Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA


YANG MENGALAMI HIPERTENSI
DI PUSKESMAS PAYANGAN

OLEH :

2020

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur
60 tahun atau lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk
berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan
jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup.
1
Data WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi,
tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar
8,1% dari total populasi (WHO, 2015).
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat
proses penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia.
Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena
penyakit tidak menular. Hasil Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia
adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi, artris, stroke, Penyakit
Paru Obstrukf Kronik (PPOK) dan Diabetes Mellitus (DM) (Kemenkes, 2015).
Hipertensi termasuk salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia, terutamanya
di negara berkembang. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mm Hg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mm Hg sesuai
dengan kriteria The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (Kemenkes,
2015). Seseorang yang mengidap hipertensi akan merasakan beberapa gejala yang
timbul. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi pada gejala ringan
yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak kemerahan, tengkuk terasa
pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk,
mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah di hidung) (Fauzi,
2014). Namun, jika tekanan darah pengidap sudah terkendali melalui perubahan gaya
hidup, penurunan dosis obat atau konsumsinya dapat dihentikan. Dosis yang sudah
ditentukan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena disesuaikan
dengan tingkat tekanan darah. Selain itu, obat yang diberikan juga harus diperhatikan
apa saja dampak dan efek samping yang timbul pada tubuh sang pengidap (Smeltzer,
2013).
Selain konsumsi obat-obatan, pengobatan hipertensi juga bisa dilakukan melalui
terapi relaksasi, misalnya terapi meditasi atau terapi yoga. Terapi tersebut bertujuan
untuk mengendalikan stres dan memberikan dampak relaksasi bagi pengidap
hipertensi. Pengobatan terhadap hipertensi juga tidak akan berjalan lancar jika tidak
2
disertai dengan perubahan gaya hidup. Menjalani pola makan dan hidup sehat, serta
menghindari konsumsi kafein dan garam yang berlebihan juga harus dilakukan
(Irwan, 2016). Tekanan darah tinggi akan meningkatkan risiko lansia terserang stroke
pada kemudian hari. Kondisi ini juga meningkatkan komplikasi hipertensi lainnya,
seperti kerusakan ginjal, serangan jantung, gagal jantung, dan banyak masalah
kesehatan serius lainnya. Tekanan darah tinggi juga bisa berisiko memengaruhi
kemampuan untuk berpikir dan mengingat. Salah satu hal yang mungkin terjadi pada
kondisi ini, yaitu demensia. Demensia menyebabkan seseorang kehilangan memori,
merasa kebingungan, perubahan suasana hati dan kepribadian, cacat fisik, dan
kesulitan menjalankan kehidupan yang normal dalam kesehariannya (Smeltzer,
2013).
Kejadian hipertensi di seluruh dunia mencapai lebih dari 1,3 milyar orang, angka
tersebut menggambarkan 31% jumlah penduduk dewasa di dunia yang mengalami
peningkatan sebesar 5,1% lebih besar dibanding prevalensi global pada tahun 2000-
2010 (Bloch, 2016). Pada rentang tahun yang sama, kejadian hipertensi ini lebih
tinggi terjadi pada penduduk di negara berkembang dibandingkan negara maju
bahkan nyaris sebanyak 75% penderita dengan hipertensi tinggal di negara
berkembang (Mills, 2016) dan terjadi peningkatan sebanyak 8,1%. Sementara
menurut hasil Riskesdas 2013 kejadian hipertensi di Indonesia berada dalam
peringkat ke 6 dari 10 kategori penyakit tidak menular kronis. Prevalensi kejadian
hipertensi di Indonesia yang didapatkan dari hasil pengukuran tekanan darah pada
penduduk berusia ≥18 tahun mengalami penurunan dari 31,7% pada tahun 2007
menjadi 25,8% (Kemenkes RI, 2013).
Menurut Riskesdas Provinsi Bali 2013 prevalensi hipertensi pada responden umur
60 tahun keatas atau lanjut usia yang didiagnosa hipertensi dengan metode
pengukuran 86.3%, yang menggunakan metode wawancara didiagnosa hipertensi
sebanyak 46,9% dan yang didiagnosa hipertensi atau sedang minum obat sebanyak
47,1% (Riskesdas Provinsi Bali, 2013). Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar (2017)
menyatakan bahwa kasus hipertensi menempati posisi ke 2 berdasarkan 10 pola
3
penyakit kunjungan rawat jalan di RSUD Kabupaten Gianyar dengan total 3,201
kasus. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah yang menderita hipertensi, dimana
sebagian besar diderita oleh lansia. Gejala menuanya struktur penduduk (aging
population) yang terjadi di Indonesia kini dalam tahapan transisi demografi,
epidemiologi, ekonomi, dan sosial budaya sebagai akibat keberhasilan pembangunan
nasional.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Trevisol dkk (2011) ditemukan bahwa
pada individu yang menderita hipertensi, memiliki kualitas hidup yang lebih rendah
dibandingkan pada individu dengan tensi yang normal. Pada pasien dengan hipertensi
namun menjalani pengobatan yang rutin juga dilaporkan memiliki kualitas hidup
yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan tekanan darah tidak
terkontrol dan tidak dalam pengaruh obat-obatan. Menurut Li dkk (2005) pada
individu dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang rendah terutama pada
dimensi fisik. Kualitas hidup yang buruk ini merupakan komplikasi dari hipertensi itu
sendiri. Oleh karena itu untuk menurunkan angka morbiditas dan angka mortalitas,
salah satunya dengan memperbaiki kualitas hidupnya (Anbarasan, 2015)
Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL), kualitas
hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik yaitu aktivitas
sehari – hari, ketergantungan pada bantuan medis, kebutuhan istirahat, kegelisahan
tidur, penyakit, energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas
pekerjaan, kesehatan psikologis yaitu perasaan positif, penampilan dan gambaran
jasmani, perasaan negatif, berfikir, belajar, konsentrasi, mengingat, self esteem dan
kepercayaan individu, hubungan sosial lansia yaitu dukungan sosial, hubungan
pribadi, serta aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan yaitu lingkungan rumah,
kebebasan, keselamatan fisik, aktivitas di lingkungan, kendaraan, keamanan, sumber
keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial. Kualitas hidup dipengaruhi oleh tingkat
kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktifitas sosial, interaksi sosial dan fungsi
keluarga. Pada umumnya lanjut usia mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup
pada lanjut usia menjadi mengalami penurunan. Keluarga merupakan unit terkecil
4
dari masyarakat sehingga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lanjut
usia untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia (Yuliati dkk, 2014).
Agar kualitas hidup lansia meningkat, maka dalam penyesuaian diri dan
penerimaan segala perubahan yang dialami, lansia harus mampu melakukan hal
tersebut. Selain itu, lingkungan yang memahami kebutuhan dan kondisi psikologis
lansia membuat lansia merasa dihargai. Tersedianya media atau sarana bagi lansia
membuat lansia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki (Sutikno, 2007).
Pada tahun 2019 Puskesmas Payangan menunjukkan data bahwa hipertensi juga
menjadi masalah kesehatan utama dimana penyakit hipertensi berada di urutan ke
empat dari sepuluh penyakit terbesar. Jumlah kunjungan lansia yang menderita
hipertensi pada tahun 2019 adalah sebanyak 937, dimana jumlah tersebut mengalami
peningkatan dari tahun 2018 yaitu dengan jumlah 1.013 kasus hipertensi. Pada tahun
2020 jumlah kunjungan dari bulan Januari hingga bulan juli mencapai 730 kunjungan
kasus hipertensi dari total jumlah lansia di wilayah kerja Puskesmas Payangan yang
mencapai 5.435 orang. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah lansia yang
menderita hipertensi. Proporsi lansia yang menderita hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Payangan pada bulan Januari hingga Desember 2019 sebanyak 19,72%.
Berdaarkan hasil studi pndahuluan yang di lakukan di puskesmas payangan
dengan mewawancarain 25 orang lansia, di dapatkan (86.5%) lansia dengan
hipertensi menunjukan responden yang memiliki kualitas hidup Sedang, dan (13.5%)
Yang memiliki kualitas hidup baik.
Uraian di atas menjadikan dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian
gambaran kualitas hidup pada lansia yang mengalami hipertensi di puskesmas
payangan

1.2. Perumusan Masalah


Bagaimana gambaran kualitas hidup pada lansia yang mengalami hipertensi
di Puskesmas Payangan ?

5
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pada lansia yang mengalami
hipertensi di Puskesmas Payangan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik lansia di Puskesmas Payangan
b. Untuk mengetahui tekanan darah pada lansia di Puskesmas Payangan
c. Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pada lansia dengan hipertensi di
Puskesmas Payangan
1.4 Manfaat
a. Masukan bagi Puskesmas Payangan untuk membuat program baru dalam
meningkatkan kualitas hidup lansia dan meningkatkan pelayanan, khususnya
terhadap lansia yang menderita hipertensi.
b. Masukan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan dan dapat dijadikan
referensi
1.5 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini antara lain:

1. Peneliti Dewi & Sudhana (2013) Mengetahui gambaran kuwalitas hidup pada
lansia yang menderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesma Gianyar 1.
Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang deskriptif untuk melihat
gambaran kualitas hidup lansia yang mengalami hipertensi dan normotensi di
Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I Kecamatan Gianyar,
Kabupaten Gianyar bulan November tahun 2013. . Sebagai sampel adalah
lansia yang datang ke posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Gianyar I
pada bulan November tahun 2013 dipilih secara consecutive, bersedia ikut
dalam penelitian, dan memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang dipakai
adalah lansia berusia diatas 60 tahun yang berdomisili di wilayah kerja
Puskesmas Gianyar I. Metode yang di gunakan yaitu dengan metode
6
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner akan dianalisis
dengan menggunakan program SPSS 21 dan disajikan dalam bentuk tabel
disertai penjelasan naratif. Analisis data dilakukan secara analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada responden lansia normotensi,
kualitas hidup lansia secara menyeluruh ditemukan buruk pada 12 responden
(42,9%) dan baik pada 16 responden (57.1%). Sedangkan pada responden
lansia dengan hipertensi, kualitas hidup lansia secara menyeluruh didapatkan
buruk pada 17 responden (56,7%) dan baik pada 13 responden (43,3%).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam penelitian ada kualitas hidup
lansia hipertensi lebih buruk dibandingkan lansia normotensi. Kesamaan
penelitian yang dilakukan Dewi & Sudhana (2013) dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah sama-sama gambaran kuwalitas hidup pada lansia
yang mengalami hipertensi, sedangkan perbedaanya yaitu penelitian Dewi &
Sudhana (2013 dan penelitian Ini terdapat pada tempat dilakukannya
penelitian.

