Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan dipadang sebagai kondisi optimal dari pikiran dan fisik
seseorang yang memungkinkan orang tersebut dapat menjalani hidup yang
berkualitas dan produktif baik secara sosial maupun ekonomi, kesehatan
berorientasi pada upaya memaksimalkan potensi individu baik secara fisik,
intelektual, emosional, sosial, spiritual dan lingkungan. Kondisi alami dari
kesehatan adalah terbebas dari penyakit, cedera ataupun segala sesuatu
yang menganggu sistem matabolik makhluk hidup terutama manusia.
Pemeliharaan kesehatan merupakan upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan pemeliharaan khusus.
Dampak kemajuan terutama bidang kesehatan termasuk penemuan
obat-obatan seperti antibiotika yang mampu “melenyapkan” berbagai
penyakit infeksi, berhasil menurunkan angka kematian bayi dan anak,
memperlambat kematian, memperbaiki gizi dan sanitasi sehingga
kualitas dan umur harapan hidup meningkat. Akibatnya, jumlah
penduduk lanjut usia semakin bertambah banyak, bahkan cenderung
lebih cepat dan pesat (Nugroho, 2008).
Proses penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau menganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki
kerusakan yang diderita. Situasi kesehatan yang demikian, masih
diperparah dengan kecenderungan meningkatnya kertergantungan lanjut
usia (Junita Sundari Miratina, 2014).
Saat ini, diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari
629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), pada tahun
2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Di diantisipasi sejak awal abad
ke-20. Tidak heran bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap

1
menghadapi pertambahan populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya.
Namun, saat ini negara berkembangpun mulai menghadapi masalah yang
sama. Fenomena ini jelas mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara lain
timbulnya masalah fisik, mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan
kesehatan dan keperawatan, terutama kelainan degeneratif (Nugroho,
2008, p. 1).

Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah lanjut usia di Indonesia


meningkat menjadi 9.99% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.200
jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan
meningkat menjadi 11.09% (29.120.000 lebih). Hal ini dipengaruhi oleh
majunya pelayanan kesehatan, menurunnya angka kematian bayi dan anak,
perbaikan gizi dan sanitasi, serta meningkatnya pengawasan terhadap
penyakit infeksi (Nugroho, 2008, p. 2).

Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami


berbagai masalah penyakit kesehatan atau yang biasa disebut sebagai
penyakit degeneratif (Maryam, 2008 : 48). Penyakit yang lebih dikenal
sebagai tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama dari
perkembangan penyakit jantung dan stroke. Penyakit hipertensi juga
disebut sebagai “the silent diseases” karena tidak terdapat tanda-tanda
atau gejala yang dapat dilihat dari luar. Perkembangan hipertensi
berjalan secara perlahan, tetapi secara potensial sangat berbahaya
(Junita Sundari Miratina, 2014).

Di bagian belahan dunia penyakit tekanan darah tinggi atau


hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, jumlah penderita
hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang
membesar. Pada 2025 mendatang, diperkirakan sekitar 29 persen
warga dunia terkena hipertensi. Tidak ada perbedaan prevalensi antara
laki-laki dan wanita tetapi prevalensi terus meningkat berdasarkan usia:
5% usia 20-39 tahun, 26% usia 40-59 tahun, dan 59,6% untuk usia 60
tahun ke atas (Junita Sundari Miratina, 2014).

Di Indonesia, data epidemiologi tentang penyakit hipertensi hasil


penelitian WHO tahun 2013, Penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih.
Secara global merupakan proporsi dari populasi penduduk berusia lebih
dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan
jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia
harapan hidup. Data WHO menunjukan pada tahun 2000 usia harapan
hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70
tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia di
Indonesia juga bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2009
menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011
menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar
8,1% dari total populasi. Hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah stroke dan tuberculosis, yakni mencapai 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Jatiningsih Kunti,
2015).
Saat ini hipertensi menjadi tantangan besar di Indonesia karena
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan
primer. Berdasarkan Survey Riset Dasar Kesehatan Nasional
(RISKESDAS) pada tahun 2013 hipertensi memiliki prevalensi yang
tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Disamping itu pengontrolan hipertensi belum
adekuat meskipun sudah banyak tersedia obatobatan yang efektif (Depkes
RI, 2013).
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur (2014), penderita
penyakit tidak menular seperti hipertensi, stroke, diabetes, kanker, jantung,
saat ini menjadi penyebab kematian yang menduduki ranking tertinggi dan
penderita penyakit tidak menular ini terus mengalami penambahan, karena
pola hidup dan pola makan yang tidak sehat. Dimana saat ini masyarakat
lebih memilih untuk makanan yang serba instan, dan belum jelas
kandungan gizinya. Namun dari data yang didapatkan dari puskesmas
nagrak prevalansi penderita hipertensi pada pasien lansia mencapai 2.678
jiwa dalam satu tahun terakhir karena berbagai faktor pencetus yang
menimbulkan banyak jiwa yg terus bertambah.
Dalam upaya mencegah atau menghambat memburuknya
hipertensi, perlu diperhatikan faktor perilaku yang tidak kondusif terhadap
kesehatan. demikian juga faktor risiko yang telah ada, agar tidak
berkembang ke arah penyakit jantung pembuluh darah yang biasanya akan
berakibat fatal memyebabkan terjadinya hipertensi, selain dikarenakan
adanya faktor keturunan, juga erat kaitannya dengan perilaku dan gaya
hidup yang kompleks dari individu bersangkutan. Faktor resiko perilaku
tersebut antara lain perilaku makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik,
terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, merokok dan obesitas. Obesitas
berhubungan dengan kadar kolesterol dan trigliserida yang buruk oleh
karena itu obesitas berkaitan erat dengan penyakit jantung dan tekanan
darah.
Terdapat berbagai tindakan non farmakologi untuk mengurangi
penyakit hipertensi, tindakan tersebut mencakup tindakan non-
farmaklogis salah satunya dengan cara mencegah dan mengontrol risiko
terjadinya hipertensi dengan berolahraga yang dilakukan secara teratur
dapat membantu menurunkan tekanan darah. Untuk penderita yang
sudah berumur 45 tahun keatas biasanya dianjurkan jalan pagi 30-45
menit, 3-4 kali perminggu dilakukan teratur survei juga diketahui
hanya 55% penderita hipertensi yang berobat secara teratur.
Sementara hanya 27% penderita yang tekanan darahnya dapat
terkendali menjadi normal (Junita Sundari Miratina, 2017).
Konsep olahraga kesehatan adalah padat gerak, bebas stres, singkat
(cukup 10-30 menit tanpa henti), adekuat, massaal, mudah, murah,
meriah dan fisiologis bermanfaat dan aman. (Giriwijoyo & Sidik,
2012, : 29) mengemukakan bahwa intensitas olahraga kesehatan yang
cukup yaitu apabila denyut nadi latihan mencapai 65-80% DNM sesuai
umur (Denyut Nadi Maksimal sesuai umur = 220 - umur dalam tahun).
Olahraga dan latihan pergerakan secara teratur sangat penting
bagi lansia dapat menanggulangi masalah akibat perubahan fungsi
tubuh, dan olahraga sangat berperan penting dalam pengobatan tekanan
darah tinggi, manfaat olahraga adalah meningkatkan kesegaran
jasmani, mendorong jantung bekerja secara optimal, melancarkan
sirkulasi darah, memperkuat otot, mencegah pengeroposan tulang,
membakar kalori, mengurangi stres dan mampu menurunkan tekanan
darah. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa latihan dan olahraga
pada lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional
tersebut, bahkan latihan yang teratur dapat menurunkan tekanan darah
5-10 mmHg baik pada tekanan sistolik dan diastolik, olahraga yang
tepat untuk lansia adalah senam lansia.
Senam lansia pada usia lanjut yang dilakukan secara rutin akan
meningkatkan kebugaran fisik, sehingga secara tidak langsung senam
dapat meningkatkan fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah serta
mengurangi resiko penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah
sehingga akan menjaga elastisitasnya. Disisi lain akan melatih otot
jantung dalam berkontraksi sehingga kemampuan pemompaannya akan
selalu terjaga (Junita Sundari Miratina, 2017).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik menerapkan tindakan
senam lansia terhadap penuruan tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi di desa mekarsari kecamatan cianjur.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi senam lansia terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan diagnosa hipertensi di desa mekarsari kecamatan
cianjur ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mengimplementasikan senam lansia terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan diagnosa medis hipertensi di desa
mekarsari kecamatan cianjur ?
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan diagnosa
Hipertensi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia
dengan diagnosa Hipertensi
c. Penulis mampu membuat intervensi pada lansia dengan diagnosa
Hipertensi.
d. Penulis mampu melaksanakan implementasi pada lansia dengan
diagnosa Hipertensi.
e. Penulis mampu melaksanakan evaluasi pada lansia dengan diagnosa
Hipertensi.
f. Penulis mampu mengaplikasikan hasil tindakan senam lansia yang
dilakukan pada lansia dengan diagnosa Hipertensi.
g. Penulis mampu menganalisis hasil pemberian tindakan senam lansia
pada lansia dengan diagnosa Hipertensi.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber


pembelajaran dan dapat menambah wawasan serta ilmu yang
berhubungan dengan kesehatan khususnya dibidang keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan Hipetensi pada
lansi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Terapi ini diharapkan dapat memberikan referensi baru bagi
pelayanan asuhan keperawatan di rumah sakit untuk mengelola
pasien dengan hipertensi pada lansia.
b. Bagi Instansi Kesehatan
Memberikan tambahan ilmu pengetahuan baru yang dapat lebih
dikembangkan lagi untuk menangani masalah hipertensi pada
lansia.
c. Bagi Pasien
Dapat membantu pasien dalam penyembuhan dengan cara yang
aman, tepat dan menghemat biaya.
d. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber yang dapat di gunakan untuk menambah
pengetahuan seluruh siswa tentang penyakit Hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi
1. Definisi
WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/95 mmHg. Sementara itu (Smeltzer dan Bare,2000)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persistem
atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan
sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
(Sharif, 2012, p. 241).
Hipertensi sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi
tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga
menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh
darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. (A.price,
2015, p. 102).
Hipertensi adalah suatu kondisi medis terjadi penngkatan tekanan
darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
menpunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang
melebihi 140/90 mmHg saat istirahat dapat diperkirakan mempunyai
keadaan darah tinggi. (Mubarak, 2015, p. 24).
Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah,
yang mengakibatkan makin tingginya tekanan darah. Penyelidikan
epidemiologis membuktikan bahwa tingginya tekanan darah
berhubungan erat dengan morbiditas dan mortaitas penyakit
kardiovaskuler. (Muttaqin, 2009, p. 262).
2. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga
tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari
gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan
darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya
gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat
III tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala yang jelas dari
kerusakan dan gangguan fatal dari target organ. sedangkan JVC VII,
Klasifikasin hipertensi adalah :
a. Kategori tekanan sistolik (mmHg) takanan diastolic (mmHg)

b. Normal < sbp =” Sistolik” pressure = ” DBP”> = 160 dan DBP>= 100
(mmHg)
(Sharif, 2012, p. 242).

3. Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah


terjadinya perubahan – perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi
karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

(Nanda jilid 2, 2015, p. 205).


4. Manifestasi Klinis
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak
memiliki gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah diamati antara lain
yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala atau pusing
b. Lemas, Kelelahan
c. Sesak napas
d. Gelisah
e. Epistaksis
f. Rasa berat ditengkuk
g. Mudah lelah
h. Mata berkunang-kunang
i. Mimisan ( keluar darah dari hidung)
j. Kesadaran menurun
(Mubarak, 2015, p. 24).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Rohaendi, 2008).
(Sharif, 2012, p. 244).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien hipertensi dibedakan menjadi
dua yaitu pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.
1) Pemeriksaan umum
Yaitu dengan cara mengukur tekanan darah pada kedua tangan
ketika pasien terlentang dan tegak setiap 1-2 jam sekali dan
mengukur berat badan, tinggi badan (BB ideal, gemuk,
obesitas).
2) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus terdiri dari :
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
faktor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
(2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang
perfusi/fungsi ginjal.
(3) Glucosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
(4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan
disfungsi ginjal dan ada DM.
(5) CT scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
(6) EKG : dapat menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggi gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi
(7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti
: batu ginjal, perbaikan ginjal
(8) Photo dada : menunjukan destruksi klasifikasi pada area
katup, pembesaran jantung

(Nanda jilid 2, 2015, p. 104).


