Anda di halaman 1dari 62

Kebutuhan spiritual

loss and griving


Netty Isnawati
PENDAHULUAN
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik.

Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosiokultural dan spiritual yang


berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis.
Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari interaksi perawat
dengan klien.

Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian
dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
spiritual klien tersebut, walau pun perawat dan klien mempunyai keyakinan spiritual atau
keagamaan yang tidak sama.
PENGERTIAN
Spiritualitas, keyakinan dan agama merupakan
hal yang terpisah, walau pun seringkali diartikan
sama. Pemahaman tentang perbedaan antara
tiga istilah tersebut sangat penting bagi perawat
untuk menghindarkan salah pengertian yang
akan mempengaruhi pendekatan yang
digunakan perawat.
Menurut Burkhardt (1993)
Spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:
a. a.Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan.
b. b.Menemukan arti dan tujuan hidup.
c. c.Menyadari kemempuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri.
d. d.Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan
Yang Maha Tinggi.
Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zetner, (1993).

Dimensi spiritual berupaya untuk


mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk
menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika
sedang menghadapi stress emosional, penyakit
fisik, atau kematian. Kekuatan yang timbul diluar
kekuatan Manusia
Mickley et al (1992)
Menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang
multidimensi, yaitu dimensi ekstensial dan
dimensia agama. Dimensi ekstensial berfokus
pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan
dimensi agama lebih berfokus pada hubungan
seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
Stoll (1989)
Selanjutnya menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi:
dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi
yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal
adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan
dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua
dimensi tersebut.
(Carson, 1989).
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk
mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama,
serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan
Kesimpulan
kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan
untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai serta rasa
keterikatan, dan kebutuhan untuk memberikan
dan mendapatkan maaf.
Kepercayaan (faith)
Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti
mempercayai atau mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang. Secara umum
agama atau keyakinan spiritual merupakan
upaya seseorang untuk memahami tempat
seseorang di dalam kehidupan, yaitu bagaimana
seseorang melihat dirinya dalam hubungannya
dengan lingkungan secara menyeluruh
Agama

• merupakan suatu sistem ibadah yang terorganisir


atau teratur. Agama mempunyai keyakinan sentral,
ritual, dan praktik yang biasanya berhubungan
dengan kematian, perkawinan dan
keselamatan/penyelamatan (salvation). Agama
mempunyai aturan-aturan tertentu yang diprakktikan
dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan
kepuasan bagi yang menjalankannya. Perkembangan
keagamaan individu merujuk pada penerimaan
keyakinan, nilai, aturan dan ritual tertentu
KARAKTERISTIK SPIRITUALITAS
• Untuk
. memudahkan dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan memperhatikan kebutuhan
spiritual penerima layanan keperawatan, maka perawat
mutlak perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi
atau mengenal karakteristik spiritualitas sebagai
berikut:
Hubungan dengan diri sendiri.
Kekuatan dalam/dan self-reliance

a. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang


dapat dilakukannya).
b. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada
kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran,
harmoni/keselarasan dengan diri sendiri).
Hubungan dengan alam Harmoni
a. Mengetahui tentang tanaman, pohon,
margasatwa, iklim.
b. Berkomunikasi dengan alam (bertanam,
berjalan kaki), mengabdi dan melindungi
alam.
Hubungan dengan orang lain
Harmonis/suportif.
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik.
b. Mengasuh anak, orangtua dan orang sakit.
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dll).

Tidak harmonis
d. Konflik dengan orang lain.
e. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
Hubungan dengan ketuhanan
Agamais atau tidak agamais
a. Sembahyang/berdoa/meditasi.
b. Perlengkapan keagamaan.
c. Bersatu dengan alam.
Terpenuhi keb Spiritual apabila
a. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan
keberadaannya di dunia/kehidupan.
b. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari
suatu kejadian atau penderitaan.
c. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan,
rasa percaya dan cinta.
d. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
e. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
f. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.
KETERKAITAN ANTARA SPIRITUALITAS, KESEHATAN DAN SAKIT

Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat


karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku selfcare klien. Beberapa pengaruh
dari keyakinan spiritual yang perlu dipahami
adalah sebagai berikut:
Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari
Praktik tertentu pada umumnya yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan
mungkin mempunyai makna keagamaan bagi
klien. Sebagai contoh, ada agama yang
menetapkan makanan diit yang boleh dan tidak
boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga
berencana ada agama yang melarang cara
tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk
terapi medik atau pengobatan.
Sumber dukungan
Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari
keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat
menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut
memerlukan proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum
pasti. Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktik
keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan spiritual yang
juga merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh.
Sumber kekuatan dan penyembuhan
Nilai dari keyakinan agama tidak dapat dengan mudah
dievaluasi (Taylor, Lilis & Le Mone, 1997). Walaupun
demikian pengaruh keyakinan tersebut dapat diamati oleh
tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa individu
cenderung dapat menahan distress fisik yang luar biasa
karena mempunyai keyakinan yang kuat. Keluarga klien
akan mengikuti semua proses penyembuhan yang
memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan bahwa semua
upaya tersebut akan berhasil.
Sumber konflik
• Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan
agama dengan praktik kesehatan. Misalnya ada orang yang
memandang penyakit sebagai suatu bentuk hukuman karena
pernah berdosa.

• Ada agama tertentu yang menganggap manusia sebagai makhluk


yang tidak berdaya dalam mengendalikan lingkungannya, oleh
karena itu penyakit diterima sebagai nasib bukan sebagai sesuatu
yang harus disembuhkan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SPIRITUALITAS

• Menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) dan


Craven & Hirnle (1996), faktor penting yang
dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang
adalah:
Pertimbangan tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak
dengan empat agama yang berbeda ditemukan
bahwa mereka mempunyai persepsi tentang
Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda
menurut usia, seks, agama dan kepribadian
anak.
Tema utama yang diuraikan oleh semua anak tentang
Tuhan :
a. Gambaran tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan
dengan manusia dan saling keterikatan dengan kehidupan.
b. Mempercayai bahwa Tuhan terlibat dalam perubahan dan
pertumbuhan diri serta transformasi yang membuat dunia
tetap segar, penuh kehidupan dan berarti.
c. Meyakini Tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya
merasa takut menghadapi kekuasaan Tuhan.
d. Gambaran cahaya/sinar.
Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan
spiritualitas anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh
orangtua kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak
pelajari mengenai Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari perilaku
orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan
kehidupan di dunia, maka pandangan anak pada umumnya
diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan
orang tua dan saudaranya.
Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan
spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama,
termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam
berbagai bentuk kegiatan keagamaan. Perlu diperhatikan apapun tradisi
agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja
pengalaman spiritual unik bagi tiap individu.
Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi oleh
bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman
tersebut. Sebagai contoh, jika dua orang wanita yang mempercayai bahwa
Tuhan mencintai umatnya, kehilangan anak mereka karena kecelakaan, salah
satu dari mereka akan bereaksi dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan
dan tidak mau sembahyang lagi. Sedangkan wanita yang lain bahkan
sebaliknya terus berdoa dan meminta Tuhan membantunya untuk mengerti
dan menerima kehilangan anaknya.
Begitu pula pengalaman hidup yang menyenangkan sekalipun
seperti pernikahan, pelantikan, kelulusan, kenaikan pangkat atau
jabatan dapat menimbulkan perasaan bersyukur kepada Tuhan,
namun ada juga yang merasa tidak perlu mensyukurinya.
Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan
yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan
imannya. Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang
memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk
memenuhinya
Krisis dan perubahan
• (Tooth, 1992) dan Craven & Hirnle (1996). Krisis sering dialami
ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada
klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang
buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi
tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga
pengalaman yang bersifat fisik dan emosional.
• Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual
seseorang
• Krisis bisa berhubungan dengan perubahan patofisiologi,
treatment/terapi pengobatan yang diperlukan, atau situasi
yang mempengaruhi seseorang. Diagnosis penyakit atau
penyakit terminal pada umumnya akan menimbulkan
pertanyaan tentang sistem kepercayaan seseorang. Apabila
klien dihadapkan pada kematian, maka keyakinan spiritual
dan keinginan untuk sembahyang/berdoa lebih tinggi
dibandingkan pada pasien yang berpenyakit tidak terminal.
Terpisah dari ikatan spiritual
• Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasabn pribadi dan sistem
dukungan sosial (social support system). Klien yang dirawat merasa
terisolasi dalam ruangan yang asing baginya dan merasa tidak aman.
Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat
menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat
berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang biasa memberikan
dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual
berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukkan kebesarannya, walaupun ada juga agama yang
menolak intervensi pengobatan. Prosedur medik seringkali dapat
dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi
organ, pencegahan kehamilan, strerilisasi. Konflik antara jenis terapi
dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat
diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi
dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru
menghindar untuk memberikan asuhan spiritual. Alasan tersebut
antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan
kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan
spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual
dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan
spiritual klien bukan menjadi tugasnya tetapi menjadi tanggung
jawab pemuka agama.
Empat isu nilai yang mungkin timbul antara perawat dan klien adalah:

a. Pluralisme: perawat dan klien menganut kepercayaan dengan


spektrum yang luas.
b. Fear: berhubungan dengan ketidak mampuan mengatasi situasi,
melanggar privacy klien, atau merasa tidak pasti dengan sistem
kepercayaan dan nilai diri sendiri.
c. Kesadaran tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberikan arti
dalam kehidupan , tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam
kehidupan pribadi perawat.
d. Bingung: bingung terjadi karena ada perbedaan antara agama dan
konsep spiritual.
MANIFESTASI PERUBAHAN FUNGSI SPIRITUAL

• Berbagai perilaku dan ekspresi yang


dimanifestasikan klien seharusnya diwaspadai
oleh perawat, karena mungkin saja klien
sedang mengalami masalah spiritual.
Verbalisasi distress
• Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya
memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan
kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Misalnya seorang istri
mengatakan: “Saya merasa bersalah karena saya seharusnya mengetahui
lebih awal bahwa suami saya mengalami serangan jantung”.

• Perawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang kematian atau
merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan perawat
sangat penting dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi klien tentang
distress yang dialami klien
Perubahan perilaku

Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi


spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau
menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin
saja sedang menderita distress spiritual. Ada yang bereaksi dengan perilaku
mengintrospeksi diri dan mencari alasan terjadinya suatu situasi dan
berupaya mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi tersebut, namun
ada yang beraksi secara emosional dan mencari informasi serta dukungan
dari keluarga atau teman. Perasaan bersalah, rasa takut, depresi dan
ansietas mungkin menunjukkan perubahan fungsi spiritual.
PERAWAT SEBAGAI CONTOH PERAN (ROLE MODEL)

• Setiap Manusia mempunyai tiga kebutuhan


spiritual yang sama yaitu kebutuhan akan arti
dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai
dan berhubungan, serta kebutuhan untuk
mendapatkan pengampunan
Taylor, Lilis & Le Mone (1997), dalam hal ini perawat akan:

1. Mempunyai pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi


kebutuhannya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai
dan berhubungan serta pengampunan.
2. Bertolak dari kekuatan spiritual dalam kehidupan sehari-hari ini,
terutama ketika menghadapi nyeri, penderitaan dan kematian dalam
melakukan praktik profesional.
3. Meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri.
4. Menunjukkan perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan,
keceriaan, caring dan kreativitas dalam interaksinya dengan orang
lain.
.
5. Menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain walaupun
berbeda dengan keyakinan spiritual perawat.
6. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang bagaimana keyakinan
spiritual klien mempengaruhi gaya hidup mereka, berespon terhadap
penyakit, pilihan pelayanan kesehatan dan pilihan terapi/treatment.
7. Menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan spiritual klien.
8. Menyusun strategi asuhan keperawatan yang paling sesuai untuk
membantu klien yang sedang mengalami distress spiritual.
Perilaku self-care:
1. Gali nilai dan keyakinan pribadi dan orang
lain.
2. Gali praktik yang dapat mendukung secara
spiritual.
3. Hargai sistem kepercayaan orang lain.
4. Praktikkan hubungan yang dilandasi perasaan
cinta terhadap diri sendiri dan orang lain.
5. Cari bantuan spiritual untuk mengatasi
PROSES KEPERAWATAN

.
Pengkajian
Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali
secara umum adalah:

Afilasi agama
• Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah
dilakukan secara aktif atau tidak aktif.
• Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.
Keyakinan Agama Atau Spiritual, Mempengaruhi:

a. Praktik kesehatan: diet, mencari dan


menerima terapi, ritual atau upacara agama.
b. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan
terhadap keyakinan.
c. Strategi koping.
Nilai Agama Atau Spiritual, Mempengaruhi:
• Tujuan dan arti hidup.
• Tujuan dan arti kematian.
• Kesehatan dan pemeliharaannya.
• Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan
orang lain.
Pengkajian Data Subjektif
Pedoman Pengkajian Spiritual yang disusun oleh
Stoll dalam Craven & Hirnle (1996) mencakup
empat area yaitu:
• Konsep tentang Tuhan atau Ketuhanan;
• Sumber harapan dan kekuatan;
• Praktik agama dan ritual;
• Hubungan antara keyakinin spiritual dan
kondisi kesehatan.
Pengkajian Data Objektif

Pengkajian data objektif dilakukan mellui


pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek
dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data
objektif terutama dilakukan melalui observasi.
Karakteristik Klien Yang Mengalami Distress Spiritual :
a. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung,
b. Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas,
c. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem
kepercayaan/agama,
d. Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian,
e. Klien yang akan dioperasi,
f. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan
agama.
g. Mengubah gaya hidup,
h. Preokupasi ttg hbg agama dan kesehatan,
i. Tidak dpt dikunjungi oleh pemuka agama,
j. Tdk mampu / menolak melakukan ritual spiritual,
k. Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman dari Tuhan,
l. Mengespresikan kemarahannya thd Tuhan,
m. Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan
keyakinan agama.
n. Sedang menghadapi sakratul maut (dying).
Diagnosa keperawatan
• Gangguan penyesuaian terhadap penyakit b/d ketidakmampuan
merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
• Koping individu tidak efektif b/d kehilangan agama sebagai dukungan
utama (merasa ditinggal oleh Tuhan).
• Takut b/d belum siap untukmenghadapi kematian dan pengalaman
kehidupan setelah kematian.
• Berduka yang disfungsional: keputusasaan b/d keyakinan bahwa agama
tidak mempunyai arti.
• Keputusasaan b/d keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk
Tuhan.
.

• Ketidakberdayaan b/d parasaan menjadi korban.


• Ggn harga diri b/d kegagalan untuk hidup sesuai
dengan ajaran agama.
• Disfungsi seksual b/d konflik nilai.
• Ggn pola tidur b/d distress spiritual.
• Resiko tindak kekerasan thd diri sendiri b/d perasaan
bahwa hidup ini tidak berarti.
Perencanaan
Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami distress spiritual harus difokuskan
pada menciptakan lingkungan yang mendukung
praktik keagamaan dan keyakinan yang biasanya
dilakukan. Tujuan ditetapkan secara individual
dengan mempertimbangkan riwayat klien, area
beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data
objektif yang relevan.
Contoh tujuan klien dengan distress spiritual meliputi klien akan:

Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk


memperoleh arti dan tujuan, mencintai dan keterikatan serta pengampunan.

Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika


menghadapi tantangan berupa penyakit, cidera atau krisis kehidupan lain.

Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri


sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia luar.

Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual


dengan kehidupan sehari-hari.
Hasil yang diperkirakan harus bersifat individual dan meliputi kriteria :

• Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual.


• Mengidentifikasi faktor dalam kehidupan yang menantang keyakinan
spiritual.
• Menggali alternatif: mengingkari, memodifikasi atau menguatkan
keyakinan; mengembangkan keyakinan baru.
• Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab suci, kelompok
pengajian, dsb).
• Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual
setelah keberhasilan intervensi
Perencanaan dirancang utk memenuhi kebutuhan spiritual klien
dengan:

• Membantu klien memenuhi kewajiban agamanya.


• Membantu klien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara
lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialaminya.
• Membantu klien mempertahankan atau membina hubungan personal
yang dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi
peristiwa yang kurang menyenangkan.
• Membantu klien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang
dihadapinya.
• Meningkatkan perasaan penuh harapan.
• Memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.
Implementasi
• Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat.
• Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan
spiritualnya.
• Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.
• Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual klien.
• Berespon scr singkat, spesifik dan faktual.
• Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti
menghayati masalah klien.
.
• Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung,
menerima, bertanya, memberi informasi, refleksi, menggali perasaan
dan kekuatan yang dimiliki klien.
• Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan
verbal klien.
• Bersikap empati yang berarti memahami dan mengalami perasaan
klien.
• Memahami masalah klien tnp menghukum walaupun tidak berarti
menyetujui klien.
.
• Mentukan arti dan situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap
penyakit?
• Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman, cobaan atau anugerah dari Tuhan?
• Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban
agama.
• Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di RS.
• Intervensi keperawatan perlu disesuaikan
dengan tahap perkembangan keyakinan
agama tiap individu klien berdasarkan usia.
Evaluasi
Untuk mengevaluasi apakah klien telah
mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan
pada fase perencanaan, perawat perlu
mengumpulkan data terkait dengan pencapaian
tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan
keperawatan terjadi apabila secara umum klien:
Reference
Hidayat, Alimul A, (2004). Pengantar Konsep Dasar
Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta.
Murwani, Arita, (2008). Pengantar Konsep Dasar
Keparawatan. Fitramaya, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai