Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelompok terkecil dari masyarakat adalah keluarga. Keluarga adalah dua

atau tiga individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan

atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu

sama lain, dan di dalam peranannya masing-masing, menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan. Didalam keluarga terdiri dari beberapa kelompok

umur yaitu diantaranya balita, anak sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia

(Friedman,2010).

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang yang merupakan

bagian dari anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya seiring

dengan peningkatan usia harapan hidup.Menurut United Nations “World

Population Prospect: The 2010 Revision Population Database” usia harapan hidup

pada tahun 2010-2015 dibeberapa negara menunjukkan peningkatan tiap

dekadenya. Negara Amerika Serikat memiliki usia harapan hidup rata-rata

mencapai 78,9 tahun, Singapura mencapai 82,2 tahun sedangkan Indonesia

mencapai usia 70,1 tahun.

Jumlah lansia di berbagai negara mengalami peningkatan, saat ini

diperkirakan jumlah lansia di seluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia

rata-rata 60 tahun (Padila, 2017). Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2020

jumlah lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun

2025 jumlah lansia di Indonesia mencapai 36 juta jiwa (Kemenkes RI, 2020).

Sumatera Barat termasuk dalam 10 besar provinsi dengan jumlah lansia terbanyak,

1
jumlah lansia pada tahun 2020 mencapai 5,1 juta jiwa(8,09%) dengan jumlah

lansia di kota Padang sebanyak 82 ribu lansia setara dengan 1,6% dari seluruh

lansia di Sumatera Barat (BPS Sumatera Barat, 2020).

Permasalahan yang dialami lansia berkaitan dengan proses menjadi tua yang

berakibat timbulnya perubahan fisik, kognitif, perasaan, sosial, dan rentan terhadap

berbagai penyakit seperti penyakit jantung, stoke, diabetes melitus dan hipertensi

(Fatmah, 2016).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan sebuah kondisi medis

dimana orang yang tekanan darahnya meningkat diatas normal yaitu140/90 mmHg

dan dapat mengalami resiko kesakitan (morbiditas) bahkan kematian (mortalitas).

Penyakit ini sering dikatakan sebagai the silent diseases. Faktor resiko hipertensi

dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi yang tidak bisa diubah dan hipertensi

yang dapat diubah. Hipertensi yang dapat diubah meliputi merokok, obesitas, gaya

hidup yang monoton dan stres. Hipertensi yang tidak dapat dirubah meliputi usia,

jenis kelamin, suku bangsa, faktor keturunan (Sutanto, 2015).

Kejadian hipertensi pada lansia meningkat setiap tahunnya seiring bertambah

usia, Center For Disease Control and Prevention (2015), menyatakan negara

Amerika Serikat pada usia 65-74 tahun presentasi lansia hipertensi sebesar (64%)

pada laki-laki dan (69,3%) pada perempuan, presentase ini meningkat pada usia

≥75 tahun (66,7%) pada laki-laki dan (78,5%) pada perempuan.

Secara Nasional pada tahun 2017 sebanyak 25,8% penduduk Indonesia

menderita hipertensi, prevelensi kejadian hipertensi pada usia 50-64 tahun

sebanyak (45,9%) usia 65-74 tahun (57,6%), dan usia >75 tahun (63,8%)

(Kemenkes, 2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2017 menunjukkan di

Sumatera Barat terdapat 8.520 kasus hipertensi yang terdeteksi melalui pengukuran
tekanan darah. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang

penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu terbanyak yaitu 3.623 orang

yang menderita hipertensi dengan jumlah kunjungan selama 2020 sebanyak 4.918

kunjungan.

Penyakit hipertensi ini sering disebut sebagai “the silent disease” atau

penyakit tersembunyi. Sebutan tersebut berawal dari banyaknya orang yang

tidak sadar setelah mengidap penyakit hipertensi sebelum mereka melakukan

pemeriksaan darah. Penyakit hipertensi ini dapat menyerang siapa saja, dari

berbagai kelompok umur dan status sosial ekonomi. Secara umum, hipertensi

merupakan salah satu keadaan tanpa gejala dimana tekanan darah yang tinggi

di dalam arteri menyebabkan peningkatan resiko terhadap penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan ginjal. Komplikasi ini banyak berujung pada kematian

sehingga tercatat sebagai penyebab kematian adalah komplikasinya (Septi,

2018).

Menurut data World Health Organization (WHO) menyatakan terdapat

sekitar 972 juta orang atau 26,45% orang di seluruh dunia mengidap

hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun

2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639

sisanya berada di Negara berkembang, termasuk Indonesia (Yonata 2016,

dalam jurnal Nurleni, 2019).

Indonesia terjadi peningkatan prevalensi hipertensi secara keseluruhan,

prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5% sedangkan

Sumatera Barat 24% (Riskesdas 2013, dalam jurnal Nurleni 2019).


