PENDAHULUAN
Latar belakang
Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk mendapatkan
keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan suatu kecenderungan untuk
membuat makna hidup melalui hubungan intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam
mengatasi berbagai masalah kehidupan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna.
Tidak hanya terdiri dari seonggok daging dan tulang, tetapi terdiri dari komponen menyeluruh
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural. Spiritualitas adalah suatu keyakinan dalam
hubungannya dengan yang Maha Kuasa, Maha Pencipta (Yusuf, dkk, 2016).
Tingkatan spiritual dapat meningkat melalui pengalaman spiritual dan aktivitas spiritual
yang dilakukan individu seharihari. Pengalaman spiritualitas sehari-hari meliputi rasa kagum,
rasa syukur, kasih sayang, menyadari kasih sayang, keinginan untuk lebih dekat dengan Tuhan
Individu dengan tingkat spiritualnya tinggi memiliki sikap yang lebih baik, merasa puas dalam
menjalani hidup. Melakukan kegiatan spiritual dapat meningkatkan spiritualitas pada lansia
dengan percaya adanya Tuhan. Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia
untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan
tujuan keberadaannya dalam kehidupan (Liwarti, 2013).
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri
dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi Masalah yang sering terjadi pada
pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual yang merupkan suatu keadaan ketika
individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan
yang memberikan kekuatan, harapan, dan arti kehidupan (Hadi, Rita, 2014).
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham akan
perawatan pada pasien distress spiritual dan dengan melakukan pembuatan makalah ini
penulis mengetahui dan memahami secara spesifik tentang distress spiritual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Spiritualitas
B. Aspek Spiritual
b. Menemukan arti dan tujuan hidup, maksudnya adalah menentukan hidup sesuai
takdir.
d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan Yang Maha
Tinggi, yang dimaksudkan disini adalah mengakui adanya hubungan vertikal antara
sang pencipta dan yang dicipta.
C. Dimensi Spiritual
Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara
unsur psikologikal, fisiologikal atau fisik, sosiologikal dan spiritual (Dwidiyanti,
2008). Dimensi spiritual dan religius dalam kehidupan merupakan salah satu pengaruh
terpenting dalam kehidupan individu (Ariani, 2011).
a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan harapan Perawatan
spiritual adalah memungkinkan untuk menemukan makna dalam perisitiwa baik dan
buruk kehidupan. Perawatan spiritual juga sebagai sumber pasien untuk menyadari
makna dan harapan serta mengetahui apa yang benar-benar penting untuk pasien.
Memberikan harapan kepada pasien adalah salah satu bagian yang paling penting dari
perawatan, terutama ketika mereka menghadapi pasien yang sedang sakit parah
Iranmanesh et al (2009).
b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan Murata (2003)
menegaskan bahwa untuk mengurangi rasa sakit spiritual seseorang, sebagai dalam
sebuah hubungan, kita harus memperhatikan orang-orang yang menghubungkan
pasien kepada orang lain setelah kematian diantara berbagai orang dan persitiwa yang
disebutkan. Perawatan spiritual adalah tentang melakukan, bukan menjadi, dan
menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari klien, ini melibatkan cara menjadi
(daripada melakukan) yang memerlukan hubungan perawat-klien simetris (El Noor,
2012).
c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama Keagamaan ini dicirikan sebagai
formal, terorganisir, dan terkait dengan ritual dan keyakinan. Meskipun banyak orang
memilih untuk mengekspresikan spiritualitas mereka melalui praktik keagamaan,
beberapa dari mereka menemukan spiritualitas yang harus diwujudkan sebagai
harmoni, sukacita, damai sejahtera, kesadaran, cinta, makna, dan menjadi (El Noor,
2012).
Pesan atau nasihat sebelum menghadapi kematian, mengakui adanya kehidupan setelah
kematian, mempunyai pemahaman yang dalam akan kematian, dan memaafkan diri
dengan orang lain.
F. Faktor Yang Mempengaruhi
Spirtualitas Pasein Manurut Dwidianti, (2008) ada beberapa faktor penting yang dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang, faktor tersebut adalah:
b. Keluarga Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak.
Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan menjadi tempat
pengalaman pertama anak dalam mempersiapkan kehidupan di dunia, pandangan
anak diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan keluarga.
c. Latar belakang, etnik dan budaya Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh
latar belakang etnik dan social budaya. Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarganya.
Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat mempengaruhi
tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai
ujian kekuatan iman bagi manuisa sehingga kebutuhan spiritual akan meningkat dan
memerlukan kedalaman tingkat spiritual sebagai mekanisme koping untuk
memenuhinya.
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisi sering
dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat
dibandingkan dengan pasien yang penyakit tidak terminal.
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu terpisah atau
kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-
harinya termasuk kegiatan spiritual dapat mengalami perubahan. Terpisahnya
individu dari ikatan spitual beresiko terjadinya perubahan fungsi sosial.
Menurut Budi Anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian Fisik Abuse
2. Pengkajian Psikologis Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan,
ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan
3. Pengkajian Sosial Budaya dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien
2.4 Patofisiologi Distres Spritual
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi
otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat
menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap
perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi.
Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan
kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai
suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi
ancaman yaitu stres (Achir Yani dkk, 2008).
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal
dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian
pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional
seseorang.Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan
kepribadian.Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan
perubahan kepribadian termasuk halusinasi depresi, nyeri dan lama gangguan (Achir Yani
dkk, 2008).
3.1 Pengkajian
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual
History Tool (Pulschalski, 1999) :
1. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri
saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius?Apa yang saudara pikirkan tentang
keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?
2. I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa
pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri?
Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?
3. C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?)
Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana?Apakah ada seseorang
didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi
saudara?
4. A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk
membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
5. Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual,
mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
a. Perasaan ketika seseorang gagal
b. Perasaan tidak stabil
c. Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
d. Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan
e. Perasaan hampa
Faktor Predisposisi :
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan
terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi,
posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan
sosial.
Faktor Presipitasi :
Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan
hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan
dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang
maha tinggi.
Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual
adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.
Penilaian Terhadap Stressor :
Respon Kognitif
Respon Afektif
Respon Fisiologis
Respon Sosial
Respon Perilaku
Sumber Koping :
Menurut (Budi Ana Keliat dkk, 2011) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual :
Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan
orang lain.
Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok
untuk berbagai tentang aktifitas spiritual.
PSIKOFARMAKA :
Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan
dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia
III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua,
tiga, empat atau lima
Batasan Karakteristik
Mayor (harus terdapat)
Mengalami suatu gangguan dalam system keyakinan
Minor (mungkin terdapat)
Mempertanyakan makna kehidupan, kematian dan penderitaan
Mempertanyakan kredibilitas terhadap system keyakinan
Mendemonstrasikan keputusasaan atau ketidak beranian
Memilih untuk tidak melakukan ritual keagamaan yang biasa dilakukan
Mempunyai perasaan ambivalen (ragu) mengenai keyakinan
Mengekspresikan bahwa dia tidak penya alas an untuk hidup
Merasakan perasaan kekosongan spiritual
Mengekspresikan perhatian, marah, dendam, ketakutan, penderitaan dan kematian
Meminta bantuan spiritual terhadap suatu gangguan dalam system keyakinan.
Kasus 1
Tn. A (25th) masuk ke rumah sakit pada tanggal 28 april 2019 untuk pertama kalinya
karena kehilangan anggota keluarganya kecuali ibunya disebabkan tsunami 2 minggu yang lalu
sehingga Tn. A dirawat di RS. Setelah kejadian tsunami, rumah warga setempat hancur,
memakan banyak korban dan kehilangan harta bendanya, Tn. A mengalami masalah dalam
beribadah, ia merasa tidak berguna, dia kehilangan orang yang dicintai nya dan ia kehilangan
perkerjaannya.
Sp 1-P
Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada
pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap siritual yang
diyakininya, bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam
kehidupan.
a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, pak, nama saya suster Susana Ayuningsih, saya dipanggil
susana. Nama bapak siapa?
Pasien : Iya suster, nama saya Anton.
Perawat : Bapak suka dipanggil apa?
Pasien : Panggil saja saya Anton.
Perawat : Oh, baik. Saya dari Fakultas Kedokteran Program Studi Keperawatan Untan yang
akan merawat bapak selama 2 minggu di sini. Bagaimana perasaan bapak hari
ini?
Pasien : Saya sedang sedih suster.
Perawat : Bagaimana kalau kita berbicara tentang masalah-masalah yang bapak alami, kita
ngobrol selama 30 menit ya? Dimana menurut bapak tempat yang cocok untuk
kita ngobrol?
Pasien : Di bawah pohon rindang saja suster.
Perawat : Oh di sana? Mari pak kalau begitu.
b. Kerja
Perawat : Apa masalah yang bapa rasakan saat ini?
Pasien : Saya marah sama Tuhan, saya tidak mau shalat dan tidak mau mengaji lagi. Saya
merasa tidak berguna lagi.
Perawat : Coba bapak sampaikan apa yang menyebabkan bapak tidak shalat dan mengaji
lagi seperti dulu?
Pasien : Semenjak musibah tsunami itu saya kehilangan pekerjaan dan harta saya suster.
Perawat : Oh, ya, selain itu faktor apa lagi yang menyebabkan bapak tidak sholat dan
mengaji?
Pasien : Sekarang saya merasa sudah tidak berguna lagi.
Perawat : Coba bapak sampaikan pendapat bapak tentang agama atau keyakinan yang
bapak anut selama ini.
Pasien : Agama yang saya anut adalah agama yang membawa kedamaian.
Perawat : Menurut bapak, apakah agama yang bapak anut bisa membawa kedamaian dan
ketenangan dalam kehidupan bapak saat ini?
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang?
Pasien : Saya merasa lebih lega, suster.
Perawat : Tampaknya bapak semangat menjawab pertanyaan suster ya?
Pasien : Iya suster.
Perawat : Coba bapak ulangi lagi apa yang sudah kita diskusikan bersama-sama hari ini!
Pasien : Saya merasa tidak maksimal beribadah dan tadi saya sudah mecoba shalawat,
suster.
Perawat : Bagus sekali, jadi bapak sudah tahu penyebab masalah bapak ya? Selain itu
bapak juga telah mengungkapkan perasaan dan pikiran bapak tentang agama dan
tahu kegiatan yang bapak bisa lakukan.
Pasien : Iya suster.
Perawat: Nah sekarang ibadah mana yang bapak coba lakukan? Jangan lupa ya pak!
Pasien : Iya suster.
Perawat : Besok lagi kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan ibdaha yang bapak
lakukan serta belajar cara ibadah lain.
Pasien : Iya suster.
Perawat : Sampai jumpa bapak, Assalamualaikum.
Pasien : waalaikumsalam.
Sp 2-P
Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut oleh pasien,
fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain, bantu pasien untuk
ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, bapak bagaimana keadaan dan perasaan bapak saat ini?
Sudah dicoba melakukan ibadah?
Pasien : Waalaikumsalam, baik suster, sudah.
Perawat ; Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien : Lebih tenang.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapam alat-alat shalat dan cara-cara
menjalankan shalat baik sendiri maupun berjamaah. Bagaimana kalau kita
ngobrol selama 30 menit? Dimana bapak mau ngobrol? Atau bagaimana kalau di
sini saja?
Pasien : Iya suster boleh.
b. Kerja
Perawat : Pak, sepengetahuan bapak, apa saja persiapan shalat, baik alat maupun diri kita?
Pasien : Pakai sarung, kopiah, dan sajadah.
Perawat : Bagus sekali! Menyiapkan kopiag, sajadah dan sarung dan sebelum shalat bapak
harus mandi dulu atau berwudhu.
Pasien : Iya.
Perawat : Coba bapaj sebutkan shalat lima waktu dalam sehari.
Pasien : Shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya.
Perawat : Shalat shubuh jam berapa? Bagaimana ucapannya?
Pasien : Jam 04.30 WIB. Ussholli rardossubkhi rok ‘ataini mustaqbilal kiblati fadolllah
hita ‘ala.
Perawat : Bagus sekali. Selain itu, bapak dapat melakukan shalat berjamaah?
Pasien : Dulu sering tapi sekarang tidak pernah.
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara mempersiapkan
alat shalat dan mengerjakan shalat?
Pasien : Lebih tenang dan lega sekarang suster.
Perawat : Berapa kali sehari bapak mencoba? Mari kita buat jadwalnya kalau sudah
dilakukan diberi tanda ya!
Pasien : 3x sehari, dzuhur, ashar, dan maghrib saja suster.
Perawat : Besok saya akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam
melakukan shalat serta membahas kegiatan ibadah yang lainnya.
Pasien : Iya suster terimakasih
Perawat : Kalau begitu saya permisi dulu. Sampa jumpa besok. Assalamualaikum.
Pasien : Waalaikumsalam.
Sp. 1-K
Bantu keluarga mengidentifikasi maslah yang dihadapi dalam merawat pasien, bantu keluarga
untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi.
a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, bu. Bagaimana keadaan keluarga ibu hari ini?
Ibu : Waalaikumsalam. Alhamdulillah baik suster.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang masalah yang ibu hadapi dalam
merawat atau membantu anak ibu selama 20 menit. Di sini saja ya bu?
Ibu : Iya suster silahkan.
b. Kerja
Perawat : Bu, menurut ibu apa maslaah yang ibu hadapi dalam merawat atau membantu
anak ibu?
Ibu : Iya suster, anak saya jadi malas shalat dan tidak mau mengikuti pengajian. Pada hal
dia sangatlah rajin beribadah sebelumnya.
Perawat : Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat tsunami yang lalu? Oh,
jadi masalah yang ibu hadapi adalah susah memberitahu dan mengajak dia untuk
shalat lima waktu ya?
Ibu : Benar suster. Sekarang dia susah banget untuk diajak shalat semenjak kejadian
tsunami itu.
Perawat : Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya, apakah anak ibu mau
melakukannya?
Ibu : Tidak suster, dia malas-malasan saja di rumah. Diam saja.
Perawat : Jadi ibu kewalahan menasehati agar dapat melakukan ibadah dan ini terjadi
sesudah tsunami.
Ibu : Iya, saya sudah angkat tangan menyuruh dia untuk shalat.
Perawat : Ibu, biasanya kalau ada kejadian bencana seperti gempa tsunami, kadang
seseorang akan mengalami kejadian seperti itu anak ibu tersebut. Oleh karena
itu mari saya bantu ibu untuk bersama-sama dan mrawat anak ibu ya.
Ibu : Iya suster. Apa yang harus saya lakukan?
Perawat : Bu cara untuk membantu anak ibu yang malas shalat adlaah dengan selalu
mengingatkan, mengajak atau memberi contoh shalat pada waktu shalat telah
tiba. Selain itu, ibu menyiapkan perlengkapan shalat untuk anak ibu misalnya
kopiah, sarung dan sajadah. Lalu bu bersama-sama satu keluarga melakukan
shalat berjamaah ya? Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-sama
shalat berjamaah. Bila perlu ajak anak ibu untuk menjadi imam.
Ibu : Oh, begitu ya suster. Insya Allah saya akan melakukannya.
Perawat : Iya bu. Setelah shalat ibu ajak anak ibu untuk berdoa semoga diberi kekuatan
dan ketabahan dalam menghadapi masalah akibat adanya bencana alam yang
dialami tersebut.
Ibu : Iya suster.
Perawat : Jangan lupa agar ibu mengingatkan anak ibu untuk shalat Jumat berjamaah di
masjid bersama warga lainnya. Ya bu ya?
Ibu : Siap suster.
Perawat : Kemudian, ibu jangan segan-segan untuk meminta nasehat dan bantuan kepada
ustadz setempat. Saya yakin mereka akan dengan senang hati membantu ibu dan
terutama memberi nasehat keagamaan kepada anak ibu.
Ibu : Iya suster.
Perawat : Sudah bisa mengerti cara merawat dan membantu anak ibu yang mengalami
masalah tersebut. Dengan demikian, ibu bisa membantu agar dia aktif dan rajin
shalat lima waktu serta mengikuti pengajian, ya kan bu?
Ibu : Terimakasih suster atas nasehatnya.
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan ibu setelah kita diskusi tentang masalah-masalah yang ibu
hadapi dalam merawat anak ibu?
Ibu : Lebih tenang suster dan semangat untuk mengajak anak saya shalat lima waktu.
Perawat : Bisa diulangi kembali apa saja cara untuk masalah yang ibu hadapi dalam
merawat anak ibu tersebut?
Ibu : Dengan cara menasehati, mengajak dan selalu mengingatkan untuk selalu beribadah
suster.
Perawat : Bagus sekali bu, ibu sudah mengetahui semua permaslahan yang terjadi ya.
Ibu : Iya suster.
Perawat : Kalau begitu saya pamit dulu. Assalamualaikum.
Ibu : Terimakasih banyak suster atas bantuannya. Waalaikumsalam.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar Pustaka
Achir Yani S. Hamid, (2008). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa/ Achir Yani
S. Hamid: editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. Jakarta: EGC
Ariani. (2011). “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Spiritual Care Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Kepada Pasien di Ruang Intensive Care RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Muhammadiya
Yogyakarta.
Budi Ana Keliat, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester, Egi
Komara Yudha. (2011). Manajemen kasus gangguan jiwa : CMHN ( intermadiate course)
editor. Jakarta : EGC.
Dwidianti, Mediana. (2008). Konsep “Caring”, komunikasi, etic dan aspek spiritual dalam
pelayanan keperawatan. Semarang: Hasani.
El Noor, Adul. K, Mayson. (2012). Spitiuali Care Of The Hospitalized Patients Following
Admission to The Cardiac Care Units: Policy Implications. ProQuest LLC. UMI 3510780.
Galek Kathleen., Flannelly Kevin J., Vane Adalm., Galek Rose M. (2005). Assesing a patient’s
spiritual need : a comperhensive instrument. Holistic Nursing Practice ; 19(2);62-69.
Hadi, Rita, (2014). Perbedaan Pengalaman Spiritual Sehari-Hari Pada Lansia Di Panti Wreda
Dan Di Masyarakat. Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 2, No. 2.
Murata, H. (2003). Spiritual pain and its care in patients with terminal cancer: Construction of
a conceptual framework by philosophical approach.Palliative and Supportive Care, 1, 15–
21.
Muhammad, Iranmanesh Sesigheh, Tiragi Batool, (2011), “Developing and Testing a Spiritual
Care Questionnaire”. Jurnal Relig Health, Vol 51
http://eresources.perpusnas.go.id:2057/docview/1170574914/abstract?acco untid=25704.
30 Mei 2015
Perry, Anne G, Potter, Particia A. (2010). Fundamental of Nursing. Vol 2. Edisi 7.Jakarta:
Salemba Medika.
Yusuf, dkk. (2016). Kebutuhan Spiritual Konsep Dan Aplikasi Dalam Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Mitra Wacana Media.