1. Spiritual Berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti bernafas atau angin Berarti:
Segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (Mc Ewan,
2005). Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta (Hamid, 1999).
2. Potter & Perry, 1999 Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan
tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide
tentang kehidupan seseorang. Spiritualitas mengarahkan manusia pada pencarian hakikat
kemanusiaannya, mencari sesuatu di luar sana yang tidak diketahui.(energi, semangat,
keberanian dan tekad)
4. Bagaimana gambaran orang yang pintar secara spiritual? Seseorang yang santun,
pandai menghargai orang lain, mampu berterimakasih, rendah hati, cinta sesama, dan
dapat mengontrol keadaan sesuai nilai-nilai yang dipercayainya
5. IQ, EQ, dan SQ Komputer, memiliki IQ tinggi karena mengetahui aturan dan
melakukan sesuatu tanpa salah. Sementara, banyak hewan yang punya EQ tinggi karena
mereka mampu mengenali situasi yang ditempatinya dan tahu cara menanggapi sesuatu
tersebut dengan tepat.
6. Namun, baik komputer maupun hewan tidak pernah bertanya mengapa mereka dapat
seperti itu. Komputer dan hewan hanya bekerja di dalam batasan yang sudah dibuat.
8. Pintar spiritual memiliki daya ubah saya yang mengarahkan situasi. Berbeda dengan
pintar emosional yang berpandangan situasi mengarahkan saya). Pintar Spiritual dapat
membuat orang mengajukan pertanyaan2 siapa saya?. Mengapa saya di sini Apa
yang paling berarti dalam hidup ini buat saya?
9. Pintar spiritual juga juga dapat membantu seseorang menemukan hikmah tersembunyi
dari cinta, kegembiraan, stres, dan pasang surut kehidupan sehari2 Pintar spiritual
menciptakan kesadaran terhadap Tuhan, kepada sesama, kepada alam, dan kehidupan
10. Kepintaran spiritual membuka hati, menyinari pikiran, dan menginspirasi jiwa,
menghubungkan psikologi manusia kepada yang mendasari kehidupan. Kepiintaran
Spiritual adalah kepintaran yang bertumpu pada bagian dalam diri seseorang, yang
berhubungan dengan kearifan, di luar ego atau jiwa sadar.
14. . Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai
bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan spiritual klien tersebut, walau pun perawat dan klien mempunyai keyakinan
spiritual atau keagamaan yang tidak sama.
15. PENGERTIAN Spiritualitas, keyakinan dan agama merupakan hal yang terpisah,
walau pun seringkali diartikan sama. Pemahaman tentang perbedaan antara tiga istilah
tersebut sangat penting bagi perawat untuk menghindarkan salah pengertian yang akan
mempengaruhi pendekatan yang digunakan perawat.
16. PENGERTIAN Spiritualitas, keyakinan dan agama merupakan hal yang terpisah,
walau pun seringkali diartikan sama. Pemahaman tentang perbedaan antara tiga istilah
tersebut sangat penting bagi perawat untuk menghindarkan salah pengertian yang akan
mempengaruhi pendekatan yang digunakan perawat.
17. (Martsolf & Mickley, 1998): Spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut: Makna
(memiliki arti dan tujuan hidup). Nilai (memiliki keyakinan dan standar yang dihargai).
Transendens (menghargai dimensi yang berada di luar diri). Hubungan (berhubungan
dengan orang lain, alam, Tuhan). Pengenalan diri
18. Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zetner, (1993). Dimensi spiritual
berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar,
berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress
emosional, penyakit fisik, atau kematian. Kekuatan yang timbul diluar kekuatan Manusia
20. Stoll (1989) selanjutnya menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua
dimensi: dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang
menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan
seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat
hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut.
21. (Carson, 1989). Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya
dengan Tuhan
22. Kesimpulan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan
tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, dan
kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf.
24. Agama merupakan suatu sistem ibadah yang terorganisir atau teratur. Agama
mempunyai keyakinan sentral, ritual, dan praktik yang biasanya berhubungan dengan
kematian, perkawinan dan keselamatan/penyelamatan (salvation). Agama mempunyai
aturan-aturan tertentu yang diprakktikan dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan
kepuasan bagi yang menjalankannya. Perkembangan keagamaan individu merujuk pada
penerimaan keyakinan, nilai, aturan dan ritual tertentu
27. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam/dan self-reliance a. Pengetahuan diri
(siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya). b. Sikap (percaya pada diri sendiri,
percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan
diri sendiri).
Bersatu
33. Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari Praktik tertentu pada umumnya yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi
klien. Sebagai contoh, ada agama yang menetapkan makanan diit yang boleh dan tidak
boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana ada agama yang melarang cara
tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk terapi medik atau pengobatan.
34. Sumber dukungan Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan
dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima
keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses
penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti. Sembahyang atau berdoa,
membaca kitab suci, dan praktik keagamaan lainnya sering membantu memenuhi
kebutuhan spiritual yang juga merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh.
35. Sumber kekuatan dan penyembuhan Nilai dari keyakinan agama tidak dapat dengan
mudah dievaluasi (Taylor, Lilis & Le Mone, 1997). Walaupun demikian pengaruh
keyakinan tersebut dapat diamati oleh tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa
individu cenderung dapat menahan distress fisik yang luar biasa karena mempunyai
keyakinan yang kuat. Keluarga klien akan mengikuti semua proses penyembuhan yang
memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan bahwa semua upaya tersebut akan berhasil.
36. Sumber konflik Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan
agama dengan praktik kesehatan. Misalnya ada orang yang memandang penyakit sebagai
suatu bentuk hukuman karena pernah berdosa.
37. . Ada agama tertentu yang menganggap manusia sebagai makhluk yang tidak
berdaya dalam mengendalikan lingkungannya, oleh karena itu penyakit diterima sebagai
nasib bukan sebagai sesuatu yang harus disembuhkan.
40. Tema utama yang diuraikan oleh semua anak tentang Tuhan : a. Gambaran tentang
Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia dan saling keterikatan dengan
kehidupan. b. Mempercayai bahwa Tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan
diri serta transformasi yang membuat dunia tetap segar, penuh kehidupan dan berarti.
c. Meyakini Tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya merasa takut menghadapi
kekuasaan Tuhan. d. Gambaran cahaya/sinar.
41. Keluarga Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritualitas
anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orangtua kepada anaknya tentang
Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari
perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan
pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan
anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan
orang tua dan saudaranya.
42. Latar belakang etnik dan budaya Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar
belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama,
termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk
kegiatan keagamaan. Perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan
yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi tiap individu.
43. Pengalaman hidup sebelumnya Pengalaman hidup baik yang positif maupun
pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga
dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau
pengalaman tersebut. Sebagai contoh, jika dua orang wanita yang mempercayai bahwa
Tuhan mencintai umatnya, kehilangan anak mereka karena kecelakaan, salah satu dari
mereka akan bereaksi dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan dan tidak mau
sembahyang lagi. Sedangkan wanita yang lain bahkan sebaliknya terus berdoa dan
meminta Tuhan membantunya untuk mengerti dan menerima kehilangan anaknya.
44. . Begitu pula pengalaman hidup yang menyenangkan sekalipun seperti pernikahan,
pelantikan, kelulusan, kenaikan pangkat atau jabatan dapat menimbulkan perasaan
bersyukur kepada Tuhan, namun ada juga yang merasa tidak perlu mensyukurinya.
Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan
kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya. Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan
meningkat yang memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk
memenuhinya
45. Krisis dan perubahan (Tooth, 1992) dan Craven & Hirnle (1996). Krisis sering
dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan
dan bahkan kematian, khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan
prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut
merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisik dan
emosional. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang
47. Terpisah dari ikatan spiritual Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali
membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasabn pribadi dan sistem
dukungan sosial (social support system). Klien yang dirawat merasa terisolasi dalam
ruangan yang asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup sehari-hari juga
berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan
atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang biasa memberikan
dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual berisiko
terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
48. Isu moral terkait dengan terapi Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan
dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesarannya, walaupun ada juga
agama yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medik seringkali dapat dipengaruhi
oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan,
strerilisasi. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien
dan tenaga kesehatan.
49. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai Ketika memberikan asuhan keperawatan
kepada klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi
dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan
asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman
dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak
mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya tetapi menjadi tanggung
jawab pemuka agama.
50. Empat isu nilai yang mungkin timbul antara perawat dan klien adalah: a.
Pluralisme: perawat dan klien menganut kepercayaan dengan spektrum yang luas. b.
Fear: berhubungan dengan ketidak mampuan mengatasi situasi, melanggar privacy klien,
atau merasa tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai diri sendiri. c. Kesadaran
tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberikan arti dalam kehidupan , tujuan,
harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi perawat. d. Bingung: bingung
terjadi karena ada perbedaan antara agama dan konsep spiritual.
52. Verbalisasi distress Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya
memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan untuk
mendapatkan bantuan. Misalnya seorang istri mengatakan: Saya merasa bersalah karena
saya seharusnya mengetahui lebih awal bahwa suami saya mengalami serangan jantung.
53. . Perawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang kematian atau merasa tidak
berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan perawat sangat penting dalam menarik
kesimpulan dari verbalisasi klien tentang distress yang dialami klien.
54. Perubahan perilaku Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan
fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan
kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress
spiritual. Ada yang bereaksi dengan perilaku mengintrospeksi diri dan mencari alasan
terjadinya suatu situasi dan berupaya mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi
tersebut, namun ada yang beraksi secara emosional dan mencari informasi serta
dukungan dari keluarga atau teman. Perasaan bersalah, rasa takut, depresi dan ansietas
mungkin menunjukkan perubahan fungsi spiritual.
56. Taylor, Lilis & Le Mone (1997), dalam hal ini perawat akan: 1.
Mempunyai
pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhannya untuk mendapatkan
arti dan tujuan hidup, mencintai dan berhubungan serta pengampunan. 2.
Bertolak
dari kekuatan spiritual dalam kehidupan sehari-hari ini, terutama ketika menghadapi
nyeri, penderitaan dan kematian dalam melakukan praktik profesional. 3.
Meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri. 4.
Menunjukkan
perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan, keceriaan, caring dan kreativitas dalam
interaksinya dengan orang lain.
57. . Menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain walaupun berbeda dengan
keyakinan spiritual perawat. 6.
Meningkatkan pengetahuan perawat tentang
bagaimana keyakinan spiritual klien mempengaruhi gaya hidup mereka, berespon
terhadap penyakit, pilihan pelayanan kesehatan dan pilihan terapi/treatment. 7.
Menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan spiritual klien. 8.
Menyusun strategi
asuhan keperawatan yang paling sesuai untuk membantu klien yang sedang mengalami
distress spiritual.
60. Pengkajian Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali secara umum adalah:
61. Afilasi agama a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara
aktif atau tidak aktif. b. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.
63. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi: a. Tujuan dan arti hidup. b. Tujuan
dan arti kematian. c. Kesehatan dan pemeliharaannya. d. Hubungan dengan Tuhan, diri
sendiri dan orang lain.
64. Pengkajian data subjektif Pedoman Pengkajian Spiritual yang disusun oleh Stoll
dalam Craven & Hirnle (1996) mencakup empat area yaitu: a) Konsep tentang Tuhan
atau Ketuhanan; b) Sumber harapan dan kekuatan; c) Praktik agama dan ritual; d)
Hubungan antara keyakinin spiritual dan kondisi kesehatan.
65. Pengkajian data objektif Pengkajian data objektif dilakukan mellui pengkajian
klinik yang meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui
observasi.
kepercayaan/agama, d.
Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian,
e.
Klien yang akan dioperasi, f.
Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau
implikasi sosial dan agama. Mengubah gaya hidup,
67. a. Preokupasi ttg hbg agama dan kesehatan, b. Tidak dpt dikunjungi oleh
pemuka agama, c. Tdk mampu / menolak melakukan ritual spiritual, d.
Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tuhan,
e. Mengespresikan kemarahannya thd Tuhan, f. Mempertanyakan rencana terapi
karena bertentangan dengan keyakinan agama. g. Sedang menghadapi sakratul maut
(dying).
69. . f. Ketidakberdayaan b/d perasaan menjadi korban. g. gangguan harga diri b/d
kegagalan untuk hidup sesuai dengan ajaran agama. h. Ggn pola tidur b/d distress
spiritual. i. Resiko tindak kekerasan thd diri sendiri b/d perasaan bahwa hidup ini tidak
berarti.
70. Perencanaan Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distress
spiritual harus difokuskan pada menciptakan lingkungan yang mendukung praktik
keagamaan dan keyakinan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara individual
dengan mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta
data objektif yang relevan.
71. Contoh tujuan klien dengan distress spiritual meliputi klien akan: a.
Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk memperoleh arti
dan tujuan, mencintai dan keterikatan serta pengampunan. b. Menggunakan kekuatan
keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika menghadapi tantangan berupa penyakit,
cidera atau krisis kehidupan lain. c. Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk
komunikasi dengan diri sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia luar. Mengekspresikan
kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan kehidupan sehari-hari.
72. Hasil yang diperkirakan harus bersifat individual dan meliputi kriteria :
a. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual. b. Mengidentifikasi faktor dalam
kehidupan yang menantang keyakinan spiritual. c. Menggali alternatif: mengingkari,
memodifikasi atau menguatkan keyakinan; mengembangkan keyakinan baru.
d. Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab suci, kelompok pengajian, dsb).
e. Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual setelah
keberhasilan intervensi
75. . a.
Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung,
menerima, bertanya, memberi informasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang
dimiliki klien. b. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan
verbal klien. c. Bersikap empati yang berarti memahami dan mengalami perasaan klien.
d. Memahami masalah klien tnp menghukum walaupun tidak berarti menyetujui klien.
76. . a.
Mentukan arti dan situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap
penyakit? b.
Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman, cobaan atau anugerah dari Tuhan? c.
Membantu memfasilitasi klien agar
dapat memenuhi kewajiban agama. d.
Memberitahu pelayanan spiritual yang
tersedia di RS.
78. Evaluasi Untuk mengevaluasi apakah klien telah mencapai kriteria hasil yang telah
ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan
pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila
secara umum klien:
http://www.slideshare.net/khoirulzed/1-aspekspiritualbudaya
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH KEBUTUHAN SPIRITUAL
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah KDM II
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat dalam mendukung atau
menguatkan spiritualitas klien. Pengkajian tersebut dapat menjadi terapeutik karena pengkajian
menunjukkan tingkat perawatan dan dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami
pendekatan konseptual menyeluruh tentang pengkajian siritual akan menjadi yang paling berhasil
(Farran , 1989 cit Potter and perry, 1997).
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal penting yaitu dilakukan setelah pengkajian
aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang
baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat
membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat pasien, atau perawat
telah merasa nyaman untuk membicarakannya.
Craven dan Hirnle (1996), Blais dan Wilkinson (1995) serta Tayler, Lillis dan Le Mane (1997),
pada dasarnya informasi awal yang perlu digali secara umum adalah :
a. Afiliasi agama
1) Partisipasi agama klien dalam kegiatan keagamaan
2) Jenis partisipasi dalam kegiatan keagamaan
b. Keyakinan / spiritual agama
1) Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi / upacara keagamaan
2) Persepsi penyakit : hukuman, cobaan terhadap keyakinan
3) Strategi koping
Pengkajian data subyektif meliputi :
a. Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan
b. Sumber harapan dan kekuatan
c.
Pengkajian afek dan sikap (Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
d.
e.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketika meninjau pengkajian spiritual dan mengintegrasikan informasi kedalam diagnosa
keperawatan yang sesuai, perawat harus mempertimbangkan status kesehatan klien terakhir dari
perspektif holistik, dengan spiritualitas sebagai prinsip kesatuan (Farran, 1989). Setiap diagnosa
harus mempunyai faktor yang berhubungan dengan akurat sehingga intervensi yang dihasilkan
dapat bermakna dan berlangsung (Potter and Perry, 1997).
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American
Nursing Diagnosis Association (2006) adalah distres spiritual. Pengertian dari distres spiritual
adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup
seseorang dihubungkan dengan agama, orang lain, dan dirinya.
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan diagnosa
keperawatan distres spiritual adalah :
a.
Berhubungan dengan diri, meliputi mengekspresikan kurang dalam harapan, arti, tujuan hidup,
kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, keberanian, marah, rasa bersalah, koping yang
buruk.
b.
Berhubungan dengan orang lain, meliputi menolak berinteraksi dengan teman, keluarga, dan
pemimpin
agama,
mengungkapkan
terpisah
dari
sistem
dukungan,
mengekspresikan
keterasingan.
c.
Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi tidak mampu mengekspresikan
kondisi kreatif (bernyanyi), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan
kepada bacaan agama
d.
Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi tidak mampu ibadah, tidak
mampu berpartisipasi dalam aktifitas agama, mengekspresikan marah kepada Tuhan, dan
mengalami penderitaan tanpa harapan.
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (2006) faktor yang berhubungan
dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah mengasingkan diri, kesendirian, atau
pengasingan sosial, cemas, kurang sosiokultural/ deprivasi, kematian dan sekarat diri atau orang
lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
3.
PERENCANAAN
Dengan menetapkan rencana perawatan, tujuan ditetapkan secara individual, dengan
mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data obyektif
yang relevan (Hamid, 2000).
Menurut (Munley, 1983 cit Potter and Perry, 1997) terdapat tiga tujuan untuk pemberian
perawatan spiritual yaitu klien merasakan perasaan percaya pada pemberi perawatan, klien
mampu terkait dengan anggota sistem pendukung, pencarian pribadi klien tentang makna hidup
meningkat. Tujuan askep klien distress spiritual berfokus pada menciptakan lingkungan yang
mendukung praktik keagamaan dan keyakinan yang biasa dilakukannya.
dunia luar
d.
Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan kehidupan
sehari-hari.
Kriteria hasil yang diharapkan klien akan :
a.
b.
c.
d.
e.
4.
IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut (Hamid, 2000) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
memberi infomasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien
Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal kien
Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui klien
Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap penyakit. Apakah klien
menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman, cobaan atau anugrah dari Tuhan ?
k.
l.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
5.
EVALUASI
Perawat
mengevaluasi
apakah
intervensi
keperawatan
membantu
menguatkan
spiritualitas klien. Perawat membandingkan tingkat spiritualitas klien dengan perilaku dan
kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan. Klien harus mengalami emosi sesuai
dengan situasi, mengembangkan citra diri yang kuat dan realistis, dan mengalami hubungan
interpersonal yang terbuka dan hangat. Keluarga dan teman, dengan siapa klien telah membentuk
persahabatan dapat dijadikan sumber informasi evaluatif. Klien harus juga mempertahankan misi
dalam hidup dan sebagian individu percaya dan yakin dengan Tuhan Yang Maha Kuasa atau
Maha Tinggi. Bagi klien dengan penyakit terminal serius, evaluasi difokuskan pada keberhasilan
membantu klien meraih kembali harapan hidup (Potter anfd Perry, 1997).
Untuk mengatahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase
perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien mampu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
1. I.
PROSES KEPERAWATAN
Proses Keperawatan
Metode
Dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik Keperawatan
Bisa di sebut sebagai suatu pendekatan Problem Solving yang memerlukan ilmu, teknik dan
ketrampilan interpersonal dan di tujukan untuk memenuhi kebutuhan Klien dan Keluarga.
Proses Keperawatan terdiri dari ; 5 tahap yang berhubungan :
1. Pengkajian
2. Diagnosis
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Dan Evaluasi
Tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi Intelektual Problem - Solving dalam
mendefinisikan suatu tindakan Perawatan.
Proses Keperawatan merupakan lima tahap proses konsisten sesuai dengan perkembangan
profesi keperawatan ( pertama kali oleh Hall, 1955 ).
Proses Keperawatan telah dianggap sebagai suatu dasar hukum praktik Keperawatan , ( ANA,
1973 ).
Dasar pengembangan standard praktik keperawatan
Dan juga sebagai kriteria dalam progrsmsertifikasi
Standar legal praktik keperawatan
Masuk dalam program pendidikan Keperawatan ( Kurikulum D-III Kep. & S1 Keperawatan ).
1. II.
Tujuan
Proses Keperawatan secara umum adalah untuk membuat suatu kerangka konsep
berdasarkan kebutuhan individu dari klien, keluarga, dan masyarakat dapat terpenuhi.
1. III.
Organisasi
Ke 5 tahap proses keperawatan tersebut sebagai suatu organisasi yang mengatur pelaksanaan
asuhan Keperawatan berdasarkan suatu rangkaian pengelolaan yang sistematis dlm memeberikan
asuhan keperawatan kepada klien.
1. IV.
Karakterisitk
Tujuan
Proses Keperawatan mempunyai tujuan yang jelas melalui suatu tahapan dalam meninmgkatkan
kualitas asuhan Keperawatan kepada klien
1. 2.
Sistematika
PK ditujukan pada suatu perubahan respon klien yang diidentifikasi melalui hubungan
antara perawat dengan klien.
1. 3.
Dinamik
PK ditujukan dalam mengatasi masalah masalah kesehatan klien yang di laksanakan secara
berkesinambungan.
1. 4.
Interaktif
Adanya hubungan timbale balik antar perawat, Klien, Keluarga dan tenaga lainnya.
1. 5.
Fleksibel
Dapat diadopsi pada praktik keperawatan dalam situasi apapun, spesialisasi yang
berhubungan dengan individu, kelompok, atau masyarakat
Tahapannya bisa digunakan secara berurutan dan dengan persetujuan kedua belah pihak.
1. 6.
Teoritis
Setiap langkah dalam proses keperawatan selalu di dasarkan pada suatu ilmu yang luas,
khususnya ilmu dan model Keperawatan yang berlandaskan pada Filosofi keperawatan bahwa
asuhan keperawatan kepada klien harus menekankan pada 3 aspek :
Humanistik
Holistik
Intervensi keperawatan Harus dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia secara utuh ( bio
psiko sosio spiritual ).
Care
Asuhan Keperawatan yang diberikan harus berlandaskan pada standard praktik keperawatan dan
etika keperawatan.
1. V.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
Profesi Keperawatan
Di Timor Leste masih adopsi dari standard keperawatan Indonesia dan ANA ( American
Nurses Association ), 1973.
1. 2.
Klien
Klien dan Keluarga berpartisipasi secara aktif dalam keperawatan dengan melibatkan ke
dalam 5 langka proses keperawatan
1. 3.
Perawat
Mningkatkan hubungan antara perawat denga klien dapat di lakukan melalui penerapan
proses keperawatan
1. VI.
Kerangka kerja yang berhubungan dan keseluruhan social, manusia, struktur dan masalah
masalah organisasi.
1. Tujuan :
Arah sistem
1. Proses
1. Isi
Dapat dievaluasi
Input merupakan suatu kumpulan data hasil pengkajian beserta permasalahan Susun
suatu rencana dan tindakan keperawatan yang tepat.
1. 2.
1. 3.
Memberikan dukungan
Menfasilitasi
Teori persepsi
Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia sangat di pengaruhi oleh persepsi
individu.
Interaksi
1. VII.
Proses Keperawatan sbg salah satu pendekatan utama dalam pemberian asuhan keperawatan.
Langka dalam proses keperawatan diperlukan suatu informasi yang akurat apabila
perawat mampu menjalin komunikasi dengan baik :
Umpan balik
1. VIII.
Prinsip prinsip Etik Keperawatan yang menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan sebagai berikut :
1. 1.
1. 2.
Setiap manusia mempunyai hak untuk menentukan tindakan terhadap dirinya sendiri.
1. 3.
Perawat dalam berkomunikasi harus mengatakan yang benar dan jujur kepada klien.
1. 5.
Setiap tindakan yang di berikan kepada klien harus bermanfaat bagi klien dan
menghindarkan dari kecacatan
1. 4.
Apa yangh di laksanakan oleh perawat harus di dasarkan pada tanggung jawab moral dan
profesi
1. IX.
LESTE
2. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses Keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengindentifikasi status kesehatan klien ( Lyer etal, 1996 ).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan,
kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnose keperawatan dan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu.
1. 1.
DIAGNOSIS
PERENCANAAN
PELAKSANAAN
EVALUASI
1. 2.
1. Pengkajian Keperawatan
data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
Kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya
terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi media ( terapis ) atau profesi kesehatan
lainnya.
Data focus Keperawatan adalah data tentang perubahan perubahan atau respon klien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal hal yang mencakup tindakan
yang di lalsanakan kepada klien.
Pengkajian focus suatu pemilihan data spesifik yang ditentukan oleh perawat , klien
dan keluarga berdasarkan keadaan klien.
1. 3.
2. Tipe data
Ada 2 tipe data pada pengkajian :
1. Data subyektif
Data yang di dapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu
interaksi atau komunikasi.
Data subyektif sering didapatkan, dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan,
dan ide tentang status kesehatannya.
Ex : penjelasan klien tentang nyeri, lemah, Frustasi, mual.
Informasi yang diberikan sumber lain, ex husi familia, konsoleiro, husi team saude seluk
1. Data obyektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur .
Ex; data obyektif : frekuensi pernafasan, Tekanan darah, edema dan berat badan no seluk seluk
tan.
1. 4.
Karakteristik data
2. Lengkap
3. Akurat dan nyata
4. Relevan
5. 5.
Sumber data
Pemeriksaan fisik
Catatan perkembangan
1. Konsultasi :
Tes diagnostic
Para Personil yang berhubungan dengan klien dan memberikan tindakan, mengevaluasi,
dan mencatat hasil pada status klien
1. Perawat lain
1. Kepustakaan
1. 6.
Ada 3 metode yang digunakan dalam pemgumpulan data pada tahap pengkajian :
1. Komunikasi yang efektif
2. Observasi
3. Pemeriksaan fisik
Teknik tersebut sangat bermanfaat bagi perawat dalam pendekatan kepada klien secara rasional,
sistematik dalam mengumpulkan data, merumuskan diagnose keperawatan, merencanakannya.
II. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. a.
Pengertian
NANDA Kepeutusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan actual dan potensial
1. b.
1. c.
Interpretasi data
Validasi data
1. d.
Aktual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang di temukan :
Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak di lakukan
intervensi.
Syarat : Menegakkan kemungkinan diagnose kep. Adanya unsur respon dan factor yang
mungkin dapat menimbulkan masalah tetapi belum ada.
III. PERENCANAAN
1. A.
PENGANTAR
TUJUAN PERENCANAAN
Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu
diperhatikan :
1. Menentukan prioritas masalah
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang actual atau
potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun
suatu system untuk menentukan diagnose yangn akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu
system yang bisa digunakan adalah hirarki Kebutuhan manusia.
1. Menentukan kriteria hasil ( outcomes )
Tujuan klien dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran yang digunakan untuk
mengevaluasi kemajuan klien atau ketrampilan perawat.
Tujuan klien :
merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu perilaku klien, keluarga, atau kelompok yang
dapat diukur setelah intervensi keperawatan di berikan.
Tujuan Keperawatan :
Adalah pernyataan yang menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan
dan kewenangan perawat.
http://aetldili.blogs.sapo.tl/1782.html
II.
ANALISA DATA
Prioritas Diagnosa Keperawatan : Distress spiritual b.d menghadapi anak menjelang ajal yang
ditandai dengan kemarahan dan menangis.
III.
NCP
Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.
NOC I : pengaharapan (hope)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:
Data
Do :
Kondisi fisik yang semakin melemah,
cemas, Merasa bersalah, menarik diri,
sulit tidur dan tampak jarang
melakukan ibadah.
Ds :
Kemungkinan Penyebab
Penyakit yang diderita
Masalah
Disetres Spritual
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
.
1.
Diagnosa Keperawatan
Distres spiritual berhubungan dengan Penyakit yang
diderita ditandai dengan kecemasan dan rasa bersalah
karena tidak mampu melakukan ibadah.
Paraf
PERENCANAAN ( NCP )
T
a
n
g
g
N a
o l
Diagnosa Keperawatan
Tujuan / KH
Intervensi
Rasional
.
/
J
a
m
1 2 Distres spiritual
. 7 berhubungan dengan
Penyakit yang diderita
M ditandai dengan kecemasan
a dan rasa bersalah karena
r tidak mampu melakukan
- Untuk mengetahui
penyebab distres
spiritual.
pasien.
- Pasien dapat
kesehatan.
melaksanakn proses
berdoa.
keagamaan.
- Membantu
ketenangan sesuai
ketenangan pasien
dalam beribadah.
e ibadah.
spiritual.
setiap hari.
- Bantu dalam
menjalankan ibadah
/
0
8
:
0
- Menjaga kenyamanan
pasien.
0
1
4
:
0
0
IMPLEMENTASI
No
Tanggal /
Diagnose
.
1.
Jam
27 Maret
Keperawatan
Distres spiritual
- Mendeskripsikan
Ds : pasien
2014 /
berhubungan
faktor penyebab
mengatakan sudah
08:00-
dengan Penyakit
distres spiritual.
dapat melakukan
14:00
yang diderita
tindakan
ditandai dengan
- Membantu pasien
keagamaan.
Do : pasien
dengan keterbatasan
tampak senang
dapat melakukan
kecemasan dan
rasa bersalah
karena tidak
Implementasi
ibadahnya.
mampu
melakukan
ibadah.
Evaluasi
- Memberikan privasi
dan ketenangan sesuai
kebutuhan untuk
berdoa setiap hari.
Ds : pasien
mampu
melakukan
perintah perawat.
Do : pasien
koopertif.
- Membantu dalam
menjalankan ibadah.
Ds : pasien
mengatakan dapat
beribadah.
Do : pasien
Paraf
tampak
bersungguh
sungguh dalam
beribadah.
Ds : pasien
mengatakan dapat
menjalankan
ibadah dengan
khusuk.
Do : pasien
tampak nyaman.
http://abdulvanrahman6.blogspot.com/
Hari ini, saya postingkan bagaimana kita membuat tujuan keperawatan yang SMART.
Ada yang tahu, apa itu SMART. Suatu konsep yang sudah mendunia dimana merupakan
singkatan dari :
S = Spesific
M = Measurable
A = Attainable
R = Realistic
T = Timely
Nah bagaimana kita menerapkannya?
Tujuan keperawatan biasanya ditulis dengan Tujuan dan ditambah Kriteria Hasil.
Tujuan dimulai dengan Pasien atau Bagian dari Pasien sebagai subyek diikuti dengan
predikatnya apa.
Misal :
Pasien
Pasien akan terpenuhi kebutuhan mobilitas tubuhnya.
Bagian dari pasien
Status nutrisi pasien adequat.
Kemudian kita menetapkan kriteria hasil dengan prinsip-prinsip SMART sbb :
S = Spesific > artinya tiap kriteria berisi tujuan yang spesifik (jangan mendua / samar /
ambiguous)
Contoh tidak spesific = pasien dapat melakukan mobilisasi diri secara mandiri.
Contoh spesific
= pasien dapat berjalan ke kamar mandi tanpa bantuan
M = Measurable > dapat terukur > artinya diangkakan misal ada artinya =1, tidak
ada artinya = 0. jadi jika pasien telah melakukan berjalan ke kamar mandi tanpa bantuan
maka artinya teukur dengan angka 1.
A = Attainable . artinya kita tahu cara mencapainya. Bagaimana supaya pasien dapat
berjalan mandiri tanpa bantuan? kita tahu cara mencapainya dengan dilatih berjalan.
R = Realistic > rasional / masuk akal. Jangan membuat kriteria yang tidak masuk akal.
Misal pasien baru saja operasi ORIF sudah kita buat tujuan dapat berjalan sendiri tanpa
bantuan.ya itu tidak masuk akal kecuali kita tetapkan waktunya > Timely.
Timely = ada waktu yang ditetapkan.
Misal pasien setelah dioperasi fraktur cruris dengan ORIF : kita membuat tujuan sbb :
Tujuan : Pasien terpenuhi kebutuhan mobilitas tubuhnya.
Kriteria Hasil : 1. Dalam waktu 3 hari pasien dapat duduk tanpa bantuan di samping tempat
tidur.
2. Dalam waktu 5 hari pasien dapat berjalan sendiri dengan kruk tanpa
bantuan.
Nah, dengan tujuan yang bertahap tersebut, kita dapat membuat program bagaimana tahaptahap rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
http://idwebnurse.wordpress.com/2011/12/09/membuat-tujuan-keperawatan-yang-smart/