Hasil Riskesdas (2018), menunjukkan prevalensi hipertensi justru

mengalami peningkatan dari 25,8% tahun 2013 menjadi 34,1% (Riskesdas, 2018).

Sumatera Barat berdasarkan data dinas Kesehatan Kota Padang, tahun 2015

jumlah hipertensi 6392 kasus dan pada tahun 2016 hipertensi menjadi teratas

yakni 6714 kasus, pada tahun 2017 prevalensi hipertensi sebanyak 22,6%,

dan pada tahun 2018 prevalensi hipertensi sebanyak 25,1% berarti terjadi

peningkatan dari tahun 2017. Hipertensi ini disebabkan oleh gaya hidup yang

tidak sehat seperti merokok dan kurang olahraga serta pola makan masyarakat

minang yang cenderung mengkonsumsi yang tinggi kolesterol (Frofil

kesehatan kota padang, 2018).

Masyarakat penderita hipertensi cenderung lebih tinggi pada usia lansia

dibandingkan dengan dewasa muda, dampaknya dapat menjadi masalah yang

serius karena dapat mengganggu aktivitas dan dapat mengakibatkan komplikasi

yang berbahaya jika segera tidak ditangani dan tidak diupayakannya pencegahan

dini. Gejala penyakit lanjut yang dapat terjadi seperti stroke, kerusakan mata, sakit

pembesaran otot jantung, otak (pusing), dan ginjal (Arief Manjor, 2018).

Pasien hipertensi esensial sering melaporkan bahwa mereka mengalami

sakit kesehatan fisik seperti pusing, sakit kepala, vertigo, pandangan mata

kabur, atau berkunang-kunang, mimisan, telinga berdenging, rasa berat ditekuk

disertai rasa mual, detak jantung meningkat sehingga pasien hipertensi akan

kesulitan bernafas dan mengalami kelemahan (Septi, 2018).

Selain kesehatan fisik terganggu, hipertensi juga menganggu kesehatan

mental, penderita hipertensi juga mengalami penurunan dimensi mental berupa

gangguan fisikologis seperti kegelisahan, tubuh menurun karena energi tubuh

yang dibutuhkan terkuras akibat sakit yang dirasakan sehingga tingkat kelelahan
akan menjadi besar dirasakan konsekuensinya adalah penderita akan kehilangan

semangat, emosi yang meledak dan amarah yang tidak terkontrol (Septi, 2018).

Hipertensi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor yang dapat

dikendalikan diantaranya : konsumsi garam berlebihan, kurangnya aktifitas

fisik, stress, merokok, obesitas, dan konsumsi alcohol, sedangkan faktor yang tidak

dapat dikendalikan yaitu riwayat keluarga/genetic, usia dan jenis kelamin. Oleh

karena itu, peran perawat terhadap pasien hipertensi yaitu sebagai educator

yaitu dengan cara menganjurkan keluarga untuk menjaga pola makan dan makan,

makanan yang bersih dan menyehatkan seperti makan yang tidak mengandung

banyak kolesterol dan makanan yang banyak mengandung garam. Hal ini juga

bisa di atasi dengan upaya pencegahan promotif (Arief Manjor, 2018).

Upaya promotif yaitu memberi pendidikan kesehatan tentang pengertian,

penyebab, tanda dan gejala, makanan yang tidak dianjurkan, sampai dengan

perawatan dan komplikasi hipertensi, sebagai care provider yaitu dengan cara

memberi kenyamanan dan keamanan bagi klien, memfasilitasi klien dengan

anggota tim kesehatan lainnnya dan berusaha mengembalikan kesehatan klien,

sebagai change agent yaitu dengan cara memberikan perawatan dan pengobatan

tradisional dengan memanfaatkan bahan-bahan herbal yang terdapat di

lingkungan sekitar rumah dan sebagai rehabilitative yaitu dengan cara

memberikan dukungan kepada klien untuk melaksanakan anjuran dokter dan

petugas kesehatan lainnya dengan baik dan benar.

Pengendalian hipertensi tidak bisa hanya diberikan dengan tindakan

farmakologis tanpa melibatkan intervensi non farmakologis mencakup terapi agen

fisik dan intervensi terapi perilaku kognitif. Terapi non farmakologis dipilih karena

penggunaan obat-obatan pada hipertensi memiliki beberapa kelemahan antara lain


biaya yang mahal, membutuhkan kepatuhan karena membutuhkan waktu yang

relatif lama untuk dapat menurunkan tekanan darah serta sering menimbulkan

kebosanan dalam mengkonsumsi obat.

Maka dari itu teknik relaksasi hadir untuk menyelesaikan permasalahan

dalam penyakit hipertensi. Secara non farmakologis salah satu terapi

komplementer yang dapat menurunkan tekanan darah bisa dilakukan dengan olah

raga, diet makan tinggi lemak, mengurangi konsumsi garam, dan tanaman herbal.

Tanaman herbal salah satunya seperti mentimun, bawang putih, labu siam, seledri,

jos tomat, belimbing, wortel, daun salam, dan semangka. Masih banyak buah-

buahan atau pun sayuran lainnya yang bisa digunakan untuk penurunan tekanan

darah. Selain itu, teknik rebusan daun alpukat juga bisa menurunkan penyakit

hipertensi. Penderita hipertensi dapat dilakukan beberapa penatalaksanaan seperti,

penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi.

Penatalaksanaannya dari farmakologis untuk pasien hipertensi dilakukan

dengan memberika antihipertensi sepenuhnya yang berarti untuk mencegah

komplikasi hipertensi dengan praktis tidak ada efek samping yang terjadi. Jenis

obat antihipertensi yang sering digunakan antara lain diuretik, alpha-blocker,

betablocker, vasodilator, antagonis kalsium, angiotensin-II-blocker. Sedangkan

pelaksanaan nonfarmakologis dilakukan dengan cara mengatur pola hidup sehat

dan pengobatan nonfarmakologis pada penderita hipertensi dengan pengobatan

rutin atau pengobatan terapi herbal seperti menggunakan rebusan daun alpukat. Zat

dinamis yang terkandung dalam daun alpukat (Persea Americana Miller) itu sendiri

adalah flavonoid dan quercetin. Pengaturan sistem flavonoid adalah untuk lebih

melancarkan aliran darah dn mencegah penyumbatan di pembuluh darah, sehingga

darah dapat mengalir secara normal di dalam tubuh. Cara kerja alpukat dengan
menghilangkan berbagai cairan dan elektrolit seperti zat beracun. Dengan

berkurangnya kadar air dan garam dalam tubuh, pembuluh darah akan mengendur

sehingga tekanan peredaran darah berangsur-angsur berkurang atau mengalami

penurunan (Viki & Febri, 2019).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, maka penulis

tertarik, untuk memberikan Asuha keperawatan pada lansia dengan Hipertensi

dengan obat alternatif pemberian rebusan daun alpukat untuk menurunkan tekanan

darah pada ny. M didesa Lubuk lintah, kecamatan kuranji Padang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalahnya yaitu

“Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny. M dengan Teknik Rebusan

Daun Alpukat Untuk Mengurangi Tekanan Darah Pada Lansia Di RT 01 RW 01

Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Pada Tahun 2023”?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny. M dengan

Teknik Rebusan Daun Alpukat Untuk Mengurangi Tekanan Darah Pada Lansia Di

RT 01 RW 01 Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji Pada Tahun 2023”?

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny.M dengan teknik rebusan daun

alpukat untung mengurangi tekanan darah pada lansia di RT 01 RW 01

Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji pada tahun 2023.


b. Mampu merumuskan diagnosa pada Ny.M dengan teknik rebusan daun

alpukat untung mengurangi tekanan darah pada lansia di RT 01 RW 01

Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji pada tahun 2023.

c. Mampu melakukan rencana asuhan keperawatan pada Ny.M dengan teknik

rebusan daun alpukat untung mengurangi tekanan darah pada lansia di RT

01 RW 01 Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji pada tahun 2023.

d. Mampu melakukan implementasi pada Ny.M dengan teknik rebusan daun

alpukat untung mengurangi tekanan darah pada lansia di RT 01 RW 01

Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji pada tahun 2023.

e. Mampu melakukan evaluasi pada Ny.M dengan teknik rebusan daun

alpukat untung mengurangi tekanan darah pada lansia di RT 01 RW 01

Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji pada tahun 2023.

f. Mampu mengaplikasikan pemberian obat alternatif Rebusan daun

alpukat pada Ny.M untung mengurangi tekanan darah pada lansia di RT 01

RW 01 Kelurahan Lubuk Lintah Kecamatan Kuranji pada tahun 2023.

D. Manfaat Penulisan

1. Teoritis

a. Bagi Penulis

Untuk mendapatkan pengalaman dan kemampuan penulis dalam

melaksanakan asuhan keperawatan dalam pengendalian tekanan darah pada

pasien hipertensi.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penulisan ini diharapkan nantinya dapat berguna, bermanfaat,

dan pedoman bagi penulis selanjutnya yang berminat di bidang ini.


2. Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Penulisan ini merupakan penerapan ilmu Keperawatan lansia dan

diharapkan nantinya dapat menambah ilmu tersebut bagi dunia keperawatan.

b. Bagi Tempat Penelitian

Penulis berharap ini dapat dijadikan sumber informasi dalam rangka

meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada penderita

hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai