Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL PADA PASIEN

DENGAN CA MAMAE STADIUM 1V DI RS


MUHAMMADIYAH METRO

OLEH:
NAMA : DEKA INDRIANI
NIM : 2021206203194P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KONVERSI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2022/2023

1
ASUHAN KEPERAWATAN SIPRITUAL PADA PASIEN DENGAN CA
MAMAE STAIDIUM 1V DI RS MUHAMMADIYAH METRO

1. Definisi spiritualitas dan religi


Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya
kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas
mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan
menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan
sebagainya (Hawari, 2002).
Berdasarkan kamus, religi berarti suatu sistem kepercayaan dan
praktek yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa (Smith, 1995).
Pargamet (1997) mendefinisikan religi sebagai suatu pencarian
kebenarantentang cara-cara yang berhubungan dengan korban atau
persembahan. Seringkali kali kata spiritual dan religi digunakan secara
bertukaran, akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara keduanya. Dari
definisi religi, dapatdigunakan sebagai dasar bahwa religi merupakan
sebuah konsep yang lebih sempit dari pada spiritual. Jadi dapat dikatakan
religi merupakan jembatan menuju spiritual yang membantu cara berfikir,
merasakan, dan berperilaku serta membantu seseorang menemukanmakna
hidup. Sedangkan praktek religi merupakan cara individu
mengekspresikan spiritualnya.

2. Aspek spiritualitas
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi
ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan
akan harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada
diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti
dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan
di waktu kesusahan (Hawari, 2002).

2
Menurut Burkhardt (Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai
berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian
dalam kehidupan
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi.

3. Dimensi spiritual
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau
mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional,
penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan
kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi
eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan
dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada
hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spirituaiitas
sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan
Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri
sendiri, dengan orang lain dan dengan 9 lingkungan. Terdapat hubungan
yang terus menerus antara dua dimensi tersebut (Hawari, 2002).

4. Berfikir kritis dan spiritual


Perawat ahli membutuhkan kemampuan untuk menggali privasi klien
untuk menerima dan mencari bantuan. Perawat memiliki caring holistik
memberdayakan mereka untuk mendapat tingkat kenyamanan dan
dukungan yang bersifat intutif. Intuitif klinik (Young, 1987) Perawat

3
mengetahui tentang klien yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Intusisi (rasa hangat dan empati dari dalam) memberikan aspek berpikir
kritis yang menganalisis dan merasakan isyarat yang berbeda, ingatan, dan
perasaan untuk membantu perawat memiliki kesadaran lebih baik tentang
kebutuhan klien.
Perawat mengetahui isyarat spiritual yang ditunjukkan klien selama
masa penyembuhan, perubahan, penyakit, dan kehilangan. Intuisi dapat
muncul dari rada kedekatan dengan klien.

5. Kesehatan spiritual
Dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara, nilai
hidup, hasil dan system kepercayaan, hubungan antara diri sendiri dan
orang lain.
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah kebutuhan untuk
mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi
kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan
Tuhan (Carson,1989).
Pada saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau kehilangan,
seseorang mungkin berbalik ke cara-cara lama dalam merespons atau
menyesuaikan dengan situasi. Sering kali gaya koping ini terdapat dalam
keyakinan atau nilai dasar orang tersebut. Keyakinan ini sering berakar
dalam spiritualitas orang tersebut. Sepanjang hidup seorang individu
mungkin tumbuh lebih spiritual, menjadi lebih menyadari tentang makna,
tujuan, dan nilai hidup.
Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan
hubungan mereka dengan orang lain. Banyak orang dewasa mengalami
pertumbuhan spiritual ketika memasuki hubungan yang langgeng.
Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri secara
bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritualitas. Menetapkan hubungan
dengan yang maha agung, kehidupan, atau nilai adalah salah satu

4
caramengembangkan spiritualitas. Kesehatan spiritualitas yang sehat
adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri
dan hal tersebut sering didasarkan pada hubungan yang langgeng dengan
yang Maha Agung. Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan
menantang proses perkembangan spiritual. Kesehatan spiritual tercapai
ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai hidup, tujuan
hidup, sistem keyakinan, dan hubungan seseorang dengan diri sendiri atau
orang lain.
Tanda-tanda kesehatan spiritualnya adalah Seseorang yang
mempunyai karakter baik juga mempunyai kehidupan spiritual yang sehat.
Dari jumlah banyaknya keluhan orang, mungkin kalian akan segera
mengetahui berapa banyak karakter buruk yang masih tertinggal didalam
diri seseorang. Dan ketika kalian mampu menghilangkan seluruh keluhan
yang kalian miliki, kalian kemudian akan mengetahui bahwa kalian itu
sehat dan tidak ada lagi karakter buruk yang tertinggal.Hal ini sangat
penting bagi seseorang untuk memiliki karakter yang baik. Jika seseorang
tidak mempunyai keluhan lagi, berarti dia sudah memiliki kesabaran dan
ini berarti dia mempunyai iman yang sejati. Kesabaran adalah sebuah
tindakan melawan semua keinginan ego.

6. Masalah spiritual
Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang,
kekuatan spiritual dapat membantu seseorang ke arah penyembuhan atau
pada perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama penyakit
atau misalnya individu sering menjadi kurang mampu untuk merawat diri
mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan
dukungan. Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang
mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat
mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain.
Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual mereka, mengajukan

5
pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dar
makna hidup.
Distres spiritual terdiri dari atas :
1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang
yang dicintai atau dari penderitaan yang berat.
2. Spiritual yang khawatir, yatitu terjadi pertentangan kepercayaan dan
sistem nilai seperti adanya aborsi.
3. Spiritual yang hilang, yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan
dalam kegiatan keagamaan.

7. Karakteristik spiritualitas
Untuk memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
memperhatikan kebutuhan spiritual penerima layanan keperawatan, maka
perawat mutlak perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau
mengenal karakteristik spiritualitas sebagai berikut:
a. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam atau/dan self-reliance:
1. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya)
2. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa
depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri
sendiri).
b. Hubungan dengan alam harmonis:
1. Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim
2. Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki),
mengabadikan, dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif:
1. Berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber secara timbal balik
2. Mengasuh anak, orangtua, dan orang sakit
3. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dan
lain-lain).
Bila tidak harmonis akan terjadi:
1. Konflik dengan orang lain

6
2. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

d. Hubungan dengan ketuhanan. Agamis atau tidak agamis:


1. Sembahyang/berdoa/meditasi
2. Perlengkapan keagamaan
3. Bersatu dengan alam.
Secara ringkas, dapat dinyatakan seseorang terpenuhi kebutuhan
spiritualitasnya jika mampu:
1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan
keberadaannya di dunia/kehidupan
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu
kejadian atau penderitaan
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa
percaya, dan cinta
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan
6. Mengembangkan hubungan antar-manusia yang positif.

8. Perkembangan aspek spiritual keperawatan


Perawat harus mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia,
sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat
dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritual klien. Tahap perkembangan
klien dimulai dari lahir sampai klien meninggal dunia. Perkembangan
spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai dari bayi,
anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa
pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa
memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek
spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan,
internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi.
Namun, berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual
berdasarkan tumbuh-kembang manusia (Carson, 2002).

7
a. Bayi dan Toodler
Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa
perkembangan bayi. Hamid (2000) menjelaskan bahwa perkembangan
spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan spiritual
selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal arti
spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari
terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi. Oleh karena
itu, perawat dapat menjalin kerjasama dengan orang tua bayi tersebut
untuk membantu pembentukan nilai-nilai spiritual pada bayi.
Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa
kanak-kanak awal (18 bulan-3 tahun). Anak sudah mengalami
peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat belajar membandingkan
hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih
besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak
mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual
dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan
spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara
berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak
memberi salam dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa
senang jika menerima pengalamanpengalaman baru, termasuk
pengalaman spiritual (Hamid, 2000).
b. Pra Sekolah
Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun)
berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super
ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma,
dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga.
Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi
membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma
keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah
mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu spiritual.

8
Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai
berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan
mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masihkesulitan
membedakan Tuhan dan orang tuanya (Hamid, 2000).
c. Usia Sekolah
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami
peningkatan kualitas kognitif pada anak. Anak usia sekolah (6-12
tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan
konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan
agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide,
dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan.
Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi
spiritual mereka (Hamid, 2000).
d. Remaja (12-18 tahun)
Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup,
Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat
ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba
dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka
dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat
bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak
konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi
perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang
lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes
dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap
paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing
anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua
dan remaja (Hamid, 2000).
e. Dewasa muda (18-25 tahun)
Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan
melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih
nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan

9
berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual
bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak
memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa
mereka sudah dewasa (Hamid, 2000).
f. Dewasa pertengahan (25-38 tahun)
Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang
sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah,
mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar
dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan,
mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan
nilai spiritual (Hamid, 2000).
g. Dewasa akhir (38-65 tahun)
Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk
instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan
intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu
tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual
meningkat (Hamid, 2000).
h. Lanjut usia (65 tahun sampai kematian)
Pada tahap perkembangan ini, pada masa ini walaupun
membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai
isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang
mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset
membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan
melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak
baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak
dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia
yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk
menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian
disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri
(Hamid, 2000).

10
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam
kehidupan manusia. Karena setiap individu pasti memiliki aspek
spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang
berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka
percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan
perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda (Hamid,
2000).

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual


Menurut taylor, Lillis & Le Mone (1997) dan Craven & Hirnle (1996)
dalam Hamid (2009, p. 13) faktor penting yang dapat mempengaruhi
spiritualitas seseorang adalah :
a. Pertimbangan tahap perkembangan
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa manusia mempunyai
persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut
usia, seks, agama, dan kepribadian manusia.
b. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual
anak. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan
lingkungan pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia,
maka pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman
mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.
c. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik
dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarga.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif
dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga
dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual
kejadian atau pengalaman tersebut.

11
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual
seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit,
penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian,
khususnya pada pasien terminal atau dengan prognisis yang buruk.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat
individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem
dukungan sosial.
g. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai
cara tuhan untuk menunjukkan kebesarannya, walaupun ada juga agama
yang menolak intervensi pengobatan.
h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberi asuhan keperawatan kepada klien, perawat
diharapkan peka kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai
alasan ada kemungkinan justru perawat menghindar untuk memberikan
asuhan spiritual sehingga mengakibatkan kebutuhan klien akan spiritual
tidak terpenuhi.

A. PENGKAJIAN

Ny. ”Z“ 31tahun, ibu rumah tangga, sedang dalam pemulihan masektomi
radikal kanan. Kemarin dokter mengatakan bahwa kanker payudaranya sudah
metastatis dan prognosisnya buruk sehingga masektomi radikal kiri harus
dilakukan. Pagi ini perawat melihat Ny. Z menangis karena putus asa, kurang
tidur dan tidak nafsu makan. Awalnya Ny. Z mengatakan timbul benjolan
kecil di payudara sebelah kiri tapi oleh Ny. Z tidak pernah mengontrol
kesehatannya dan mengira benjolan biasa akhirnya lama kelamaan benjolan
semakin besar dan nyeri. Setelah di lakukan pemeriksaan Ny. Z terdiagnosa
Ca Mammae Stadium 4.

12
A. Asuhan keperawatan
1. Anamnesa
No. Reg : 113877
Ruang : ASSALAM
Tanggal MRS : 19 OKTOBER 2022
Tanggal pengkajian : 20 September 2022 Jam : 09.00 WIB
Diagnose medis : Kanker payudara
A. Identitas
Nama pasien : Ny. “Z”
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : SUKADANA

13
14

B. Data Penangggung Jawab


Nama : Tn. “R”
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Alamat : SUKADANA
Hubungan dengan pasien : Suami

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum (TTV) sebagai berikut :
Suhu : 37,6 ̊ C
Nadi : 90 x/menit
Napas : 24 x/menit
TD : 130/85 mmHg
a. BB/TB : 54.0 kg / 167.1 cm
b. Data Diagnostik:
SDM : 3,5 X 106ml
Hb : 10,5 g/I
Ht : 35 %
c. Pengalaman dan Emosi
Saat pengkajian klien mengungkapkan bahwa ia tidak dapat
menerima keadaan sekarang ini.klien juga mengatakan kenapa allah
memberikan cobaan seperti ini, apakah saya terlalu banyak berbuat
dosa, Klien mengatakan tidak kuat dalam menghadapi masalah
selama dirawat di rumah sakit dan juga takut mati belum siap
bilamana ia akan mati. Selama dirawat di rumah sakit klien merasa
tingkat emosinya meningkat. Klien merasa malu karena di usia yang
masih terbilang muda sudah terkena kanker mamae, ia malu
15

terhadap keluarga terutama suaminya, ia merasa tak berdaya


menghadapi cobaan ini, klien juga mengungkapkan bahwa dirinya
kurang damai dan tidak berdaya. Saat ini klien merasa dirinya tidak
mempunyai motivasi hidup dan tujuan hidup dalam dirinya.
d. Ritual dan Ibadah
Klien mengatakan bahwa rasa nyeri di kedua payudara dengan
skala 5 telah mengganggu aktivitas beribadah. Klien mengatakan
bahwa klien kesulitan dalam menjalankan shalat di atas tempat
tidur.Ny. Zmengatakan semenjak mengalami sakitklien tidak bisa
melaksanakan kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah di
masjid.

e. Head To Toe
1. Pemeriksaan Kepala Leher
a. Rambut : Hitam, lurus
b. Kepala : Simetris, tidak ada benjolan
c. Mata : Konjungtiva tidak anemis
d. Hidung : Bersih, tidak ada polip
e. Bibir : Mukosa bibir kering
f. Gigi : Bersih
g. Telinga : Simetris
h. Leher : Tidak ada benjolan
i. Lidah : Lidah tidak kotor
2. Pemeriksaan Integumen / Kulit
a. Turgor kulit baik
a. Warna kulit kuning langsat bersih dan tidak ada lesi
3. Pemeriksaan Payudara dan ketiak
Balutan bedah lebar di dinding dada kanan kering dan utuh
4. Pemeriksaan Thorak/dada
a. Inspeksi thorak: Simetris bentuk dadanya, tidak ada
kelainan
16

b. Auskultasi : Simetris, tidak ada suara tambahan


5. Jantung
a. Perkusi : Suara peka
b. Auskultasi : S1-S2 normal tidak ada suara tambahan
2. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : Perut buncit
b. Palpasi : Nyeri jika ditekan di left lower kuadran 4
c. Perkusi :Suara kembung
d. Auskultasi : Bising usus menurun 10 x/menit
3. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
a. Genetalia : Bersih, tidak ada kelainan pada genetalia,
personal hygiene baik.
b. Anus : Anus pasien bersih, dan tidak ada bercak–bercak di
sekitarnya.
4. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Otot pasien kuat, sedikit merasa nyeri tangan sebelah
kanan, karena dipasang infus

3. Analisa Data
Nama Pasien : Ny. “Z”
Umur : 31 tahun
Symptom
No Etiologi Problem
(DS/DO)
1. DS : pasien mengatakan Penyakit Distres
bahwa Mengapa Allah kronik pada spiritual
memberikan cobaan seperti diri berupa
ini, ia merasa tidak sanggup Masektomi
menjalani cobaan seperti dan
ini. Ansietas
DO :Ny. “Z” menangis akibat
karena putus asa, kurang ketakutan
17

tidur dan tidak nafsu terhadap mati


makan. Pasien terlihat putus
asa.

2 DS : Nyeri Kronis Hambatan


- Klien mengatakan Religiositas
bahwa rasa nyeri di
kedua payudara dengan
skala 5 telah
mengganggu aktivitas
beribadah.
- Klien mengatakan
bahwa klien kesulitan
dalam menjalankan
shalat di atas tempat
tidur.
- Klien mengatakan
semenjak sakit tidak
bisa melaksanakan
kegiatan keagamaan
seperti shalat
berjamaah di masjid.
DO :
- Klien tampak lesu
- Klien tampak tidak
bersemangat saat
berbicara
- Vital Sign TD :
130/85, N : 90x/mnt,
RR : 24 x/mnt, S :
37,5°C

4. Diagnosa Keperawatan
1. Distress spiritual yang berhubungan dengan ansietas karena takut
akan kematian dan penyakit kronik pada diri berupa masektomi
di tandai dengan pasien merasa berlumuran dosa, takut
menghadapi kematian.
2. Hambatan religiositas berhubungan nyeri kronis
18
19

5. Tindakan Keperawatan
Tgl/ Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
Jam Keperawatan Kriteria Hasil (NIC)
(NOC)

Distress Tujuan: - Berikan - Meningkatkan Pukul : 10.00 S : Ny. “Z” mengatakan


spiritual yang penjelasan pemahaman - Memberikan
- Setelah masih merasa takut
berhubungan hubungan antara tentang penyakit pemahaman/edukasi
dilakukan
dengan proses penyakit yang diderita dan malu.
asuhan - Memberi
ansietas dan gejalanya. klien.
keperawatan ketenangan, O : Ny. “Z” tampak
karena takut
masalah - Beri ketenangan, - Pasien dapat penerimaan, dan
akan kematian cemas, sedih,
Distres penerimaan, dan merasa nyaman dukungan saat stress
dan penyakit
spiritual dapat dukungan saat dan menerima R/ Pasien kooperatif pandangan tidak
kronik pada
teratasi stress atas penyakitnya
diri berupa focus saat
masektomi di - Membantu pasien
Kriteria hasil: - Memfasilitasi - Pasien dapat untuk merasakan berbicara.
tandai dengan
pasien merasa perkembangan merasa tenang dan keseimbangan dan A : Masalah belum
- Memahami
berlumuran sikap positif selalu berfikir hubungan dengan
bahwa teratasi
dosa, takut pada situasi positif dalam Tuhan
penyakit
menghadapi tertentu menghadapi - R/ Pasien P :Rencana Intervensi
adalah suatu
kematian penyakitnya. melaksanakan
tantangan dilanjutkan
Tidak merasa ibadah
terhadap - Gunakan teknik cemas
sistem klarifikasi nilai - Mendengarkan
keyakinan untuk membantu - Pasien mampu pandangan pasien
melaksanakan tentang hubungan
20

- pasien praktik antara kepercayaan


mengklarifikasi keagamaan spiritual dan kondisi
keyakinan dan kesehatannya
nilai yang ia R/ Pasien
yakini - Pasien tidak mengungkapkan
merasa kesepian bahwa penyakit
- Jaga privasi dan dan diperhatikan adalah tantangan
beri waktu terhadap keyakinan
kepada pasien
untuk mengamati - Menggunakan
praktik - Pasien dapat teknik klarifikasi
keagamaan manambah nilai untuk
wawasan spiritual membantu pasien
- Terbuka terhadap mengklarifikasi
ungkapan pasien keyakinan dan nilai
tentang kesepian yang ia yakini
- Pasien mampu
dan R/ Pasien mampu
memenuhi
ketidakberdayaa menjelaskan nilai
kebutuhanya
n kehidupan
(berinteraksi
- Anjurkan dengan orang
Pukul ; 12.00
kunjungan lain)
- Memberi
kelayanan ketenangan,
keagamaan - Memberi penerimaan, dan
kenyamanan dan dukungan saat stress
menurunkan rasa - R/ Pasien kooperatif
- Buat perubahan
yang diperlukan kesepian pada
pasien. - Membuat perubahan
pasien
21

(dukungan yang diperlukan


keluarga atau - Pasien dapat pasien (dukungan
orang terdekat) mengandalkan keluarga atau orang
Beri jaminan perawat untuk terdekat)
kepada pasien selalu bersifat R/ Pasien mau
bahwa perawat terbuka. menjawab
selalu ada untuk pertanyaan perawat
mendukung - Menjaga privasi dan
pasien saat beri waktu kepada
pasien pasien untuk
merasakan mengamati praktik
penderitaan keagamaan
R/ Pasien
melakukan ibadah

Pukul ; 10.00
- Memberi
ketenangan,
penerimaan, dan
dukungan saat stress
R/ Pasien kooperatif
- Terbuka terhadap
ungkapan pasien
tentang kesepian dan
ketidakberdayaan
R/ Pasien lebih
tenang dan ceria
- Menganjurkan
22

kunjungan
pelayanan
keagamaan
R/ Pasien kooperarif
- Memberi jaminan
kepada pasien
bahwa perawat
selalu ada untuk
mendukung pasien
saat pasien
merasakan
penderitaan
R/ Pasien nyaman

Hambatan Setelah dilakukan - Menjelaskan - Dengan Pukul 11.00 S : Ny. “Z” mengatakan
religiositas tindakan kepada klien menjelaskan - Mengajarkan Pasien
sudah dapat
berhubungan keperawatan tentang bagaimana cara shat di atas tempat
dengan nyeri selama 4 kali bagaimana cara menjalankan tidur melakukan sholat
kronis pertemuan (4 x 24 menjalankan shalat di atas - Memberikan Obat
di tempat tidur.
jam) klien dapat shalat di atas tempat tidur klien nalgesik
menerima dan tempat tidur bisa menjalankan O : Ny. “Z” melakukan
beradaptasi shalat di atas 12.30
- Kolaborasi - Mengkaji Skala ibadah sholat setiap
dengan tempat tidur tanpa
kondisinya dengan dokter ada kesulitan. nyeri hari dan berdzikir.
sekarang untuk - Dibutuhkan untuk
memberikan obat A : Masalah teratasi
dengankriteria menghilangkan
hasil : analgesik. rasa nyeri atau P :Rencana tindakan di
DS : ketidaknyamanan. hentikan dan saat
23

- Klien tidak - Kaji keluhan pasien akan pulang di


mengeluhkan nyeri, perhatikan - Untuk berikan Health
kegiatan lokasi, intensitas mengetahui Education.
beribadahnya (skala 1-10), berapa berat nyeri
frekuensi dan yang dialami
waktu. klien
24
25

Anda mungkin juga menyukai