2. Peneliti Lily seftiani@all (2018) Mengetahui hubungan kualitas hidup lansia


dengan hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
menggunakan analitik korelasi. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Perumnas II pada periode 05 juni sampai 2 Juli 2018. Teknik
pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dengan jumlah
sampel 83 orang lansia. Instrument yang digunakan berupa alat ukur tekanan
darah dan kuesioner WHOQOL-OLD. Teknik analisis data dengan analisis
univariat dan bivariat. Analisis Hasil Uji statistik chi square (< 0,05)
didapatkan status kualitas hidup tinggi sebanyak 49 orang (59%) sedangkan
responden dengan kualitas hidup sedang 34 orang (41%) bahwa nilai p
0,025 lebih dari syarat chi square (< 0,05). Dari hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara hipertensi dengan kualitas

7
hidup di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas II. Persamaan dengan
penelitian yang di adalah Instrument yang digunakan berupa alat ukur
tekanan darah dan lembaran kuesioner sedangkan perbedaan peneliti yang di
lakukan adalah Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental
sampling dan Teknik analisis data dengan analisis univariat dan bivariat.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Lansia
Menurut WHO lansia adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau
lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih
dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut
akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data WHO
pada tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011
menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari
total populasi (WHO, 2015).
Berdasarkan data Perserikaan Bangsa-bangsa (PBB) tentang World
Population Ageing, diperkirakan pada tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa penduduk
lanjut usia di dunia. Jumlah tersebut diproyeksikan terus meningkat mencapai 2 (dua)
miliar jiwa pada tahun 2050 (Kemenkes, 2019). Seperti halnya yang terjadi di negara-
negara di dunia, Indonesia juga mengalami penuaan penduduk. Tahun 2019, jumlah
lansia Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 27,5 juta atau 10,3%, dan
57,0 juta jiwa atau 17,9% pada tahun 2045 (Kemenkes, 2019).

2.1.2 Hipetensi

2.1.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan


peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2014). Penyakit hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan di dunia
dan faktor risiko paling utama terjadinya hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak
heran penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014),

9
sedangkan menurut Setiati (2015), hipertensi merupakan tanda klinis
ketidakseimbangan hemodinamik suatu sistem kardiovaskular, di mana penyebab
terjadinya disebabkan oleh beberapa faktor/ multi faktor sehingga tidak bisa
terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal (Setiati, 2015)

2.1.2.2 Klasifikasi Hipertensi


Menurut American Heart Association, dan Joint National Comitte VIII (AHA
& JNC VIII, 2014) klasifikasi hipertensi yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada lansia


Kategori Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Stage 1 140-159 90-99
Stage 2 ≥160 ≥100
Hipertensi Krisis >180 >110
Sumber: Bope&Kellerman 2017

Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII


Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 - 139 atau 80 - 89
Hipertensi Stage 1 140 - 159 atau 90 - 99
Hipertensi Stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Sumber: Bope&Kellerman 2017

2.1.2.3 Faktor Risiko Hipertensi


Menurut Fauzi (2014), jika saat ini seseorang sedang perawatan penyakit
hipertensi dan pada saat diperiksa tekanan darah seseorang tersebut dalam keadaan
10
normal, hal itu tidak menutup kemungkinan tetap memiliki risiko besar mengalami
hipertensi kembali. Lakukan terus kontrol dengan dokter dan menjaga kesehatan agar
tekanan darah tetap dalam keadaan terkontrol. Hipertensi memiliki beberapa faktor
risiko, diantaranya yaitu :
1. Tidak dapat diubah:
1) Keturunan, faktor ini tidak bisa diubah. Jika di dalam keluarga pada
orangtua atau saudara memiliki tekanan darah tinggi maka dugaan
hipertensi menjadi lebih besar. Statistik menunjukkan bahwa masalah
tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik dibandingkan
kembar tidak identik. Selain itu pada sebuah penelitian menunjukkan
bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi.
2) Usia, faktor ini tidak bisa diubah. Semakin bertambahnya usia semakin
besar pula resiko untuk menderita tekanan darah tinggi. Hal ini juga
berhubungan dengan regulasi hormon yang berbeda.
2. Dapat diubah:
1) Konsumsi garam, terlalu banyak garam (sodium) dapat menyebabkan
tubuh menahan cairan yang meningkatkan tekanan darah.
2) Kolesterol, Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah menyebabkan
timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh
darah menyempit, pada akhirnya akan mengakibatkan tekanan darah
menjadi tinggi.
3) Kafein, Kandungan kafein terbukti meningkatkan tekanan darah. Setiap
cangkir kopi mengandung 75-200 mg kafein, yang berpotensi
meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.
4) Alkohol, alkohol dapat merusak jantung dan juga pembuluh darah. Ini akan
menyebabkan tekanan darah meningkat.
5) Obesitas, Orang dengan berat badan diatas 30% berat badan ideal,
memiliki peluang lebih besar terkena hipertensi.

11
6) Kurang olahraga, Kurang olahraga dan kurang gerak dapat menyebabkan
tekanan darah meningkat. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan
darah tinggi namun tidak dianjurkan olahraga berat.
7) Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil seperti cemas, yang cenderung
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress telah
berlalu maka tekanan darah akan kembali normal.
8) Kebiasaan merokok, Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan
katekolamin, katekolamin yang meningkat dapat mengakibatkan iritabilitas
miokardial, peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokonstriksi
yang kemudian meningkatkan tekanan darah.
9) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen) melalui mekanisme renin-
aldosteron-mediate volume expansion, Penghentian penggunan kontrasepsi
hormonal, dapat mengembalikan tekanan darah menjadi normal kembali.
Walaupun hipertensi umum terjadi pada orang dewasa, tapi anakanak juga
berisiko terjadinya hipertensi. Untuk beberapa anak, hipertensi disebabkan oleh
masalah pada jantung dan hati. Namun, bagi sebagian anak-anak bahwa kebiasaan
gaya hidup yang buruk, seperti diet yang tidak sehat dan kurangnya olahraga,
berkonstribusi pada terjadinya hipertensi (Fauzi, 2014).
2.1.2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi
tidak memiliki tanda atau gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati
seperti terjadi pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak
kemerahan, tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak
napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar
darah di hidung) (Fauzi, 2014). Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat
terjadi, diantaranya adalah (Smeltzer, 2013) :
1. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain selain
tekanan darah tinggi.

12
2. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat, penyempitan
arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots) (infarksio kecil), dan
papiledema bisa terlihat pada penderita hipertensi berat.
3. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling
berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh darah yang
terganggu.
4. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina atau
infark miokardium.
5. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal jantung.
6. Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN, serta
kadar kreatinin).
7. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik transien
[TIA] [yaitu perubahan yang terjadi pada penglihatan atau kemampuan bicara,
pening, kelemahan, jatuh mendadak atau hemiplegia transien atau
permanen]).
2.1.2.5 Penatalaksanaan
Setiap program terapi memiliki suatu tujuan yaitu untuk mencegah kematian
dan komplikasi, dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri pada
atau kurang dari 140/90 mmHg (130/80 mmHg untuk penderita diabetes melitus atau
penderita penyakit ginjal kronis) kapan pun jika memungkinkan (Smeltzer, 2013).
1. Pendekatan nofarmakologis mencakup penurunan berat badan; pembatasan
alkohol dan natrium; olahraga teratur dan relaksasi. Diet DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension) tinggi buah, sayuran, dan produk susu
rendah lemak telah terbukti menurunkan tekanan darah tinggi (Smeltzer,
2013).
2. Dua kelas obat tersedia sebagai terapi lini pertama : diuretik dan penyekat
beta (Smeltzer, 2013).
3. Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang kompleks
(Smeltzer, 2013).
13
Menurut Irwan (2016), tujuan pengobatan hipertensi adalah mengendalikan tekanan
darah untuk mencegah terjadinya komplikasi, adapun penatalaksanaannya sebagai
berikut :
1. Non Medikamentosa
Pengendalian faktor risiko. Promosi kesehatan dalam rangka pengendalian faktor
risiko, yaitu :
1. Turunkan berat badan pada obesitas.
2. Pembatasan konsumsi garam dapur (kecuali mendapat HCT).
3. Hentikan konsumsi alkohol.
4. Hentikan merokok dan olahraga teratur.
5. Pola makan yang sehat.
6. Istirahat cukup dan hindari stress.
7. Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah) diet hipertensi.
2. Medikamentosa meliputi :
Medikamentosa hipertensi stage 1 mulai salah satu obat berikut :
1. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi hari
2. Propanolol 2 x 20-40 mg sehari.
3. Methyldopa
4. MgSO4
5. Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari
6. Nifedipin long acting (short acting tidak dianjurkan) 1 x 20-60 mg
7. Tensigard 3 x 1 tablet
8. Amlodipine 1 x 5-10 mg
9. Diltiazem (3 x 30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg sehari.
Sebaiknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi berkala dinaikkan
sampai tercapai respons yang diinginkan. Lebih tua usia penderita, penggunaan obat
harus lebih hati-hati. Hipertensi sedang sampai berat dapat diobati dengan kombinasi
HCT + propanolol, atau HCT + kaptopril, bila obat tunggal tidak efektif.. Penderita

14
hipertensi dengan asma bronchial jangan beri beta blocker. Bila ada penyulit/
hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah sakit
2.1.2.6 Komplikasi
Komplikasi Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain
sebagai berikut (Irwan, 2016):
1. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia vaskuler,
ensefalopati.
2. Mata : retinopati hipertensif.
3. Kardiovaskuler : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi baik sistolik maupun
diastolik dan berakhir pada gagal jantung (heart failure).
4. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
5. Arteri perifer : klaudikasio intermiten

2.1.3 Kualitas Hidup


1. Pendekatan dalam menjelaskan kualitas hidup
Kualitas hidup merupakan kalimat yang sulit untuk dioperasionalisasikan.
Kualitas hidup dapat disamakan dengan keadaan kesehatan, fungsi fisik tubuh,
perceived health status, kesehatan subjektif, persepsi mengenai kesehatan, simptom,
kepuasan kebutuhan, kognisi individu, ketidakmampuan fungsional, gangguan
psikiatri, kesejahteraan dan bahkan terkadang dapat bermakna lebih dari satu pada
saat yang sama (Azmi Nur, 2018)

2. Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup.


Dimensi-dimensi dari kualitas hidup yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada dimensi-dimensi mengenai kualitas hidup yang terdapat dalam
WHOQOL-BREF. Menurut WHOQOL Group (dalam Azmi Nur 2018), kualitas
hidup memiliki enam dimensi yaitu (1) kesehtan fisik, (2) kesejahteraan psikologis,
(3) tingkat kemandirian, (4) hubungan sosial, (5) hubungan dengan lingkungan, dan
15
(6) keadaan spiritual. WHOQOL in kemudian dibuat lagi menjadi instrumen
WHOQOL-BREF dimana enam dimensi tersebut kemudian dipersempit lagi menjadi
empat dimensi yaitu (1) kesehatan fisik, (2) kesejahteraan psikologis, (3) hubungan
sosial, dan (4) hubungan dengan lingkungan. Keempat dimensi ini kemudian
dijabarkan menjadi beberapa faset sebagai berikut yaitu :
1. Dimensi Kesehatan Fisik
1) Aktifitas sehari-hari : menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang
dirasakan individu ketika melakukan kegiatan sehari-hari.
2) Ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis :
menggambarkan seberapa besar kecenderungan individu dalam
menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
3) Energi dan kelelahan : menggambarkan tingkat kemampuan yang
dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktifvitasnya sehari-hari.
4) Mobilitas : menggambarkan tingkat perpindahan yang mampu
dilakukan oleh individu dengan mudah dan cepat.
5) Sakit dan ketidaknyamanan : menggambarkan sejauh mana perasaan
keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang
menyebabkan individu merasa sakit.
6) Tidur dan istirahat : menggambarkan kualitas tidur dan istirahat yang
dimiliki oleh individu.
7) Kapasitas kerja : menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis
1) Bodily image dan appearance: menggambarkan bagaiman individu
memandang keadaan tubuh serta penampilannya.
2) Perasaan negatif : menggambarkan adanya perasaan yang tidak
menyenangkan yang dimiliki oleh individu.

16
3) Perasaan positif : menggambarkan perasaan yang menyenangkan yang
dimiliki oleh individu.
4) Self-esteem : melihat bagaiman individu menilai atau menggambarkan
dirinya sendiri.
5) Berpikir, belajar, memori, dan konsentarsi : menggambarkan keadaan
kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi.
3. Dimensi hubungan sosial
1) Relasi personal : menggambarkan hubungan individu dengan orang
lain.
2) Dukungan sosial : menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan
oleh individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
3) Aktivitas seksual: menggambarkan kegiatan seksual yang dilakukan
individu.
4. Dimensi hubungan dengan lingkungan.
1) Sumber financial : menggambarkan keadaaan keuangan individu.
2) Freedom, physical safety, dan, security: menggambarkan tingkat
keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya.
3) Perawatan kesehatan dan social care: menggambarkan ketersediaan
layanan kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh
individu.
4) Lingkungan rumah: menggambarkan keadaan tempat tinggal individu.
5) Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan
keterampilan (skills): menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan
bagi individu untuk memperoleh hal-hal yang baru yang berguna bagi
individu.
6) Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan
yang menyenangkan: menggambarkan sejauh mana individu memiliki
kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati
waktu luang.
17
7) Lingkungan fisik: menggambarkan keadaan lingkungan sekitar tempat
tinggal individu (keadaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll)
8) Transportasi: menggambarkan sarana kendaraan yang dapat dijangkau
oleh individu.
Selain keempat dimensi tersebut terdapat dua pertanyaan tambahan yang
menggambarkan kualitas hidup seseorang secara umum.

3. Alat Ukur Kualitas Hidup


Pengukuran mengenai kuliatas hidup dapat dilakukan dnegan dua cara, yaitu
pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai
evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh) atau hanya mengukur domain
tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri
seorang individu). Pengukuran mengenai kualitas hidup diukur dalam beraneka
macam tingkat dan dimensi. Telah banyak peneliti yang telah menerbitkan alat ukur
kualitas hidup, tetapi tetap saja belum ada kesepakatan bersama antara peneliti
mengenai definisi kualitas hidup dan hal tersebut tampak dalam pemilihan item dari
alat ukur setiap peneliti (Azmi Nur, 2018).
Alat ukur WHOQOL-BREF merupakan hasil pengembangan dari alat ukur
WHOQOL. Alat ukur ini memiliki item yang lebih sedikit dibandingkan dnegan alat
ukur WHOQOL, yaitu hanya sebanyak 26 item. Alat ukur ini hanya memiliki empat
buah dimensi yaitu (1) kesehatan fisik, (2) keadaan psikologis, (3) hubungan sosial,
(4) lingkungan, dan ditambah dengan dua pertanyaan yang mengarah ke kualitas
hidup seseorang secara umum. Alat ukur WHOQOL-BREF dikembangkan sebagai
bentuk pendek dari alat ukur WHOQOL – 100, digunakan pada situasi penelitian
dimana waktu yang digunakan dalam penelitian sangat terbatas, dimana
ketidaknyamanan atau beban yang dirasakan oleh responden dalam penelitian harus
dibuat seminimal mungkin, dan juga bila bagian dari faset-faset merupakan hal yang
tidak penting seperti pada survey epidemiologi yang besar dan beberapa penelitian
klinis. Dengan menggunakan data dari 15 negara yang dikumpulkan untuk penelitian
18
alat ukur WHOQOL – 100, item pertanyaan yang digunakan untuk WHOQOL –
BREF dipilih karena paling mampu dalam mewakili domain atau faset tersebut,
berkaitan erat dengan model WHOQOL secara umum dan memiliki validitas
diskriminan (Azmi Nur, 2018).
Penelitian mengenai kualitas hidup dan fakor-faktor yang mempengaruhinya
telah banyak dilakukan. Namun, sejauh ini peneliti melihat bahwa penelitian
mengenai kualitas hidup lebih banyak ditujukan bagi individu yang mengalami
penyakit-penyakit kronis. Keadaan ini dapat dipahami karena individu dalam situasi
terminal merupakan sumber yang tepat dalam mengemukakan kualitas hidup yang
mereka miliki. Selain itu, peneliti menemukan bahwa penelitian mengenai kualitas
hidup yang berkaitan dengan faktor demografis dari suatu wilyah juga telah
dilakukan. Seperti penelitian mengenai Quality of Life masyarakat Eropa, Amerika,
dan beberapa negara Asia seperti Taiwan dan Hongkong (Azmi Nur, 2018)
Di Indonesia sendiri, peneliti menemukan bahwa ada beberapa penelitian
mengenai kualitas hidup yang telah dilakukan, seperti penelitian mengenai kualitas
hidup pada dewasa muda yang berstatus lajang melalui adaptasi istrumen WHOQOL
– BREF dan SRPB Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas
hidup pada dewasa muda lajang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti spiritualitas,
karir, hubungan dengan sesame, personal dan juga lingkungan sekitarnya. Selain itu
Wardhani juga menemukan bahwa alat ukur WHOQOL-BREF dan SRPB adalah alat
ukur yang valid dan reliable dalam mengukur kualitas hidup.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur kualitas hidup
yang singkat yang dikeluarkan oleh organisasi kesehatan dunia (The WHOQOL –
BREF). Alat ukur ini terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi kesehatan fisik,
kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Dari dimensi alat ukur
tersebut, dapat dilihat bahwa alat ukur WHOQOL – BREF adalah alat ukur yang
mengikutsertakan konteks lingkungan dan sosial selain aspek personal individu
(kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis).

19
2.1.4. Hubungan Hipertensi Dengan Kualitas Hidup
Hipertensi merupakan penyakit kronik yang dapat menimbulkan implikasi-
implikasi tertentu. Di samping implikasi terhadap organ, hipertensi dapat
memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi dan kualitas hidup
seseorang. Beberapa studi menyebutkan, individu dengan hipertensi memiliki skor
yang lebih rendah di hampir semua dimensi yang diukur berdasarkan kuesioner
WHOQOL dibandingkan dengan populasi. Hal ini disebabkan karena hipertensi dapat
memberikan pengaruh buruk terhadap vitalitas, fungsi sosial, kesehatan mental, dan
fungsi psikologis. (Dewi, 2013)
Pada beberapa studi lain menyebutkan, individu dengan hipertensi dilaporkan
mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala, depresi, cemas, dan mudah lelah.
Gejala-gejala ini dilaporkan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang pada
berbagai dimensi. Oleh karena itu, dalam menangani individu dengan hipertensi
sangat penting untuk mengukur kualitas hidup agar dapat dilakukan manajemen yang
optimal. (Dewi, 2013)
Pada studi yang dilakukan oleh Poljicanin, Tamara et al, disebutkan bahwa
individu dengan penyakit diabetes mellitus dan/atau hipertensi dapat memberikan
pengaruh yang buruk terhadap kualitas hidup individu tersebut. Pada individu dengan
penyakit tersebut, terjadi penurunan kualitas hidup pada hampir seluruh dimensi yang
diukur berdasarkan kuesioner WHO dimana yang paling terpengaruh adalah dimensi
kesehatan fisik dan hubungan sosial (Dewi, 2013).

2.2 Kerangka Konsep

Pada penderita dengan hipertensi mengalami gejala-gejala seperti sakit


kepala, depresi, cemas, dan mudah lelah. Gejala-gejala ini dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang pada berbagai dimensi terutama dimensi fisik. Oleh karena
itu, dalam menangani individu dengan hipertensi sangat penting untuk mengukur
kualitas hidup agar dapat dilakukan manajemen yang optimal. (Dewi, 2013)

20
Permasalahan pada
Lansia :
1. Biologis
2. Psikologis
3. Sosial

Hipertensi Kualitas Hidup


lansia

Keterangan :

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

Gambar 2.1
Kerangka Konsep Gambaran Kualitas Hidup Penderita Hipertensi pada Lansia di
Puskesmas Payangan, 2020

2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2011). Hipotesis pada penelitian ini yaitu hipotesis deskriptif.

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian
rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian.
Jenis penelitian ini adalah cross sectional deskriptif yaitu dilakukan satu kali
pengumpulan data untuk melihat gambaran kualitas hidup lansia yang mengalami
hipertensi di Puskesmas Payangan, Kabupaten Gianyar bulan Oktober-Desember
2020.

3.2 Kerangka Kerja


Penelitian ini menggambarkan dengan jelas arah penelitian yang telah di
lakukan, maka dari itu perlu di rumuskan suatu kerangka konsep penelitian. Krangka
konsep penelitian pada hakikatnya adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep
serta variable-variabel yang akan di ukur (diteliti) (Notoatmodjo, 2010). Variable
merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek
yang lain. (Sastroasmoro & ismail,2011). Penelitian ini hanya menggunakan satu
variable yaitu

Populasi
semua lansia di wilayah kerja
Puskesmas Payangan.

Sampling
consecutive sampling

Sampel
Semua lansia yang datang saat prolanis di
Puskesmas Payangan

Pengukuran Kualitas Hidup dengan


Kuesioner dengan teknik wawancara

22
Analisis Penelitian
Dengan Analisis Deskriptif

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Peneliatian ini akan dilakukan pada bulan Oktober-November 2020 pada saat
Prolanis di Puskesmas Payangan

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteritik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi target
dalam penelitian ini adalah semua lansia di wilayah kerja Puskesmas Payangan.
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua lansia yang datang pada
Prolanis Puskesmas Payangan.

3.4.2. Teknik Pengambilan Sampel


Tehnik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan
sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek
penelitian (Nursalam, 2013). Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini
dilakukan dengan cara non probability sampling yaitu purposive sampling, dimana
pasien yang bersedia ikut dalam penelitian, dan memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi:
1. Lansia usia 60 tahun ke atas

2. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Payangan.

3. Lansia Hipertensi

Kriteria eksklusi:

23
1. Menolak berpartisipasi dalam penelitian
2. Menderita gangguan fungsi kognitif
3. Menderita gangguan psikiatri berat dan sedang dalam perawatan psikiatri
4. Memiliki cacat fisik (tuli, bisu, buta, lumpuh)
5. Tidak kooperatif

Pemilihan sampel
1. Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus : (Sastroasmoro & Ismael,
2011):
n = Zα2 PQ
d2
Pada penghitungan sampel ini dikehendaki tingkat kepercayaan 95%
dan ketepatan absolut yang diinginkan sebesar 10%. Proporsi lansia yang
menderita hipertensi adalah 0,19 Zα = 1,96, d = 10%

Jadi berdasarkan rumus diatas dapat dihitung


n = (1,962) x 0,19 x (1-0,19) = 59, dimana Q= (1-P)
(0,10)2
Karena jumlah populasi lansia di tempat penelitian kurang dari 10.000
orang, maka sampel untuk penelitian ini dikoreksi dengan cara sebagai
berikut:

nk = n = 59 = 58,35
1+n/N 1+59/5.435

Berdasarkan perhitungan diatas, didapatkan jumlah sampel minimal


dalam penelitian ini adalah sebanyak 58 lansia.

24
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional


berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2014). Definisi operasional pada penelitian ini, seperti pada tabel
berikut.

Tabel 3.1
Definisi Operasional Gambaran Kualitas Hidup Pada Lansia yang Mengalami Hipertensi di
Puskesmas Payangan

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil


Ukur

1 2 3 4 5 6

1 Kualitas persepsi individu mengenai Pedoman Interval


Hidup posisi mereka dalam hidup wawancara
dan hubungannya dengan
tujuan, harapan, standar yang
ditetapkan dan perhatian
seseorang

2 Hipertensi subyek yang pada Tensimeter


pemeriksaan tekanan darah dan
didapatkan dengan tekanan Stetoskop
darah sistolik ≥ 140 mm Hg
atau tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg sesuai kriteria
the seventh report of the
Joint National Committee on
prevention, detection,
evaluation, and treatment of
high blood pressure

25
3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Jenis Data yang dikumpulkan


1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lansia dengan
metode wawancara langsung yang dilakukan saat prolanis dengan menggunakan
kuesioner. Data-data tersebut adalah data karakteristik lansia dan data mengenai
kualitas hidup lansia.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari prolanis berupa hasil
pengukuran tekanan darah.

3.6.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses
pengumpulan karakteristik subyek yang dilakukan dalam penelitian (Sugiyono,
2017). Penelitian ini mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut:
3.6.2.1 Administratif
1. Mengajukan surat penelitian yang ditanda tangani oleh ketua PPPM STIKes Wira
Medika Bali ditunjukkan kepada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi
Bali.
2. Setelah surat izin keluar diteruskan ke Kepala Puskesmas Payangan, untuk
mendapatkan ijin penelitian.
3. Setelah mendapatkan izin dari Kepala Puskesmas Payangan, lalu melakukan
pendekatan kepada pemegang program PTM.
3.6.2.2 Teknis
1. Melakukan pemilihan responden yang sesuai dengan kriteria penelitian.
2. Responden yang sudah setuju kemudia dilakukan dengan teknik wawancara
dengan menggunakan kuesioner.

26
3. Data yang terkupul kemudian ditabulasi keadaan matriks pengumpulan data yang
telah dibuat dan kemudian dilakukan analisis dengan bantuan komputer.

3.6.3. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
1. Kuesioner
Alat ukur variable kualitas hidup dalam penelitian ini berupa kuesioner,
dimana kuesioner ini dibuat oleh WHO yaitu World Health Organization Quality
Of Life – Bref (WHOQOL-BREF) yang merupakan pengembangan dari alat ukur
WHOQOL-100. Alat ukur ini telah diadaptasi ke berbagai bahasa, termasuk
bahasa Indonesia oleh Dr. Riza Sarasvita dan Dr. Satya Joewana untuk penelitian
pada drug user (Azmi Nur, 2018). Selain itu, alat ukur adaptasi ini juga
digunakan oleh Dewi, 2013 untuk meneliti kualitas hidup penderita hipertensi
dan normotensi juga melakukan uji psikometri terhadap alat ukur WHOQOL-
BREF dan hasilnya adalah bahwa alat ukur ini adalah alat ukur yang valid dan
reliable dalam mengukur kualitas hidup.
Berikut ini adalah contoh item dari alat ukur WHOQOL-BREF dalam
mengukur kualitas hidup.
Tabel 3.2 Contoh Item Alat Ukur WHOQOL-BREF
Dimensi Contoh Item Kuesioner WHOQOL-BREF
Kesehatan Fisik Seberapa sering anda membutuhkan bantuan
medis untuk dapat berfungsi dalam
kehidupan sehari-hari
Kesejahteraan Psikologis Seberapa sering anda dapat menjalani hidup
anda sehari-hari dengan perasaan gembira?
Hubungan Sosial Seberapa puaskah anda dengan dukungan
yang anda peroleh dari teman anda?
Hubungan dengan Lingkungan Seberapa puaskah anda dengan kondisi

27
tempat tinggal anda saat ini?

Untuk menjawab masing-masing pertanyaan, peserta diminta memilih satu


angka dari skala 1 sampai 5. WHOQOL-BREF hanya memberikan satu macam
skor yaitu skor dari tiap masing-masing dimensi yang menggambarkan respon
masing-masing individu di tiap dimensi tersebut. Menurut Azmi Nur (2018), alat
ukur WHOQOL-BREF tidak memberikan skor menyeluruh yang merupakan
gabungan dari tiap dimensi.
Skor tiap dimensi yang didapat dari alat ukur WHOQOL-BREF (raw
score) harus ditransformsikan sehingga nilai skor dari alat ukur ini dapat
dibandingkan dengan nilai skor yang digunakan dalam alat ukur WHOQOL-100
(Azmi Nur,2018). Skor tiap dimensi (raw score) ditransformasikan dalam skala
0-100 dengan menggunakan rumus baku yang sudah ditetapkan oleh WHO
dibawah ini :

Tabel 3.3. Penilaian Kualitas Hidup

28
a. Raw Skor = penjumlahan nilai pada setiap pertanyaan dalam setiap
domain.
b. 4-20 : Mean setiap domain x 4
c. 0-100 : [nilai (b)-4] x [100/6]

2. Tensimeter dan stetoskop

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


3.7.1 Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan menggunakan
program SPSS 16 dan disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan naratif.

1. Data entry dilakukan dengan menggunakan software SPSS Windows versi


16.0. Cleaning data dilakukan terhadap semua variabel untuk mengetahui data
yang tidak sesuai (missing).
2. Recoding :
1. Recoding variabel bebas yaitu status tensi dengan klasifikasi Normotensi,
dan Hipertensi.
2. Recoding variabel tergantung dengan klasifikasi kesehatan fisik,
kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan,
dan kualitas hidup secara umum.
3. Recoding masing-masing karakteristik dari subjek yang terdiri dari usia,
jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, riwayat
hipertensi, dan riwayat penyakit lain.

3. Analisis
Analisis data dilakukan secara analisis deskriptif. Adapun analisis yang
dilakukan berupa :
1. Mengolah data karakteristik subjek untuk mendapatkan gambaran
sampel secara keseluruhan.
29
2. Menjumlahkan seluruh nilai jawaban pada alat ukur menjadi skor
tiap dimensi kemudian mencari skor rata-rata dari tiap dimensi
tersebut untuk mendapatkan skor dimensi yang paling
mempengaruhi kualitas hidup.
3. Cross tabulasi antara variabel bebas Hipertensi dengan variabel
tergantung (klasifikasi kualitas hidup yaitu kesehatan fisik,
kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, hubungan dengan
lingkungan, dan kualitas hidup secara umum)
3.7.2 Analisis Data
Mengidentifikasi karakteristik responden, kualitas hidup penderita hipertensi
menggunakan metode analisis univariate. Penelitian ini menjelaskan tentang
karakteristik dari responden berupa, usia, jenis kelamin, riwayat pendidikan, status
perkawinan dan riwayat hipertensi.

3.7.2.1 Analisis univariat

Analisis univariat untuk melakukan analisis satu variabel yaitu untuk mencari
distribusi frekuensi dari karakteristik responden, gambaran kualitas hidup penderita
hipertensi pada lansia dianalisis dengan dengan bantuan SPSS untuk mencari
distribusi frekuensi. Data yang sudah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.

3.8 Etika Penelitian


Masalah etika penelitian dalam keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan berhubungn langsung
dengan manusia. Oleh sebab itu etika penelitian harus diperhatikan adalah sebagai
berikut.

30
3.8.1 Informed Consent.

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan


responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan untuk meminta ijin
akan keterlibatannya dijadikan responden penelitan. Informed consent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud
dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti
harus menghormati haknya. Beberapa informasi yang harus ada ada dalam informed
consent tersebut antar lain: partisipasinya, tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,
manfaat, kerahasiaan, informasi yang dihubungi, dan lain-lain.

3.8.2 Anonimity

Anonymity adalah suatu jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan


tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada instrument dan hanya
menuliskan kode pada pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan
(Hidayat, 2017). Anonimity dalam penelitian ini akan dilakukan peneliti dengan tidak
mencantumkan identitas diri dari responden. Responden cukup mencantumkan nomer
urut pada kuesioner.

3.8.3 Confidentiality

Confidentiality aadah suatu jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik


informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2017). Confidentiality akan dilakukan
peneliti dengan cara peneliti akan menjaga kerahasiaan yang telah didapatkan dari

31
hasil pengisian kuesioner, peneliti tidak akan memberitahukan kepada siapapun
tentang hasil observasi terhadap responden tersebut.

3.8.4 Keadilan dan keterbukaan

Keadilan dan keterbukaan adalah suatu penelitian memberikan keuntungan


dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta
mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati
dan dilakukan secara professional (Hidayat, 2017). Keadilan akan dilakukan Peneliti
dengan menjamin bahwa semua subjek penelitian akan memperoleh perlakuan dan
keuntungan yang sama tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya,
khususnya pada ruangan yang sama. Peneliti akan mengkondisikan lingkungan
sebagaimana mestinya sehingga memenuhi prinsip keterbukaan yaitu dengan
memperjelas prosedur penelitian.

3.8.5 Balancing harms & benefit


Balancing harms & benefit adalah suatu penelitian harus mempertimbangkan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian dan populasi dimana hasil
penelitian akan diterapkan, meminimlasir risiko atau dampak yang merugiakan bagi
subyek penelitian (Hidayat, 2017). Balancing harms & benefit akan dilakukan
peneliti dengan memberikan perlakukan yang sama dengan pasien lainnya jika hasil
penelitian ini memberikan hasil yang bermanfaat bagi pasien yang diberikan
perlakuan dan pasien diminta untuk menjawab atau mengisi kuesioner dan bebas
menjawab sesuai dengan yang sesuai menurut responden dan lingkungan sekitar
pasien dibuat senyaman mungkin agar dapat mengurangi kebosanan dalam menjawab
kuesioner.

32
DAFTAR PUSTAKA
Anbarasan. 2015. Gambaran Kualitas Hidup Lansia dengan Hipertensi di Wilayah
Puskesmas Rendang pada periode 27 Feruari Sampai 14 Maret 2015, Vol 4 No 1.
Intisari Sains Medis
Azmi Nur (2018). Gambaran Kualitas Hidup Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Tampan Pekanbaru. Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.
Bloch, M. J. 2016. Worldwide Prevalence of Hypertension Exceeds 1.3 Billion.
Journal of The American Society of Hypertension,10(10):753- 754.
Dewi, (2013). Gambaran Kualitas Hidup Pada Lansia Dengan Normotensi Dan
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I Periode Bulan November
Tahun 2013. Jurnal kesehatan, bali: Universitas udayana
Fauzi I. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala & Pengobatan Asam Urat, Diabetes
& Hipertensi. Yogyakarta : ARASKA
Hidayat AA. 2017. Metode Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta. Salemba
Medika
Irwan .2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta. Deepublish
Kemenkes RI. 2015.Buletin Jendela Data dan Informasi Penyakit Tidak Menular.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2019. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2019. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Mills, K. T. 2016. Global Disparities of Hypertension Prevalence and Control: A
Systematic Analysis of Population-Based Studies From 90 Countries. Circulation,
134 (6) : 441–450.
Murphy B. et al. (2000). AustralianWHOQOL-100, WHO-BREF and CA-WHOQOL
NSTRUMENTS; user manual and interpretation guide. November 30, 2013.
http://www.psychiatry.unimelb.edu.au/
33
Notoadmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Nursalam.2011.Manajemen Keperawatan : aplikasi dalam praktik keperawatan
Profesional. Edisi Ketiga. Jakarta Salemba Medika
Sastroasmoro S & Ismael S. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Sagung Seto. Edisi 4. Pp. 348.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid IV. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014
Smeltzer.C., Bare BC, Hinkle J & Cheever K (2013). Brunner & Suddartg S
Textbook of medical-surgical nursing twelft edition. Wolters Kluwer Health.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
World Health Organization (WHO). 2014. The World Statistic. 2013
WHOQOL Group. Development of the WHOQOL: Rationale and current status. Int J
Mental Health 1994;23:24-56

34
25

Anda mungkin juga menyukai