Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN LANJUT USIA

DENGAN MASALAH SPRITUAL

OLEH :

SYAMSINAR

14420192163

CI INSTITUSI CI LAHAN

(.............................) (..........................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020

Page 1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang

namanya masalah, sikap seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan

oleh keyakinan mereka masing-masing. Keyakinan yang dimiliki setiap

orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual,

keyakinan dan agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali

diartikan sama. Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan

antara Spiritual, keyakinan dan agama guna menghindarkan salah

pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien.

Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan

keperawatan yang holistik dimana perawat dituntut untuk mampu

memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif bukan hanya pada

masalah secara fisik namun juga spiritualnya.

Pasien dalam perspektif keperawatan merupakan individu,

keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan

membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan

meningkatkan status kesehatannya dalam kondisi optimal. Sebagai seorang

manusia, klien memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai

makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Berdasarkan

hakikat tersebut, maka keperawatan memandang manusia sebagai mahluk

Page 2
yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis,

kultural dan spiritual.

Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara

dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak

sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik,

psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang

saling berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan

mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat

dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Jelaskan definisi spiritualitas dan religi?

2. Sebutkan aspek-aspek spiritualitas?

3. Jelaskan dimensi spiritualitas?

4. Bagaimana cara berfikir kritis dan spiritual?

5. Jelaskan kesehatan spiritualitas?

6. Jelaskan masalah spiritualitas?

7. Sebutkan karakteristik spiritualitas?

8. Bagaimana perkembangan aspek spiritual keperawatan?

9. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual?

10. Bagaimana proses keperawatan dengan spiritualitas?

11. Bagaimana asuhan keperawatan spiritual?

Page 3
C. Tujuan

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka terdapat tujuan

sebagai berikut :

1. Mengetahui definisi spiritualitas dan religi

2. Mengetahui aspek-aspek spiritualitas

3. Mengetahui dimensi spiritualitas

4. Mengetahui cara berfikir kritis dan spiritual

5. Mengetahui kesehatan spiritualitas

6. Mengetahui masalah spiritualitas

7. Mengetahui karakteristik spiritualitas

8. Mengetahui perkembangan aspek spiritual keperawatan

9. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual

10. Mengetahui proses keperawatan dengan spiritualitas

11. Mengetahui asuhan keperawatan spiritual

Page 4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi spiritualitas dan religi

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan

Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang

yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha

Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia

dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium)

sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).

Berdasarkan kamus, religi berarti suatu sistem kepercayaan

danpraktek yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa (Smith,

1995). Pargamet (1997) mendefinisikan religi sebagai suatu

pencarian kebenarantentang cara-cara yang berhubungan dengan

korban atau persembahan. Seringkali kali kata spiritual dan religi

digunakan secara bertukaran, akan tetapi sebenarnya ada perbedaan

antara keduanya. Dari definisi religi, dapatdigunakan sebagai dasar

bahwa religi merupakan sebuah konsep yang lebih sempit dari pada

spiritual. Jadi dapat dikatakan religi merupakan jembatan menuju

spiritual yang membantu cara berfikir, merasakan, dan berperilaku

serta membantu seseorang menemukanmakna hidup. Sedangkan

Page 5
praktek religi merupakan cara individu mengekspresikan

spiritualnya.

2. Aspek spiritualitas

Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan.

Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan

kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan

kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5

dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup,

perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu

kesusahan (Hawari, 2002).

Menurut Burkhardt (Hamid, 2000) spiritualitas meliputi

aspek sebagai berikut:

1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau

ketidakpastian dalam kehidupan

2. Menemukan arti dan tujuan hidup

3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan

dalam diri sendiri

4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan

Yang Maha Tinggi.

3. Dimensi spiritual

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan

keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk

menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi

Page 6
stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual

juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan

manusia (Kozier, 2004).

Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi

eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus

pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih

berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha

Penguasa. Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi

vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi

yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi

horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan

orang lain dan dengan 9 lingkungan. Terdapat hubungan yang terus

menerus antara dua dimensi tersebut (Hawari, 2002).

4. Berfikir kritis dan spiritual

Perawat ahli membutuhkan kemampuan untuk menggali

privasi klien untuk menerima dan mencari bantuan. Perawat

memiliki caring holistik memberdayakan mereka untuk mendapat

tingkat kenyamanan dan dukungan yang bersifat intutif. Intuitif

klinik (Young, 1987) Perawat mengetahui tentang klien yang tidak

dapat diungkapkan dengan kata-kata. Intusisi (rasa hangat dan

empati dari dalam) memberikan aspek berpikir kritis yang

menganalisis dan merasakan isyarat yang berbeda, ingatan, dan

Page 7
perasaan untuk membantu perawat memiliki kesadaran lebih baik

tentang kebutuhan klien.

Perawat mengetahui isyarat spiritual yang ditunjukkan klien

selama masa penyembuhan, perubahan, penyakit, dan kehilangan.

Intuisi dapat muncul dari rada kedekatan dengan klien.

5. Kesehatan spiritual

Dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara,

nilai hidup, hasil dan system kepercayaan, hubungan antara diri

sendiri dan orang lain.

Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah kebutuhan

untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan

memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan

maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa

percaya dengan Tuhan (Carson,1989).

Pada saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau

kehilangan, seseorang mungkin berbalik ke cara-cara lama dalam

merespons atau menyesuaikan dengan situasi. Sering kali gaya

koping ini terdapat dalam keyakinan atau nilai dasar orang tersebut.

Keyakinan ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut.

Sepanjang hidup seorang individu mungkin tumbuh lebih spiritual,

menjadi lebih menyadari tentang makna, tujuan, dan nilai hidup.

Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri

mereka dan hubungan mereka dengan orang lain. Banyak orang

Page 8
dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki

hubungan yang langgeng.

Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri

secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritualitas.

Menetapkan hubungan dengan yang maha agung, kehidupan, atau

nilai adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas.

Kesehatan spiritualitas yang sehat adalah sesuatu yang memberikan

kedamaian dan penerimaan tentang diri dan hal tersebut sering

didasarkan pada hubungan yang langgeng dengan yang Maha

Agung. Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menantang

proses perkembangan spiritual. Kesehatan spiritual tercapai ketika

seseorang menemukan keseimbangan antara nilai hidup, tujuan

hidup, sistem keyakinan, dan hubungan seseorang dengan diri

sendiri atau orang lain.

Tanda-tanda kesehatan spiritualnya adalah Seseorang yang

mempunyai karakter baik juga mempunyai kehidupan spiritual

yang sehat. Dari jumlah banyaknya keluhan orang, mungkin kalian

akan segera mengetahui berapa banyak karakter buruk yang masih

tertinggal didalam diri seseorang. Dan ketika kalian mampu

menghilangkan seluruh keluhan yang kalian miliki, kalian

kemudian akan mengetahui bahwa kalian itu sehat dan tidak ada

lagi karakter buruk yang tertinggal.Hal ini sangat penting bagi

seseorang untuk memiliki karakter yang baik. Jika seseorang tidak

Page 9
mempunyai keluhan lagi, berarti dia sudah memiliki kesabaran dan

ini berarti dia mempunyai iman yang sejati. Kesabaran adalah

sebuah tindakan melawan semua keinginan ego.

6. Masalah spiritual

Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang

seseorang, kekuatan spiritual dapat membantu seseorang ke arah

penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian

spiritual. Selama penyakit atau misalnya individu sering menjadi

kurang mampu untuk merawat diri mereka dan lebih bergantung

pada orang lain untuk perawatan dan dukungan. Distress spiritual

dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna

tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat

mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang

lain. Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual mereka,

mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan

hidup, dan sumber dar makna hidup.

Distres spiritual terdiri dari atas :

1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari

orang yang dicintai atau dari penderitaan yang berat.

2. Spiritual yang khawatir, yatitu terjadi pertentangan kepercayaan

dan sistem nilai seperti adanya aborsi.

3. Spiritual yang hilang, yaitu adanya kesulitan menemukan

ketenangan dalam kegiatan keagamaan.

Page 10
7. Karakteristik spiritualitas

Untuk memudahkan dalam memberikan asuhan

keperawatan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual penerima

layanan keperawatan, maka perawat mutlak perlu memiliki

kemampuan mengidentifikasi atau mengenal karakteristik

spiritualitas sebagai berikut:

a. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam atau/dan self-reliance:

1. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya)

2. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa

depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri

sendiri).

b. Hubungan dengan alam harmonis:

1. Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim

2. Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki),

mengabadikan, dan melindungi alam.

c. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif:

1. Berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber secara timbal balik

2. Mengasuh anak, orangtua, dan orang sakit

Page 11
3. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dan

lain-lain).

Bila tidak harmonis akan terjadi:

1. Konflik dengan orang lain

2. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

d. Hubungan dengan ketuhanan. Agamis atau tidak agamis:

1. Sembahyang/berdoa/meditasi

2. Perlengkapan keagamaan

3. Bersatu dengan alam.

Secara ringkas, dapat dinyatakan seseorang terpenuhi

kebutuhan spiritualitasnya jika mampu:

1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan

keberadaannya di dunia/kehidupan

2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari

suatu kejadian atau penderitaan

3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan,

rasa percaya, dan cinta

4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga

5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan

6. Mengembangkan hubungan antar-manusia yang positif.

8. Perkembangan aspek spiritual keperawatan

Page 12
Perawat harus mengetahui tahap perkembangan spiritual

dari manusia, sehingga perawat dapat memberikan asuhan

keperawatan dengan tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan

spiritual klien. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir

sampai klien meninggal dunia. Perkembangan spiritual manusia

dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai dari bayi, anak-anak,

pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa

pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa

memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses

perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya

dimulai dari pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi dan

dilanjutkan dengan instropeksi. Namun, berikut akan dibahas pula

perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang

manusia (Carson, 2002).

a. Bayi dan Toodler

Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa

perkembangan bayi. Hamid (2000) menjelaskan bahwa

perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan

spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk

mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan

sumber dari terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada

bayi. Oleh karena itu, perawat dapat menjalin kerjasama dengan

Page 13
orang tua bayi tersebut untuk membantu pembentukan nilai-nilai

spiritual pada bayi.

Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada

masa kanak-kanak awal (18 bulan-3 tahun). Anak sudah

mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat belajar

membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran

kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini

memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk

berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka

merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak

dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa

sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi

salam dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang

jika menerima pengalamanpengalaman baru, termasuk pengalaman

spiritual (Hamid, 2000).

b. Pra Sekolah

Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6

tahun) berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya

yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan

sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan

norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar

atau salah, tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya

dengan norma keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra

Page 14
sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu

spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak

sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima

penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka

masihkesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya (Hamid,

2000).

c. Usia Sekolah

Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak

mengalami peningkatan kualitas kognitif pada anak. Anak usia

sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah

dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran

dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai

ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan

menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi

pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka (Hamid,

2000).

d. Remaja (12-18 tahun)

Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan

hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil

keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang

dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan

kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau

menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika

Page 15
menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada

tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya

daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain

biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan

memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap

paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing

anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang

tua dan remaja (Hamid, 2000).

e. Dewasa muda (18-25 tahun)

Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya

dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan

untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saaat

kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan

mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada

usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun

mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa (Hamid,

2000).

f. Dewasa pertengahan (25-38 tahun)

Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual

yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang

salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik

sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan

Page 16
kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap

kepercayaan dan nilai spiritual (Hamid, 2000).

g. Dewasa akhir (38-65 tahun)

Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan

untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual,

kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain

dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini

kebutuhan ritual spiritual meningkat (Hamid, 2000).

h. Lanjut usia (65 tahun sampai kematian)

Pada tahap perkembangan ini, pada masa ini walaupun

membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual

sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai

faktor yang mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang

lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai

kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang

agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa

tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati.

Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati

dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa

cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada proses bukan

pada kematian itu sendiri (Hamid, 2000).

Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam

kehidupan manusia. Karena setiap individu pasti memiliki aspek

Page 17
spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan

yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang

mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu

menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang

berbeda (Hamid, 2000).

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual

Menurut taylor, Lillis & Le Mone (1997) dan Craven &

Hirnle (1996) dalam Hamid (2009, p. 13) faktor penting yang dapat

mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah :

a. Pertimbangan tahap perkembangan

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa manusia mempunyai

persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda

menurut usia, seks, agama, dan kepribadian manusia.

b. Keluarga

Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan

spiritual anak. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan

terdekat dan lingkungan pertama anak dalam mempersepsikan

kehidupan di dunia, maka pandangan anak pada umumnya

diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan

orang tua dan saudaranya.

c. Latar belakang etnik dan budaya

Page 18
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang

etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti

tradisi agama dan spiritual keluarga.

d. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman

negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya

juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara

spiritual kejadian atau pengalaman tersebut.

1. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual

seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi

penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan

kematian, khususnya pada pasien terminal atau dengan

prognisis yang buruk.

2. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali

membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan

kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.

3. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap

sebagai cara tuhan untuk menunjukkan kebesarannya,

walaupun ada juga agama yang menolak intervensi

pengobatan.

Page 19
4. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai

Ketika memberi asuhan keperawatan kepada klien, perawat

diharapkan peka kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan

berbagai alasan ada kemungkinan justru perawat menghindar

untuk memberikan asuhan spiritual sehingga mengakibatkan

kebutuhan klien akan spiritual tidak terpenuhi.

10. Proses keperawatan dan spiritualitas

Pada intinya keperawatan adalah komitmen tentang

mengasihi (caring). Merawat seseorang adalah suatu proses

interaktif yang bersifat individual melalui proses tersebut individu

menolong satu sama lain dan menjadi teraktualisasi (Carl,et

al,1991). Suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas adalah

untuk menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk

hubungan saling percaya. Rasa saling percaya diperkuat ketika

pemberi perawatan menghargai dan mendukung kesejahteraan

spiritiual klien.

Penerapan proses keperawatan dari perspektif kebutuhan

spiritual klien tidak sederhana. Hal ini sangat jauh dari sekedar

mengkaji praktik dan ritual keagamaan klien. Memahami

spiritualitas klien kemudian secara tepat mengidentifikasi tingkat

dukungan dan sumber yang diperlukan, membutuhkan perspektif

baru yang lebih luas. Perawat harus  belajar untuk memahami

aspek positif dari spiritualiatas klien ketimbang berfikir bahwa

Page 20
pada saat menderita suatu penyakit spiritualitas selalu mengalami

ancaman. Mendukung dan mendukung dan mengenali klien akan

tersalur sepanjang pemberian asuhan keperawatan yang efektif dari

individual.

11. Pengkajian

Joint Commission on acreditation Healthcare

Organizations (2000) saat ini memandatkan bahwa setiap klien

yang masuk ke intitusi keperawatan harus dilakukan pengkajian

keyakinan dan praktik spiritual.  Taylor (2000) merekomendasikan

suatu pendekatan dua tingkat untuk pengkajian spiritual. (Kozier,

2010., p.503)

Meskipun perawat melakukan pengkajian secara kontinu,

pengkajian spiritual awal paling baik dilakukan pada akhir proses

pengkajian, atau setelah pengkajian psikososial, setelah perawat

membina hubungan saling percaya dengan pasien atau orang

pendukung. Perawat yang menunjukkan kepekaan dan kehangatan

personal, serta berhasil membina hubungan terapeutik lebih mampu

melakukan pengkajian spiritual. (Kozier, 2010., p.504)

Secara sistematis, menurut (Hamid 2008., p.20) pada

dasarnya informasi awal yang perlu digali secara umum adalah

sebagai berikut.

Page 21
a. Afiliasi agama

Afiliasi adalah suatu bentuk kebutuhan akan pertalian dengan

orang lain, pembentukan persahabatan, ikut serta dalam kelompok-

kelompok tertentu, kerja sama dan kooperasi (Chaplin, 2002).

Afiliasi menurut Poerwadarwinta (1986), adalah penggabungan,

perkaitan, kerja sama, penerimaan sebagai anggota (suatu golongan

masyarakat atau perkumpulan).

1. Partisipasi klien dalam kegiatan agama, apa dilakukan secara

aktif atau tidak

2. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama

b. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi :

1. Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau

upacara agama

2. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan

3. Stress koping (bagaimana reaksi orang ketika menghadapi

stress/tekanan)

c. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :

1. Tujuan dan arti hidup

2.  Tujuan dan ari kematian, kesehatan dan pemeliharaannya

3. Hubungan dengan tuhan, diri sendiri dan orang lain

Page 22
d. Pengkajian data subjektif

Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam

Craven dan Hirnle (1996) dalam (Hamid 2008., p.20) mencakup

empat area, yaitu:

1. Konsep ketuhanan

2. Sumber harapan atau kekuatan

3. Praktik agama dan ritual

4. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan

Pertanyaan yang dapat di ajukan perawat untuk memperoleh

informasi tentang pola fungsi spiritual klien, antara lain:

a. Apakah agama atau tuhan merupakan hal penting dalam kehidupan

anda?

b. Kepada siapa biasanya anda meminta bantuan?

c. Apakah anda merasa percaya bahwa agama membantu anda? jika ya,

bagaimana dapat membantu anda?

d. Apakah sakit (atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami)

telah mengubah perasaan anda terhadap tuhan atau praktik agama

anda?

Fish dan Shelly dalam Craven dan Hirnle (1996) dalam (Hamid,

2008, p.21) juga menambah beberapa pertanyaan yang bermanfaat

untuk mengkaji data subjektif, yaitu:

1. Mengapa anda berada dirumah sakit?

Page 23
2. Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara

anda memandang kehidupan?

3. Apakah penyakit anda telah mempengaruhi hubungan anda dengan

orang yang paling berarti dalam kehidupan anda?

4. Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara

anda melihat diri sendiri?

5. Apa yang paling anda butuhkan saat ini?

e. Pengkajian data objektif

Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian

klinis yang meliputi pengkajian afek dan sikap, prilaku, verbalisasi,

hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif

terutama dilakukan melalui observasi. (Shelley & fish, 1998;

Summer, 1998 dalam Kozier, 2010 p. 504 dan Hamid, 2008., p.22)

1. Afek dan sikap

Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,

apatis atau preokupasi?

2. Prilaku

a. Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca

kitab suci atau buku agama?

b. Apakah pasien sering kali mengeluh, tidak dapat tidur,

mimpi buruk, dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnyya

serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan

kemarahannya terhadap agama?

Page 24
3. Verbalisasi

a. Apakah pasien menyebut tentang makna dan arti hidup

b. Kebutuhan, doa atau topik keagamaan lainnya (walau hanya

sepintas)

c. Apakah pasien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka

agama?

d. Apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap

kematian, kepedulian terhadap arti kehidupan, konflik batin

tentang keyakinan agama, kepedulian tentang hubungan

dengan yang maha penguasa, arti keberadaannya di dunia,

arti penderitaan atau implikasi terapi terhadap nilai

moral/etik?

4. Hubungan interpersonal (hubungan yang terdiri atas dua orang

atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan

menggunakan pola interaksi yang konsisten)

a. Siapa pengunjung pasien?

b. Bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung?

c. Apakah pemuka agama mengunjungi pasien?

d. Bagaimana pasien berhubungan dengan pasien lain dan

dengan tenaga keperawatan

5. Lingkungan

a. Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan

sembahyang lain?

Page 25
b. Apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur

keagamaan?

c. Apakah klien memakai pakaian yang memiliki makna

religius?

Menurut Hamid (2008)., p.23 pada umumnya

karakteristik klien yang berpotensi mengalami distress

spiritual adalah sebagai berikut.

1. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung

2. Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas

3. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem

agama

4. Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap

kematian

5. Klien yang akan di operasi

6. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi

sosial dan agama

7. Mengubah gaya hidup

8. Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan

9. Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama

10. Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual

11. Menverbalisasikan bahwa penyakit yang di deritanya

merupakan hukuman dari tuhan

12. Mengekspresikan kemarahannya kepada tuhan

Page 26
13. Sedang menghadapi sakaratul maut (dying)

Tabel. Panduan Pengkajian Terfokus. Menurut Hamid, 2008., p.24

No Aspek spiritual Pertanyaan dan pendekatan


1 Keyakinan spiritual Apakah ada keyakinan spiritual atau agama
yang penting bagi anda?
Apakah keyakinan agama anda mengatur
tindakan yang berkonflik dengan terapi yang
direkomendasikan oleh dokter?
2 Praktik spiritual Uraikan praktik spiritual yang biasa anda
lakukan atau yang mengganggu kemampuan
anda uuntuk melakukannya?
Apakah saya dapat membantu anda untuktatap
melakukannya?
3 Hubungan antara Uraikan bagaimana keyakinan spiritual anda
keyakinan spiritual mempengaruhi kehidupan anda sehari-hari?
dengan kehidupan Apakah pengaruh tersebut membuat hidup anda
sehari-hari lebih sehat atau justru destruktif?
4 Defisit atau distress Apakah keyakinan spiritual anda akhir-akhir
spiritual inimenyebabkan distress?
5 Kebutuhan spiritual Dengan cara apa saya dan perawat lain
membantu anda memenuhi kebutuhan spiritual
anda?
Apakah anda ingin berhubungan dengan
pemuka agama?
6 Kebutuhan Dengan cara apa keyakinan agama anda
menemukan arti dan membantua atau  menghalangi anda
tujuan mengahadapi situasi yang di alamiakhir ini
serta menghadapinya dengan keberanian dan
perasaaan damai?
7 Kebutuhan Dengan cara apa keyakinan keagamaan anda
mencintai  dan membantu atau menghalangi anda untuk
keterikatan- memenuhi kebutuhan untuk dicintai dan
kedekatan mencintai?
8 Kebutuhan untuk Dengan cara apa keyakinan agama anda
mendapatkan membantu atau menghalangi anda untuk
pengampunan merasa damai?
9 Observasi prilaku Waspadai kemungkinan perubahan mendadak
penting dalam praktik spiritual, perubahan alam
perasaan, minat yang tiba-tiba terhadap hal-hal
spiritual dan gangguan pola tidur. Semuanya
ini mungkin menunjukkan adanya kebutuhan
spiritual yang belum terpenuhi?

Page 27
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

a. Keyakinan dan makna

Penting untuk mempelajari tentang filosofi hidup seseorang,

perspektif spiritualitasnya, dan apakah pandangan spiritualnya

sebagai bagian darikehidupannya secara keseluruhan. Tanyakan

kepada klien,”dapatkah anda katakan kepadasaya tentang

filosofi hidup anda?, jelaskan kepada saya apa yang paling

penting dalam hidup anda ? katakan kepada saya apa yang telah

memberi makna hidup anda ?”. informasi ini dapat membantu

perawat untuk mengenali fokus spiritual klien dan dampak

penyakit pada kehidupan seseorang. Suatu pemahaman tentang

keyakinan dan makna yang mencerminkan sumber spiritual

seseorang memudahkan dalam mengatasi kejadian troumatik

atau yang menyulitkan. (Potter & perry, 2005., p.571)

b. Autoritas dan pembimbing

Autoritas dapat berupa yang maha kuasa, pembuka agama,

keluarga atau teman, diri sendiri. Suatu autoritas memandu

seseorang dalam mengujai keyakinan dan mengalami

pertumbuhan. Perawat dapat mengkaji sumber autoritas dan

pedomn seseorang dengan menanyakan klien “apa yang

memberi anda kekuatan dari dalam?, kepada siapa anda mencari

bantuan untuk pedoman dalam hidup anda?”. Juga penting untuk

Page 28
mengetahui apakah ada sumber keagamaan yang berkonflik

dengan pengobatan medis. Hal ini sangat mempengaruhi pilihan

yang diberikan perawat dan pemberi perawatan kesehatan

lainnya kepada klien. Misalnya jika klien penganut saksi yehove

sebagai sumber autoritasnya maka tranfisi darah tidak akan

diterima sebagai suatu bentuk pengobatan. (Potter & perry,

2005., p.571)

c. Pengalaman dan emosi

Pengkajian spiritual yang mencakup tinjauan tentang riwayat

seseorang dengan dan kapasitas pengalaman keagamaan dan

apakah pengalaman tersebut terjadi mendadak atau bertahap.

Perawat dapat menanyakan “pernahkah anda mempunyai

pengalaman keagamaan atau spirirual yang membuat berbeda

dalam anda menjalani hidup?”. Perawat menggali emosi atau

suasana hati seperti kebahagian damai, marah, rasa bersalah,

harapan atau rasa malu yang berkaitan dengan pengalaman

keagamaan. Informasi tersebut dapat menunjukkan makna

spiritualitas yang dianut dan apakan perasaan tersebut menyatu 

kedalam atau ditolak oleh keyakina klien.  (Potter & perry,

2005., p.572)

d. Persahabatan dan komunitas

Pengkajian holistik perawat menggali keluasan jaringan

dukunan seseorang dan hubungan mereka dengan klien. Apakah

Page 29
klien mempunyai satu hubungan persahabatan atau  lebih?

tingkat dukungan apa yang diterima dari komunitas ini?

bagaimana komunitas mengekspresikan perasaan tentang

perhatian dan persahabatan? perawat ingin mempelajari apakah

terdapat keterbukaan diantara klien dan individu tersebut dengan

siapa klien membentuk persahabatan. (Potter & perry, 2005.,

p.572).

e. Ritual dan ibadat

Klien yang beragama islam mungkin berkeinginan untuk

memadukan ritual sembahyang mereka ke dalam rutinitas

perawatan kesehatan. Ketika kematian klien sudah dekat, sangat

penting artinya untuk mengetahui apakah praktik keagamaan

harus di lakukan untuk memastikan ketenangan jiwa bagi klien

dan keluarganya. (Potter & perry, 2005., p.573)

f. Dorongan dan pertumbuhan

Pengkajian mencakup tinjauan apakah klien membiarkan

keyakinan lama terpendam dengan harapan bahwa keyakinan

baru akan muncul. Hal ini penting karena kehilangan harapan

dapat menyebabkan keputusasaan. Jika penyakit membuat

seseorang lebih bergantung, dapatkah sumber baru muncul?

(Potter & perry, 2005., p.574)

Page 30
g. Panggilan dan konsekuensi

Individu mengekspresikan spiritulitas mereka pada rutinitas

sehari-hari, pekerjaan, hubungan, dan bidang lainnya. Hal

tersebut dapat menjadi panggilan dalam hidup dan menjadi

bagian dari identitas mereka. Perawat mengkaji apakah dalam

menghadapi penyakit, klien kehilangan kemampuan untuk

mengekspresikan rasa keterhubungan dengan sesuatu yang lebih

besar darinya. (Potter & perry, 2005., p.574)

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA 2003, mengakui tiga diagnosis yg berhubungan

dengan spiritual :

a. Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk

mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan dalam

hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, music,

seni, buku, alam, ataupun dengan Tuhan Yang Maha Esa.

b. Distress spiritual, risiko adalah beresiko terhadap hambatan

kemampuan untuk mengalami dan megintrasikan makna dan

tujuan dan tujuan dalam hidup melalui hubungan diri sendiri,

orang lain, seni, musik, buku, alam, ataupun dengan Tuhan yang

Maha Esa.

c. Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual adalah

kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan

Page 31
tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain,

seni, music, buku, alam, ataupun demgam Tuhan Yang Maha

Esa dan dapat ditingkatkan.

Page 32
3. Intervensi Keperawatan

No DX Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1 Distress spiritual
1. Kematian yang bermartabat : 1. Dukungan emosi: memberi
tindakan pribadi untuk ketenangan, penerimaan dan
mempertahankan kendali dan dukungan saat stress
kenyamanan dalam mendekati 2. Penumbuhan harapan:
akhir kehidupan. memfasilitasi perkembangan
2. Harapan : optimism yang secara sikap positif pada situasi
pribdi memuaskan serta tertentu
mendukung hidup. 3. Fasilitasi pertumbuhan
3. Kesehatan spiritual : hubungan spiritual: memfasilitasi
dengan diri sendiri, orang lain, pertumbuhan kapasitas pasien
Tuhan, seluruh kehidupan, alam, untuk mengidentifikasikan,
dan semesta; yang meningkatkan berhubungan dengan dan
trasendensi diri serta memanggil sumber makna,
memberdayakan diri. tujuan, kenyamanan,
kekuatan, dan hatrapan dalam
hidup mereka
4. Dukungan spiritual:
membantu pasien untuk
merasakan keseimbangan dan
hubungan dengan tuhan.

Page 33
2 Risiko distress 1. Pasien mendiskusikan kepercayaan 1. Kaji arti pentingnya spiritual
spiritual
religiusnya saat ini dalam kehidupan pasien dan

2. Pasien mendiskusikan efek dalam koping terhadap

penyakit, cidera, atau disabilitas penyakit. Perhatikan

terhadap kepercayaan dan praktik partisipasi pasien dalam ritual

spiritual dan praktik keagamaan serta

3. Pasien menggunakan tehnik koping keinginan pasien untuk

yang sehat untuk mempertahan kan mendiskusikan kepercayaan

kesejahteraan spiritual spiritual. Kaji dampak

4. Pasien mengungkapkan perasaan penyakit, cidera, atau

kesejahteraan spiritual disabilitas terhadap

5. Pasien di dukuing dalam upayanya pamdangan spiritual pasien.

mengikuti secara spiritual dalam Pengkajian yang akurat

melakukan koping terhadap tentang arti spiritual bagi

Page 34
penyakit, cidera, atau disabilitas pasien di perlukan sebelum

6. Pasien menghubungi anggota melakukan intervensi.

keluarga, pasangan, kyai, pendeta, 2. Kaji keinginan pasien untuk

rabi atau yang lainnya untuk membantu koping terhadap

mendapatkan bantuan. masalah spiritual untuk

menentukan sejauh mana

pasien termotivasi untuk

membicarakan keluhan

spiritual dan terbuka untuk

menerima bantuan dari orang

lain

3. Ungkapan keinginan untuk

mendiskusikan spiritualitas

bila pasien menghendaki

Page 35
untuk mengurangi isolasi dan

membuat masalah spiritual

menjadi terbuka

4. Dorong pasien untuk

membicarakan kepercayaan

dan praktik religious.

Dengarkan secara aktif ketika

pasien membicarakan keluhan

spiritualnya untuk

menumbuhkan diskusi terbuka

5. Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan

yang berkaitan dengan

pengalaman yang mengancam

Page 36
jiwanya saat ini untuk

membantunya mengklarifikasi

dan melakukan koping

terhadap perasaannya.

6. Komunikasikan kepada pasien

bahwa anda menerima

ungkapan keluhan

spiritualnya, walaupun

perasannya marah dan

negative, untuk meyakinkan

pasien bahwa perasaannya

benar

7. Tunjukkan kesediaan untuk

berdoa bersama pasien, bila ia

Page 37
menghendaki, untuk

memberikandukungan

spiritual

8. Pertahankan prilaku yang tidak

menghakimi. Pertahankan

percakapan berfokus spiritual

pasien untuk mempertahankan

nilai terapiotik interaksi

andadengan pasien.

9. Berikan kuntiunitas praktik

religus pasien(contoh, bantu ia

mendapatkan benda ritual dan

menghormati pembatasan diet,

bila mungkin) untuk

Page 38
menunjukkan dukungan dan

menyampaikan kepedulian

dan penerimaan terhadap

pasien.

10. Atur kunjungan oleh

rohaniwan, bila

memungkinkan, untuk

memberikaan dukungan

kemampuan spiritual terhadap

pasien . berikan prifasi selama

kunjungan.

11. Kolaborasi dengan

rohaniwan atau rohaniwan

rumah sakit dengan menyusun

Page 39
rencana untuk

menginteragsikan intervensi

spiritual dan perawatan pasien

untuk menjamin kontiunitas

keperawatan

3 Kesiapan untuk 1. Harapan : optimisme yang secara 1. Peningkatan kesadaran diri :

meningkatkan pribadi memuaskan serta membantu pasien menggali

kesejahteraan mendukung hidup. Kesejahteraan dan memahami gagasan,

spiritual pribadi : tingkat persepsi positif perasaan, motivasi, dan

tentang status kesehatan serta perilaku pasien

situasi hidup seseorang. 2. Peningkatan harga diri :

2. Kualitas hidup : tingkat persepsi membantu pasien

positif tentang situasi hidup saat meningkatkan penilaian

ini. personal pasien tentang harga

Page 40
3. Kesehatan spiritual : hubungan diri

dengan diri sendiri, orang lain, 3. Klarifikasi nilai : membantu

Tuhan, seluruh kehidupan, alam, orang lain mengklarifikasi

dan semesta yang meningkatkan nilai yang mereka anut untuk

transendensi diri dan memfasilitasi pengambilan

memberdayakan diri. keputusan yang efektif

Page 41
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, L. J. 2009. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik

Klinis. (Kusrini Semarwati Kadar, Penerjemah). Jakarta: EGC

Cynthia M. Taylor & Sheila Sparks Ralph. 2012. Diagnosis Keperawatan

Dengan Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC

Hamid, A .Y.S. 2008. Bunga rampai Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Hawari, D. 2007. Doa dan Zikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis.

Jakarta : Penerbit FKUI

Herger, B.R. 2003. Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Ed. 6. Jakarta : EGC

Judith M. Wilkson, Nancy R Ahern. 2009. Buku Saku Diagnosis

Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : Buku kedokteran EGC

Kozier, B. et al. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,

proses, dan praktik.Vol.2. Jakarta: EGC

Potter, A. Patricia, Perry, A. Griffin. 2005. Fundamental keperawatan:

konsep, proses, dan praktik. Ed.4 Vol.2. Jakarta: EGC

Page 42

Anda mungkin juga menyukai