Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH KEBUTUHAN

SPIRITUAL

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH KEBUTUHAN SPIRITUAL
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah KDM II

Pengampu :
Eka Muzyanti, S.Kep
YAYASAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL HIKMAH 2
AKPER ALHIKMAH 2
BENDA SIRAMPOG
2012/2013

ASUHAN KEPERAWATAN
KEBUTUHAN SPIRITUAL

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spiritualitas adalah salah satu
aspek kehidupan pasien yang
sangat
penting untuk dipenuhi dalam
perawatan kesehatan.
Pentingnya spiritualitas
dalam pelayanan kesehatan
dapat dilihat dari definisi
kesehatan menurut
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) yang menetapkan
empat unsur kesehatan
yaitu sehat fisik, psikis, sosial,
dan spiritual.1 WHO juga
mendefinisikan sehat
sebagai suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik
(organobiologik), mental
(psikologik), sosial, dan
spiritual, yang tidak hanya
bebas dari penyakit atau
kecacatan. Dengan demikian
dimensi spiritual merupakan
salah satu unsur
atau aspek yang membentuk
manusia secara utuh.
Spiritualitas merupakan
kepercayaan dasar akan
adanya suatu kekuatan
besar yang mengatur alam
semesta. Spiritualitas
merupakan kekuatan yang
menyatukan, memberi makna
pada kehidupan dan nilai-nilai
individu,
persepsi, kepercayaan dan
keterikatan di antara
individu.2
Spiritualitas
memiliki 4 karakteristik yang
harus terpenuhi yaitu
hubungan dengan diri
sendiri, hubungan dengan
alam, hubungan dengan orang
lain, dan hubungan
dengan Tuhan. Kebutuhan
spiritual merupakan
kebutuhan untuk mencari arti
dan tujuan hidup, kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai
serta rasa
keterikatan, kebutuhan untuk
memberikan dan
mendapatkan maaf.
3
1
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat dalam mendukung atau
menguatkan spiritualitas klien. Pengkajian tersebut dapat menjadi terapeutik karena pengkajian
menunjukkan tingkat perawatan dan dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami
pendekatan konseptual menyeluruh tentang pengkajian siritual akan menjadi yang paling berhasil
(Farran , 1989 cit Potter and perry, 1997).
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal penting yaitu dilakukan setelah pengkajian
aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang
baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat
membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat pasien, atau perawat
telah merasa nyaman untuk membicarakannya.
Craven dan Hirnle (1996), Blais dan Wilkinson (1995) serta Tayler, Lillis dan Le Mane (1997),
pada dasarnya informasi awal yang perlu digali secara umum adalah :
a. Afiliasi agama
1) Partisipasi agama klien dalam kegiatan keagamaan
2) Jenis partisipasi dalam kegiatan keagamaan
b. Keyakinan / spiritual agama
1) Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi / upacara keagamaan
2) Persepsi penyakit : hukuman, cobaan terhadap keyakinan
3) Strategi koping
Pengkajian data subyektif meliputi :
a. Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan
b. Sumber harapan dan kekuatan
c. Praktik agama dan ritual
d. Hubungan antara keyakinan dan kondisi kesehatan.
Sedangkan pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi :
a. Pengkajian afek dan sikap (Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis atau preokupasi)
b. Perilaku (Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku
keagamaan, dan apakah pasien seringkali mengaluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk, dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan
kemarahannya terhadap agama)
c. Verbalisasi (Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan lainnya,
apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama, dan apakah pasien mengekspresikan
rasa takutnya terhadap kematian)
d. Hubungan interpersonal (Siapa pengunjung pasien, bagaimana pasien berespon terhadap
pengunjung, apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien, dan bagaimana pasien
berhubungan dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat)
e. Lingkungan (Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya, apakah
pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien memakai tanda
keagamaan misalnya jilbab). Terutama dilakukan melalui observasi. (Hamid, 2000).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketika meninjau pengkajian spiritual dan mengintegrasikan informasi kedalam diagnosa
keperawatan yang sesuai, perawat harus mempertimbangkan status kesehatan klien terakhir dari
perspektif holistik, dengan spiritualitas sebagai prinsip kesatuan (Farran, 1989). Setiap diagnosa
harus mempunyai faktor yang berhubungan dengan akurat sehingga intervensi yang dihasilkan
dapat bermakna dan berlangsung (Potter and Perry, 1997).
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American
Nursing Diagnosis Association (2006) adalah distres spiritual. Pengertian dari distres spiritual
adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup
seseorang dihubungkan dengan agama, orang lain, dan dirinya.
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan diagnosa
keperawatan distres spiritual adalah :
a. Berhubungan dengan diri, meliputi mengekspresikan kurang dalam harapan, arti, tujuan hidup,
kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, keberanian, marah, rasa bersalah, koping yang
buruk.
b. Berhubungan dengan orang lain, meliputi menolak berinteraksi dengan teman, keluarga, dan
pemimpin agama, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan
keterasingan.
c. Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi tidak mampu mengekspresikan
kondisi kreatif (bernyanyi), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan
kepada bacaan agama
d. Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi tidak mampu ibadah, tidak
mampu berpartisipasi dalam aktifitas agama, mengekspresikan marah kepada Tuhan, dan
mengalami penderitaan tanpa harapan.
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (2006) faktor yang berhubungan
dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah mengasingkan diri, kesendirian, atau
pengasingan sosial, cemas, kurang sosiokultural/ deprivasi, kematian dan sekarat diri atau orang
lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.
a. Bagaimana penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan
merekonsilasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kehilangan agama sebagai dukungan utama
c. Takut yang berhubungan dengan belum siap untuk menghadapai kematian dan pengalaman
kehidupan setelah kematian.
d. Berduka yang disfungsional : keputusasaan berhubungan dengan keyakinan bahwa agama tidak
mempunyai arti.
e. Keputusasaan berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk tuhan
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan menjadi korban
g. Disfungsi seksual berhubungan dengan konflik nilai
h. Pola tidur berhubungan dengan distress spiritual
i. Resiko tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubunga ndengan perasaan bahwa hidup tidak
berarti

