Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk mendapatkan
keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan suatu kecenderungan untuk
membuat makna hidup melalui hubungan intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam
mengatasi berbagai masalah kehidupan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna.
Tidak hanya terdiri dari seonggok daging dan tulang, tetapi terdiri dari komponen menyeluruh
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural. Spiritualitas adalah suatu keyakinan dalam
hubungannya dengan yang Maha Kuasa, Maha Pencipta (Yusuf, dkk, 2016).

Keyakinan spiritual akan berupaya mempertahankan keharmonisan, keselarasan dengan


dunia luar. Berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi
penyakit fisik, stres emosional, keterasingan sosial, bahkan ketakutan menghadapi ancaman
kematian. Semua ini merupakan kekutan yang timbul diluar kekuatan manusia. Keyakinan
spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan
perilaku perawatan diri klien. Kesadaran akan konsep ini melahirkan keyakinan dalam
keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat holistik, tidak saja
memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga memenuhi psikologis, sosial, kultural dan spiritual klien
(Yusuf, dkk, 2016).

Tingkatan spiritual dapat meningkat melalui pengalaman spiritual dan aktivitas spiritual
yang dilakukan individu seharihari. Pengalaman spiritualitas sehari-hari meliputi rasa kagum,
rasa syukur, kasih sayang, menyadari kasih sayang, keinginan untuk lebih dekat dengan Tuhan
Individu dengan tingkat spiritualnya tinggi memiliki sikap yang lebih baik, merasa puas dalam
menjalani hidup. Melakukan kegiatan spiritual dapat meningkatkan spiritualitas pada lansia
dengan percaya adanya Tuhan. Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia
untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan
tujuan keberadaannya dalam kehidupan (Liwarti, 2013).

Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri
dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi Masalah yang sering terjadi pada
pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual yang merupkan suatu keadaan ketika
individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan
yang memberikan kekuatan, harapan, dan arti kehidupan (Hadi, Rita, 2014).

Permasalahan yang terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual tersebut akan


menimbulkan pertanyaan bagi orang yang mengalaminya tentang apa yang telah dilakukanatau
apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap dirinya. Penderita terkadang ragu, bimbang atau
antisipasi dengan spiritual atau agama yang dianutnya. Distres spiritual harus diperhatikan atau
dipertimbangkan bila pasien mengeluhkan gejala-gejala fisik dan tidak berespon terhadap
intervensi yang efektif, oleh sebab itu membuat penulis tertarik untuk membahas tentang
bagaimana asuhan keperawatan tentang distress spiritual.

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan spiritualitas?


2. Bagaimana aspek spiritual?
3. Bagaimana dimensi dari spiritual?
4. Apa saja komponen-komponen dari spiritual care?
5. Apa saja macam-macam kebutuhan spiritual?
6. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan distress spiritual?

Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian spiritualitas


2. Untuk mengetahui aspek spiritual
3. Untuk mengetahui dimensi dari spiritual
4. Untuk mengetahui komponen-komponen dari spiritual care
5. Untuk mengetahui macam-macam kebutuhan spiritual
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada distress spiritual.

Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham akan
perawatan pada pasien distress spiritual dan dengan melakukan pembuatan makalah ini
penulis mengetahui dan memahami secara spesifik tentang distress spiritual.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Spiritual

A. Definisi Spiritualitas

Menurut Florance Nightingale, spiritualitas adalah suatu dorongan yang


menyediakan energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan lingkungan rumah sakit
yang sehat dan melayani kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan melayani
kebutuhan fisik (Delgado, 2005; Kelly, 2004). Spiritualitas merupakan faktor penting
yang membantu individu mencapai keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara
kesehatan dan kesejahteraan, serta beradaptasi dengan penyakit (Potter & Perry, 2010).
Spiritual menurut Hidayat (2006) adalah suatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu
kebutuhan atau kecintaan terhadap Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan
yang telah dilakukan. Spiritual adalah keyakinan dalam hubunganya dengan Yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Sebagai contohnya adalah seseorang yang percaya
kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa (Hamid, 2008).

B. Aspek Spiritual

Menurut Burkhardt dalam Hamid (2008) spiritualitas adalah keyakinan terhadap


Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta yang meliputi berbagai aspek tersebut
adalah:

a. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketehui atau ketidakpastian dalam


kehidupan, yang dimaksud disini adalah unsur-unsur yang gaib atau tidak kasat
mata atau yang hanya bisa dirasakan dengan mata hati.

b. Menemukan arti dan tujuan hidup, maksudnya adalah menentukan hidup sesuai
takdir.

c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri


sendiri, artinya bisa mengoptimalkan kekuatan yang ada di dalam diri.

d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan Yang Maha
Tinggi, yang dimaksudkan disini adalah mengakui adanya hubungan vertikal antara
sang pencipta dan yang dicipta.
C. Dimensi Spiritual

Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara
unsur psikologikal, fisiologikal atau fisik, sosiologikal dan spiritual (Dwidiyanti,
2008). Dimensi spiritual dan religius dalam kehidupan merupakan salah satu pengaruh
terpenting dalam kehidupan individu (Ariani, 2011).

