mengikuti periode tsunami, tanpa
pecah. Tinggi gelombang yang gelombang yang dihasilkan antara
1 – 2 meter.
b. Pantainya Landai
Bentuk pantai ini mengakibtkan energi tsunami akan dinaikkan
oleh pantai, disini berlaku prinsip dasar energi, yakni energi
selalu konstan. Sehingga jika kecepatannya berkurang maka
amplitudonya besar, panjang gelombangnya berkurang dan
mengakibatkan pecahnya gelombang. Hal inilah yang
mengakibatkan tinggi gelombang tsunami bisa mencapai puluhan
meter.

Gambar 2. 2 Karakteristik Tsunami

A. Dampak Tsunami

1. Dampak positif dari bencana tsunami.

a. Bencana alam merenggut banyak korban, sehingga lapangan


pekerjaan menjadi terbuka luas bagi yang masih hidup.
b. Kegunaan secara Psikologis: Menjalin kerjasama dan bahu-
membahu untuk menolong korban bencana, menimbulkan efek
kesadaran bahwa manusia itu saling membutuhkan satu sama lain.
c. Kita bisa mengetahui samapai dimanakah konstruksi bangunan kita
serta kelemahannya, dan kita dapat melakukan inovasi baru untuk
penangkalan apabila bencana tersebut datang kembali tetapi
dengan konstruksi yang lebih baik.
1. Dampak negatif dari bencana tsunami.

a. Merusak apa saja yang dilaluinya. bangunan, tumbuh-tumbuhan


dan dan mengakibatkan korban jiwa manusia, serta menyebabkan
genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, air bersih
serta penyebaran penyakit seperti kolera, dipteria, disenteri, tipoid,
dan hepatitis A dan B.
b. Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban, sehingga sulit
mencari lagi tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaannya.
c. Pemerintah akan kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan
pasca bencana, karena faktor dana yang besar.
d. Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban
bencana yang kehilangan harta benda.
e. Pada hari-hari pasca tsunami, upaya besar-besaran dikerahkan
untuk mengubur cepat-cepat jasad korban demi mencegah
penyebaran penyakit.

A. Proses Terjadinya Tsunami

Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut


naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan
terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi
gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Kecepatan
gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang
terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer/jam. Bila
tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50
km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di
tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga
beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa
mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat
mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis
pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa
beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar.
Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng
samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api
juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan
tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi.
Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan
air laut yang berada di atasnya terganggu.
Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh
dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi
megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.

Gambar 2. 3 Proses Terjadinya Tsunami


B. Sistem Peringatan Dini

Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga


Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi
untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh
berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses
terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar
atu permukaan laut yang terknoneksi dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang
mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang
yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem
sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan
awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an.
Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah
terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960.
Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun
1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan
internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST
Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh
USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh
tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun
proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti.
Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian
tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil
memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah
sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa
ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin
terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti
kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak
ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu
kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum
bisa dimodelkan secara akurat.
1. Sistem peringatan dini di Indonesia.

Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah


mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia
(Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini
berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan
peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan
tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan.
Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan,
sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan
Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan
banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah,
lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari
pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan
Teknologi(RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan
bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan
PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat
mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit
setelah gempa terjadi.

Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen:


a. Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko,
b. Peramalan,
c. Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan
permukaan laut),
d. Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
2. Cara Kerja.

Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan


rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara
internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh
alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi,
waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta.
Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang
disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa
dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa
tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan
berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih
dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN
TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari
peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide
Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami
benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh
BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui
beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan
Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi
peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info
peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar
dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk
saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET
(Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas
RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG
(www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa
meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang
paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami
adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal
didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan
RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat
lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar
Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar
Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena
ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat
beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat
dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup
memadai.

A. Mitigasi Bencana Tsunami

Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi


kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya
yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi
darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau
menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya
terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha
yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat
dan individu.

Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya,


sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam,
merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya, dan mempersiapkan
daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya
tersebut.
Ketiga langkah penting tersebut: 1) penilaian bahaya (hazard
assessment), 2) peringatan (warning), dan 3) persiapan (preparedness)
adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci lainnya yang tidak
terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung adalah
penelitian yang terkait (tsunami-related research).
1. Penilaian bahaya (Hazard Assessment).

Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah penilaian


bahaya. Untuk setiap komunitas pesisir, penilaian bahaya tsunami
diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam,
dan tingkat ancaman (level of risk). Penilaian ini membutuhkan
pengetahuan tentang karakteristik sumber tsunami, probabilitas
kejadian, karakteristik tsunami dan karakteristik morfologi dasar laut
dan garis pantai. Untuk beberapa komunitas, data dari tsunami yang
pernah terjadi dapat membantu kuantifikasi faktor-faktor tersebut.
Untuk komunitas yang tidak atau hanya sedikit memiliki data dari
masa lalu, model numerik tsunami dapat memberikan perkiraan.
Tahapan ini umumnya menghasilkan peta potensi bahaya tsunami,
yang sangat penting untuk memotivasi dan merancang kedua unsur
mitigasi lainnya, peringatan dan persiapan.
a. Data rekaman tsunami (Historical tsunami data)
Rekaman data umumnya tersedia dalam banyak bentuk dan di
banyak tempat. Format yang ada mencakup publikasi dan katalog
manuskrip, laporan penyelidikan lapangan, pengalaman pribadi,
berita koran, rekaman film dan video. Salah satu instansi riset
penyimpan data terbesar adalah International Tsunami Information
Center di Honolulu, Hawaii.
b. Data paleotsunami
Penelitian paleotsunami juga dapat dilakukan pada endapan
tsunami di daerah pesisir dan bukti-bukti lainnya yang terkait
dengan pergeseran sesar penyebab gempabumi tsunamigenik.
c. Penyelidikan pasca tsunami
Survey penyelidikian pasca tsunami dilakukan mengikuti suatu
peristiwa tsunami yang baru terjadi untuk mengukur batas inundasi
dan merekam keterangan saksi mata mengenai jumlah gelombang,
waktu kedatangan gelombang, dan gelombang mana yang terbesar.
d. Pemodelan numerik
Seringkali karena rekaman data minimal, satu-satunya jalan
untuk menentukan daerah potensi bahaya adalah menggunakan
pemodelan numerik. Model dapat dimulai dari skenario terburuk.
Informasi ini kemudian menjadi dasar pembuatan peta evakuasi
tsunami dan prosedurnya.

2. Peringatan (warning).

Unsur kunci kedua untuk mitigasi tsunami yang efektif adalah


suatu sistem peringatan untuk memberi peringatan kepada komunitas
pesisir tentang bahaya tsunami yang tengah mengancam. Sistem
peringatan didasarkan kepada data gempabumi sebagai peringatan dini,
dan data perubahan muka airlaut untuk konfirmasi dan pengawasan
tsunami. Sistem peringatan juga mengandalkan berbagai saluran
komunikasi untuk menerima data seismik dan perubahan muka airlaut,
dan untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang. Pusat
peringatan (warning center) haruslah: 1) cepat – memberikan
peringatan secepat mungkin setelah pembentukan tsunami potensial
terjadi, 2) tepat – menyampaikan pesan tentang tsunami yang
berbahaya seraya mengurangi peringatan yang keliru, dan 3) dipercaya
– bahwa sistem bekerja terus-menerus, dan pesan mereka disampaikan
dan diterima secara langsung dan mudah dipahami oleh pihak-pihak
yang berkepentingan.
a. Data
Sistem peringatan membutuhkan data seismik dan muka airlaut
setiap saat secara cepat (real atau near-real time). Sistem ini juga
membutuhkan rekaman data gempabumi dan tsunami yang pernah
terjadi. Kedua jenis data tersebut dipergunakan untuk dapat secara
cepat mendeteksi dan melokalisasi gempabumi tsunamigenik
potensial, untuk mengkonfirmasi apakah tsunami telah terbentuk,
dan untuk memperkirakan dampak potensial terhadap daerah
pesisir yang menjadi tanggungjawabnya.
1) Data seismic
Sinyal seismik – getaran dari gempabumi yang bergerak
secara cepat melalui kulit bumi – dipergunakan oleh pusat
peringatan untuk mendeteksi terjadinya gempabumi, dan
kemudian untuk menentukan lokasi dan skalanya. Berdasarkan
informasi tersebut, statistik likelihood tsunami yang terbentuk
dapat diperkirakan secara cepat, dan peringatan dini atau
informasi yang sesuai dapat dikeluarkan.
Seismometer standard periode pendek (0.5-2 sec/cycle) dan
periode panjang (18-22 sec/cycle) menghasilkan data untuk
menentukan lokasi dan skala gempabumi. Seismometer skala
luas — broadband seismometers (0.01-100 sec/cycle) dapat
pula dipergunakan untuk kedua tujuan diatas dan juga untuk
penghitungan momen seismik yang sangat berguna untuk
menyempurnakan analisis data yang dilakukan.
2) Data muka air laut
Pengukur variasi muka laut (water-level gauges) adalah
instrumen yang sangat penting dalam sistem peringatan
tsunami. Mereka dipergunakan untuk konfirmasi secara cepat
tentang kehadiran atau tidaknya suatu tsunami mengikuti
peristiwa gempabumi, untuk mengamati perkembangan
tsunami, untuk membantu estimasi tingkat bahaya, dan
menyediakan alasan untuk memutuskan bahaya telah berlalu.
Gauges kadangkala merupakan satu-satunya cara untuk
mendeteksi tsunami ketika data seismik tidak mendukung, atau
bila tsunami bukan disebabkan oleh gempabumi.
Untuk bisa memberikan peringatan secara efektif, gauges
perlu diletakkan di dekat sumber tsunami sehingga konfirmasi
secara cepat diperoleh, apakah tsunami telah terbentuk atau
tidak, dan perkiraan awal mengenai ukuran tsunami. Mereka
harus pula diletakkan diantara sumber dan daerah pesisir yang
terancam untuk memonitor perkembangannya dan membantu
memprediksi dampaknya. Untuk tsunami lokal, gauges
dibutuhkan di sepanjang garis pantai untuk memperoleh
konfirmasi tercepat dan untuk evaluasi.
3) Data rekaman tsunami dan gempa bumi
Pusat peringatan membutuhkan akses cepat kepada data
rekaman tsunami dan gempabumi untuk membantu
memperkirakan apakah suatu gempabumi dari suatu lokasi
dapat menyebabkan tsunami, dan apakah tsunami tersebut
berbahaya bagi daerah tanggung jawab mereka. Sebagai
contoh, adalah sangat berguna untuk mengetahui bila zona
subduksi pada suatu daerah pernah mengalami gempabumi
berskala 8 tetapi tidak pernah menghasilkan tsunami. Juga
sangat berguna untuk mengetahui karakteristik rekaman data
muka airlaut untuk tsunami yang berbahaya dan yang tidak
berbahaya pada suatu daerah.
4) Data model numeric
Dewasa ini, pusat peringatan mulai mempergunakan data
dari model numerik untuk memberikan panduan dalam prediksi
tingkat bahaya tsunami berdasarkan parameter gempabumi dan
data muka airlaut tertentu.
5) Data lainnya
Jenis data lainnya yang diperlukan oleh pusat peringatan
adalah seperti data letusan gunungapi atau tanah longsor yang
terjadi di dekat tubuh airlaut.
b. Komunikasi
Sistem peringatan tsunami membutuhkan komunikasi yang
unik dan ekstensif. Data seismik dan perubahan muka airlaut harus
dikirim dari lokasi secara cepat dan dapat dipercaya oleh penerima.
1) Akses data real time
Data seismik dan perubahan muka airlaut supaya berguna
haruslah dapat diterima secara cepat real atau very near real
time. Banyak teknik komunikasi yang bisa dipergunakan,
seperti radio VHF, gelombang mikro, transmisi satelit.
2) Penyebaran pesan
Penyampaian pesan kepada para pengguna juga sama
pentingnya sebagaimana mendapatkan data secara real time.
Penyampaian pesan dapat secara cepat dilakukan melalui
Global Telecommunications System (GTS) atau Aeronautical
Fixed Telecommunications Network (AFTN). Pesan dapat pula
disampaikan secara konvensional melalui e-mail, telpon atau
fax.
3. Persiapan.

Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya dan


peringatan. Persiapan yang layak terhadap peringatan bahaya tsunami
membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkina terkena
bahaya (peta inundasi tsunami) dan pengetahuan tentang sistem
peringatan untuk mengetahui kapan harus mengevakuasi dan kapan
saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tanpa kedua pengetahuan
akan muncul kemungkinan kegagalan mitigasi bahaya tsunami.
Tingkat kepedulian publik dan pemahamannya terhadap tsunami juga
sangat penting. Jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang
yang menempatkan lokasi fasilitas vital masyarakat seperti sekolah,
kantor polisi dan pemadam kebakaran, rumah sakit berada diluar zona
bahaya. Usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang
tahan terhadap tsunami, melindungi bangunan yang telah ada dan
menciptakan breakwater penghalang tsunami juga termasuk bagian
dari persiapan.
a. Evakuasi
Rencana evakuasi dan prosedurnya umumnya dikembangkan
untuk tingkat lokal, karena rencana ini membutuhkan pengetahuan
detil tentang populasi dan fasilitas yang terancam bahaya, dan
potensi lokal yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah.
Tsunami lokal hampir tidak menyediakan waktu yang cukup untuk
peringatan formal dan disertai gempabumi, sementara tsunami
distan mungkin memberi waktu beberapa jam untuk persiapan
sebelum gelombang yang pertama tiba. Sehingga persiapan
evakuasi dan prosedurnya harus disiapkan untuk kedua skenario
tersebut.
1) Evakuasi untuk tsunami local
Ketika tsunami lokal terjadi, satu-satunya tanda yang ada
mungkin hanyalah goncangan gempabumi, atau suatu kondisi
yang tidak biasa pada tubuh airlaut. Masyarakat harus mampu
mengenali tanda-tanda bahaya tersebut, kemudian pindah
segera dan secepatnya kearah darat atau ke arah dataran tinggi
karena gelombang tsunami dapat menghantam dalam hitungan
menit. Para pengungsi juga menghadapi bahaya yang
disebabkan oleh gempabumi seperti tanah longsor, runtuhnya
bangunan dan jembatan yang mungkin menghambat usaha
mereka dalam menyelamatkan diri. Untuk itu diperlukan sekali
kepedulian publik dan pendidikan tentang tsunami dan
kemungkinan bahaya yang mengikuti. Hal ini juga
membutuhkan perencanaan resmi tentang zona bahaya dan rute
evakuasi yang aman. Kunci utama untuk memotivasi
pendidikan publik adalah pemahaman tentang bahaya tsunami
dan dimana kemungkinan banjir tsunami tersebut terjadi.
2) Evakuasi untuk tsunami distan
Pada kasus tsunami distan, pihak yang berwenang masih
memiliki waktu yang cukup untuk mengorganisir evakuasi.
Mengikuti peringatan dari pusat peringatan bahwa tsunami
telah terbentuk dan waktu kedatangan gelombang pertama telah
diketahui, pihak yang berwenang membuat keputusan tentang
apakah evakusi diperlukan. Keputusan ini didasarkan kepada
data rekaman atau model tentang ancaman dari sumber tsunami
dan panduan lebih lanjut dari pusat peringatan tentang
pergerakan tsunami. Masyarakat diinformasikan tentang
bahaya yang mengancam, dan diinstruksikan tentang
bagaimana, kemana, dan kapan harus mengungsi. Badan-badan
pelayanan masyarakat seperti polisi, pemadam kebakaran dan
tentara, difungsikan untuk membantu kelancaran pengungsian.
Zona evakuasi dan rute pengungsian harus ditentukan secara
aman, masyarakat harus cukup diberi pengarahan tentang
bahaya tsunami dan prosedur evakuasi, sehingga mereka tidak
tetap berada di tempat tinggal ketika tsunami datang atau telah
kembali ketika ancaman masih belum berakhir. Evakuasi yang
tidak perlu harus dikurangi untuk menjaga kepercayaan publik
terhadap sistem.
b. Pendidikan
Mitigasi tsunami harus mengandung rencana untuk
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan oleh masyarakat luas,
pemerintah lokal, dan para pembuat kebijakan tentang sifat-sifat
tsunami, kerusakan dan bahaya yang disebabkan dan langkah-
langkah yang diperlukan untuk mengurangi bahaya.
1) Pendidikan publik
Pendidikan publik yang dilaksanakan akan efektif bila ikut
memperhitungkan bahasa dan budaya lokal, ada-istiadat,
praktek keagamaan, hubungan masyarakat dengan kekuasaan,
dan pengalaman tsunami masa lalu.
2) Pendidikan untuk para operator sistem peringatan, manager
bencana alam, dan pembuat kebijakan.
Operator sistem peringatan, manager bencana alam, dan
pembuat kebijakan harus memenuhi suatu tingkat pendidikan
dan pemahaman terhadap bahaya tsunami. Sebab tsunami, baik
lokal maupun distan, jarang terjadi pada suatu daerah tertentu,
sehingga orang-orang kunci tersebut tidak memiliki
pengalaman probadi terhadap fenomena yang menjadi dasar
keputusan menyangkut persiapan atau tindakan yang harus
dilakukan ketika bahaya tersebut menimpa.
c. Tata guna lahan
Sebagai konsekuensi pertumbuhan penduduk global, daerah
pesisir yang rawan tsunami berkembang dengan cepat. Karena
tidak mungkin untuk menghentikan pembangunan, sebaiknya
dilakukan pencegahan pembangunan fasilitas umum pada zona
rawan bencana tsunami, seperti sekolah, polisi, pemadam
kebakaran dan rumah sakit yang memiliki arti penting bagi
populasi ketika bahaya sewaktu-waktu terjadi. Sebagai tambahan,
hotel dan penginapan juga perlu ditempatkan pada lokasi yang
sesuai dengan prosedur evakuasi untuk memberikan keamanan
kepada para tamunya.
d. Keteknikan
Keteknikan dapat membantu mitigasi tsunami. Bangunan dapat
diperkuat sehingga tahan terhadap tekanan gelombang dan arus
yang kuat. Fondasi struktur dapat dikonstruksikan menahan erosi
dan penggerusan oleh arus. Lantai dasar suatu bangunan dapat
dibuat terbuka sehingga mampu membiarkan airlaut melintas, hal
ini menolong mengurangi sifat penggerusan arus pada fondasi.
Bagian penting dari suatu bangunan seperti generator cadangan,
motor elevator dapat ditempatkan pada lantai yang tidak terkena
banjir. Benda-benda berat berbahaya seperti tanki yang dapat
hanyut terbawa banjir sebaiknya ditanamkan ke tanah. Sistem
transportasi dikonstruksikan atau dimodifikasi sehingga mampu
memfasilitasi evakuasi massal secara cepat keluar dari daerah
bahaya. Beberapa struktur penahan gelombang laut seperti seawall,
sea dikes, breakwaters, river gates, juga mampu menahan atau
mengurangi tekanan tsunami.
4. Penelitian.

Meskipun tidak terkait langsung dengan aktivitas mitigasi,


penelitian yang terkait dengan tsunami sangatlah penting untuk
meningkatkan kualitas mitigasi. Riset yang menyelidiki bukti-bukti
paleotsunami, mengembangkan database, kuantifikasi dampak bahaya
tsunami, atau pemodelan numerik dapat meningkatkan tingkat akurasi
penilaian bahaya. Penelitian juga mampu meningkatkan cara
pendidikan publik sehingga tingkat kepedulian masyarakat akan bahya
tsunami meningkat. Penelitian juga memberikan panduan perencanaan
tata ruang dalam zona inundasi potensial.

B. Korban Tsunami

Menurut U.S. Geological Survey, sebanyak 227.898 orang meninggal


dunia akibat bencana ini (lihat tabel di bawah).[1] Dilihat dari jumlah
korban tewasnya, gempa ini adalah satu dari sepuluh gempa terburuk
sekaligus tsunami terburuk sepanjang sejarah. Indonesia merupakan
negara yang paling parah terkena dampaknya dengan perkiraan korban
tewas mencapai 170.000 orang.[52] Laporan lainnya dari Siti Fadilah
Supari, Menteri Kesehatan Indonesia, memperkirakan jumlah korban
tewas sebanyak 220.000 jiwa di Indonesia, sehingga totalnya di seluruh
dunia mencapai 280.000 jiwa.
Tsunami tersebut mengakibatkan kerusakan serius dan kematian
sampai ke pesisir timur Afrika. Kematian paling terpencil akibat tsunami
2004 terjadi di Rooi Els, Afrika Selatan, 8.000 km (5,000 mil) dari
episentrum. Totalnya, delapan orang di Afrika Selatan meninggal dunia
karena tingginya permukaan laut dan gelombang.
Badan bantuan melaporkan bahwa tampaknya sepertiga korban tewas
adalah anak-anak. Jumlahnya besar karena persentase anak di dalam
masyarakat di daerah-daerah terjangan tsunami sangat tinggi dan anak-
anak tidak sanggup menghadapi naiknya permukaan air. Oxfam
melaporkan bahwa korban tewas wanita empat kali lebih banyak daripada
pria di sejumlah daerah. Jumlahnya besar karena para wanita sedang
menunggu kepulangan suaminya yang berprofesi sebagai nelayan dan
sedang merawat anak di dalam rumah.
Selain penduduk setempat, 9.000 turis asing (kebanyakan orang Eropa)
yang menikmati musim liburan puncak termasuk di antara korban tewas
atau hilang, terutama yang berasal dari negara-negara Nordik. Negara
Eropa yang paling banyak korban tewasnya adalah Swedia, yaitu 543
orang.
Keadaan darurat diterapkan di Sri Lanka, Indonesia, dan Maladewa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan operasi pemulihannya akan
menjadi yang termahal sepanjang sejarah umat manusia. Sekretaris
Jenderal PBB Kofi Annan menyatakan bahwa rekonstruksi membutuhkan
lima sampai sepuluh tahun. Sejumlah pemerintahan dan organisasi non-
pemerintah khawatir jumlah korban tewas finalnya bisa dua kali lipatnya
dikarenakan penyakit, sehingga bantuan kemanusiaan datang secara
massal. Kekhawatiran tersebut akhirnya tidak terwujud.

Negara Kehilangan
Dipastikan Perkiraan1 Cedera Hilang
korban tewas tempat tinggal

Indonesia 130.736 167.799 n/a 37.063 500.000+[55]

Sri Lanka2 35.322[56] 35.322 21.411[56] n/a 516.150[56]

India 12.405 18.045 n/a 5.640 647.599

Thailand 5.3953[57] 8.212 8.457[58] 2.817[57] 7.000

Somalia 78 289[59] n/a n/a 5.000[60]

Myanmar (Burma) 61 400–600[61] 45 200[62] 3.200

Maladewa 82[63] 108[64] n/a 26 15.000+

Malaysia 68[65] 75 299[66] 6 n/a

Tanzania 10[67] 13 n/a n/a n/a

Seychelles 3[68] 3 57[68] n/a 200[69]

Bangladesh 2 2 n/a n/a n/a

Afrika Selatan 24[70] 2 n/a n/a n/a

Yaman 2[71] 2 n/a n/a n/a


Negara Kehilangan
Dipastikan Perkiraan1 Cedera Hilang
korban tewas tempat tinggal

Kenya 1 1 2 n/a n/a

Madagascar n/a n/a n/a n/a 1.000+[72]

Total ~184,167 ~230,273 ~125,000 ~45,752 ~1.69 million

Tabel 2. 2 Korban Tsunami di beberapa Negara

Catatan: Semua jumlah adalah perkiraan dan bisa berubah kapan saja. Kolom
pertama berisi tautan ke informasi lebih lanjut di negara bersangkutan.

1. Mencakup jumlah yang dilaporkan di kolom 'Dipastikan'. Jika tidak


ada perkiraan terpisah, jumlah di kolom ini sama dengan jumlah yang
dilaporkan di kolom 'Dipastikan'.
2. Tidak mencakup pernyataan 19.000 orang hilang yang awalnya
dikeluarkan otoritas Macan Tamil di daerah kekuasaannya.
3. Data mencakup sedikitnya 2.464 warga asing.
4. Tidak mencakup warga negara Afrika Selatan yang meninggal di luar
Afrika Selatan (e.g., turis di Thailand). Untuk info lebih lanjut soal
korban tewa

C. Tahap Menghadapi Tsunami

1. Persiapan menghadapi tsunami.

a. Mengetahui pusat informasi bencana, seperti Posko Bencana,


Palang Merah Indonesia, Tim SAR. Kenali areal rumah, sekolah,
tempat kerja, atau tempat lain yang beresiko. Mengetahui wilayah
dataran tinggi dan dataran rendah yang beresiko terkena Tsunami.
b. Jika melakukan perjalanan ke wilayah rawan Tsunami, kenali
hotel, motel, dan carilah pusat pengungsian. Adalah penting
mengetahui rute jalan keluar yang ditunjuk setelah peringatan
dikeluarkan.
c. Siapkan kotak Persediaan Pengungsian dalam suatu tempat yang
mudah dibawa (ransel punggung), di dekat pintu.
d. Siapkan peersediaan makanan dan air minum untuk pengungsian.
e. Siapkan selalu peralatan P3K lengkap.
f. Membawa barang secukupnya saja untuk keperluan pengungsian.
g. Segera mengungsi setelah ada pemberitahuan dari pihak yang
berwenang atas penyebaran informasi tentang tsunami.
h. Jika hanya ada sedikit waktu sebelum datang tsunami,segera
mencari pintu dan mencari jalan keluar dari rumah atau gedung
dengan segera.
i. Carilah tempat yang tinggi dan aman dari gelombang tsunami,atau
mengikuti rute dan tempat yang suah ditetapkan oleh pihak yang
berwenang.
j. Utamakan keselamatan terlebih dahulu, jika terjadi kerusakan pada
tempat Anda berada,bila ingin menyelamatkan harta benda carilah
yang mudah dan ringan dibawa.
k. Pastikan tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada saat pergi
ke tempat evakuasi. Jika bisa ajaklah tetangga dekat Anda untuk
pergi bersama-sama.
l. Jika tsunami terjadi pada saat Anda sedang menyetir kendaraan,
cepat keluar dan cari tempat yang tinggi dan aman.
m. Setelah Terjadi Tsunami, Periksa kesediaan makanan. Makanan
apapun yang terkena air mungkin sudah tercemar dan harus
dibuang.
n. Memberikan bantuan kepada korban luka-luka. Berikan bantuan
P3K dan panggil bantuan. Jangan pindahkan orang yang terluka,
kecuali yang luka serius.
o. Segera membangun tenda pengungsian apabila keadaan untuk
kembali ke rumah tidak memungkinkan.
p. Pastikan keadaan sudah aman dan tidak terjadi tsunami susulan
sebelum kembali ke rumah. Bila keadaan rumah tidak
memungkinkan untuk ditempati carilah tempat tinggal yang bisa
ditempati atau kembali ke tempat pengungsian.
2. Tahap Taggap Darurat /Cara penanggulangan tsunami.

Adapun cara yang dilakukan untuk penanggulangan bencana


tsunami adalah :
a. Melaksanakan evakuasi secara intensif.
b. Melaksanakan pengelolaan pengungsi.
c. Melakukan terus pencarian orang hilang, dan pengumpulan
jenazah.
d. Membuka dan hidupkan jalur logistik dan lakukan resuplay serta
pendistribusian
e. Logistik yang diperlukan.
f. Membuka dan memulihkan jaringan komunikasi antar daerah atau
kota.
g. Melakukan pembersihan kota yang hancur dan penuh puing dan
lumpur.
h. Menggunakan dana pemerintah untuk penanggulangan bencana
dan gunakan pula dengan
i. Tepat sumbangan dana baik dari dalam maupun luar negeri.
j. Menyambut dengan baik dan libatkan unsur civil society.
3. Tahap Pasca Darurat/Fase Pemulihan
a. Start Triase
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan identifikasi
korban yang hanya dapat memungkinkan dengan pembedahan darurat
(operasi penyelamatan hidup). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu
merah, hijau dan hitam sebagai kode korban.
Langkah-langkah triage lapangan sebagai berikut :
1) Sterilkan korban yang tertriage hijau.
2) Cari pasien dengan sistem prioritas yaitu dengan mendahulukan
korban P1 lalu dievakuasi.
3) Harus ada komunikasi antara tim triage satu dg transport .
4) Lalu evakuasi korabn dengan P2 .
5) Setelah itu pasien meninggal dan hilang Pertolongan pertama
dilakukan oleh para sukarelawan, Petugas Pemadam Kebakaran,
Polisi, tenaga dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan
Tenaga Perawat Gawat Darurat Terlatih.
Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut :
1) Lokasi bencana, sebelum dipindahkan.
2) Tempat penampungan sementara.
3) Pada "tempat hijau" dari pos medis lanjutan.
4) Dalam ambulans saat dipindahkan ke fasilitas kesehatan
Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa
kontrol jalan napas, fungsi pernapasan dan jantung,
pengawasan posisi korban, kontrol perdarahan, imobilisasi
fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban
merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat bahwa, bila korban
masih berada di lokasi yang paling penting, ah berada di lokasi
yang memungkinkan, membawa korban darurat ke pos medis
lanjutan sambil melakukan upaya pertolongan pertama, seperti
mempertahankan jalan napas, dan kontrol perdarahan.
Resusitasi Kardiopulmoner tidak boleh dilakukan di lokasi
kecelakaan pada bencana massal karena membutuhkan waktu
dan tenaga.
b. Evakuasi Korban
Prinsip evakuasi tsunami adalah dengan meninggalkan wilayah
rawan tsunami menuju wilayah yang aman. Hal tersebut secara
sederhana dapat dilihat dengan meninggalkan wilayah yang dekat
dengan pantai menuju dataran yang jauh dari pantai sehingga aman
dari gelombang tsunami. Evakuasi jenis yang dikenal dengan
penyebutan horizontal. Evakuasi horizontal sulit diterapkan dari segi
topografi dan akses ke lokasi yang aman cukup jauh dan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Oleh sebab itu menjadi
vertikal menjadi solusi jika terjadi tsunami. Beberapa kesulitan
mendatar adalah dengan mendeteksinya hambatan evakuasi karena
pilihannya menuju ke jalur-jalur tertentu yang diperkirakan tidak
dapat menampung arus. Jalan-jalan utama di kota justru sejajar dengan
garis pantai sehingga kurang efektif sebagai jalur utama yang dipilih.
Pintu keluar kota menuju daratan tinggi yang aman dari tsunami hanya
ada sedikit sehingga dipastikan terjadi kemacetan luar biasa pada saat
terjadinya tsunami. Evakuasi tsunami juga dibatasi oleh waktu yang
sangat terbatas pada jangkauan jangkauan luas ke arah darat. Populasi
dekat dengan pantai dikhawatirkan tidak mampu mencapai daerah
aman dalam waktu singkat. Bahkan terdapat beberapa di Indonesia
yang membutuhkan waktu sampai 180 menit untuk mencapai daeerah
aman sebagai tujuan menyelamatkan Evakuasi vertikal menjadi
krusial pada daerah rawan tsunami yang letaknya jauh dari tempat
aman.
c. Triage 2
1. RS Lapangan
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis
lanjutan oleh tenaga medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih
dari dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli
anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triase medik adalah
menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
Pos medis lanjutan sebagai upaya untuk menurunkan jumlah
kematian dengan memberikan perawatan (stabilisasi) terhadap
korban secepat mungkin. Upaya stabilisasi korban yang mencakup
intubasi, trakeostomi, pemasangan drain thoraks, pemasangan
ventilator, penatalaksanaan syok secara medikamentosa, analgesia,
pemberian infus, fasiotomi, imobilisasi fraktur, pembalutan luka,
pencucian luka bakar. Fungsi pos medis lanjutan ini dapat disingkat
menjadi "Three 'T' rule" (Tag, Treat, Transfer) atau hukum tiga
(label, rawat, rawat).
Lokasi pendirian pos medis sebaiknya di cukup dekat untuk
dicapai dengan berjalan dari lokasi bencana (50-100 meter) dan
daerah tersebut harus :
1) Termasuk daerah yang aman.
2) Memiliki akses langsung ke jalan raya tempatdilakukan.
3) Berada di dekat dengan Pos Komando.
4) Berada dalam jangkauan komunikasi radio.
Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya adanya paparan
material berbahaya, pos medis lanjutan dapat didirikan di tempat
yang lebih jauh. demikian tetap harus diusahakan untuk didirikan
sedekat mungkin dengan daerahbencana.
2. Pengungsian
Secara operasional.pada tahap tanggap darurat ini dialihkan
pada kegiatan :
a) Penanganan korban bencana temasuk menguburkan korban
yangmeninggal dan menangani korban yang luka-luka.
b) Penanganan pengungsi.
c) Pemberian bantuan darurat.
d) Pelayanan Kesehatan, sanitasi dan air bersih e) Penyiapan
penampungan sementara.
Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas sementara, umum
sertamemperba iki dan sarana prasarana dasar agar mampu
memberikanpelayanan yang memadai untuk para korban.
4. Tahap Rekontruksi
Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu
rehabilitasi dan rekonstruksi :
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali dan semua prasarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan kebangkitan, serta
bangkitnya peran masyarakat dalam segala aspek kehidupan masyarakat
pada wilayah pascabencana. Prinsip dasar upaya penanggulangan
bencana dititik beratkan pada tahap kesiapsiagaan sebelum bencana
terjadi. Mengingat bahwa tindakan pencegahan (mencegah) lebih baik
daripada kuratif (pengobatan atau penanganan). bencana alam itu sendiri
memang tidak dapat dicapai, namun dampak buruk akibat bencana dapat
kita cegah dengan kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi.
Peran perawat secara umum dalam penanganan bencana tsunami :
1. Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster adalah :
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang
berhubungan dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap
fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun
lembagalembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan
dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat.
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
yang meliputi hal-hal berikut ini :
1) Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana.
2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti
menolong anggota keluarga yang lain.
3) Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan
nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit
dan ambulance.
2. Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah
a. Bertindak cepat.
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak
menjanjikan apapun secara pasti dengan maksud memberikan
harapan yang besar pada korban selamat.
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan d.
Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap
kelompok yang menanggulangi terjadinya bencana.
3. Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek
kesehatan sehari-hari.
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan
harian.
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang
memerlukan penanganan kesehatan di RS.
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan
penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga
membahayakan diri dan lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis
dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang
nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan
otot).
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan
terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater.
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai
pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak
mengungsi.
4. Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah :
a. tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder
(PTSD).
b. tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah
kesehatan masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat
fase pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
K. Trease Lapangan
Trease lapangan merupakan proses memilih atau mengkaji korban
bencana berdasarkan beratnya cidera dan besarnya kemungkinan korban
untuk diselamatkan untuk tim medis.
Dua macam kategori trease lapangan :
1. Klasifikasi trease non konvensional
a. T1 pembedahan segera untuk menyelamatkan jiwa atau anggota
tubuh. Waktu operasi minimal, kualitas keberhasilan hidup
diharapkan baik.
b. T2 ditunda : pembedahan memakan banyak waktu. Jiwa korban
tidak terancam oleh penundaan operasi stabilisasi keadaan korban,
meminimalkan efek penundaan.
c. T3 minimal : cidera ringan ditangani oleh staf dengan pelatihan
minimal.
d. T4 ekspektan : cidera serius dan multiple. Penanganan komplek
dan memamakn waktu. Penanganan memerlukan banyak personil
dan sumber daya.

2. Klasifikasi Trease dengan Kode Warna


a. Merah / darurat 1 : pasien kritis yang dapat hidup dengan
intervensi, tidak memerlukan personil dan sumber daya dalam
jumlah yang berarti.
b. Kuning / urgen prioritas 2 : korban mempunyai kemungkinanan
tetap hidup dan kondisinya tetap stabil selama beberapa jam
dengan dilakukannya tindakan stabilisasi.
c. Hijau/non urgensi : prioritas 3 : cidera ringan yang dapat diatasi
oleh petugas dengan pelatihan minimal dan dapat menunggu
sampai korban cidera lainnya selesai ditangani.
d. Biru/urgensi bervariasi : prioritas 2/3 : korban dengan cidera berat
yang diperkirakan tidak akan bertahan hidup kecuali bila dilakukan
tindakan dengan segera.
Korban ini akan menuntut sumber daya terlalu banyak yang
seharusnya dapat menyelamatkan pasien lain yang dapat bertahan
hidup dan mungkin menempati prioritas terendah bila sumber daya
yang ada terbatas. Warna biru kadang-kadang digunakan untuk
digantikan warna hitam karena banyak petuga yang mengalami
kesulitan dalam menempati korban ke dalam kategori pasien yang
memerlukan terapi paling aktif saja.
e. Hitam/ekspektan : tidak terdapat prioritas yang nyata. Korban
menderita cidera hebat dengan kecil kemungkinan untuk hidup atau
korban sudah meninggal. Prioritas yang harus dilakukan hanyalah
tindakan untuk memberikan kenyamanan kepada orang yang
sedang berada dalam proses kematian.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh


perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Tanda-tanda
akan terjadinya tsunami adalah gempa tektonik/vulkanik terlebih dahulu
kemudian diikuti dengan keadaan air laut surut secara tiba-tiba. Sejarah
mencatat setidaknya ada beberapa puluh kali tsunami pernah terjadi
seluruh dunia.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja
yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan
korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin
lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Mitigasi bencana gempa yang dilakukan oleh pemerintah ialah
dimulai dari pencegahan dampak tsunami dengan memberi peringatan
dini saat terjadi gempa bumi di dekat pantai, kemudian setelah terjadi
tsunami pemerintah mengupayakan pembangunan fasilitas umum dengan
standar kualitas yang tinggi, pengaturan daerah pemukiman untuk
mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan gempa bumi,
zonasi daerah rawan gempa bumi dan pengaturan penggunaan lahan, dan
pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gempa
bumi dan cara – cara penyelamatan diri jika terjadi gempa bumi.

B. SARAN

Untuk mengantisipasi datangnya tsunami yang sampai saat ini belum


bisa diprediksikan dengan tepat kapan dan dimana akan terjadi maka dapat
dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :
Selalu waspada dan memantau dengan aktif informasi tentang bahaya
tsunami dari pihak yang berwenang terhadap adanya potensi tsunami
terutama penduduk yang bermukim didekat pantai.Menentukan tempat-
tempat berlindung yang tinggi dan aman jika terjadi tsunami.
Menyediakan persediaan makanan dan air minum untuk keperluan darurat
dan pengungsian. Menyiapkan tas ransel yang berisi (atau dapat diisi)
barang-barang yang sangat dibutuhkan di tempat pengungsian seperti
perlengkapan P3K atau obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA

Iwan, W.D. 2006, Summary report of the Great Sumatra Earthquakes and Indian
Ocean tsunamis of 26 December 2004 and 28 March 2005: Earthquake
Engineering Research Institute. EERI Report 2006-06.
Dudley, Walter C. & Lee, Min. 1988. Tsunami 1st edition. ISBN 0-8248-1125-9.
Macey, Richard. 2005. The Big Bang that Triggered A Tragedy. The Sydney
Morning: Seismologist at Geoscience Australia.
Lambourne, Helen. 2005. Tsunami: Anatomy of a disaster. USA: BBC News.
www.wikipediaindonesia.com. Tsunami. Artikel diambil tanggal 10 September
2014.
http://www.pu.go.id/publik/ind/produk/info_peta/rwnbanjir/
bencana2006/00gempatsunami15562006.htm
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=13675.0/
http://www.anneahira.com/proses-tsunami.htm/
http://harytami3.wordpress.com/2009/03/05/tsunami-penyebab-dan-akibatnya/
http://www.anneahira.com/penyebab-terjadinya-tsunami.htm

Anda mungkin juga menyukai