3. PERENCANAAN
Dengan menetapkan rencana perawatan, tujuan ditetapkan secara individual, dengan
mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data obyektif
yang relevan (Hamid, 2000).
Menurut (Munley, 1983 cit Potter and Perry, 1997) terdapat tiga tujuan untuk pemberian
perawatan spiritual yaitu klien merasakan perasaan percaya pada pemberi perawatan, klien
mampu terkait dengan anggota sistem pendukung, pencarian pribadi klien tentang makna hidup
meningkat. Tujuan askep klien distress spiritual berfokus pada menciptakan lingkungan yang
mendukung praktik keagamaan dan keyakinan yang biasa dilakukannya.
Klien dengan distress spiritual akan :
a. Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuuhi kebutuhan
b. Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika menghadapi penyakit.
c. Mengembangkan praktik spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri sendiri, Tuhan dan
dunia luar
d. Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan kehidupan
sehari-hari.
Kriteria hasil yang diharapkan klien akan :
a. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual
b. Mengidentifikasi factor dala mkehiduapn yang menantang keyakinan spiritual
c. Menggali alternative : menguatkan keyakinan
d. Mengidentifikasi dukungan spiritual
e. Melaburkan / mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual setelah keberhasilan intervensi
Pada dasarnya perencanaan pada klien distress spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan
klien dengan membantu klien memnuhi kewajiban agamanya dan menggunakan sumber dari
dalam dirinya.

4. IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip -
prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut (Hamid, 2000) :
a. Periksa keyakinan spiritual ibadah
b. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spritualnya.
c. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
d. Mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien
e. Berespon secara singkat, spesifik dan factual
f. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah klien
g. Menerapkan tehnik komunikasi terapeutik dengan tehnik mendukung menerima, bertanya,
memberi infomasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal kien
i. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui klien
j. Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap penyakit. Apakah klien
menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman, cobaan atau anugrah dari Tuhan ?
k. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agamanya
l. Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di Rumah Sakit.
Menurut Amenta dan Bohnet (1986) cit Govier (2000) ada empat alat / cara untuk membantu
perawat dalam menerapkan perawatan spiritual yaitu :
a. Menyimak dengan perilaku wajar
b. Selalu ada
c. Menyetujui apa yang dikatakan klien
d. Menggunakan pembukaan diri
Perawat berperan sebagai komunikator bila pasien menginginkan untuk bertemu dengan petugas
rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam mengatasi
masalah spiritualnya.
Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing Interventions Classification (NIC),
intervensi dan diagnosa distres spiritual salah satunya adalah support spiritual. Definisi support
spiritual adalah membantu pasien untuk merasa seimbang dan berhubungan dengan kekuatan
Maha Besar. Adapun aktivitasnya meliputi :
a. Buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan
b. Beri semangat untuk menggunakan sumber – sumber spiritual
c. Siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien
d. Tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien
e. Gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan dan nilai,
jika diperlukan
f. Mampu untuk mendengar perasaan pasien
g. Fasilitasi pasien dalam meditasi, berdoa atau ritual keagamaan
h. Dengarkan dengan baik komunikasi pasien dan kembangkan rasa pemanfaatan waktu untuk
berdoa atau ritual keagamaan
i. Yakinkan kepada pasien bahwa perawat dapat mensupport pasien ketika sedang menderita
j. Buka perasaan pasien terhadap rasa sakit dan kematian
k. Bantu pasien untuk berekpresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah dengan cara
yang baik.

5. EVALUASI
Perawat mengevaluasi apakah intervensi keperawatan membantu menguatkan
spiritualitas klien. Perawat membandingkan tingkat spiritualitas klien dengan perilaku dan
kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan. Klien harus mengalami emosi sesuai
dengan situasi, mengembangkan citra diri yang kuat dan realistis, dan mengalami hubungan
interpersonal yang terbuka dan hangat. Keluarga dan teman, dengan siapa klien telah membentuk
persahabatan dapat dijadikan sumber informasi evaluatif. Klien harus juga mempertahankan misi
dalam hidup dan sebagian individu percaya dan yakin dengan Tuhan Yang Maha Kuasa atau
Maha Tinggi. Bagi klien dengan penyakit terminal serius, evaluasi difokuskan pada keberhasilan
membantu klien meraih kembali harapan hidup (Potter anfd Perry, 1997).
Untuk mengatahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase
perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien mampu :
a. Mampu beristirahat dengan tenang
b. Menyatakan penerimaan keputusan moral / etika
c. Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
d. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
e. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
f. Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan ansietas
g. Menunjukkan perilaku lebih positif
h. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya

Anda mungkin juga menyukai