D. Komponen-Komponen Spiritual Care

Menurut Iranmensh et al (2011) kompenen spiritual adalah sebagai berikut:

a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan harapan Perawatan
spiritual adalah memungkinkan untuk menemukan makna dalam perisitiwa baik dan
buruk kehidupan. Perawatan spiritual juga sebagai sumber pasien untuk menyadari
makna dan harapan serta mengetahui apa yang benar-benar penting untuk pasien.
Memberikan harapan kepada pasien adalah salah satu bagian yang paling penting dari
perawatan, terutama ketika mereka menghadapi pasien yang sedang sakit parah
Iranmanesh et al (2009).

b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan Murata (2003)
menegaskan bahwa untuk mengurangi rasa sakit spiritual seseorang, sebagai dalam
sebuah hubungan, kita harus memperhatikan orang-orang yang menghubungkan
pasien kepada orang lain setelah kematian diantara berbagai orang dan persitiwa yang
disebutkan. Perawatan spiritual adalah tentang melakukan, bukan menjadi, dan
menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari klien, ini melibatkan cara menjadi
(daripada melakukan) yang memerlukan hubungan perawat-klien simetris (El Noor,
2012).

c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama Keagamaan ini dicirikan sebagai
formal, terorganisir, dan terkait dengan ritual dan keyakinan. Meskipun banyak orang
memilih untuk mengekspresikan spiritualitas mereka melalui praktik keagamaan,
beberapa dari mereka menemukan spiritualitas yang harus diwujudkan sebagai
harmoni, sukacita, damai sejahtera, kesadaran, cinta, makna, dan menjadi (El Noor,
2012).

d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi Murata (2003) menjelaskan


bahwa jika pasien menyadari adanya bahwa mereka masih memiliki kebebasan untuk
menentukan nasib sendiri disetiap dimensi mengamati, berfikir, berbicara, dan
melakukan, yaitu persepsi, pikiran, ekspersi dan kegiatan melalui pembicaraan
dengan perawat untuk memulihkan rasa nilai sebagai sebagai seseorang dengan
otonomi.
E. Macam-Macam Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau


mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai dan dicintai, menjalani hubungan
penuh rasa percaya pada Tuhan (Hamid, 2008). Menurut Potter (2010) menyebutkan
bahwa individu dikuatkan melalui “spirit” yang mengakibatkan peralihan yang penting
selama periode sakit. Galek et al (2005) menyatakan, dari sekian banyak penelitian
yang dilakukan ada 7 konsep kebutuhan spiritual yang paling mewakili kebutuhan
spiritual manusia, meliputi:

a) Cinta, kebersamaan, rasa hormat

Hubungan antar manusia membentuk suatu keselarasan yang dapat


menyembuhkan, meliputi; dapat diterima sebagai manusia dalam kondisi apapun,
memberi dan menerima cinta, mempunyai hubungan dengan dunia, perkawanan,
mudah terharu dan mudah melakukan kebaikan, membina hubungan yang baik
dengan sesama manusia, alam dan sekitar dan dengan Tuhan zat tertinggi. Cinta
merupakan dasar dari spiritualitas yang mendorong manusia untuk hidup dengan
hatinya, cinta meliputi dimensi cinta pada diri sendiri, cinta pada Tuhan, cinta pada
orang lain, dan cinta pada seluruh kehidupan. Cinta juga meliputi tentang kebaikan
yang berkualitas, kehangatan, saling memahami, kedermawanan dan kelembutan
hati. Memelihara kasih sayang merupakan komponen yang penting dalam perawatan
spiritual.

b) Keimanan atau keyakinan

Berpartisipasi dalam pelayanan spiritual dan religius, mendapat teman untuk


berdoa, melakukan ritual keagamaan, membaca kitab suci, mendekatkan diri pada zat
yang maha tinggi (Tuhan). Agama dapat dijadikan sarana untuk mengekspresikan
spiritualitas melalui nilai-nilai yang dianut, diyakini dan dilakukan dengan praktik-
praktik ritual, didalamnya dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang hidup dan
kematian. Apa yang harus dikenali adalah bahwa ada sebagian orang yang
mempunyai bentuk agama yang tidak selalu masuk kedalam institusional (Contoh:
Kristen, Islam, Budha), namun demikian perawat harus tetap memperhatikan dan
mendengarkan serta menghormati apa yang diyakini klien dan dengan cara yang arif.

c) Hal positif, bersyukur, berharap dan kedamaian


Banyak berharap, merasakan kedamaian, dan kesenangan, berfikir positif,
membutuhkan ruang yang sepi untuk meditasi atau refleksi diri, bersyukur dan
berterima kasih, mempunyai rasa humor. Harapan adalah orientasi di masa depan,
mepercayai makna, meyakini dan mengharapkan. Ada dua tingkatan tentang harapan:
harapan yang sifatnya spesifik dan harapan yang sifatnya umum. Harapan yang
sifatnya spesifik mencakup tujuan yang dikehendaki pada beberapa keinginan diri.
Harapan yang sifatnya umum bagaimana menghadapi masa depan dengan selamat.
Faktor-faktor yang signifikan, seperti datangnya penyakit dapat menyebabkan hidup
seseorang dalam situasi yang sulit, harapan membantu manusia berinteraksi dengan
ketakutan dan ketidaktentuan, serta membantu mereka untuk menghasilkan yang
positif.

d) Makna dan tujuan hidup

Memaknai bahwa penyakit merupakan sumber kekuatan, memahami mengapa


penyakit, dapat terjadi pada dirinya, makna dalam penderitaan, memahami tujuan
hidup, memahami saat krisis (Masalah kesehatan). Sebagai seseorang yang
berpengetahuan dan memahami tujuan hidup, ini merupakan penemuan prosedur yang
signifikan serta mempunyai daya dorong pada saat menjalani penderitaan yang besar.
Tidak hanya mengartikan ini sebagai daya dorong, tetapi ini juga membawa pada
pencerahan (McEwen, 2005). Seseorang akan memahami hal apa yang pantas untuk di
prioritaskan dalam hidupnya, dan hal apa yang tidak relevan untuk diprioritaskan.
Sebagai contoh ditemukan pada analisis statistik bahwa ada hubungan yang positif dan
terus bertahan, antara memliki spiritual yang tinggi, dengan seseorang yang mencari
tujuan hidup (Miner-williams, 2006). Spiritualitas memberi penerangan pada
seseorang yang mempunyai satu tujuan, dan mengapa mereka menghendaki untuk
hidup dihari yang lain. e) Moral dan etika Untuk hidup bermoral dan beretika, hidup
dalam masyarakat dan menjunjung tinggi moral dan etika yang ada di dalam
masyarakat tersebut.

f) Penghargaan pada keindahan

Menghargai keindahan alam dan seni, gambaran hubungan dengan alam


meliputi: ikut memelihara lingkungan sekitar dengan cara menanam tumbuhan, pohon
serta melindungi dari kerusakan, mengagumi alam sebagai ciptaan, menghargai seni
dengan menghargai musik.

g) Pemecahan masalah atau kematian

Pesan atau nasihat sebelum menghadapi kematian, mengakui adanya kehidupan setelah
kematian, mempunyai pemahaman yang dalam akan kematian, dan memaafkan diri
dengan orang lain.
F. Faktor Yang Mempengaruhi

Spirtualitas Pasein Manurut Dwidianti, (2008) ada beberapa faktor penting yang dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang, faktor tersebut adalah:

a. Pertimbangan tahap perkembangan Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak


dengan agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi yang
berbeda tentang Tuhan dan cara sembah yang yang berbeda pula menurut usia, jenis
kelamin, agama, dan kepribadian anak.

b. Keluarga Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak.
Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan menjadi tempat
pengalaman pertama anak dalam mempersiapkan kehidupan di dunia, pandangan
anak diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan keluarga.

c. Latar belakang, etnik dan budaya Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh
latar belakang etnik dan social budaya. Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarganya.

d. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat mempengaruhi
tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai
ujian kekuatan iman bagi manuisa sehingga kebutuhan spiritual akan meningkat dan
memerlukan kedalaman tingkat spiritual sebagai mekanisme koping untuk
memenuhinya.

e. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisi sering
dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat
dibandingkan dengan pasien yang penyakit tidak terminal.

f. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu terpisah atau
kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-
harinya termasuk kegiatan spiritual dapat mengalami perubahan. Terpisahnya
individu dari ikatan spitual beresiko terjadinya perubahan fungsi sosial.

g. Isu moral terkait dengan terapi


Kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk
menunjukan kebesaran-Nya.

h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai Ketika memberikan ashuan keperawatan


kepada klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien,
tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat juga menghindari untuk
memberikan asuhan spiritual. Perawat merasa bahwa pemenuhan kebutuhan
spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.

2.2 Pengertian Distres Spritual

Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan Distres


spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami danmengintegrasikan arti dan
tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, mengintegrasikan arti dan
tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,literature, alam dan kekuatan
yang lebih besr dari dirinya (Nanda, 2005). literature, alam dan kekuatan yang lebih besar
dari dirinya (Nanda, 2005). Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah
gangguan dalam prinsip hidup Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah
gangguan dalam prinsip hidupyang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan
diintegrasikan biologis dan yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial. Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual
adalah kegagalan individu Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual
adalah kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya. Distress spiritual
merupakan suatu keadaan ketika pasien mengalami gangguan dalam kepercayaan atau
sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai
dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan yang
berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada
kematian, menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda–tanda seperti menangis, menarik
diri, cemas,dan marah, kemudian didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan
terganggu, kesulitan tidur, tekanan darah meningkat (Hadi, Rita, 2014).

2.3 Etilogi Distress Spritual

Menurut Budi Anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian Fisik  Abuse
2. Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan,
ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan
3. Pengkajian Sosial Budaya  dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien
2.4 Patofisiologi Distres Spritual
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi
otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat
menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap
perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi.
Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan
kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai
suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi
ancaman yaitu stres (Achir Yani dkk, 2008).
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal
dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian
pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional
seseorang.Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan
kepribadian.Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan
perubahan kepribadian termasuk halusinasi depresi, nyeri dan lama gangguan (Achir Yani
dkk, 2008).

Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan


menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan dengan
munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan
munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis, sosial
termasuk spiritual.Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan
dengan timbulnya depresi (Achir Yani dkk, 2008).
Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi.
Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain faktor
genetik, lingkungan dan neurobiologi.Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres
spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi
kebutuhannya termasuk kebutuhan spiritual (Achir Yani dkk, 2008).
2.5 Karakteristik distres spiritual
Karakteristik Distres Spritual menurut EGC (Achir Yani dkk, 2008) meliputi empat
hubungan dasar yaitu :
A. Hubungan dengan diri
1. Ungkapan kekurangan
a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian
2. Marah
3. Kesalahan
4. Koping yang buruk
B. Hubungan dengan orang lain
1. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
2. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
3. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
4. Mengungkapkan pengasingan diri
C. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
1. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi, mendengarkan
musik, menulis)
2. Tidak tertarik dengan alam
3. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
D. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
1. Ketidakmampuan untuk berdo’a
2. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
3. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
4. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
5. Tiba-tiba berubah praktik agama
6. Ketidakmampuan untuk introspeksi
7. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual
History Tool (Pulschalski, 1999) :
1. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri
saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius?Apa yang saudara pikirkan tentang
keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?
2. I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa
pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri?
Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?
3. C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?)
Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana?Apakah ada seseorang
didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi
saudara?
4. A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk
membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
5. Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual,
mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
a. Perasaan ketika seseorang gagal
b. Perasaan tidak stabil
c. Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
d. Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan
e. Perasaan hampa
Faktor Predisposisi :
 Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan
terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
 Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi,
posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan
sosial.
Faktor Presipitasi :
 Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan
hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan
dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang
maha tinggi.
 Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual
adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.
Penilaian Terhadap Stressor :
 Respon Kognitif
 Respon Afektif
 Respon Fisiologis
 Respon Sosial
 Respon Perilaku
Sumber Koping :
Menurut (Budi Ana Keliat dkk, 2011) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual :
 Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan
orang lain.
 Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
 Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
 Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
 Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok
untuk berbagai tentang aktifitas spiritual.
PSIKOFARMAKA :
 Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan
dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia
III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua,
tiga, empat atau lima
Batasan Karakteristik
 Mayor (harus terdapat)
 Mengalami suatu gangguan dalam system keyakinan
 Minor (mungkin terdapat)
 Mempertanyakan makna kehidupan, kematian dan penderitaan
 Mempertanyakan kredibilitas terhadap system keyakinan
 Mendemonstrasikan keputusasaan atau ketidak beranian
 Memilih untuk tidak melakukan ritual keagamaan yang biasa dilakukan
 Mempunyai perasaan ambivalen (ragu) mengenai keyakinan
 Mengekspresikan bahwa dia tidak penya alas an untuk hidup
 Merasakan perasaan kekosongan spiritual
 Mengekspresikan perhatian, marah, dendam, ketakutan, penderitaan dan kematian
 Meminta bantuan spiritual terhadap suatu gangguan dalam system keyakinan.

a. Faktor-faktor yang berhubungan


Berhubungan dengan tantangan pada system keyakinan atau perpisahan dari ikatan
spiritual sekunder akibat : kehilangan bagian atau fungsi tubuh, penyakit terminal,
penyakit yang membuat kondisi lemah, nyeri, trauma, keguguran, kelahiran mati.
b. Tindakan yang berhubungan
Berhubungan dengan konflik diantara (uraikan program yang ditentukan) dan keyakinan,
yaitu aborsi, isolasi, pembedahan. Amputasi, transfuse, pengobatan, pembatasan diet dan
prosedur medis.
c. Situasional (personal, lingkungan)
Berhubungan dengan kematian atau penyakit dari orang terdekat, berhubungan dengan
keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan. berhubungan dengan
hambatan dalam melakukan ritual keagamaan (pembatasan perawatan intensif, kurangnya
privacy, pembatasan ke kamar tidur atau ruangan, kurangnya tersedia makanan atau diet
special), berhubungan dengan keyakinan yang ditentang oleh keluarga, teman sebaya,
pemberi perawatan kesehatan, berhubungan dengan perpisahan dengan orang yang
dicintai.
3.2 Diagnosa :
Distress Spiritual

3.3 Intervensi Keperawatan


Tujuan intervensi keperawatan untuk pasien distres spiritual:
1. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2. Mampu mengungkapkan penyebab distres spiritual.
3. Mampu mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang keyakinannya.
4. Mempu mengembangkan kemampuan mengatasi masalah dan perubahan
keyakinannya.
5. Mampu melakukan kegiatan keagamaan.
Intervensi :
Sp. 1-P :
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
2. Kaji faktor penyebab distress spiritual pada pasien.
3. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap agama yang
diyakininya.
4. Bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi perubahan spritual
dalam kehidupan.
Sp. 2-P :
1. Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan klien,
2. Fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
3. Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.

Diagnosis Tujuan Kriteria Hasil Rencana Intervensi


Keperawatan
Distres spritual TUM :  Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling
Klien mampu bersahabat percaya dengan menggunakan
menyatakan  Menunjukkan rasa prinsip dan teknik komunikasi
mencapai senang terapeutik :
kenyamanan dari  Ada kontak mata  Sapa klien dengan
pelaksanaan  Mau berjabat tangan ramah baik verbal
praktik spiritual  Mau menyebutkan nama maupun non verbal
sebelumnnya  Mau menjawab salam  Perkenalkan diri dengan
dan merasa
 Mau duduk sopan
kehidupannya berdampingan dengan  Tanyakan nama
berarti/bermakna perawat lengkap klien dan nama
TUK I :  Mau mengutarakan panggilan yang disukai
Setelah dua kali masalah yang dihadapi klien
pertemuan Klien
dapat membina  Jelaskan tujuan
hubungan saling pertemuan
percaya.  Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
 Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
TUK 2 :  Mampu mengungkapkan  Gunakan komunikasi
Setelah satu kali Mampu mengungkapkan terapeutik untuk
pertemuan klien harapan masa depan membina hubungan
dapat yang positif. saling percaya dan
mengatakan  Mampu mengungkapkan menunjukkan empati.
kepada perawat arti hidup  Menggunakan alat
atau pemimpin  Mampu mengungkapkan untukmemonitor dan
spiritual tentang sikap optimis mengevaluasi spiritual
konflik spiritual  Mampu mengungkapkan well-being sebagai
dan keyakinan dalam diri pendekatan
kegelisahannya.  Mampu mengungkapkan  Mendorong individu
keyakinan kepada orang untuk melihat kembali
lain masa lalu dan
 Mampu menentukan memfokuskan pada
tujuan hidup kejadian dan hubungan
yang memberikan
kekuatan dan dukungan
spiritual
 Rawat klien dengan
bermartabat dan hormat
dengan cara
menghargai pendapat
dan keyakinan klien.
 Dorong partisipasi
dalam hubungan
dengan anggota
keluarga, teman dan
orang lain.
 Jaga privacy dan
ketenangan untuk
kegiatan spiritual
 Dorong partisipasi
dalam kelompok
spiritual sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
UK 3 :  Mampu Mencintai diri  Berbagai keyakinan
Setelah dua kali sendiri dan orang lain tentang arti dan tujuan
pertemuan klien dengan mengungkapkan dengan perawat
dapat penerimaan terhadap  Diskusikan manfaat
mendiskusikan dirinya sendiri maupun spiritual
dengan perawat orang lain  Beri kesempatan untuk
hal penting yang  Mampu Berdoa menurut mendiskusikan berbagai
memberikan keyakinannya masing- hambatan yang dirasakan
makna dalam masing dalam menjalankan
kehidupannya  Mampu Melakukan keyakinan
dimasa yang ibadah
lalu.  Berpartisipasi dalam  Bersikap terbuka dan
upacara keagamaan menjadi pendengar yang
 Mampu Berpartisipasi baik terhadap apa yang
dalam pengobatan dikatakan individu
 Mampu Berinteraksi  Dorong klien berdoa
dengan tokoh agama secara individu
 Mampu Berhubungan
dengan diri sendiri orang
lain yang
 Mampu Berhubungan
dengan orang lain
 Mampu Berinteraksi
dengan orang lain untuk
berbagi perasaan dan
keyakinan
TUK 4 :  Mampu Melakukan ADL  Mendorong klien untuk
Setelah tiga kali  Mampu Melaksanakan menulis dalam daftar
pertemuan klien keyakinannya sesuai kegiatan hariannya
dapat dengan perannya setiap hari untuk
mempertahanka  Mampu Mengungkapkan mengekpresikan
n pemikiran dan perasaannya terkait pemikiran dan saran
perasaannya dengan keyakinannya refleksi.
tentang spiritual  Mampu Mengontrol  Menyediakan musik,
aktifitas spiritualnya literatur, radio atau
 Mampu Memilih program TV spritual
pelayanan spiritual yang secara individu
diperlukan  Terbuka terhadap
pernyataan individu
terhadap kesepian dan
kekuatannya
 Dorong menggunakan
sumber-sumber
spiritual seperti tokoh-
tokoh agama, literatur-
literatur atau buku yang
sesuai dengan
keyakinan, tersedianya
tempat-tempat
beribadah dan alat-alat
dalam menjalankan
ritual keyakinannya.
 Menyerahkan ke tokoh
agama yang pilih
 Gunakan teknik
klarifikasi untuk
membantu individu
mengklarifikasi
keyakinan dan nilai
 Mendengarkan
perasaan individu
 Menunjukkan empati
 Fasilitas individu untuk
meditasi, berdoa, tradisi
religius lainnya dan
ritual
 Dengarkan dengan hati-
hati komunikasi
individu dan
mengembangkan waktu
untuk berdoa atau ritual
keagamaan
 Yakinkan individu
bahwa perawat akan
mendukung individu
pada saat
menderita/masa kulit
 Terbuka kepada
individu tentang sakit
dan kematian
 Bantu individu untuk
mengungkapkan dan
mengurangi kemarahan.

3.4 Contoh Kasus

Kasus 1

Tn. A (25th) masuk ke rumah sakit pada tanggal 28 april 2019 untuk pertama kalinya
karena kehilangan anggota keluarganya kecuali ibunya disebabkan tsunami 2 minggu yang lalu
sehingga Tn. A dirawat di RS. Setelah kejadian tsunami, rumah warga setempat hancur,
memakan banyak korban dan kehilangan harta bendanya, Tn. A mengalami masalah dalam
beribadah, ia merasa tidak berguna, dia kehilangan orang yang dicintai nya dan ia kehilangan
perkerjaannya.

3.5 Strategi Pelaksanaan

Sp 1-P

Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada
pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap siritual yang
diyakininya, bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam
kehidupan.

a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, pak, nama saya suster Susana Ayuningsih, saya dipanggil
susana. Nama bapak siapa?
Pasien : Iya suster, nama saya Anton.
Perawat : Bapak suka dipanggil apa?
Pasien : Panggil saja saya Anton.
Perawat : Oh, baik. Saya dari Fakultas Kedokteran Program Studi Keperawatan Untan yang
akan merawat bapak selama 2 minggu di sini. Bagaimana perasaan bapak hari
ini?
Pasien : Saya sedang sedih suster.
Perawat : Bagaimana kalau kita berbicara tentang masalah-masalah yang bapak alami, kita
ngobrol selama 30 menit ya? Dimana menurut bapak tempat yang cocok untuk
kita ngobrol?
Pasien : Di bawah pohon rindang saja suster.
Perawat : Oh di sana? Mari pak kalau begitu.

b. Kerja
Perawat : Apa masalah yang bapa rasakan saat ini?
Pasien : Saya marah sama Tuhan, saya tidak mau shalat dan tidak mau mengaji lagi. Saya
merasa tidak berguna lagi.
Perawat : Coba bapak sampaikan apa yang menyebabkan bapak tidak shalat dan mengaji
lagi seperti dulu?
Pasien : Semenjak musibah tsunami itu saya kehilangan pekerjaan dan harta saya suster.
Perawat : Oh, ya, selain itu faktor apa lagi yang menyebabkan bapak tidak sholat dan
mengaji?
Pasien : Sekarang saya merasa sudah tidak berguna lagi.
Perawat : Coba bapak sampaikan pendapat bapak tentang agama atau keyakinan yang
bapak anut selama ini.
Pasien : Agama yang saya anut adalah agama yang membawa kedamaian.

Perawat : Menurut bapak, apakah agama yang bapak anut bisa membawa kedamaian dan
ketenangan dalam kehidupan bapak saat ini?

Pasien : Saya merasa ini tidak seperti yang saya yakini.


Perawat : Apakah hal tersebut yang mempengaruhi bapak sehingga kurang aktif melakukan
shalat dan mengaji?
Pasien : Iya suster.
Perawat : Apa saa kegiatan ibadah yang bapak jalankan?
Pasien : Shalat, shalawat dan zikir, suster.
Perawat : Yang mana kira-kira yang bapak ingin jalankan?
Pasien : Shalawat dan zikir, suster.
Perawat : Mari bapak coba misalnya shalawat atau zikir.
Pasien : Shalatullah salamullah ‘alatoha rasulillah, shalatullah slaamullah ‘alaa yaasiin
habibillah.
Perawat : Bagus sekali! Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien : Saya merasa tenang, suster.
Perawat : Apa keuntungan giat beribadah yang perna bapak rasakan?
Pasien : Saya merasa tenang, suster.
Perawat : Betul sekali, setelah beribadah kita merasa tenang.

c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang?
Pasien : Saya merasa lebih lega, suster.
Perawat : Tampaknya bapak semangat menjawab pertanyaan suster ya?
Pasien : Iya suster.
Perawat : Coba bapak ulangi lagi apa yang sudah kita diskusikan bersama-sama hari ini!
Pasien : Saya merasa tidak maksimal beribadah dan tadi saya sudah mecoba shalawat,
suster.
Perawat : Bagus sekali, jadi bapak sudah tahu penyebab masalah bapak ya? Selain itu
bapak juga telah mengungkapkan perasaan dan pikiran bapak tentang agama dan
tahu kegiatan yang bapak bisa lakukan.
Pasien : Iya suster.
Perawat: Nah sekarang ibadah mana yang bapak coba lakukan? Jangan lupa ya pak!
Pasien : Iya suster.
Perawat : Besok lagi kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan ibdaha yang bapak
lakukan serta belajar cara ibadah lain.
Pasien : Iya suster.
Perawat : Sampai jumpa bapak, Assalamualaikum.
Pasien : waalaikumsalam.

