Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga, menjadi salah satu
cara puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan meningkatkan
akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam
gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di
wilayah kerjanya. Pendekatan keluarga yang dalam hal ini merupakan
pengembangan dari kunjungan rumah oleh puskesmas dan perluasan dari
upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) yang meliputi kegiatan
kunjungan keluarga untuk pendataan data Profil Kesehatan Keluarga,
kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif
dan preventif, kunjungan keluarga untuk menidaklanjuti pelayanan kesehatan
terkait penanganan penyakit menular dan tidak menular yang salah satunya
adalah penyakit hipertensi (Kemenkes RI, 2017).
Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau
lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri
dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek (Reisner dalam Murwani,
2014). Keluarga memiliki siklus kehidupan yang didalamnya terdapat tahap
yang dapat diprediksi seperti individu-individu yang mengalami pertumbuhan
dan perkembangan secara terus menerus. Perkembangan keluarga adalah
proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi perubahan pola
interaksi dan hubungan antar anggotanya disepanjang waktu. Tahap
perkembangan keluarga dimulai dari tahap keluarga baru sampai dengan
tahap keluarga usia lanjut. Pada tahap perkembangan usia lanjut ini dimulai
dari saat salah satu pasangan pensiun, dan berlanjut saat salah satu pasangan
meninggal sampai keduanya meninggal. Proses lanjut usia dan pensiun
merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai stressor dan
kehilangan yang harus dialami oleh keluarga. Stressor tersebut adalah
berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan

1
2

pekerjaan, serta perasaan menurunnya produktivitas dan fungsi kesehatan


(Nadirawati, 2018).
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu
yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan
manfaat. Batasan lansia menurut World Health Organization (WHO) meliputi
usia pertengahan (Middle age) antara 45 sampai 59 tahun, usia lanjut
(Elderly) antara 60 sampai 70 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75
sampai 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Darmojo,
2015).
Secara biologis lansia adalah proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Oleh karena itu usia
lanjut merupakan sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang
berakhir dengan kematian (Darmojo, 2015).
Keluarga merupakan support system bagi lansia dengan mempertahankan
kesehatannya. Peran keluarga dalam pelayanan lansia antara lain menjaga
kesehatan lansia dengan mendukung lansia berkunjung ke puskesmas untuk
pemeriksaan kesehatan, memenuhi nutrisi lansia, memenuhi pola istirahat
lansia dengan menyediakan tempat tidur yang nyaman, mengatur lingkungan
yang cukup ventilasi bebas dari bau-bauan, melakukan latihan ringan untuk
mempelancar sirkulasi darah atau dengan minim-minuman hangat sebelum

tidur, mempertahankan dan meningkatkan status mental, serta memberikan


motivasi dan memfasilitasi perubahan sosial ekonomi lansia (Maita, 2017).
Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologi mengalami penurunan
akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada
lanjut usia. Penyakit terbanyak pada lanjut usia ialah Penyakit Tidak Menular
(PTM) antara lain adalah artritis, stroke, penyakit paru obstruktif kronik,
diabetes melitus dan hipertensi (Irene Lukas M, 2017).
3

Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit


kardiovaskuler dan menjadi salah satu beban kesehatan global yang paling
penting karena kasus kardiovaskuler merupakan penyumbang kematian
tertinggi di dunia termasuk di Indonesia. Hipertensi muncul tanpa tanda dan
gejala sehingga pasien tidak menyadari mengalami hipertensi dan melakukan
terapi. Komplikasinya meliputi infark miokard, stroke, gagal ginjal dan
bahkan kematian dapat terjadi bila hipertensi tidak terdeteksi dari awal serta
diobati secara tepat (Suhadi, 2016).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar
1,13 miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di
dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat
setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang
terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal
akibat hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2019).
Penyakit hipertensi merupakan tantangan terbesar di Indonesia. Prevalensi
hipertensi yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, dibuktikan
dengan data hasil dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, menyatakan bahwa
adanya peningkatan angka hipertensi sekitar 8,2% dari sebelumnya. Estimasi
jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan
angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian
(Kemenkes RI, 2018).
Prevalensi hipertensi di DIY menurut Riskesdas 2018 adalah 11.01 % atau
lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional (8,8%). Prevalensi ini
menempatkan DIY pada urutan ke-4 sebagai provinsi dengan kasus hipertensi
yang tinggi. Hipertensi selalu masuk dalam 10 besar penyakit sekaligus 10
besar penyebab kematian di DIY selama beberapa tahun terakhir berdasarkan
STP Puskesmas maupun STP RS. Pada tahun 2019 berdasarkan Laporan
Survailans Terpadu Penyakit Rumah sakit di D.I. Yogyakarta tercatat kasus
hipertensi esensial 15.388 kasus. Pada tahun 2019 dari jumlah estimasi
penderita hipertensi berusia ≥ 15 tahun yang sudah mendapat pelayanan
kesehatan 58,93% (Dinkes DIY, 2020)
4

Data dari Dinas Kesehatan Bantul Yogyakarta tahun 2019, menyebutkan


bahwa penyakit tidak menular mengalami peningkatan dari setiap tahunnya,
khususnya hipertensi. Secara keseluruhan pada tahun 2018, di puskesmas
Kabupaten Bantul kejadian hipertensi mencapai angka sekitar 37.692.
Terdapat 27 puskesmas di Kabupaten Bantul dengan jumlah pasien 10.237
orang. Jumlah pasien dengan hipertensi tertinggi terdapat di Puskesmas
Bantul I dengan jumlah 1.505 pasien, menempati urutan kedua Puskesmas
Banguntapan II dengan jumlah 1.465 pasien dan urutan ketiga Puskesmas
Pandak II dengan jumlah 1.254 pasien (Astuti, 2020).
Hipertensi menjadi penyakit yang sangat umum di masyarakat karena
tidak ada gejala khusus yang timbul. Gejala yang sering muncul pada
penderita hipertensi adalah mata berkunang-kunang, nyeri kepala/migrain,
rasa berat di tengkuk sehingga membut tidak nyaman dan sulit tidur (Asikin,
2016). Tengkuk terasa tegang atau nyeri leher diakibatkan karena terjadi
peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah di area leher yang mana
pembuluh darah tersebut membawa darah ke otak sehingga ketika terjadi
peningkatan tekanan vaskuler ke otak mengakibatkan terjadi penekanan pada
serabut saraf otot leher dan penderita merasa nyeri atau ketidaknyamanan
pada leher. Nyeri yang dirasakan oleh penderita hipertensi akan mengganggu
aktivitasnya sehari-hari (Fadillah, 2019).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan yang
bersifat sangat subyektif, karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal sekala atau tingkatannya dan hanya orang tersebut yang bisa
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialami. Nyeri muncul atau
datangnya sangat berkaitan erat dengan reseptor dan rangsangan. Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis,
reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak
bermiyelin dari syaraf aferen (Bahrudin, 2017).
5

Hipertensi menyebabkan ketidaklancaran sirkulasi darah dan dapat


menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Hal ini disebabkan oleh endapan zat
laktat akibat kelelahan otot. Nyeri juga dapat terjadi karena adanya cedera
kinetik, vasokontriksi atau cedera pembuluh darah sehingga dapat
mengsekresi beberapa enzim yang dapat menimbulkan rasa nyeri seperti zat
prostaglandin, zat bradikinin dan hitamin (Sharaf, 2012).
Beberapa data diatas mengindikasikan bahwa seseorang dengan hipertensi
sebagian besar akan mengalami gejala nyeri. Oleh karena itu diperlukan peran
perawat kesehatan keluarga untuk mengatasi masalah nyeri agar pasien yang
menderita hipertensi tetap dapat melakukan aktivitas dengan nyaman dan
tidak terganggu.
Perawat kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan
pada keluarga sebagai inti pelayanan untuk mewujudkan keluarga sehat.
Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan
dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan
tugas keperawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan
perawatan kesehatan keluarga meliputi sebagai pendidik, koordinator,
pelaksana, pengawas kesehatan, konsultan, kolaborasi, fasilitator, penemu
kasus dan dapat memodifikasi lingkungan kesehatan keluarga (Hernilawati,
2013).
Perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga dapat
menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada upaya
promotif dan preventif. Berbagai upaya yang dapat dilakukan yaitu upaya
promotif dan preventif pada klien dengan hipertensi (penyuluhan kesehatan
seperti menganjurkan klien untuk mengurangi konsumsi garam, istirahat yang
cukup, olahraga rutin sesuai kekuatan fisik individu, mengontrol tingkat stres,
menganjurkan untuk mengurangi merokok, dan cek kesehatan secara
berkala). Upaya kuratif (rutin mengecek tekanan darah, terapi komplementer
seperti bekam, rendam kaki dengan air hangat, senam, relaksasi otot
progresif). Upaya rehabilitatif yaitu dengan tetap menjaga pola hidup sehat
dan pemantauan kesehatan secara rutin ke fasilitas kesehatan terdekat
(Setiadi, 2012).
6

Terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri akut dapat dilakukan
dengan beberapa cara seperti terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
Analgesik merupakan jenis farmakologi untuk menurunkan nyeri, non-
steroidal anti-inflamatory drugs (NSAID) merupakan jenis analgesik yang
pada umumnya digunakan untuk mengurangi nyeri ringan dan sedang,
sedangkan analgesik narkotik untuk nyeri sedang dan berat. Terapi non
farmakologi atau disebut juga terapi komplementer merupakan terapi
alternatif selain pengobatan secara medis. Terapi komplementer diantaranya
yaitu akupuntur, cupping therapy (bekam), terapi energy (tai chi, prana, terapi
suara), terapi biologis (herbal dan food combining) serta terapi sentuhan
modalitas (accupressure, pijat bayi, refleksi, dan terapi lainnya (Widyatuti,
2008).
Salah satu pengobatan alternatif yang banyak digunakan oleh masyarakat
saat ini adalah pengobatan dengan terapi bekam. Bekam merupakan
pengobatan yang sudah ada sejak 2000 tahun sebelum Masehi, jauh sebelum
Nabi Muhammad diutus sebagai pembawa syariat islam. Sebagai pengobatan
yang paling lama, bekam sudah dikenal luas dimasyarakat dengan segala
versinya, seperti cupping therapy, kop, blood letting therapy, al-hijamah,
candhuk, dan lain-lain. Tidak hanya di Indonesia, pengobatan bekam juga
menyebar rata di semua benua (Wadda, 2012).
Bekam adalah metode pengobatan dengan penyedotan kulit di bagian-
bagian tertentu untuk mengeluarkan racun dan oksidan dalam tubuh melalui
torehan tipis yang mengenai pembuluh darah kapiler pada epidermis. dengan
terapi ini beberapa penyakit dapat diobati seperti insomnia, hemophilia,
hipertensi, gout, reumatik arthritis, sciatica, back pain, migraine, vertigo,
anxietas serta penyakit umum lainnya baik bersifat fisik maupun mental
(Ridho, 2015).
Bekam berperan mengeluarkan zat prostaglandin. Zat prostaglandin ini
berfungsi mengirim sinyal rasa nyeri ke otak. Melalui proses bekam, zat ini
dikeluarkan sehingga rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien berkurang
(Sharaf, 2012). Teori ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
7

Purnama (2018) dan Nurhikmah (2017) yang mendapatkan hasil bahwa terapi
bekam dapat menurunkan skala nyeri.
Terapi bekam atau hijamah juga merupakan anjuran dari Rasulullah SAW
sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda “Sebaik-baiknya pengobatan
yang kamu lakukan adalah al hijamah (Bekam)”(HR Ahmad). Rasulullah
SAW bersabda “Jika dalam metode pengobatan kalian ada kebaikan, maka itu
ada dalam bekam”(HR. Ibnu Majah, Abu Dawud).
Hasil wawancara pada keluarga Tn. D di desa Wirokerten menyatakan
bahwa Tn. D yang berusia 65 tahun mempunyai penyakit hipertensi dan
sering megalami nyeri di tengkuk sehingga membuat tidak nyaman dalam
beraktivitas. Tn. D mengatakan jarang memeriksakan diri ke fasilitas
kesehatan. Tn. D hanya melakukan pemeriksaan kesehatan apabila merasakan
sakit yang sampai tidak bisa beraktivitas.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, peneliti tertarik
untuk malakukan analisis terapi bekam sebagai intervensi masalah
keperawatan nyeri akut pada kasus hipertensi keluarga Tn. D di desa
Wirokerten Banguntapan Bantul Yogyakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melakuan analisis berdasarkan teori asuhan keperawatan serta
analisis pelaksanaan terapi bekam sebagai intervensi masalah
keperawatan nyeri akut pada keluarga Tn. D di desa Wirokerten
Banguntapan Bantul Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada keluarga Tn. D dengan
tahap perkembangan keluarga lansia di desa Wirokerten
Banguntapan Bantul.
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada keluarga Tn. D dengan
tahap perkembangan keluarga lansia di desa Wirokerten
Banguntapan Bantul.
8

c. Merencanakan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. D dengan


tahap perkembangan keluarga lansia di desa Wirokerten
Banguntapan Bantul.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada keluarga Tn. D dengan
tahap perkembangan keluarga lansia di desa Wirokerten
Banguntapan Bantul.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. D dengan tahap
perkembangan keluarga lanisa di desa Wirokerten Banguntapan
Bantul.
f. Melakukan tindakan terapi komplementer dengan bekam pada Tn. D
sebagai intervensi masalah keperawatan nyeri akut.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi keluarga Tn. D
Menambah informasi sehingga dapat memilih pengobatan
alternatif yang praktis dan tepat serta dapat memenuhi tugas
perkembangan keluarga terutama pada tugas tahap perkembangan
keluarga lansia.
2. Bagi Mahasiswa STIKes Surya Global Yogyakarta
Hasil dari karya tulis akhir ini dapat digunakan sebagai salah satu
referensi bagi mahasiswa yang membutuhkan serta sebagai
perbendaharaan kepustakaan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
keluarga pada tahap perkembangan keluarga lansia.
3. Bagi Lahan Praktik Masyarakat Wirokerten
Menambah informasi sehingga hasil ini menjadi bahan
pertimbangan untuk memilih pengobatan alternatif yang praktis dan tepat
untuk mengontrol nyeri akibat hipertensi serta dapat dijadikan sebagai
program kesehatan terkait pengobatan pada penderita hipertensi terutama
untuk lansia.
4. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Surya Global Yogyakarta
Sebagai salah satu masukan bagi profesi ners STIKes Surya Global
Yogyakarta untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja perawat
9

dalam menjalankan tugas melayani para klien dengan masalah utama:


nyeri akut karena hipertensi pada lansia.
D. Keaslian Penelitian
1. Perdana (2021). “Efek Terapi Bekam Basah Terhadap Skala Nyeri Dan
Kualitas Hidup Pada Penderita Nyeri Kepala Tension Type Headache Di
Rumah Bekam Kota Medan Tahun 2020”. Penelitian ini adalah
penelitian analitik komparatif yang dilakukan secara obsevasional,
dengan menggunakan desain penelitian berupa studi kohort dimana
peneliti membandingkan efek perlakuan dengan melihat hasil pre-test
dan post-test. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2020 pada
pasien nyeri kepala tension type headache yang mengunjungi beberapa
rumah bekam di Kota Medan. Subjek penelitian berjumlah 13 orang yang
diambil menggunakan metode consecutive sampling. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa terapi bekam memiliki efek signifikan terhadap nyeri
kepala termasuk tension type headache. Perbedaan dengan penelitian
sekarang adalah metode yang digunakan. Selain itu variabel terikat yang
digunakan dalam penelitian ada dua yaitu nyeri dan kualitas hidup.
2. Setyawan, A. et al. (2020) “Peran Bekam Dalam Menurunkan Skala
Nyeri Leher Pasien Hipertensi”. Penelitian ini menggunakan desain
quasy-eksperimen dengan pendekatan pre-post test control group design.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran bekam dalam
menurunkan skala nyeri leher. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat
penurunan skala nyeri setelah diberikan intervensi bekam. Perbedaan
dengan penelitian sekarang adalah metode yang digunakan. Penelitian
tersebut menggunakan metode quasy-eksperimen dengan pendekatan
pre-post test control group design sedangkan penelitian sekarang
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan studi
kasus.
3. Purnama (2018). “Pengaruh Bekam Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Klien Dengan Trapezius Myalgia Pada Pekerja Angkut Di Kecamatan
Jelbuk Jember”. Penelitian ini mengguanakan metode penelitian pre
eksperimen dengan rancangan pretest-postest design dengan menggunakan
10

teknik consecutive sampling. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui


pengaruh terhadap penurunan nyeri pada klien dengan Trapezius Myalgia
pada pekerja angkut di Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember. Dari hasil
penelitian ini, terapi bekam terbukti berpengaruh terhadap penurunan
nyeri pada klien dengan trapezius myalgia pada pekerja angkut di
Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember. Perbedaan dengan penelitian
sekarang adalah metode yang digunakan. Penelitian tersebut
menggunakan rancangan pretest-postest design sedangkan penelitian
sekarang menggunakan metode penelitian deskriptif. Responden dalam
penelitian ini adalah pasien yang mengalami trapezius myalgia dan
tempat penelitiannya juga berbeda.

Anda mungkin juga menyukai