7. Penatalaksanaan
Pengobatan hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan
mortalitas serta mengontrol tekanan darah. Pengobatan hipertensi ada
dua cara yaitu pengobatan non farmakologi (perubahan gaya hidup) dan
pengobatan farmakologi :
a. Pengobatan non farmakologi
Pengobatan ini dilakukan dengan cara :
1) Pengurangan berat badan
2) Menghentikan merokok
3) Menghindari alcohol
4) Melakukan aktivitas fisik
5) Membatasi asupan garam
b. Pengobatan farmakologi
Pengobatan farmakologi pada setiap penderita hipertensi
memerlukan pertimbangan berbagai faktor, seperti beratnya
hipertensi, kelainan organ dan faktor resiko lainnya. Hipertensi
dapat diatasi dengan memodifikasi gaya hidup. Pengobatan dengan
anti hipertensi diberikan jika modifikasi aya hidup tidak berhasil.
Tekanan darah harus diturukan agar tidak mengganggu fungsi
ginjal, otak, jantung maupun kualitas hidup. Pengobatan hipertensi
biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat :
1) Diuretik, misalnya tablet hydrochlorothiazide (HCT) dan lasix
(furosemide). Merupakan golongan obat hipertensi dengan
proses pengeluaran cairan tubuh via urine.
2) Beta-blockers atenolol (tenorim), capoten (captropil). Merupakan
obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah
melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar
pembuluh darah.
3) Calcium channel blockers,norvasc (Amlodipin).merupakan salah
satu obat yang biasa dipakai dalam pegontrolan darah tinggi
melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar
pembuluh darah.
(Muttaqin, 2009, p. 267).
8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
diantaranya :
a. Penyakit pembuluh darah : stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA)
b. Penyakit jantung : gagal jantung, angina pectoris, infark miocard
acut (IMA)
c. Penyakit ginjal : gagal ginjal
d. Penyakit mata : perdarahan retina, penebalan retina dan oedema
pupil
(Sharif, 2012, p. 245).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

1. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu proses kontinu dilakukan semua fase


pemecahan masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan.
Pengkajian menggunakan banyak keterampilan keperawatan dan terdiri
atas pengumpulan, klarifikasi, dan analisis data dari berbagai sumber,
untuk memberikan pengkajian yang akurat dan komprehensif, perawat
harus mempertimangkan informasi mengenai latar belakang biofisik,
psikologis, sosiokultural dan spritual pasien. (Wong, 2009, p. 21).

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.
Oleh karena itu pengkajian yag akurat, lengkap, sesuai dengan
kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai
dengan respon individu (Nursalam, 2009, p. 29).

Jadi, pengkajian adalah sebuah proses pengumpulan data dari


berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien dengan mempertimbangkan informasi yang dapat
menggambarkan status klien ataupun masalah utama yang dialami klien.

a. Identitas

Identitas pada klien harus diketahui diantaranya : Nama, Umur,


Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku/Bangsa, Alamat, Jenis Kelamin,
Status Perkawinan dan Penanggung Jawab.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan yang sering dirasakan pada klien dengan hipertensi


biasanya pening/pusing, sakit kepala, gangguan pengelihatan
(diplopia/pengelihatan kabur)

2) Riwayat penyakit sekarang


Riwayat ringkat dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat
dalam menghadapi pengkajian.

Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor


penyebab terjadinya hipertensi ?

Quality of pain : biasanya dengan klien hipertensi keluhan utama


yang muncul adalah nyeri. Seperti apa rasa yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa nyeri seperti tertindih benda berat,
terbakar, tercabik-cabik atau tertusuk?

Region : dimana letak rasa nyeri tersebut ?

Severity of pain : seberapa berat atau ringan nyeri yang dirasakan


klien ?

Time : berapa rasa nyeri berlangsung,kapam nyeri tersebut


muncul,bertambah buruk pada pagi hari,siang hari atau malam
hari, apakah gejala timbu mendadak, perlahan-lahan atau seketika
itu juga, apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul
(durasi).

3) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah


sebelumnya klien pernah menderita penyakit hipertensi atau
penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. Tanyakan oabat-obat yang klien konsumsi sebelum
dirawat di rumah sakit. Catat adanya alergi obat dimasa lalu.

4) Riwayat penyakit keluarga

Hipertensi adalah penyakit herediter (keturunan) akan tetapi gaya


hidup tidak sehat seperti merokok, jarang olahraga bisa
menyebabkan terjadinya hipertensi. Oleh karena itu perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi dirumah.

5) Pengkajian psikososisal dan spiritual

Pengkajian psikososial klien meliputi beberpa dimensi yang


memunginkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi,kognitif dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang
kapasitas fisik dan intektual saat ini. Data ini penting untuk
menentukan tingkat perlunya pengkajian psikologi dan spiritual
yang seksama.pada kondisi klien dengan hipertensi sering
mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluahan yang
dialaminya.

6) Pemeriksaan fisik Head toe-toe (inspeksi, Auskultasi, Palpasi dan


Perkusi)

a. Kepala

Inspeksi : ukur lingkar kepala ,bentuk, kesimetrisan, adanya lesi


atau tidak, muka merah, kebersihan rambut dan kulit kepala,
warna rambut dan distribusi rambut.

Normal : simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukan


tanda-tanda kekurangan gizi (rambut jagung dan kering)

Palpasi : terdapat pembengkakam/penonjolan dan tekstur rambut

Normal : tidak ada penonjolan/pembengkakan, rambut lebat dan


kuat/tidak rapuh

b. Mata

Inspeksi : terdapat gangguan pengelihatan diplopia,


pengelihatan kabur. Dapat ditemukan kerusakan retina seperti
pendarahan, terdapat eksudat diretina, penyempitan pembuluh
darah diretina, pada kasus berat terdapat edema pupil (edema
pada diskus optikus)

Normal : simetris mata kiri dan kanan, simetris bola mata kiri
dan kanan, warna konjungtiva merah muda, sclera berwarna
putih, fungsi pengelihatan baik.

c. Hidung

Inspeksi : keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, nafas


pendek, distress pernafasan/penggunaan otot aksesori
pernafasan (pernafasan cuping hidung).

Normal : simetris kiri dan kanan,tidak ada sianosis, tidak ada


sumbatan, tidak ada perdarahan, tidak ada penggunaan otot
aksesori pernafasaan (pernafasaan cuping hidung)

Palpasi : apakah terdapat nyeri tekan/nyeri lepas, apakah


terdapat pembengkakan atau tidak.

Normal : tidak ada bengkak dan nyeri tekan

d. Telinga

Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, posisi


telinga, lubang telinga kotor/tidak (serumen/tanda-tanda infeksi)
penggunaan alat bantu dengar, warna telinga ,telinga
berdenging.

Normal : bentuk dan posisi simetris kiri dan kanan, warna sama
dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, fungsi
pendengaran baik

Palpasi : terdapat massa/tidak, terdapat nyeri/tidak

Normal : tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan

e. Mulut dan Tenggorokan


Inspeksi : kelengkapan gigi/penggunaan gigi palsu,
pendarahan/radang gusi, kesimetrisaan, karies gigi, posisi lidah,
kelembaban mukosa bibir, terdapat stomatitis/tidak, terdapat
pembesaran kelenjar tyroid/tidak, fungsi pengecapan baik/tidak

Normal : gigi lengkap, tidak ada karies gigi, tidak ada


peradangan pada gusi, lidah berwarna merah muda, mukosa
bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid, fungsi pengecapan baik

f. Leher

Inspeksi : warna kulit disekitar leher, keadaan leher bersih/kotor,


pegal pada tengkuk

Normal : warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik,


bentuk simetris, tidak mengalami pegal pada tengkuk

Palpasi : terdapat pembesaran kelenjar getah bening/tidak,


terdapat distensi vena jugularis, nadi denyutan jelas dan cepat
dari jugularis, terdapat massa/tidak, terdapat nyeri tekan/tidak

Normal : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak


terdapat distensi vena jugularis, denyutan vena jugularis dalam
batas normal 60-100 permenit, tidak terdapat massa, tidak
terdapat nyeri tekan

g. Dada

Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, nafas pendek,


terdapat rektresi dada, takipnea, dyspnea, ortopnea,sianosis

Normal : dada simetris,frekuensi nafas normal 16-24 kali


permenit, tidak terdapat retreksi dada, tidak terdapat sianosis

Palpasi : terdapat nyeri tekan/tidak, tractile vremitus cenderung


sebelah kanan lebih jelas teraba
Perkusi : ekskrusi diafragma (konsisten dan bandingkan satu sisi
dengan sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang
sisi ke sisi).

Normal : resonan (dug-dug-dug), jika bagian padat lebih dari


bagian udara = pekak (bleg-bleg-bleg), jika bagian udara lebih
besar dari bagian padat = hiperesonaan (deng-deng-deng)

Auskultasi : perubahan irama jantung, mur-mur stenosis


valvular, berdebar cepat, bunyi nafas tambahan (cracles/mengi)

Normal : bunyi nafas vasikuler, bronchovesikuler, bronchial


tracheal. Tidak ada bunyi nafas tambahan (cracles/mengi)

h. Abdomen

Inspeksi : terdapat distensi abdomen/tidak, kaudran dan simetris,


terdapat lesi/tidak

Normal : tidak terdapat distensi, warna sama dengan kulit lain

Palpasi : terdapat nyeri tekan/tidak, terdapat massa/tidak,


terdapat pembesaran hepar/tidak, turgor kulit <2 detik/lebih

Normal : tidak terdapat nyeri tekan/lepas, tidak terdapat


pembesaran hepar/tidak, turgor kulit <2 detik

Perkusi : tympani (berisi cairan)

Normal : tympani (berisi cairan)

Auskultasi : kaji bising usus, diafragma, suara pembukuh darah


dan firiction rub : aorta, arteri renalis, arteri iliaka

Normal : suara peristaltic, usus normal 6-9 permenit, terdengar


denyutan arteri renalis, iliaka, aorta

i. Tangan (Ekstremitas atas)


Inspeksi : kaji kekuatan otot, biasanya pada klien dengan
hipertensi kekuatan otot menurun, sianosis, suhu pada
ekstremitas dingin (vasokontraksi perifer), adanya edema
penururnan kekuatan genggaman tangan

Normal : kekuata otot 5, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat


edema, suhu ekstremitas hangat

Palpasi : nadi denyutan jelas dari radialis dan cepat, takikardia,


pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda > 2 detik

Normal : nadi dalam batas normal 60-100 kali per menit,


pengisian kapiler < 2 detik

j. Genitalia

Inspeksi : nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari),


glikosuria (terdapar glukosa dalam urin), azetoma (peningkatan
nitrogen urea darah dan kreatinin)

Normal : produksi urin dalam batas normal > 2500 ml per 24


jam, tidak terdapat glukosa, urea darah dan kreatinin dalam urin

k. Anus

Inspeksi : terdapat hemoroid / tidak, integritas kulit, terdapat


obstruksi/tidak, terdapat gangguan eliminasi (konstipasi,
obstipasi/tidak)

Normal : tidak terdapat hemoroid, tidak terdapat obstruksi, tidak


terdapat gangguan eliminasi (konstipasi, obstipasi)

l. Kaki (Ekstremitas bawah)

Inspeksi : kaji kekuatan otot, biasanya pada klien dengan


hipertensi kekutan otot menurun, sianosis, suhu pada
ekstremitas dingin (vasokontriksi perifer),adanya edema, ayunan
langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat

Normal : kekuatan otot 5, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat


edema, suhu ekstremitas hangat

Palpasi : turgor kulit <2 detik/tidak, pengisian kapier mungkin


lambat/tertunda >2 detik

Normal : turgor kulit <2 detik, pengisian kapiler <2 detik


Tabel 1.1 Indeks Katz Dengan Lansia

Penilaian untuk mengetahui status fungsional lansia.

Nama : Tanggal :

Jenis kelamin : Umur :

Agama : Alamat :
INDEKS KATZ
Score KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan , kontinen berpindah, kekamar kecil,
berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu
dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari kecuali
mandi, berpakaian, kekamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari kecuali
mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain- lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasian sebagai C,D,E,F dan G

a) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran kelayan terhadap anggota


keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan
masalah keuangan. Pengkajian APGAR keluar
Tabel 1.2 APGAR Keluarga Lansia

Nama klien :

Jenis Kelamin :

Agama :

Tanggal :

Umur :

No. Uraian Fungsi Skor


1. Saya puas bahwa saya tidak dapat kembali pada Adaftation 1
keluarga (teman-teman) saya untuk membantu pada
waktu sesuatu menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya partneship 1
membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya.
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya growth 1
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau arah baru.
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) affection 1
sayamengakpresikan efek dan berespon terhadap
emosi-emosi saya seperti marah, sedih atau mencintai.
5 Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya resolve 1
menyediakan waktu bersama-sama

Keterangan : selalu = 2, kadang-kadang=1, hampir tidak Total 1


pernah=0

b) Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi


pengkajian penglihatan, pendengaraan, perasaan, dan pembau. Pada kelayan
katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer, kesulitan
mempokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah
tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata.
Pengkajian status mental menggunakan tabel short portable mental status
quesionare (SPMSQ).

Tabel 1.3 Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Penilaian untuk mengetahui fungsi intelektual lansia.

skor
no Pertanyaan jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ini ?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda?
Kurang 3 dari 20 dan tetap pengangguran 3 angka
10
dari setiap angka baru, semua secara menurun.
Jumlah kesehatan total

c) Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan


konsep diir. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga diri dan peran,
identitas diri, manusia sebagi system terbuka dan mahluk bio-psiko-sosial-
kultural-spiritual, kecemasan, ketakutan, dam dampak terhadap sakit.
Pengkajian tingkat depresi menggunakan tabel inventaris depresi back.