Sp 2-P

Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut oleh pasien,
fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain, bantu pasien untuk
ikut serta dalam kegiatan keagamaan.

a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, bapak bagaimana keadaan dan perasaan bapak saat ini?
Sudah dicoba melakukan ibadah?
Pasien : Waalaikumsalam, baik suster, sudah.
Perawat ; Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien : Lebih tenang.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapam alat-alat shalat dan cara-cara
menjalankan shalat baik sendiri maupun berjamaah. Bagaimana kalau kita
ngobrol selama 30 menit? Dimana bapak mau ngobrol? Atau bagaimana kalau di
sini saja?
Pasien : Iya suster boleh.
b. Kerja
Perawat : Pak, sepengetahuan bapak, apa saja persiapan shalat, baik alat maupun diri kita?
Pasien : Pakai sarung, kopiah, dan sajadah.
Perawat : Bagus sekali! Menyiapkan kopiag, sajadah dan sarung dan sebelum shalat bapak
harus mandi dulu atau berwudhu.
Pasien : Iya.
Perawat : Coba bapaj sebutkan shalat lima waktu dalam sehari.
Pasien : Shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya.
Perawat : Shalat shubuh jam berapa? Bagaimana ucapannya?
Pasien : Jam 04.30 WIB. Ussholli rardossubkhi rok ‘ataini mustaqbilal kiblati fadolllah
hita ‘ala.
Perawat : Bagus sekali. Selain itu, bapak dapat melakukan shalat berjamaah?
Pasien : Dulu sering tapi sekarang tidak pernah.

c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara mempersiapkan
alat shalat dan mengerjakan shalat?
Pasien : Lebih tenang dan lega sekarang suster.
Perawat : Berapa kali sehari bapak mencoba? Mari kita buat jadwalnya kalau sudah
dilakukan diberi tanda ya!
Pasien : 3x sehari, dzuhur, ashar, dan maghrib saja suster.
Perawat : Besok saya akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam
melakukan shalat serta membahas kegiatan ibadah yang lainnya.
Pasien : Iya suster terimakasih
Perawat : Kalau begitu saya permisi dulu. Sampa jumpa besok. Assalamualaikum.
Pasien : Waalaikumsalam.

Sp. 1-K

Bantu keluarga mengidentifikasi maslah yang dihadapi dalam merawat pasien, bantu keluarga
untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi.

a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, bu. Bagaimana keadaan keluarga ibu hari ini?
Ibu : Waalaikumsalam. Alhamdulillah baik suster.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang masalah yang ibu hadapi dalam
merawat atau membantu anak ibu selama 20 menit. Di sini saja ya bu?
Ibu : Iya suster silahkan.
b. Kerja
Perawat : Bu, menurut ibu apa maslaah yang ibu hadapi dalam merawat atau membantu
anak ibu?
Ibu : Iya suster, anak saya jadi malas shalat dan tidak mau mengikuti pengajian. Pada hal
dia sangatlah rajin beribadah sebelumnya.
Perawat : Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat tsunami yang lalu? Oh,
jadi masalah yang ibu hadapi adalah susah memberitahu dan mengajak dia untuk
shalat lima waktu ya?
Ibu : Benar suster. Sekarang dia susah banget untuk diajak shalat semenjak kejadian
tsunami itu.
Perawat : Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya, apakah anak ibu mau
melakukannya?
Ibu : Tidak suster, dia malas-malasan saja di rumah. Diam saja.
Perawat : Jadi ibu kewalahan menasehati agar dapat melakukan ibadah dan ini terjadi
sesudah tsunami.
Ibu : Iya, saya sudah angkat tangan menyuruh dia untuk shalat.
Perawat : Ibu, biasanya kalau ada kejadian bencana seperti gempa tsunami, kadang
seseorang akan mengalami kejadian seperti itu anak ibu tersebut. Oleh karena
itu mari saya bantu ibu untuk bersama-sama dan mrawat anak ibu ya.
Ibu : Iya suster. Apa yang harus saya lakukan?
Perawat : Bu cara untuk membantu anak ibu yang malas shalat adlaah dengan selalu
mengingatkan, mengajak atau memberi contoh shalat pada waktu shalat telah
tiba. Selain itu, ibu menyiapkan perlengkapan shalat untuk anak ibu misalnya
kopiah, sarung dan sajadah. Lalu bu bersama-sama satu keluarga melakukan
shalat berjamaah ya? Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-sama
shalat berjamaah. Bila perlu ajak anak ibu untuk menjadi imam.
Ibu : Oh, begitu ya suster. Insya Allah saya akan melakukannya.
Perawat : Iya bu. Setelah shalat ibu ajak anak ibu untuk berdoa semoga diberi kekuatan
dan ketabahan dalam menghadapi masalah akibat adanya bencana alam yang
dialami tersebut.
Ibu : Iya suster.
Perawat : Jangan lupa agar ibu mengingatkan anak ibu untuk shalat Jumat berjamaah di
masjid bersama warga lainnya. Ya bu ya?
Ibu : Siap suster.
Perawat : Kemudian, ibu jangan segan-segan untuk meminta nasehat dan bantuan kepada
ustadz setempat. Saya yakin mereka akan dengan senang hati membantu ibu dan
terutama memberi nasehat keagamaan kepada anak ibu.
Ibu : Iya suster.
Perawat : Sudah bisa mengerti cara merawat dan membantu anak ibu yang mengalami
masalah tersebut. Dengan demikian, ibu bisa membantu agar dia aktif dan rajin
shalat lima waktu serta mengikuti pengajian, ya kan bu?
Ibu : Terimakasih suster atas nasehatnya.

c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan ibu setelah kita diskusi tentang masalah-masalah yang ibu
hadapi dalam merawat anak ibu?
Ibu : Lebih tenang suster dan semangat untuk mengajak anak saya shalat lima waktu.
Perawat : Bisa diulangi kembali apa saja cara untuk masalah yang ibu hadapi dalam
merawat anak ibu tersebut?
Ibu : Dengan cara menasehati, mengajak dan selalu mengingatkan untuk selalu beribadah
suster.
Perawat : Bagus sekali bu, ibu sudah mengetahui semua permaslahan yang terjadi ya.
Ibu : Iya suster.
Perawat : Kalau begitu saya pamit dulu. Assalamualaikum.
Ibu : Terimakasih banyak suster atas bantuannya. Waalaikumsalam.

BAB IV

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
Daftar Pustaka

Achir Yani S. Hamid, (2008). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa/ Achir Yani
S. Hamid: editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. Jakarta: EGC
Ariani. (2011). “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Spiritual Care Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Kepada Pasien di Ruang Intensive Care RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Muhammadiya
Yogyakarta.

Budi Ana Keliat, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester, Egi
Komara Yudha. (2011). Manajemen kasus gangguan jiwa : CMHN ( intermadiate course)
editor. Jakarta : EGC.
Dwidianti, Mediana. (2008). Konsep “Caring”, komunikasi, etic dan aspek spiritual dalam
pelayanan keperawatan. Semarang: Hasani.
El Noor, Adul. K, Mayson. (2012). Spitiuali Care Of The Hospitalized Patients Following
Admission to The Cardiac Care Units: Policy Implications. ProQuest LLC. UMI 3510780.
Galek Kathleen., Flannelly Kevin J., Vane Adalm., Galek Rose M. (2005). Assesing a patient’s
spiritual need : a comperhensive instrument. Holistic Nursing Practice ; 19(2);62-69.
Hadi, Rita, (2014). Perbedaan Pengalaman Spiritual Sehari-Hari Pada Lansia Di Panti Wreda
Dan Di Masyarakat. Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 2, No. 2.

Hamid,A.Y. (2008). Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Hidayat, A, A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : aplikasi konsep Keperawatan.
Jakarta: Selemba Medika.
Iranmanesh, S., et al. (2009). Caring for people at the end of life: Iranian oncology nurses’
experiences. Indian Journal of Palliative Care, 15(2), 141–147.
Iranmanesh, S., et al. (2011). Caring for people at the end of life: Iranian oncology nurses’
experiences. Indian Journal of Palliative Care, 15(2), 141–147.
Liwarti L, (2013) . Hubungan pengalaman spiritual dengan psychological well being pada
penghuni lembaga pemasyarakatan, Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, Magister
Psikologi UMM, ISSN: 2303-2936 Volume I (1), 77 – 88

Murata, H. (2003). Spiritual pain and its care in patients with terminal cancer: Construction of
a conceptual framework by philosophical approach.Palliative and Supportive Care, 1, 15–
21.
Muhammad, Iranmanesh Sesigheh, Tiragi Batool, (2011), “Developing and Testing a Spiritual
Care Questionnaire”. Jurnal Relig Health, Vol 51
http://eresources.perpusnas.go.id:2057/docview/1170574914/abstract?acco untid=25704.
30 Mei 2015

Perry, Anne G, Potter, Particia A. (2010). Fundamental of Nursing. Vol 2. Edisi 7.Jakarta:
Salemba Medika.

Yusuf, dkk. (2016). Kebutuhan Spiritual Konsep Dan Aplikasi Dalam Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Mitra Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai