Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN

NILAI DAN KEPERCAYAAN PASIEN


RS. BUKIT LEWOLEBA
TAHUN 201

RUMAH SAKIT BUKIT


LEWOLEBA
BAB I
PENGERTIAN
A. DEFINISI
Mempunyai kepercayaaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai
komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua
pengertian.
1)     Kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan
seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain.
2)     Kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan,
kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa, suatu perasaan
yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya
(action). Harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu
kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, perkembangan, dan bisa mengurangi
sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa
memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai sutau prestasi dan
berorientasi ke depan. Agama, adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan
peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah
mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisasi
atau teratur.
Definisi nilai dan kepercayaan setiap individu dipengaruhi oleh budaya,
perkembangan, pengalaman hidup, dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga
memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara
diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dan lingkungan) dan
transpersonal  (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan
ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi).
BAB II
RUANG LINGKUP
B. KETERKAITAN ANTARA NILAI DAN KEPERCAYAAN DENGAN
KESEHATAN
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan dan perilaku self-care klien. Nilai dan kepercayaan yang perlu di
pahami antara lain:
1) Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien, seperti tentang makanan
diet.
2) Sumber dukungan : Saat stress individu akan mencari dukungan dari keyakinan
dan kepercayaan yang dianutnya
3) Sumber kekuatan dan penyembuhan : Individu bisa menahan distress fisik yang
luar biasa karena mempunyai nilai dan keyakinan yang kuat.
4) Sumber konflik : Pada situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara nilai dan
keyakinan pasien dengan praktik kesehatan, seperti  pandangan penyakit.
BAB III
TATA LAKSANA
1. Pengkajian
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah
pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek nilai dan kepercayaan memerlukan
hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya
dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau
dengan orang terdekat dengan pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk
membicarakannya. Pengkajian yang perlu dilakukan meliputi:
a. Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2005) mencakup (a) konsep
tentang ketuhanan, (b) sumber kekuatan dan harapan, (c) praktik agama dan ritual, dan (d)
hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b. Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi pengkajian
afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian
data objektif terutama dilakukan melalui observasi, Pengkajian tersebut meliputi:
1) Afek dan sikap
Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau preokupasi?
2) Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku
keagamaan? dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk
dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau
mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?.
3) Verbalisasi
Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan lainnya?,
apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama? dan apakah pasien
mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian?
4) Hubungan interpersonal
Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? apakah
pemuka agama datang mengunjungi pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan
dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat?
5) Lingkungan
Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya? apakah pasien
menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien memakai
tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North
American Nursing Diagnosis Association adalah distres spiritual (NANDA, 2006).
Pengertian dari distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan dengan diri, orang lain,
seni, musik, literature, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya (NANDA, 2006).
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan
karakteristik dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah 1) berhubungan dengan
diri, meliputi; pertama mengekspresikan kurang dalam harapan, arti dan tujuan hidup,
kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, dan keberanian. Kedua marah, ketiga rasa
bersalah, dan keempat koping buruk. 2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi;
menolak berinteraksi dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman dan
keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan terasing. 3)
Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi; tidak mampu
mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada
ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama. 4)
Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi; tidak mampu ibadah,
tidak mampu berpartisipasi 'alam aktifitas agama, mengekspresikan ditinggalkan atau
marah kepada Tuhan, tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu
pemimpin agama, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan, tidak mampu
introspeksi dan mengalami penderitaan tanpa harapan.
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) faktor yang
berhubungan dari diagnosa keperawatan distress spiritual adalah; mengasingkan diri,
kesendirian atau pengasingan sosial, cemas, deprivasi/kurang sosiokultural, kematian dan
sekarat diri atau orang lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang
lain.
3. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi,
selanjutnya perawat dan pasien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi. Tujuan
asuhan keperawatan pada pasien dengan distres spiritual difokuskan pada menciptakan
lingkungan yang mendukung praktek keagamaan dan kepercayaan yang biasanya
dilakukan. Tujuan ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan riwayat
pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.
Menurut (Kozier, 2005) perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dirancang
untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1) membantu pasien memenuhi
kewajiban agamanya, 2) membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya
dengan cara yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami, 3) membantu
pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha
Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, 4) membantu
pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, 5) meningkatkan
perasaan penuh harapan, dan 6) memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.
4. Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan
prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut : 1) periksa keyakinan
spiritual pribadi perawat, 2) fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan
spiritualnya, 3) jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual, 4)
mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien, 5) berespon secara
singkat, spesifik, dan aktual, 6) mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang
berarti menghayati masalah pasien, dan 7) membantu memfasilitasi pasien agar dapat
memenuhi kewajiban agama, 8) memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah
sakit.
Pada tahap implementasi ini, perawat juga harus memperhatikan 10 butir kebutuhan
dasar spiritual manusia seperti yang disampaikan oleh Clinebell (Hawari, 2002) yang
meliputi: 1) kebutuhan akan kepercayaan dasar, 2) kebutuhan akan makna dan tujuan
hidup, 3) kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, 4)
kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan dengan
Tuhan, 5) kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa, 6) kebutuhan akan
penerimaan diri dan harga diri, 7) kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan
terhadap harapan masa depan, 8) kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang
makin. tinggi sebagai pribadl yang utuh, 9) kebutuhan akan terpeliharanya interaksi
dengan alam dan sesama manusia, 10) kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang
penuh dengan nilai-nilai religius. Perawat berperan sebagai communicator bila pasien
menginginkan untuk bertemu dengan petugas rohaniawan atau bila menurut perawat
memerlukan bantuan rohaniawan dalam mengatasi masalah spirituahiya.
Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing Interventions Classification
(NIC), intervensi keperawatan dari diagnosa distres spiritual adalah :
a) support spiritual. Definisi support spiritual adalah membantu pasien untuk merasa
seimbang dan berhubungan dengan kekuatan Maha Besar. Adapun aktivitasnya
meliputi: 1) buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan, 2)
beri semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual, jika diperlukan, 3)
siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien, 4) tunjuk penasihat spiritual
pilihan pasien, 5) gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien
mengklarifikasi kepercayaan dan nilai, jika diperlukan, 6) mampu untuk
mendengar perasaan pasien, 7) berekspresi empati dengan perasaan pasien, 8)
fasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a dan ritual keagamaan lainnya, 9)
dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien, dan kembangkan rasa
pemanfaatan waktu untuk berdo'a atau ritual keagamaan, 10) yakinkan kepada
pasien bahwa perawat akan dapat mensupport pasien ketika sedang menderita, 11)
buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian, dan 12) bantu pasien
untuk berekspresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah dengan cara
yang baik (McCloskey dan Bulechek, 2006).
b) Hope inspiration yaitu dengan meningkatkan keyakinan atas kapasitas diri sendiri
untuk memulai dan mempertahankan tindakan
c) Grief work facilitation yaitu membantu resolusi dari kehilangan yang bermakna.
5. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada
fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien : 1)
mampu beristirahat dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan
Tuhan, 3) menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama, 4)
mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan 5) menunjukkan
afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.
BAB IV
DOKUMENTASI

Metode pendidikan mempertimbangakan nilai-nilai dan kepercayaan pasien dan


keluarga, dan memperkenenkan interaksi yang memadai antara pasien, keluarga dan staf agar
terjadi pembelajaran. Staf mengakui peran penting pasien dalam pemberian pelayanan yaang
aman, asuhan berkualitas tinggi. Maka staf berkesempatan berinteraksi dengan pasien dengan
ijin keluarga sehingga terjamin bahwa informasi dipahami, bermanfaat, dan dapat digunakan.

Ditetapkan di : Lewoleba
Pada tanggal : 13 April 2017
Direktur RS Bukit Lewoleba

dr. Kukuh Prasetyo

Anda mungkin juga menyukai