Tabel 1.4 Inventaris Depresi Back Mengetahui Tingkat Depresi Lansia

SKO
URAIAN
R
A. KESEDIHAN
Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana saya tak dapat
3
menghadapinya.
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya.
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih
B. Spesimisme
Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat
3
membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan.
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu spesimis atau kecil hati tentang masa depan.
C. Rasa kegagalan
3 Saya merasa gagal sebagai orang tua ( suami/istri)
Bila melihat kehidupan kebelakang semua yang dapat saya lihat hanya
2
kegagalan.
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal
D. Ketidak puasan
3 Saya tidak merasa puas dengan segalanya
2 Saya tidak mendapat lagi keputusan dari apapun.
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas.
E. Rasa bersalah
3 Saya merasa seolah-olah sangat buruk atau tidak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk/tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Saya tidak merasa benar benar bersalah
F. Tidak menyukai diri sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri
G. Membahayakan diri sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahaykan diri
0
sendiri
H. Menarik diri sendiri dari sosial
Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli
3
pada mereka.
Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai
2
sedikit perasaan pada mereka.
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya.
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain.
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak bisa mendapat keputusan sama sekali.
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalm membuat keputusan.
1 Saya berusaha mengambil keputusan.
0 Saya membuat keputusan yang baik.
J. Perubahan gambaran diri.
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikan.
Saya merasa bahwa ada perubahan permanen dalam penampilan saya dan
2
ini membuat saya tidak tertarik.
1 Saya kuatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik.
0 Saya merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya.
K. Kesulitan kerja
3 Saya tidak melakukan kerja sama sekali
Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
2
sesuatu.
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu.
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya.
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu.
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu.
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya.
0 Saya tidak merasa lebih leah dari biasanya.
M. Anoreksia
3 Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali.
2 Nafsu akan saya sangat memburuk sekarang.
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya.
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya.

d) Pola seksual dan depresi

Menggambarkan kepuasan/ masalah terhadap seksualitas.

e) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.

f) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual.


2. Diagnosa Keperawatan

Tahap ke 2 dari proses keperawatan adalah identifikasi masalah


dan diagnosis keperawatan. Ada fase ini, perawat harus
menginterpretasi dan membuat keputusan tentang data yang
dikumpulkan, perawat mengatur atau mengumpulkan data kedalam
kategori yang sama untuk mengidentifikasi area signifikan dan
membuat salah satu keputusan berikut :

a. Tidak ada data masalah kesehatan disfungsional : intervensi yang


diindikasi.

b. Ada resiko masalah kesehatan disfungsional : intervensi diperlukan


untuk memfasilitasi peningkatan rasa kesehatan.

c. Data masalah kesehatan fungsional aktual: intervensi diperlukan


untuk memfasilitasi peningkatan kesehatan.

Diagnosa keperawatan adalah penyebut sekelompok petunjuk


yang didapat selama fase pengkajian. Diagnosa keperawatan saat ini
dikenal adalah suatu penelitian klinis tentang respon
individu,keluarga,atau komunitas tehadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang actual dan potensial. Diagnosa keperawataan menjadi
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil menjadi
tanggung gugat perawat (Wong, 2009, p. 21).

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon


individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan
perawat. (Nursalam, 2009, p. 59).

Jadi, diagnosis keperawatan adalah fase dimana perawat


merumuskan hasil data yang diperoleh pada fase pengkajian, yang
diurutkan dari masalah aktual dan risiko untuk menentukan
perencanaan keperawatan.

Tujuan penggunaan diagnosis keperawatan adalah sebagai


berikut :

a. Mengidentifikasi masalah dimana adanya respon klien terhadap


status kesehatan atau penyakit
b. Mengidentifikasi faktor-fakator yag menunjang atau menyebabkan
suatu masalah (etiologis)
c. Mengidentifikasi kemampuan klien untuk mencegah atau
menyelesaikan masalah. (Nursalam, 2009, p. 60).

Diagnosis keperawatan umumnya terdiri atas masalah atau


problem (P), penyebab masalah atau etiologi (E), dan gejala atau
symtom (S). Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5
kategori yaitu aktual, risiko, potensial, sejahtera (welness), dan
sindrom. (Nursalam, 2009, p. 69).
3. Intervensi Keperawatan

Setelah diagnosis keperawatan teridentifikasi, suatu rencana


asuhan dibuat dan hasil atau tujuannya ditetapkan. Hasil adalah
perubahan yang terprojektif pada status kesehatan klien, kondisi klinis,
atau prilaku yang terjadi setelah intervensi keperawatan. Sasaran akhir
dari asuhan keperawatan adalah mengubah diagnosis keperawatan
menjadi ststus kesehatan yang diinginkan. Rencana asuhan ditetapkan
sebelum intervensi dapat dibuat (Wong, 2009, p. 23).
Intervensi keperawatan adalah starategi design untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada
diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa
keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2009,
p. 77).

Jadi, intervensi keperawatan merupakan fase dimana perawat


merumuskan perencanaan untuk mendapatkan perubahan atau hasil
yang diharapkan pada status kesehatan klien.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi dimulai ketika perawat menempatkan intervensi


tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik mengenai
efeknya. Umpan balik muncul kembali dalam bentuk observasi dan
komunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi hasil
intervensi keperawatan. Selama tahap implementasi, keamanan dan
kenyamanan psikologi klien berkenaan dengan asuhan atraumatik atap
harus di perhatikan (Wong, 2009, p. 24).

Pelaksanaan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan keperawatan


dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan: independen,
dependen, dan interpenden. Tindakan keperawatan independen
merupakan suatu kegiatan yang dilakasanakan oleh perawat tanpa
petunjuk atau perintah dari dokter atau tenaga kesehatan. Tindakan
keperawatan dependen adalah tindakan yang dilakasanakan oleh
perawat berdasarkan atas pesan orang lain. Sedangkan tindakan
keperawatan interdependen adalah tindakan yang dilakukan perawat
dengan bekerjasama dengan profesi disiplin ilmu yang lain dalam
keperawatan. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional adalah
bervariasi, tergantung individu dan masalah yang spesifik. Tetapi ada
beberapa komponen terlibat dalam tindakan keperawatan yang meliputi
pengkajian yang terus menerus, perencanaan dan pengajaran
(Nursalam, 2008, p. 131).

Jadi, implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


berdasarkan perencanaan untuk mendapatkan hasil yang optimal, serta
mengumpulkan data yang diperoleh setelah melakukan tindakan baik
secara objektif maupun verbal untuk mengevaluasi tindakan yang telah
diberikan pada klien.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan


keputusan. Perawat mengumpulkan, menyortir, dan menganalisis data
untuk menetapkan apakah (1) tujuan telah tercapai (2) rencana
memerlukan modifikasi atau (3) alternative baru harus
dipertimbangkan. Pedoman observasi dimasukan dalam rencana asuhan
standar untuk membantu pembaca mengidentifikasi metode untuk
mengevaluasi apakah tujuan atau hasil tercapai. Tahap evaluasi
memenuhi proses keperawatan atau berperan sebagai dasar untuk
pemilihan alternatif lain untuk intervensi dalam pemecahan masalah
spesifik (Wong, 2009, p. 24).

Evaluasi dalam keperawatan adalah tindakan intelektual untuk


melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan implementasinya. Tahap
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang
terjadi selama tahap pengkajian, dan implementasi intervensi.
(Nursalam, 2008, p. 131).

Jadi, evaluasi keperawatan merupakan fase penilaian terhadap


tindakan yang telah dilakukan dengan mengambil kesimpulan apakah
tindakan tersebut telah tercapai dan memenuhi kebutuhan klien secara
optimal atau tidak sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk
intervensi dalam pemecahan masalah secara spesifik.
Tujuan dari evaluasi adalah sebagai berikut :

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai


tujuan yang ditetapkan)
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
d. Membuat outcomes yang baru
e. Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk
mencapai tujuan sebelumnya.
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi
atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara
SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format
evaluasi mengguanakn :
S: subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diperbaiki.
O: objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah
dilakukan tindakan.
A: analisa adalah membandingkan antara informasi subjektif dan
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi,
masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.
P: planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).

Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan


intervensi tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik
mengenai efeknya. Umpan balik muncul kembali kedalam bentuk
observasi dan kemunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi
hasil intervensi keperawatan. Selama hasil implementasi keaamanan
dan kenyamanan psikologi pasien berkenaan dengan asuhan atraumatik
tetap harus diperhatikan. (Donna dkk ,2009).

C. Konsep Lansia
1. Definisi
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Wahyudi, 2008).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangkan secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides, 1994). Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan
umumnya dialami pada semua makhluk hidup. (Wahjudi, 2008, p. 11).
2. Batasan Lansia
Menurut WHO,batasan lansia meliputi :
a. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
b. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
c. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (Very old), adalah usia 90 tahun keatas
(Wahyudi, 2008, p. 24).
3. Teori-teori Proses Penuaan
Menurut Nugroho Wahyudin (2008) ada beberapa teori proses
penuaan yaitu :
a. Teori Biologi

1) Teori genetik dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)


Menurut teori ini menua telat terprogram secara genetic
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang terprogram oleh molekul-molekul atau
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

2) Teori radikal bebas

Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-


oksidasi bahan organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.

3) Teori autoimun

Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan


gangguan pada keseimbangan segulasi system imun (Corwin,
2001). Sel normal telah menua dianggap benda asing,sehingga
sistem bereaksi untuk membentuk antibody yang menghancurkan
sel tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut sistem imunitas
tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu melawan organism
pathogen yang masuk kedalam tubuh. Teori menyakini menua
terjadi berhubungan dengan peningkatan produk antobodi.

4) Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa


digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, dan stress
menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
5) Teori telomere
Dalam pembelahan sel DNA membelah dengan satu arah.
Setiap pembelahan akan menyebabkan panjang ujung telomere
berkurang panjangnya saat memutuskan duplikat kromosom,
makin sering sel membelah, makin cepat telomere itu memendek
dan akibatnya tidak mampu membelah lagi.
6) Teori apoptosis

Teori ini disebut juga teori bunuh diri ( Comnit Suitalic ) sel
jika lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri
ini diperlukan pada perkembangan persarafan dan juga
diperlukan untuk merusak sistem program prolifirasi sek tumor.
Pada teori ini lingkungan yang berubah, termasuk didalamnya
oleh karna stress dan hormon tubuh yang berkurang
konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.

(Wahyudi, 2008, p. 13).

b. Teori Kejiwaan Sosial

1) Aktifitas atau kegiatan (Avtivity theory)

Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah
mereka yang aktfi dan ikut banyak kegiatan sosial.

2) Kepribadian lanjut (Continuity theory)

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada


seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality
yang dimilikinya.

3) Teori pembebasan (Disengagement theory)

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur


melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.

(Wahyudi, 2008, p. 16).


c. Teori Lingkungan

1) Exposure theory : Paparan sinar matahari dapat mengakibatkan


percepatan proses penuaan.

2) Radiasi theory : Radiasi sinar y, sinar x dan ultrafiolet dari alat-


alat medis memudahkan sel mengalami denaturasi protein dan
mutasi DNA.

3) Polution theory : udara, air dan tanah yang tercemar polusi


mengandung substansi kimia, yang mempengaruhi kondisi
epigentik yang dapat mempercepat proses penuaan.

4) Stress theory : stress fisik maupun psikis meningkatkan kadar


kortisol dalam darah. Kondisi stress yang terus menerus dapat
mempercepat proses penuaan.

4. Perubahaan yang Terjadi pada Lansia

Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua.


Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan
makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho Wahyudi (2008)
perubahan yang terjadi pada lansi adalah sebagai berikut :

a. Perubahan fisik

1) Sel

Jumlah sel menjadi sedikit, ukurannya lebih besar,


berkurangnya cairan intra seluler, menurunya proporsi protein
diotak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel.

2) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hunbungan antara persyarafan
menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca
indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon pengelihatan
dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa,
lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin
rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.

3) Sistem pengelihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa


lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul
sklerosis, daya membedakan warna menurun.

4) Sistem pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada


bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

5) Sistem Cardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan


jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun,
kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah : kurang
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan
posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan
tekanan draah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah
meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer, systole normal + 170 mmHg, diastole normal + 95
mmHg.

6) Sistem pengaturan temperature tubuh


Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja
sebagai suatu thermost yaitu menetapkan suatu suhu tertentu,
kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya
yang seing ditemukan antara lain : temperature tubuh menurun,
keterbatasan reflek mengigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

7) Sistem respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu


meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan
batuk menurun (menurunya aktifitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.

8) Sistem gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap


menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltic
lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbs menurun.

9) Sistem Genitourinaria

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya


menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat pada wanita
sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering,
elastisitasjaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi
seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
10) Sistem Endokrin
Produksi hamper semua hormone meurun (ACTH, TSH,
FSH, LH), Penurunan sekresi hormone kelamin misalnya :
estrogen, progesterone, dan testoteron.
11) Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan
proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya
elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan
fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
12) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan da rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
(Wahyudi, 2008, p. 27).
5. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fiisk
b. Kesehatan umum
c. Tingkat Pendidikan
d. Hereditas
e. Lingkungan
f. Perubahan kepribadian yang drastic namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit
h. Kenangan lama tidak berubah
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan keterampilan, psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari
faktor waktu.
(Wahjudi, 2008, p. 34).
6. Perubahan Psikososial
a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang
menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam sering binggung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan anatara lain karena ketergsntungan fisik dan
sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan
status, teman atau relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi
g. Penyakit kronis
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial
i. Gangguan saraf panca indra
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga
l. Berkurangnya kekuatan fisik
(Wahjudi, 2008, p. 36).

D. Konsep Senam Lansia


1. Definisi
Senam adalah serangkain gerak nada yang teratur dan terarah serta
terencana yang dilakukan secara tersendiri atau berkelompok dengan
maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai
tujuan tersubut.dalam bahasa inggris terdapat istilah exercise atau
aerobic yang merupakan suatu aktivitas fisik yang dapat memacu
jantung dan peredaran darah serta pernafasan yang dilakukan dalam
jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan perbaikan dan
manfaat kepada tubuh. Senam berasal dari bahasa yunani yaitu
gymnastic (gymnos) yang berarti telanjang, dengan maksud agar
keleluasaan gerak dan pertumbuhan badan yang dilatih dapat
terpantau. (Suroto, 2013).
Senam merupakan bentuk latihan-latihan tubuh dan anggota tubuh
untuk mendapatkan kekuatan otot, kelenturan persendian, kelincahan
gerak, keseimbangan gerak, daya tahan, kesegaran jasmani dan
stamina. Dalam latiham senam semua anggota tubuh (otot-otot)
mendapat suatu perlakuan. Otot-otot tersebut adalah gross muscle (otot
untuk melakukan tugas berat) dan fine muscle (otot untuk melakukan
tugas ringan).
Senan lansia dibuat oleh menteri Negara pemuda dan olahraga
(MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani
kelompok lansia yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia
sekarang sudah diberdayakan diberbagai temapat seperti dipanti
werdha posyandu, klinik kesehatan, dan puskesmas. (Suroto, 2013).
Senam lansia adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak
memberatkan yang diterapkan pada lansia.aktifitas olahraga ini akan
membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih
tualng tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu
menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh. Jadi
senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah
serta terecana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan
dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk
mencapai tujuan tersebut.
2. Jenis Senam Lansia
Jenis-jenis senam lansia yang biasa diterapkan, meliputi :
a. Senam kebugaran lansia
b. Senam otak
c. Senam osteoporosis
d. Senam hipertensi
e. Senam diabetes mellitus
f. Olahraga rekreatif/jalan santai.
3. Manfaat Olahraga Bagi Lansia
Semua senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat
bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif/penuaan. Senam ini
sangat dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia (45 thn)
dan usia lansia (65 thn ke atas).
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap
peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan
imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat
kebugaran dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyut jantung
waktu istirahath yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi
supaya lebih bugar, kncepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus
menurun (Poweell, 2000).
Dengan mengikuti senam lansia efek minimalya adalah lansia
merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak,
pikiran tetap segar.
Manfaat dari olahraga bagi lanjut usia menurut (Arikunto, 2006, p.
157) antara :
a. Memperlancar proses degenerasi karena perubahan usia
b. Mempermudah untuk menyesuaikan kesehatan jasmani dalam
kehidupan (Adaptasi)
c. Funsi melindungi, yaitu memperbaiki tenaga cadangan dalam
fungsinya terhadap bertambahnya tuntutan, misalnya sakit. Sebagai
rehabilitas pada lanjut usia terjadi penurunan masa otot serta
kekuatannya, laju denyut jantung maksimal, toleransi latihan,
kapasitas aerobic dan terjadinya peningkatan lemak tubuh. Dengan
melakukan olahraga seperti senam lansia dapat mencegah atau
melambatkan kehilangan fungsional tersebut. Bahkan dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa latihan/ olahraga seperti senam
lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti
hipertensi, diabetes melitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan
(Crea, 2008, p. 81).
4. Tujuan Senam Lansia
a. Melebarkan pembuluh darah
b. Tahanan pembuluh darah menurun
c. Berkurangnya hormon yg memacu peningkatan tekanan darah
d. Menurunkan lemak / kolesterol yang tinggi.
5. Indikasi Senam Lansia
Indikasi dilakukan senam lansia dengan hipertensi adalah klien yang
menderita hipertensi
6. Kontraindikasi
a. Klien dengan fraktur ekstremitas bawah atau bawah
b. Klien dengan bedrest total
7. Langkah-Langkah Senam Lansia
a. Tarik nafas, angkat tangan ke atas, hembuskan pelan-pelan dari
mulut tangan turunkan. Lakukan sebanyak 2x
b. Ayunkan kaki kanan kedepan sebanyak 8 kali. Lakukan 2x
c. Ayunkan kaki kiri kedepan sebanyak 8 kali. Lakukan 2x
d. Ayunkan kaki kanan kedepan sebanyak 2x kemudian kaki kiri
sebanyak 2x
e. Jalan ditempat sebanyak 8 kali. Lakukan 2x
f. Letakkan tangan diperut tangan kanan ayunkan kesamping kanan
dan kanan ayunkan ke kanan. Lakukan secara bersamaan 8 kali.
Lakukan 2x
g. Letakkan tangan kanan diperut tangan kiri ayunkan ke samping kiri
dan kaki kiri ayunkan ke kiri. Lakukan secara bersamaan sebanyak
8 kali. Lakukan 2x
h. Letakkan tangan diperut ayunkan kedua tangan kesamping dan
kedua kaki kesamping sebanyak 8 kali. Lakukan 2x
i. Jalan ditempat sebanyak 8 kali. Lakukan 2x
j. Letakkan tangan di perut ayunkan ke atas bersamaan dengan kaki
ayunkan kesampingsebanyak 8 kali. Lakukan 2x
k. Jalan di tempat sebanyak 8 kali. Lakukan 2x
l. Pada hitungan satu, ujung jari kaki menyentuh tanah pada hitungan
ke dua tumit menyentuh tanah, lakukan pada kaki kiri dan kanan
sebanyak 8 kali. Lakukan 2x
m. Tarik nafas, angkat tangan ke atas, hembuskan pelan-pelan dari
mulut tangan turunkan. Lakukan sebanyak 3x
Gambar 2.2
Langkah- Langkah Senam Hipertensi
(INTI)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Strategi atau pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan
penelitian kualitatif dengan strategi penelitian case study research (penelitian
studi kasus). Data kualitatif adalah data yang diwujudkan dalam kata keadaan
atau kata sifat. Menurut teori penelitian kualitatif, agar penelitinya dapat betul-
betul berkualitas, data yang dikumpulkan harus lengkap, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata
yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh
subjek yang dapat di percaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan)
yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, sms, dan
lain-lain), foto-foto, film, rekaman video, benda-benda dan lain-lain yang dapat
memperkaya data primer (Arikunto, S, 2010, p. 21).
Studi kasus (case study) dilakukan dengan cara meneliti suatu
permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal
disini dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk yang terkena suatu
masalah, misalnya keracunan, atau sekelompok masyarakat di suatu daerah.
Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi
yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang
mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus yang muncul sehubungan dengan
kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap perlakuan atau pemaparan
tertentu. Meskipun di dalam studi kasus ini yang diteliti hanya berbentuk unit
tunggal, namun dianalisis secara mendalam, meliputi berbagai aspek yang
cukup luas, serta penggunaan berbagai teknik secara integrative (Notoatmodjo,
S, 2012, p. 47).
Metode ini dipilih oleh peneliti untuk mengaplikasikan tindakan Senam
lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi didesa
pakuon kecamatan sukaresmi.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1) Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Mekarsari Kec.Cianjur Kab.
Cianjur, Jawa barat. dengan pertimbangan tempat tersebut merupakan salah
satu tempat yang berada di Cianjur dengan kasus gerontik.
2) Waktu penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan februari- juni 2018.

C. Seting Penelitian

Setting penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang


ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian ini,
peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang
(actors) yang ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2007, p. 215).
Setting dari penelitian ini adalah implementasi senam lansia terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Letak puskesmas
nagrak desa mekarsari kec.cianjur kab.cianjur. Sarana dan prasaran yang
dimiliki puskesas nagrak antara lain :

a. 1 Poned
b. 6 Pustu
c. 2 Polindes
d. 1 Poskesdes
e. 1 Pusling
f. 16 Motor
g. 1 Ambulance

D. Subjek Penelitian / Partisipan


Partisipan dalam penelitian ini adalah pasien lansia dengan Hipertensi di
Desa Mekarsari Kecamatan Cianjur. Teknik yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah purposive sampling yakni suatu teknik penetapan sampel dengan
cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,
2016, p. 174).
Kriteria yang menjadi sample dalam penelitian ini adalah pasien lansia
dengan masalah hipertensi. Dalam penelitian ini partisipan yang diambil adalah
2 orang klien yang masuk dengan diagnosis yang sama. Adapun partisipan
yang diambil 2 orang klien karena peneliti mempertimbangkan keterlibatan
waktu, tenaga dan biaya.

E. Metode Pengumpulan Data


1) Metode Wawancara
Wawancara merupakan metode dalam pengumpulan data dengan
mewawancarai secara langsung responden yang diteliti, metode ini
memberikan hasil secara langsung, dan dapat dilakukan apabila ingin tahu
hal-hal dari responden secara mendalam serta jumlah responden sedikit.
(Hidayat, 2017, p. 83).
Wawancara dalam penelitian ini berdasarkan asas subyek yang
memiliki data, dan bersedia memberikan informasi yang lengkap dan
akurat. Informan bertindak sebagai sumber data dan informasi harus
memenuhi kriteria. Informan sebagai narasumber dalam penelitian ini
adalah lansia yang berumur lebih dari 60 tahun serta memiliki masalah
hipertensi.
2) Observasi partisipatif
Observasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan observasi
partisipatif. Observasi partisipatif menurut (Sugiyono, 2011, p. 310),
peneliti selain melakukan pengamatan juga melakukan apa yang dilakukan
oleh narasumber, maka diharapkan data yang diperoleh akan lebih lengkap,
tajam, dan mengetahui tingkat makna setiap perilaku yang tampak. Seperti
yang dikemukakan bahwa observasi partisipatif dapat digolongkan menjadi
empat, yaitu partisipasi aktif, partisipasi moderat, observasi yang terus
terang tersamar, dan observasi lengkap (Sugiyono, 2011, p. 311).
Peneliti melakukan pengamatan di lingkungan Puskesmas Nagrak
Desa.Mekarsari Kec.Cianjur Kab.Cianjur. Pengamatan dilakukan untuk
melihat Efektivitas Implementasi terhadap penurunan tekanan darah pad
lansia dengan hipertensi.
3) Studi pustaka
Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah
studi pustaka, yakni pencarian sumber-sumber atau opini pakar tentang
suatu hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian (Djiwandono, 2015, p.
27).
Adapun data yang diperoleh dan dirangkum dalam penelitian ini
adalah mengenai konsep hipertensi dan konsep senam lansia prosedur
penyusunan penelitian yang bersumber dari beberapa buku, jurnal, dan
literatur lainnya.
4) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data penelitian melalui
dokumen (data sekunder) seperti data statistic, status pemeriksaan pasien,
rekam medic, laporan, dan lain-lain. (Hidayat, 2017, p. 84).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian dilaksanakan
dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
a) Peneliti melakukan awal penelitian dengan melakukan perkenalan
dengan situasi, suasana, lingkungan, dan tempat penelitian
dilaksanakan. Kemudian peneliti merancang daftar pertanyaan agar
wawancara dapat berjalan dengan baik.

b) Melalui wawancara mendalam kepada informan yang dapat


memberikan jawaban sesuai kenyataan yang sebenarnya terjadi.

c) Jawaban yang diperoleh dari informan kemudian disimpan untuk


nantinya dipilah-pilah dan dilakukan wawancara berikutnya hingga
mencapai titik jenuh. Kekurangan informasi dapat dipenuhi dengan
melakukan pengecekan ulang untuk mendapatkan jawaban.

d) Studi dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah


dokumentasi mengenai Implementasi senam lansia terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.

F. Metode Uji Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena


itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui
keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai.
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan
triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007, p. 330).

Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini dilakukan triangulasi


dengan sumber. Menurut Patton, triangulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif
(Moleong, 2007, p. 29). Menurut Sugiyono (2011, p. 330) teknik triangulasi
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
untuk mendapatkan data dari sumber yang sama yaitu teknik observasi
partisipatif, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi untuk sumber data
yang sama secara serentak. Triangulasi juga dapat diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggambungkan berbagai teknik
pengumpulan data sari sumber data yang ada.

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan:

a. Triangulasi pengumpulan data, dilakukan dengan membandingkan data yang


dikumpulkan melalui wawancara dengan data yang diperoleh melalui
observasi atau informasi yang diperoleh melalui studi dokumentasi.
b. Triangulasi sumber data, dilakukan dengan cara menanyakan kebenaran
suatu data atau informasi yang diperoleh dari seorang informan kepada
informan lainnya.
c. Pengecekan anggota dilakukan dengan cara menunjukan data atau informasi,
termasuk interpretasi peneliti, yang telah disusun dalam format catatan
lapangan. Catatan lapangan tersebut dikonfirmasi langsung dengan informan
untuk mendapatkan komentar dan melengkapi informasi lain yang dianggap
perlu. Komentar dan tambahan informasi tersebut dilakukan terhadap
informan yang diperkirakan oleh peneliti.
d. Diskusi teman sejawat dilakukan terhadap orang yang menurut peneliti
memiliki pengetahuan dan keahlian yang relevan, agar data dan informasi
yang telah dikumpulkan dapat didiskusikan dan dibahas untuk
menyempurnakan data penelitian. Diskusi dengan teman sejawat peneliti di
diploma 3 Akademi Keperawatan Cianjur.
Pengecekan ini dilakukan untuk mendapatkan komentar setuju atau
tidak, untuk melengkapi informasi yang perlu dilengkapi. Komentar atau
tambahan informasi digunakan untuk memperbaiki catatan yang telah
dikumpulkan peneliti selama di lapangan.

G. Metode Analisis Data


Miles and Huberman (as cited in Sugiyono, 2011, p. 337),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus hingga tuntas, sampai datanya
jenuh. Aktivitas dalam analisis data setelah pengumpulan data, antara lain data
reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan data verification
(verifikasi data).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin
tahun 2003 (as cited in Bahaddur, 2012, p. 50), yaitu sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.
Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatancatatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan
data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema,
membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud
menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.
3. Display Data
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.
Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.
4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and
Verification)
Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa
kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.
Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis
data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data kualitatif merupakan
upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang
terkait.
Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai
dalam bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan,
pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian
diambil intisarinya saja.
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses
tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah
seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari
lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan
sebagainya melalui metode wawancara, observasi yang didukung dengan
studi dokumentasi.
Setelah data terkumpul maka dilakukan kegiatan analisis sebagai berikut:
1. Mengumpulkan semua data kemudian memberikan penandaan pada
sumber asal data, seperti wawancara, catatan lapangan, dan dokumen.
Data-data tersebut diberi nomor urut berdasarkan kronologi waktu
pengumpulannya. Halaman sumber data juga dimasukkan untuk
mempermudah penelurusan data ketika diperlukan.

2. Data dibaca hingga tiga kali setelah diberi nomor urut. Pada tahap ini
peneliti mulai menyusun koding.

3. Setelah menyusun koding, peneliti membubuhkan nomor pada


kategorinya dan membaca kembali bersamaan dengan memberikan
nomor kategori koding sesuai dengan satuan data.

4. Kemudian data disortir dengan menggunakan pendekatan potong


simpan dan diberikan label berupa kode dan kata-kata atau ungkapan
yang sesuai.
5. Membuat format matriks yang menyajikan informasi secara sistematis,
selanjutnya mendeskripsikan dalam laporan penelitian.
Data yang diperoleh di lapangan cukup banyak, oleh karena itu perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Banyaknya data yang diperoleh memerlukan
analisis data yaitu melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya serta membuang yang tidak diperlukan. Sehingga data yang
direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada peneliti
tentang pokok penelitiannya (Sugiyono, 2009, p. 228).
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan
data. Melalui penyajian data, maka data akan terorganisasi, tersusun dalam
pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami (Sugiyono, 2009, p. 341).
Langkah selanjutnya dalam penelitian kualitatif, menurut Miles and
Huberman (as cited in Sugiyono, 2009, p. 345) adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan dalam dalam penelitian kualitatif mungin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin
juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian di
lapangan.

H. Metode Analisa Data (Analisa PICOT)


Format PICOT adalah suatu pendekatan yang sangat membantu dalam
meringkas pertanyaan penelitian yang mengungkap efek dari terapi (Riva.,
Keshena., Stephen., Andrea & Jason, 2012, p. 1).
P : Populasi/pasien, merujuk pada sampel subjek yang akan digunakan
didalam studi penelitian. Pada penelitian ini pasien yang digunakan adalah
2 pasien lansia yang berumur lebih dari 60 tahun yang memiliki masalah
hipertensi.
I : Intervention, merujuk pada penanganan yang akan diberikan kepada
subjek yang telah diikutsertakan dalam studi penelitian. Pada intervensi
dipenelitian ini adalah implementasi senam lansia terhadap penurunan
tekananan darah pada lansia hipertensi.
C : Comparison, mengidentifikasi intervensi yang digunakan peneliti dengan
referensi yang digunakan dalam perencanaan. Pada penelitian ini
digunakan pembanding 2 jurnal, pada jurnal utama pengaruh senam lansia
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dipanti werda usia
“berhany” semarang menunjukkan adanya pengaruh pemberian senam
lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Dalam penelitian
jurnal pembanding yang berjudul pengaruh senam lansia terhadap
tekanan darah dipanti sosial tresna werdha budi luhur jambi terdapat hasil
penelitian membuktikan bahwa senam lansia sangat efektif dalam
meurunkan tekanan darah. Dengan demikian yang perlu dilakukan untuk
mengurangi hipertensi pada lansia yaitu dengan cara memberi senam
lansia.
O : Outcome, merepresentasikan hasil apa yang peneliti rencanakan dalam
pengukuran untuk memeriksa keefektifan intervensi peneliti. Pada
penelitian ini outcome yang diharapkan adalah setelah dilakukan intervensi
senam lansia pada pasien lansia yang mengalami hipertensi terdapat
penurunan tekanan darah.
T : Time, mendeskripsikan durasi dalam pengumpulan data. Penelitian ini
tidak dicantumkan waktu dari penelitian, namun hanya mencantumkan
lamanya proses penelitian yakni selama 3 hari.

I. Etika Penelitian
Penelitian dilakukan setelah peneliti meminta izin kepada pihak kampus
AKPER PEMKAB Cianjur dan pengambilan data penelitian dilakukan setelah
peneliti mendapat izin dari pihak Puskesmas. Setelah ada persetujuan barulah
penelitian ini dilakukan dengan menekankan pada masalah kesehatan yang
meliputi (Alimul, 2009, p. 83) :
1. Informed Concent (Lembar Persetujuan)
Informed Concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed
concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka
peneliti harus memperhatikan persetujuan. Jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak pasien.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed concent
tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis
data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah
yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,
dan lain-lain.
Dalam penelitian ini peneliti memberikan lembar pesetujuan
kepada responden yang akan diteliti, peneliti menjelaskan maksud dari
penelitian serta dampak yng mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data. Jika responden bersedia, maka mereka harus
menandatangani surat persetujuan penelitian, jika responden menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-
haknya.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau harus penelitian yang
akan disajikan.
Pada penelitian ini, untuk menjaga kerahasiaan identitas klien,
serta menjaga privasi yang dimiliki klien, peneliti tidak mencantumkan
nama dan lembar pengumpulan data dan cukup dengan menggunakan inisial
dan telah disepakati oleh klien.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
Pada penelitian ini kerahasiaan informasi yang diperoleh dari klien
telah dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan
disajikan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Kasus I
Klien bernama Ny.N berumur 73 tahun, beragama islam berasal
dari suku/bangsa sunda, klien pernah menginjak bangku sekolah dasar,
peneliti mendapatkan informasi langsung dari klien, keluarga yang data
dihubungi adalah suami klien, diagnosa klien adalah hipertensi, kini klien
tinggal di KP. Rawey Rt.07 Rw.04 Desa.Mekarsari , Kec. Cianjur, Kab.
Cianjur, Jawa barat. Sekarang klien tidak memiliki pekerjaan, sumber
pendapatan klien dari anaknya. Hobi klien mamasak. Klien mengatakan
sesekali berpergian dengan keluarga, klien beberapa minggu yang lalu
sempat aktif dalam kegiatan pengajian yang berada dekat dengan rumah.
Klien sebelumnya memiliki kakak, namun sudah meninggal, kakak klien
bernama Tn.K dikarenakan suatu penyakit. Klien tidak memiliki riwayat
keluarga yang meninggal satu tahun terakhir.
Klien mengeluhkan nyeri pada bagian kepala, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan dibagian kepala menjalar ke bahu,
skala nyeri 4 (0-10), usaha klien dalam mengurangi nyerinya dengan
beristirahat sejenak dari aktivitas. Gejala yang dirasakan klien adalah
nyeri pada kepala. Faktor pencetus dari nyerinya adalah karena aktivitas
yang berat. Timbulnya keluhan yang klien rasakan adalah bertahap,
lamanya adalah langsung terasa nyeri. Klien sudah mengalami nyerinya
sejak 7 tahun terakhir. Upaya klien dalam mengatasinya adalah
beristirahat sejenak dari aktivitas. Klien terkadang memeriksakan
kesehatannya pada klinik dan RS jika penyakitnya kambuh. Klien
mangatakan rutin meminum obat yang telah diresepkan oleh dokter.
Tidak ada penyakit yang pernah diderita. Tidak ada riwayat imunisasi.
Tidak ada riwayat alergi. Tidak ada riwayat kecelakaan. Tidak ada
riwayat dirawat dirumah sakit. Tidak ada riwayat pemakaian obat.
Pola kebiasaan sehari-hari klien hanya memiliki satu masalah
yakni pada kriteria aktifitas dan latihan tidak memiliki masalah, selain itu
dalam kondisi yang baik, tidak ada masalah seperti pada kriteria nutrisi,
eliminasi, personal hygiene, istirahat dan tidur, serta kebiasaan. Dilihat
keadaan umum klien didapatkan klien dalam kondisi kurang baik,
dengan tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 89x/menit, respirasi 21x
menit, serta suhu 36,5°C. Rambut berwarna putih (beruban), kuat,
persebaran merata, tidak ada nyeri tekan. Mata konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, visus baik (dapat melihat jelas jarak jauh dan dekat,
tidak ada nyeri tekan. Hidung simetris, tidak terdapat polip, fungsi
penciuman baik, tidak ada nyeri tekan.
Telinga simetris, keadaan bersih, fungsi pendengaran baik, tidak ada
nyeri tekan pada aurikel. Mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak
pucat, tidak terdapat stomatitis, gigi sebagian tanggal, tidak ada
peradangan tonsil,fungsi pengecapan baik, lidah bersih. Leher simetris,
tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada nyeri
tekan. Dada simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat retraksi
dinding dada, bunyi nafas vesikuler, tidak terdapat bunyi nafas tambahan,
suara jantung reguer S1 & S2, frekuensi nafas 21x/menit. Abdomen
datar, tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar, bissing usus
16x/menit. Kulit berwarna sawo matang, tidak ada nyeri tekan, turgor
kulit kembali dalam ≤1 detik. Genitalia bersih, tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas atas simetris, kekuatan otot +5/+5, CRT kembali dalam ≤1
detik, tidak ada nyeri tekan, reflex bisep dan trisep (+). Ekstremitas
bawah simetris, kekuatan otot +5/+5, CRT kembali dalam ≤1 detik, tidak
ada nyeri tekan, refleks babinski (+).
Lingkungan tempat tinggal memiliki kebersihan dan kerapihan
ruangan yang berada dalam keadaan bersih dan rapi. Penerangan cukup,
penggunaan lampu neon sebagai penerangan setiap ruangan. Sirkulasi
udara terdapat 7 jendela dan ventilasi udara sebagai sirkulasi udara.
Keadaan kamar mandi dan WC berada dalam keadaan bersih.
Pembuangan air kotor cukup. Sumber air minum menggunakan air galon.
Pembuangan sampah menggunakan tempat sampah depan rumah. Tidak
ada sumber pencemaran. Pada penataan halaman terdapat beberapa
tanaman hias yang sudah tertata. Tidak ada resiko injuri. Pada
pemeriksaan masalah kesehatan kronis klien didapatkan hasil skor 4,
dengan termasuk pada kriteria tidak ada masalah kesehatan kronis s/d
masalah kesehatan kronis ringan. Pada pemeriksaan fungsi kognitif klien
didapatkan skor 9, termasuk dalam kriteria tidak ada gangguan. Pada
pemeriksaan status fungsional klien didapatkan skor sebesar 17, termasuk
kedalam kriteria mandiri. Pada pemeriksaan status psikologis (Skala
depresi geriatric Yesavage, 1983) didapatkan hasil sebesar 5, termasuk
kedalam kriteria normal. Pada pengkajian keseimbangan lansia, klien
didapatkan hasil sebesar 3, termasuk kedalam kriteria resiko jatuh
rendah.
Kasus II :
Klien bernama Ny.Y berumur 80 tahun, beragama islam berasal
dari suku/bangsa sunda, klien pernah menginjak bangku sekolah dasar,
peneliti mendapatkan informasi langsung dari klien, keluarga yang dapat
dihubungi adalah anak klien, diagnosa medis klien adalah hipertensi.
Kini klien tinggal di rumah anaknya yang beralamat di Kp.rawey Rt.04
Rw.07 Desa.mekarsari Kec.cianjur, Kab.cianjur. Sekarang klien tidak
memiliki pekerjaan, sumber pendapatan klien dari anaknya. Hobi klien
menonoton tv, klien tidak pernah untuk pergi berwisata, klien masih aktif
dalam kegiatan pengajian didaerah Kp.Rawey.
Klien memiliki saudara kandung sebanyak 2 orang, Tn.S sudah
meninggal kan Tn.H dalam keadaan sehat. Klien tidak memiliki riwayat
keluarga yang meninggal dalam satu tahun terakhir.
Klien mengeluh nyeri pada bagian kepala, nyeri timbul seperti
berputar-putar, nyeri dirasakan dibagian kepala menjalar ke punggung,
skala nyeri 5 (0-10) , nyeri timbul bila klien beraktivitas dan berkurang
bila beristrahat. Usaha klien dalam mengurangi nyeri adalah dengan
beristirahat. Gejala yang dirasakan adalah nyeri pada daerah kepala.
Faktor pencetusnya adalah karena adanya riwayat hipertensi. Timbulnya
keluhan adalah bertahap. Lama dari nyerinya adalah langsung terasa
nyeri setelah beraktivitas, tanpa ada jeda. Klien menderita nyeri sejak 10
tahun terakhir. Upaya mengatasi dengan beristirahat sejenak. Klien jika
memeriksakan kesehatannya yakni ke klinik dan RS jika penyakitnya
kambuh. Klien tidak pernah pergi ke bidan/perawat untuk memeriksakan
kesehatannya. Klien rutin meminum obat yang telah diresepkan oleh
dokter. Klien tidak pernah memiliki penyakit yang pernah diderita. Klien
tidak pernah memiliki riwayat imunisasi. Klien tidak memiliki riwayat
alergi. Klien tidak pernah memiliki riwayat kecelakaan. Klien tidak
pernah memiliki riwayat dirawat dirumah sakit. Klien tidak pernah
memiliki riwayat pemakaian obat.
Pola kebiasaan sehari-hari klien hanya memiliki satu masalah
yakni pada kriteria aktifitas dan latihan tidak memiliki masalah, selain itu
dalam kondisi yang baik, tidak ada masalah seperti pada kriteria nutrisi,
eliminasi, personal hygiene, istirahat dan tidur, serta kebiasaan. Pada
pemeriksaan fisik klien didapatkan dari keadaan umum (TTV) adalah
dengan tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi sebesar
19x/menit, suhu sebesar 36°C. Rambut berwarna putih (beruban)
sebagian, kuat, persebaran merata, tidak ada nyeri tekan. Pada mata
konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, visus kurang baik (tidak
dapat jelas melihat jarak jauh), tidak ada nyeri tekan. Hidung simetris,
tidak ada polip, fungsi penciuman baik, tidak ada nyeri tekan. Telinga
simetris, keadaan bersih, fungsi pendengaran baik, tidak ada nyeri tekan
pada aurikel. Mulut simetris, mukosa lembab, tidak pucat, gigi sebagian
tanggal, tidak ada peradangan tonsil, fungsi pengecapan baik. Leher
simetris, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran limfe, tidak
ada nyeri tekan. Dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, VBS
simetris, taktil fremitus simetris, tidak ada suara paru tambahan, S1>S2
di apeks cordis, S2>S1 di basal cordis, tidak ada suara jantung tambahan.
Abdomen datar, tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar, bissing
usus 18x/menit, tidak ada nyeri tekan. Kulit berwarna sawo matang, tidak
ada nyeri tekan, turgor kulit kembali dalam ≤1 detik. Pada genitalia
berada dalam keadaan bersih, tidak ada nyeri tekan. Ekstremitas atas
simetris, kekuatan otot +5/+5, CRT kembali dalam ≤1 detik, tidak ada
nyeri tekan, refleks bisep & trisep (+). Ekstremitas bawah simetris,
kekuatan otot +5/+5, CRT kembali dalam ≤1 detik,tidak ada nyeri tekan,
refleks Babinski (+).
Lingkungan tempat tinggal memiliki kebersihan dan kerapihan
ruangan dalam keadaan bersih dan rapi. Penerangan cukup,
menggunakan lampu bohlam disetiap ruangan. Sirkulasi udara terdapat 4
jendela disertai ventilasi disetiap jendelanya Keadaan kamar mandi dan
WC dalam keadaan bersih. Pembuangan air kotor ke selokan sejauh 20
meter dari rumah. Sumber air minum adalah air galon. Pembuangan
sampah terdapat pada tempat sampah depan rumah. Tidak ada sumber
pencemaran. Pada penataan halaman terdapat beberapa tanaman hias
depan rumah. Tidak ada resiko injuri.
Masalah kesehatan klien ditemukan skor sebesar 3, termasuk
dalam kriteria tidak ada masalah kesehatan kronis s/d masalah kesehatan
kronis ringan. Pada fungsi kognitif klien didapatkan skor sebesar 10,
yang mana termasuk kedalam kriteria tidak ada gangguan. Lalu pada
status fungsional ditemukan hasil sebesar 17, yakni termasuk kedalam
kriteria mandiri. Selanjutnya pada status psikologis (Skala depresi
geriatric Yesavage, 1983) didapatkan hasil sebesar 2, yang mana
termasuk kedalam kriteria normal. Berikutnya pada pemeriksaan
keseimbangan klien didapatkan skor sebesar 6, yakni termasuk kedalam
kriteria resiko jatuh sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
Kasus I
a. Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama menurut (Nanda, Jilid
2, 2015, p. 105) pada Ny.N, yaitu; nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia, gangguan perfusi
jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan
sirkulasi dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Kasus II
a. Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama menurut (Nanda, Jilid
2, 2015, p. 153) pada Ny.Y, yaitu; nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia, gangguan perfusi
jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan
sirkulasi dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Intervensi
Kasus I
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia,
penulis membuat rencana asuhan keperawatan kaji skala nyeri, berikan
posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian analgetik yaitu analgin, monitor tanda-tanda
vital. Tujuan dari intervensi ini adalah nyeri hilang/terkontrol dan tanda-
tanda vital dalam batas normal. Dengan kriteria hasil skala nyeri 0, tanda-
tanda vital dalam batas normal, nyeri hilang/terkontrol.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu gangguan
perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung, berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, penulis membuat rencana asuhan keperawatan monitor status
kardiovaskuler, monitor status pernafasan yang menandakan gagal
jantung, monitor balance cairan, pertehankan catatan intake dan output
yang akurat, monitor tanda-tanda vital, berikan terapi senam lansia.
Tujuan dari intervensi ini adalah menunjukan perfusi jaringan yang
membaik. Dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal, tidak
menunjukkan adanya keluhan sakit kepala, pusing, dan nilai-nilai lab
dalam batas normal.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang tiga yaitu intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen, penulis membuat rencana asuhan keperawatan kaji
respon klien terhadap aktivitas, instruksikan pasien tentang teknik
penghematan energy, berikan dorongan melakukan aktivitas/perawatan
diri bertahap, berikan bantuan sesuai kebutuhan. Tujuan dari intervensi
ini adalah tidak adanya intoleransi aktivitas. Dengan kriteria hasil lien
berpartisipasi dlm aktvitas yang diiginkan, klien akan melaporkan
toleransi aktivitas, klien akan menuju penurunan tanda-tanda intoleransi
fisiologi.
Kasus II
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia,
penulis membuat rencana asuhan keperawatan kaji skala nyeri, berikan
posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian analgetik yaitu analgin, monitor tanda-tanda
vital. Tujuan dari intervensi ini adalah nyeri hilang/terkontrol dan tanda-
tanda vital dalam batas normal. Dengan kriteria hasil skala nyeri 0, tanda-
tanda vital dalam batas normal, nyeri hilang/terkontrol.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu gangguan
perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung, berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, penulis membuat rencana asuhan keperawatan monitor status
kardiovaskuler, monitor status pernafasan yang menandakan gagal
jantung, monitor balance cairan, pertehankan catatan intake dan output
yang akurat, monitor tanda-tanda vital,berikan terapi senam lansia.
Tujuan dari intervensi ini adalah menunjukan perfusi jaringan yang
membaik. Dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal, tidak
menunjukkan adanya keluhan sakit kepala, pusing, dan nilai-nilai lab
dalam batas normal.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang tiga yaitu intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen, penulis membuat rencana asuhan keperawatan kaji
respon klien terhadap aktivitas, instruksikan pasien tentang teknik
penghematan energy, berikan dorongan melakukan aktivitas/perawatan
diri bertahap, berikan bantuan sesuai kebutuhan. Tujuan dari intervensi
ini adalah tidak adanya intoleransi aktivitas. Dengan kriteria hasil lien
berpartisipasi dlm aktvitas yang diiginkan, klien akan melaporkan
toleransi aktivitas, klien akan menuju penurunan tanda-tanda intoleransi
fisiologi.

4. Implementasi
Kasus I
Diagnosa I: Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral dan iskemia.
Hari pertama: 18 April 2018 14.49 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu
analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Hari kedua: 21 April 2018 12.45 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu
analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Hari ketiga: 03 Mei 2018 15.21 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu
analgin, memonitor tanda-tanda vital.

Diagnosa II: Gangguan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung


berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Hari pertama: 18 April 2018 14.49 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
status kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake
dan output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi
senam lansia.
Hari kedua: 21 April 2018 12.45 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
status kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake
dan output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi
senam lansia.
Hari ketiga: 03 Mei 2018 15.21 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
status kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake
dan output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi
senam lansia.
Diagnosa III: Intoleransi aktivitas berhubunga dengan
kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Hari pertama: 18 April 2018 14.49 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien tentang
penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir rambut)
dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Hari kedua: 21 April 2018 12.45 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien tentang
penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir rambut)
dan melakukan aktivitas perlahan,memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Hari ketiga: 03 Mei 2018 15.21 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien tentang
penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir rambut)
dan melakukan aktivitas perlahan,memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.

Kasus II
Diagnosa I: Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral dan iskemia
Hari pertama: 18 April 2018 14.49 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu
analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Hari kedua: 21 April 2018 12.45 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu
analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Hari ketiga: 03 Mei 2018 15.21 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu
analgin, memonitor tanda-tanda vital.

Diagnosa II: Gangguan perfusi jaringan : serebral,ginjal, jantung


berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Hari pertama: 18 April 2018 14.49 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
status kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake
dan output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi
senam lansia.
Hari kedua: 21 April 2018 12.45 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
status kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake
dan output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi
senam lansia.
Hari ketiga: 03 Mei 2018 15.21 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
status kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake
dan output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi
senam lansia.

Diagnosa III: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Hari pertama: 18 April 2018 14.49 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien tentang
penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir rambut)
dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Hari kedua: 21 April 2018 12.45 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien tentang
penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir rambut)
dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Hari ketiga: 03 Mei 2018 15.21 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien tentang
penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir rambut)
dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.

5. Evaluasi
Kasus I
Diagnosa I: Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral dan iskemia.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 18 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan nyeri kepala . Data
obyektifnya hasil skala nyeri 4 (0-10), klien tampak meringis. Analisa
masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan
mengkaji skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik
nafas dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
yaitu analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 21 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan nyeri berkurang. Data
obyektifnya hasil skala nyeri 3 (0-10) klien masih tampak meringis.
Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi
dilanjutkan mengkaji skala nyeri, memberikan posisi nyaman,
mengajarkan teknik nafas dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian analgetik yaitu analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 03 Mei 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan nyeri hilang/terkontrol. Data
obyektifnya hasil skala nyeri 1 (0-10), klien tampak rileks. Analisa
masalah teratasi, dengan planning intervensi pertahankan.

Diagnosa II: Gangguan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung


berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 18 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan pusing. Data obyektifnya
tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 89x/, respirasi 21x/mnt, suhu 36,5°C,
klien tampak pucat. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning
intervensi dilanjutkan memonitor status kardiovaskuler, memonitor status
pernafasan yang menandakan gagal jantung, memonitor balance cairan,
mempertahankan catatan intake dan output yang akurat, memonitor
tanda-tanda vital, memberikan terapi senam lansia.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 21 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan pusing berkurang. Data
obyektifnya tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 91x/mnt, respirasi
20x/mnt, suhu 36°C, klien masih tampak pucat. Analisa masalah teratasi
sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan memonitor status
kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan gagal
jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake dan
output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi
senam lansia.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 03 Mei 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan pusing hilang. Data
obyektifnya tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/mnt, respirasi
21x/mnt, suhu 36°C, klien tampak membaik. Analisa masalah teratasi,
dengan planning intervensi pertahankan.

Diagnosa III: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 18 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan mudah lelah. Data
obyektifnya klien tampak lemah. Analisa masalah teratasi sebagian,
dengan planning intervensi dilanjutkan, mengkaji respon klien terhadap
aktivitas, menginstruksikan klien tentang penghematan energy (duduk
saat menggosok gigi atau menyisir rambut) dan melakukan aktivitas
perlahan, memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan
diri bertahap jika dapat ditoleransi, memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 21 April 2018 yang didapatkan adalah
data subyektifnya Ny.N mengatakan masih mudah lelah . Data
obyektifnya Ny.N masih tampak lemah. Analisa masalah teratasi
sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan, mengkaji respon klien
terhadap aktivitas, menginstruksikan klien tentang penghematan energy
(duduk saat menggosok gigi atau menyisir rambut) dan melakukan
aktivitas perlahan, memberikan dorongan untuk melakukan
aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 03 Mei 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan masih mudah lelah. Data
obyektifnya klien masih tampak lemah. Analisa masalah teratasi
sebagian, dengan planning intervensi dipertahankan.

Kasus II
Diagnosa I: Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral dan iskemia.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 18 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.Y mengatakan nyeri kepala. Data
obyektifnya hasil skala nyeri 5 (0-10), klien tampak memegangi daerah
kepala, klien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah teratasi
sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan mengkaji skala nyeri,
memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas dalam,
berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu analgin,
memonitor tanda-tanda vital.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 21 April 2018 yang didapatkan adalah
data subyektifnya Ny.Y mengatakan masih nyeri. Data obyektifnya hasil
skala nyeri 4(0-10), klien tampak memegangi daerah kepala, klien
tampak masih meringis. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
planning intervensi dilanjutkan mengkaji skala nyeri, memberikan posisi
nyaman, mengajarkan teknik nafas dalam, berkolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian analgetik yaitu analgin, memonitor tanda-tanda
vital.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 03 Mei 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.Y mengatakan nyeri hilang. Data
obyektifnya hasil skala nyeri 1(0-10), klien tampak nyaman. Analisa
masalah teratasi, dengan planning intervensi dipertahankan.
Diagnosa II: Gangguan perfusi jaringan : serebral, gunjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 18 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.Y mengatakan mudah pusing. Data
obyektifnya tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi
sebesar 19x/menit, suhu sebesar 36°C, klien tampak memegangi daerah
kelapa, klien tampak pucat. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
planning intervensi dilanjutkan, memonitor status kardiovaskuler,
memonitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung,
memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake dan output
yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi senam
lansia.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 21 April 2018 yang didapatkan adalah
data subyektifnya Ny.N mengatakan masih pusing. Data obyektifnya
tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 92x/menit, respirasi sebesar
20x/menit, suhu sebesar 36,3°C, klien tampak masih memegangi daerah
kepala, klien tampak pucat. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
planning intervensi dilanjutkan, memonitor status kardiovaskuler,
memonitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung,
memonitor balance cairan, mempertahankan catatan intake dan output
yang akurat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi senam
lansia.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 03 Mei 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.Y mengatakan pusing sudah tidak terasa.
Data obyektifnya tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi
sebesar 18x/menit, suhu sebesar 36,5°C,klien tidak lagi pucat. Analisa
masalah teratasi, dengan planning intervensi dipertahankan.

Diagnosa III: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelamahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 18 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.Y mengeluh lelah bila beraktivitas. Data
obyektifnya ADL dibantu. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
planning intervensi dilanjutkan, mengkaji respon klien terhadap aktivitas,
menginstruksikan klien tentang penghematan energy (duduk saat
menggosok gigi atau menyisir rambut) dan melakukan aktivitas perlahan,
memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi, memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 21 April 2018 yang didapatkan adalah
data subyektifnya Ny.Y mengeluh lelah. Data obyektifnya ADL dibantu
sebagian. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi
dilanjutkan, mengkaji respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan
klien tentang penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau
menyisir rambut) dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan
dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi, memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 03 Mei 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya Ny.Y mengatakan sudah tidak lelah. Data
obyektifnya ADL secara mandiri. Analisa masalah teratasi, dengan
planning intervensi dipertahankan.

6. Aplikasi dari tindakan utama


Penelitian ini dilakukan pada Ny.N berusia 73 tahun dan Ny.Y
berusia 80 tahun dengan hipertensi di Kp. Rawey, Desa. Mekarsari, Kec.
Cainjur, Kab. Cainjur. Masing-masing pengkajian dilakukan selama 3
hari dilakukan pada kedua pasien untuk hasil perbandingan.
Kasus yang pertama yaitu pada Ny.N hari pertama 18 April 2018
pukul 14.49 WIB diberikan tindakan senam lansia. Sebelum diberikan
tindakan tekanan darah klien 160/100mmHg dan setelah diberikan
tindakan tekanan darah menjadi 160/90 mmHg. Dan hari kedua tanggal
21 April 2018 pukul 12.45 WIB, klien diberikan kembali tindakan yang
sama dan mengalami penurunan tekanan darah sebelumnya
160/90mmHg menjadi 150/90 mmHg. Kemudian hari ketiga tanggal 03
Mei 2018 pukul 15.21 WIB, diberkan kembali tindakan yang sama
mengalami penurunan tekanan darah kembali sebelumnya 140/90 mmHg
menjadi 120/80 mmHg.
Kasus yang kedua yaitu pada Ny.Y hipertensi dengan tekanan
darah 170/90 mmHg, dilakukan tindakan hari pertama tanggal 18 April
pada pukul 14.49 WIB diberikan tindakan senam lansia selama 15 menit
sebelum diberikan tindakan, tekanan darah klien 170/90 mmHg dan
setelah diberikan tindakan tekanan darah masih tetap 170/90 mmHg. Dan
hari kedua tanggal 21 April 2018 pukul 12.45 WIB, klien diberikan
kembali tindakan yang sama sebelumnya tekanan darah 170/90 mmHg
menjadi 160/90 mmHg. Kemudian hari ketiga tanggal 03 Mei 2018 pukul
15.21 WIB juga diberikan tindakan yang sama tekanan darah 160/80
mmHg menjadi 140/90 mmHg.

B. Pembahasan

Pada BAB ini peneliti membahas proses telaah yang terjadi antara
teori dan kenyataan yang ada pada kasus nyata yang dilakukan pada tanggal
18 April 2018, 21 April 2018 & 03 Mei 2018 meliputi hasil implementasi
dan evaluasi selama 4 hari, pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Prinsip dari pembahasan ini
memfokuskan pada pengkajian lansia dengan masalah utama hipertensi.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan
kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai
dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan dalam
standa praktik keperawatan dari ANA (American Nurses Association)
(Handayaningsih, 2017 : 16).
Kasus I :
Peneliti melakukan pengkajian pada klien hipertensi dan
diaplikasikan dalam proses pengkajian melalui proses wawancara,
observasi dan pemeriksaan fisik. Masalah yang sering timbul pada
hipertensi adalah nyeri yang menyebabkan intoleransi aktivitas. Dari
hasil pengkajian pada Ny.N ditemukan data klien mengeluh nyeri.
Pada setiap pengukuran tekanan darah dilakukan oleh peneliti
menggunakan spymomanometer. Pada saat pengukuran, responden
diminta untuk rileks dan pastikan pada saat mengukur tekanan darah
dilakukan responden tidak dalam keadaan stress atau banyak pikiran.
Sebelum melakukan pengukuran responden diberi penjelasan untuk
tidak dalam keadaan stress atau banyak pikiran akan berpengaruh pada
tekanan darah responden (Yuli tiaras, 2014).
Pengukuran dilakukan setiap sebelum dan sesudah intervensi.
Pemberian implemantasi senam lansia dilakukan oleh peneliti, prosedur
yang dilakukan adalah menjelaskan pada responden prosedur dan tujuan
dari pemberian senam lansia. Posisikan responden senyaman mungkin,
pastikan responden merasa nyaman dengan posisi tersebut. Senam
lansia bertujuan memberikan efek terhadap fisiologi terutama pada
vascular,muscular, dan sistem saraf pada tubuh. Senam lansia tidak
hanya memberikan relaksasi secara menyeluruh, namun juga
bermanfaat bagi kesehatan seperti melancarkan sirkulasi darah,
menurunkan tekanan darah, menurunkan respon nyeri, dan
meningkatkan kualitas tidur (Moraska, et al., 2010).
Peneliti melakukan pengkajian pada Ny.N ditemukan hasil
pengkajian yang dilakukan pada tanggal 18 April 2018 pukul 14.49
WIB di Kp. Rawey Rt. 07 Rw. 04 Desa. Mekarsari, Kec.Cianjur, Kab.
Cianjur. Klien menderita hipertensi sejak 7 tahun terakhir. Dari riwayat
kesehatan Ny.N, klien tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang
diderita dahulu. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien menunjukan
tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 89x/menit, respirasi 21x/menit, suhu
36.5°C.
Kasus II :
Peneliti melakukan pengkajian pada klien hipertensi dan
diaplikasikan dalam proses pengkajian melalui proses wawancara,
observasi dan pemeriksaan fisik. Masalah yang sering timbul pada
hipertensi adalah nyeri yang menyebabkan intoleransi aktivitas. Dari
hasil pengkajian pada Ny.Y ditemukan data klien mengeluh nyeri.
Pada setiap pengukuran tekanan darah dilakukan oleh peneliti
menggunakan spymomanometer. Pada saat pengukuran, responden
diminta untuk rileks dan pastikan pada saat mengukur tekanan darah
dilakukan responden tidak dalam keadaan stress atau banyak pikiran.
Sebelum melakukan pengukuran responden diberi penjelasan untuk
tidak dalam keadaan stress atau banyak pikiran akan berpengaruh pada
tekanan darah responden (Yuli tiaras, 2014).
Pengukuran dilakukan setiap sebelum dan sesudah intervensi.
Pemberian implemantasi senam lansia dilakukan oleh peneliti, prosedur
yang dilakukan adalah menjelaskan pada responden prosedur dan tujuan
dari pemberian senam lansia. Posisikan responden senyaman mungkin,
pastikan responden merasa nyaman dengan posisi tersebut. Senam
lansia bertujuan memberikan efek terhadap fisiologi terutama pada
vascular,muscular, dan sistem saraf pada tubuh. Senam lansia tidak
hanya memberikan relaksasi secara menyeluruh, namun juga
bermanfaat bagi kesehatan seperti melancarkan sirkulasi darah,
menurunkan tekanan darah, menurunkan respon nyeri, dan
meningkatkan kualitas tidur (Moraska, et al., 2010).
Peneliti melakukan pengkajian pada Ny.Y ditemukan hasil
pengkajian yang dilakukan pada tanggal 18 April 2018 pukul 14.49
WIB di Kp. Rawey Rt.04 Rw.07 Kec.Cianjur, Kab.Cianjur. Klien
menderita hipertensi sejak 10 tahun terakhir. Dari riwayat kesehatan
Ny.Y, klien tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang diderita
dahulu. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien menunjukan tekanan
darah 170/90 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 19x/menit, suhu 36°C.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Nanda jilid 2, 2015, p. 150) diagnosa pada
HIPERTENSI adalah penurunan curah jantug berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontrik, hipertrofi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard, nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral dan iskemia, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, gangguan
perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi, resiko tinggi terhadap injury atau trauma fisik
berhubungan dengan pandangan kabur, cemas berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit. Jika pada kasus I tidak
terdapat 6 diagnosa keperawatan tetapi hanya 3 yaitu nyeri akut
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan
iskemia, gangguan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi dan intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen. Dan pada kasus hanya muncul 3 diagnosa
keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral dan iskemia, gangguan perfusi jaringan : serebral,
ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi dan intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen . Adanya kesesuaian beberapa diagnosa keperawatan
kasus I dan kasus II muncul 3 diagnosa sedangkan pada teori terdapat 6
diagnosa keperawatan.

3. Intervensi Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan teridentifikasi satu rencana
asuhan keperawatan dibuat dan hasil atau tujuanya ditetapkan. Hasil
adalah perubahan yang terprojeksi pada status kesehatan pasien, kondisi
klinis atau perilaku yang terjadi setelah intervensi keperawatan. Sasaran
akhir dari asuhan keperawatan adalah merubah diagnosa keperawatan
menjadi status kesehatan yang diinginkan, rencana harus ditetapkan
sebelum intervensi dapat di buat. Titik akhir dari fase perencanaan
adalah pengembangan rencana asuhan keperawatan (Donna dkk, 2009).
Perbandingan antara teori menurut (Nanda jilid 2, 2015, p. 150)
dengan kasus I dan II tidak terjadi kesenjangan dalam intervensi
keperawatan karena kasus I dan kasus II sesuai dengan teori Pada kasus
I, menurut teori intervensi yang dilakukan pada diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan
iskemia adalah mengkaji skala nyeri, memberikan posisi nyaman,
mengajarkan teknik nafas dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian analgetik yaitu analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Intervensi pada diagnosa keperawatan kedua yakni gangguan
perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi adalah memonitor status kardiovaskuler, memonitor
status pernafasan yang menandakan gagal jantung, memonitor balance
cairan, mempertahankan catatan intake dan output yang akurat,
memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi senam lansia.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen adalah mengkaji respon klien terhadap aktivitas,
menginstruksikan klien tentang penghematan energy (duduk saat
menggosok gigi atau menyisir rambut) dan melakukan aktivitas
perlahan, memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan
diri bertahap jika dapat ditoleransi, memberikan bantuan sesuai
kebutuhan. Pada kasus II, menurut teori intervensi yang dilakukan pada
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan serebral
dan iskemia adalah mengkaji skala nyeri, memberikan posisi nyaman,
mengajarkan teknik nafas dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian analgetik yaitu analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Intervensi pada diagnosa keperawatan kedua gangguan perfusi
jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan
sirkulasi adalah memonitor status kardiovaskuler, memonitor status
pernafasan yang menandakan gagal jantung, memonitor balance cairan,
mempertahankan catatan intake dan output yang akurat, memonitor
tanda-tanda vital, memberikan terapi senam lansia.Dan Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa ketiga yakni intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
adalah mengkaji respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan
klien tentang penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau
menyisir rambut) dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan
dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi, memberikan bantuan sesuai kebutuhan. Adanya kesesuaian
beberapa intervensi keperawatan kasus I dan kasus II dengan teori
menurut (Nanda jilid 2, 2015).

4. Implementasi Keperawatan
Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan
intervensi tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik
mengenai efeknya. Umpan balik muncul kembali kedalam bentuk
observasi dan kemunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi
hasil intervensi keperawatan. Selama hasil implementasi keaamanan
dan kenyamanan psikologi pasien berkenaan dengan asuhan atraumatik
tetap harus diperhatikan (Donna dkk, 2009, p. 24).
Pada pada kasus I diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia adalah mengkaji
skala nyeri, memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik nafas
dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik yaitu
analgin, memonitor tanda-tanda vital. Implementasi pada diagnosa
keperawatan kedua yakni gangguan perfusi jaringan : serebral, ginjal,
jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi adalah memonitor
status kardiovaskuler, memonitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung, memonitor balance cairan, mempertahankan catatan
intake dan output yang akurat, memonitor tanda-tanda vital,
memberikan terapi senam lansia. Implementasi yang dilakukan pada
diagnosa ketiga yakni yakni intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen adalah
mengkaji respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien
tentang penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir
rambut) dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Pada kasus II implementasi diagnosa keperawatan diagnosa
nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
dan iskemia adalah mengkaji skala nyeri, memberikan posisi nyaman,
mengajarkan teknik nafas dalam, berkolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian analgetik yaitu analgin, memonitor tanda-tanda vital.
Implementasi pada diagnosa keperawatan kedua yakni gangguan
perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi adalah memonitor status kardiovaskuler, memonitor
status pernafasan yang menandakan gagal jantung, memonitor balance
cairan, mempertahankan catatan intake dan output yang akurat,
memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi senam lansia.
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yakni yakni
intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen adalah
mengkaji respon klien terhadap aktivitas, menginstruksikan klien
tentang penghematan energy (duduk saat menggosok gigi atau menyisir
rambut) dan melakukan aktivitas perlahan, memberikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
memberikan bantuan sesuai kebutuhan. Adanya kesesuaian beberapa
implementasi keperawatan kasus I dan kasus II dengan teori menurut
(Nanda, 2016).

5. Evaluasi
Menurut (Donna dkk, 2009, p. 24) bahwa dalam evaluasi
keperawatan itu menggunakan format SOAP yaitu, S (Subjective)
adalah inormasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diperbaiki. O (Objective) adalah informasi yang didapat
berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh
perawat setelah dilakukan tindakan. A (Analisa) adalah membandingkan
antara inormasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil,
kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum
teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru. P
(Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai). Ada kesenjangan
dalam evaluasi keperawatan karena kasus I dan kasus II sesuai dengan
teori. Evaluasi keperawatan pada kasus I dan kasus II juga
menggunakan SOAP.

Kasus I:
Pada hari terakhir dilakukan evaluasi pada tanggal 03 Mei 2018
evaluasi pada diagnosa pertama yang didapatkan adalah data
subyektifnya Ny.N mengatakan sudah tidak nyeri. Data obyektifnya
hasil skala nyeri 1(0-10), klien tampak rileks. Analisa masalah teratasi,
dengan planning intervensi pertahankan, evaluasi pada diagnosa kedua
yang didapatkan adalah data subyektifnya Ny.N mengatakan sudah
tidak pusing. Data obyektifnya tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
88x/mnt, respirasi 21x/mnt, suhu 36°C, klien tampak membaik. Analisa
masalah teratasi, dengan planning intervensi pertahankan, dan evaluasi
pada diagnosa ketiga yang didapatkan adalah data subyektifnya Ny.N
mengatakan masih mudah lelah. Data obyektifnya klien masih tampak
lemah.Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi
dipertahankan.

Kasus II
Pada hari terakhir dilakukan evaluasi pada tanggal 03 Mei 2018
evaluasi pada diagnosa pertama yang didapatkan adalah data
subyektifnya Ny.Y mengatakan nyeri hilang. Data obyektifnya hasil
skala nyeri 1(0-10), klien tampak nyaman. Analisa masalah teratasi,
dengan planning intervensi dipertahankan, evaluasi pada diagnosa
kedua yang didapatkan adalah data subyektifnya Ny.Y mengatakan
pusing sudah tidak terasa. Data obyektifnya tekanan darah 140/90
mmHg, nadi 90x/menit, respirasi sebesar 18x/menit, suhu sebesar
36,5°C,klien tidak lagi pucat. Analisa masalah teratasi, dengan planning
intervensi dipertahankan, dan evaluasi pada diagnosa ketiga yang
didapatkan adalah data subyektifnya Ny.Y mengatakan sudah tidak
lelah. Data obyektifnya ADL secara mandiri. Analisa masalah teratasi,
dengan planning intervensi dipertahankan.
a. Analisis PICOT
Tabel 3.1
Analisis Data PICOT

UNSUR KASUS I KASUS II


Pasien/kasus Ny.N berjenis kelamin Ny.Y berjenis kelamin
pasien perempuan berusia 73 perempuan berusia 80
tahun mengalami penyakit tahun mengalami penyakit
hipertensi dengan tekanan hipertensi dengan tekanan
darah Ny.N berjenis darah 170/90 mmHg.
kelamin perempuan Klien mengeluh nyeri pada
berusia 73 tahun bagian kepala, nyeri
mengalami penyakit timbul seperti berputar-
hipertensi dengan tekanan putar, nyeri dirasakan
darah 160/90 mmHg. Ny.N dibagian kepala menjalar
mengatakan Klien ke punggung, skala nyeri 5
mengeluhkan nyeri pada (0-10) , nyeri timbul bila
bagian kepala, nyeri klien beraktivitas dan
dirasakan seperti ditusuk- berkurang bila beristrahat.
tusuk, nyeri dirasakan Usaha klien dalam
dibagian kepala menjalar mengurangi nyeri adalah
ke bahu, skala nyeri 4 (0- dengan beristirahat.
10), usaha klien dalam
mengurangi nyerinya
dengan beristirahat sejenak
dari aktivitas.

Intervensi Tindakan yang diberikan Tindakan yang diberikan


pada pasien Kasus I pada pasien kasus II
diberikan tindakan senam diberikan tindakan senam
lansia. lansia.
Comparasi/ Untuk penurunan tekanan Untuk penurunan tekanan
perbandingan darah dilakukan tindakan darah dilakukan tindakan
intervensi pemberian tindakan senam pemberian senam lansia
lansia terbukti efektif. terbukti efektif. Pemberian
Pemberian tindakan pada tindakan pada kasus II
kasus I dilakukan tindakan dilakukan tindakan selama
selama 3 hari berturut- 3 hari berturut-turut.
Kasus II
turut.
Pada Ny.N hari pertama
Kasus I:
Pada Ny.N hari pertama diberikan tindakan senam
dilakukan tindakan lansia (15 menit) tekanan
pemberian senam lansia darah 170/90 mmHg
(15 menit) tekanan darah setelah dilakukan
160/90 mmHg menjadi intervensi tekanan darah
160/90 mmHg. untuk hari tetap untuk hari kedua
kedua tekanan darah tekanan darah 170/90
160/90 mmHg dan mmHg dan mengalami
mengalami penuruan penuruan menjadi 160/90
menjadi 150/90 mmHg mmHg dan hari ketiga
dan hari ketiga tekanan tekanan darah 160/80
darah 140/90 mmHg mmHg menjadi 140/90
menjadi 120/80 mmHg. mmHg.
Hasil Hasil akhir tindakan Hasi akhir tindakan selama
selama 3 hari tekanan 3 hari tekanan darah
darah 120/80 mmHg. 140/90 mmHg.
Waktu/ Teori Time : Time :
Kasus I Kasus II
Dilakukan tindakan senam Dilakukan tindakan senam
lansia selama 15 menit lansia selama 15 menit
dalam 3 hari dapat dalam 3 hari dapat
menurunkan tekanan darah menurunkan tekanan darah
menjadi normal. menjadi normal.
Teori : Teori :
Menurut Uji Wilcoxon
Menurut Uji Wilcoxon senam lansia berpengaruh
senam lansia berpengaruh pada penurunan tekanan
pada penurunan tekanan darah menunjukkan hasil
darah menunjukkan hasil tekanan darah sistolik
tekanan darah sistolik diastolik yang sebelumnya
diastolik yang sebelumnya pada hipertensi stage 1
pada hipertensi stage 1 yaitu (92,9%) turun
yaitu (92,9%) turun menjadi pre hipertensi
menjadi pre hipertensi yaitu (57,1%). Hasil
yaitu (57,1%). Hasil tekanan darah sistolik dan
tekanan darah sistolik dan diastolic terdapat
diastolic terdapat
peningkatan yang paling
peningkatan yang paling
banyak hipertensi stage 1
banyak hipertensi stage 1
karena pada kasus ini
karena pada kasus ini
umur lansia berkisar
umur lansia berkisar
anatara 70-85 tahun yang
anatara 70-85 tahun yang
rentang mengalami
rentang mengalami
hipertensi dan 90%
hipertensi dan 90%
penyebabnya adalah
penyebabnya adalah
hipertensi esensial atau
hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang
hipertensi primer yang
mempunyai beberapa
mempunyai beberapa
faktor antara lain adalah
faktor antara lain adalah
genetik, jenis kelamin,
genetik, jenis kelamin,
diet, berat badan dan gaya
diet, berat badan dan gaya
hidup. hidup.

Menurut Haber, senam Menurut Haber, senam


lansia merupakan suatu lansia merupakan suatu
aktivitas fisik yang aktivitas fisik yang
terutama bermanfaat untuk terutama bermanfaat untuk
meningkatkan dan meningkatkan dan
memperlancar kesehatan. memperlancar kesehatan.
Saat melakukan aktivitas Saat melakukan aktivitas
fisik senam lansia, tekanan fisik senam lansia, tekanan
darah akan naik cukup darah akan naik cukup
banyak. Tekanan darah banyak. Tekanan darah
sistolik yang misalnya sistolik yang misalnya
semula 110 mmHg semula 110 mmHg
sewaktu istirahat akan naik sewaktu istirahat akan naik
menjadi 150 mmHg menjadi 150 mmHg
sebaliknya, segera sebaliknya, segera
setetelah latihan senam setetelah latihan senam
selesai tekanan darah akan selesai tekanan darah akan
turun sampai dibawah turun sampai dibawah
normal dan berlangsung normal dan berlangsung
30-120 menit jika senam 30-120 menit jika senam
dilakukan secara berulang- dilakukan secara berulang-
ulang lama kelaman ulang lama kelaman
penurunan tekanan darah penurunan tekanan darah
akan berlangsung lama. akan berlangsung lama.
Itulah sebabnya latihan Itulah sebabnya latihan
fisik senam lansia yang fisik senam lansia yang
dilakukan secara teratur dilakukan secara teratur
dapat menurunkan tekanan dapat menurunkan tekanan
darah. darah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan, maka peneliti dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada hasil pengkajian kasus I pada tanggal 18 April 2018 tepatnya
pada pukul 14.49 WIB, pengkajian pada Ny.N berusia 73 tahun
berjenis kelamin perempuan. Ny.N mengatakan nyeri pada bagian
kepala, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan
dibagian kepala menjalar ke bahu skala nyeri 4 (0-10). Gangguan
perfusi jaringan terbukti dari tekanan darah 160/90 mmHg dank lien
tampak pucat. Dan Intoleransi aktivitas terbukti klien mudah lelah.
Kasus II pada tanggal 18 April 2018 tepatnya pada pukul 14.49 WIB,
pengkajian pada Ny.Y berusia 80 tahun, berjenis kelamin
perempuan, Ny.Y mengatakan mengatakan nyeri kepala, dengan
skala nyeri 5 (0-10), manifestasi klien tampak memegangi daerah
kepala, klien tampak meringis kesakitan. Terjadi kesenjangan antara
teori dan hasil pengkajian pada riwayat penyakit sekarang dan pola
kebiasaan sehari-hari.
2. Adanya kesesuaian beberapa diagnosa keperawatan kasus I dan
kasus II dengan teori. Pada kasus I yaitu ; Nyeri akut berhubungan
dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia,
Gangguan perfusi jaringan : serebral, gunjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelamahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Pada kasus II yaitu; Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral dan iskemia, Gangguan perfusi jaringan :
serebral, gunjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelamahan/ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Adanya kesesuaian beberapa intervensi keperawatan kasus I dan
kasus II dengan teori menurut (Nanda, 2016) diantaranya pada
diagnosa nyeri akut kasus I dan II lakukan pengakjian nyeri dan
lakukan distraksi relaksasi nafas dalam. Pada diagnosa gangguan
perfusi jaringan pada kasus I dan II lakukan salah satunya
memonitor tanda-tanda vital dan terapi senam lansia. Pada diagnosa
intoleransi aktivitas kaji respon pasien terhadap aktivitas dan
memberikan dorongan pasien untuk beraktivitas.
5. Adanya kesesuaian implementasi keperawatan pada kasus I dan
kasus II dengan teori menurut (Surapati, 2008) dalam penelitian Sri
Hayani (2015, p.1) pada diagnosa nyeri akut kasus I dan II dilakukan
tindakan senam lansia untuk fever treatment. Senam lansia
dilakukan selama 15 menit pada kasus I dan 15 menit pada kasus II
dalam 3 hari berturut-turut. Untuk kasus I dan II pada tanggal 18
April 21 April dan 03 Mei.
6. Tidak ada kesenjangan dalam evaluasi keperawatan karena kasus I
dan kasus II sesuai dengan teori bahwa diantaranya tindakan senam
lansia terhadap penurunan tekanan darah dengan gangguan perfusi
jaringan karena hipertensi terbukti efektif.
7. Kesimpulan tindakan utama senam lansia terjadi kesenjangan antara
teori dan kasus I kasus II dimana dalam teori penurunan tekanan
darah jika dilakukan pengukuran tekanan darah 15 menit setelah
dilakukan tindakan senam lansia.
B. Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis dapat


memberikan saran sebagai berikut :

a. Bagi pasien

Diharapkan pasien bisa melakukan atau mengaplikasikan tindakan


senam lansia khususnya pada penyakit hipertensi saat terjadi gangguan
perfusi jaringan.

b. Bagi peneliti

1) Menambah wawasan dan pengetahuan, pengalaman dan


meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan
Gerontik

2) Meningkatkan keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan


pada pasien hipertensi.

c. Profesi keperawatan

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di


Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
Gerontik khususnya penyakit hipertensi.

d. Bagi institusi

Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian


selanjutnya terutama yang berkaitan dengan penyakit hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai