Anda di halaman 1dari 8

Perbandingan Efektifitas Dan Efek Samping Obat Hipertensi Pada Pasien

Lansia di Puskesmas Limpasu Kabupaten Hulu Sungai Tengah

NAMA : RIZKI AMELIA YULIANTI

NPM : 210102090

STIKES ISFI BANJARMASIN

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis di mana tekanan darah
meningkat di atas tekanan darah yang di sepakati normal (Kabo, 2011).Hipertensi
merupakan gangguan kesehatan yang sering di jumpai dan termasuk masalah
kesehatan penting karena angka prevalensi yang tinggi sehingga evaluasi penggunaan
obat nya perlu di lakukan (WHO,2011)
Hipertensi merupakan suatu jenis penyakit pembunuh paling dahsyat di dunia
ini. Sebanyak 1 miliar orang di dunia atau dari orang dewasa menderita penyakit ini.
Penyakit ini mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat mengingat dampak
yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang (WHO,2011)
Hipertensi telah membunuh 9,4 juta jiwa warga dunia setiap tahun nya. WHO
memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan
jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang,di proyeksikan sekitar
29%warga dunia terkena hipertensi. Presentase penderita hipertensi saat ini paling
banyak terdapat di negara berkembang. Terdapat 40% negara ekonomi berkembang
memiliki penderita hipertensi sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika
memegang puncak penderita hipertensi sebanyak 46%, kawasan Amerika 35%
kawasan Asia Tenggara 36% orang dewasa menderita hipertensi. (WHO 2010)
Di Indonesia angka penderita hipertensi mencapai 32% pada tahun 2008
dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Hal yang sama juga terjadi di India pada tahun
1960-an jumlah penderita masih 5% lalu menjadi 12% di tahun 1990-an dan
meningkat 32% di tahun 2008 (Limpakarnjanarat, 2013)
Data Ditjen Yanmed KemKes RI, (2010) dilaporkan bahwa hipertensi
merupakan kasus ketujuh terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di
Indonesia tahun 2009.
Hipertensi terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi dapat
berlangsung cepat maupun perlahan-lahan. Beberapa penyebab hipertensi antara lain
adalah usia, stress, obesitas, merokok, alkohol, kelainan pada ginjal dan lain-lain
(Timur, 2012).
Data WHO tahun 2010 menyebutkan dari setengah penderita hipertensi yang
diketahui hanya seperempatnya (25%) 3 yang mendapat pengobatan. Sementara
hipertensi yang diobati dengan baik hanya 12,5%. Padahal hipertensi dapat
menyebabkan rusaknya organ-organ tubuh seperti ginjal, jantung, hati, mata hingga
kelumpuhan organ-organ gerak.
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk umur > 18 tahun adalah
29,8%. Sebanyak 10 propinsi di Indonesia mempunyai prevalensi di atas prevalensi
nasional yaitu Riau, Bangka Belitung Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
NTB, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat
( Riset Kesehatan Dasar,2007).
Hipertensi dapat diobati dengan caranon farmakologi. Pengobatan secara non
farmakologi salah satunya yaitu dengan cara melakukan aktivitas fisik, aktivitas fisik
yang dapat dilakukan yaitu dengan berjalan kaki atau membersihkan rumah
(menyapu, mengepel) ± selam 10 menit (Sudjaswandi dkk, 2003). Aktivitas fisik yang
dilakukan dengan teratur sangat baik untuk mempertahankan kondisi kesehatan serta
kebugaran pada lansia (Nurhidayah,2011), ada 3 macam aktivitas fisik yang 3
meningkatkan kesehatan kemandirian, serta perasaan wellbeing pada lansia, yaitu:
Endurance activity, Strengthtraining activity, dan Balance mobility dan flexibility
(stretching) activities hipertensi pada lansia menambahan beban kerja pada jantung
serta arteri jika berlanjut akan menimbulkan kerusakan pada jantung dan pembuluh
darah. Sehingga memerlukan kepatuhan pengobatan yang rutin agar dapat
menurunkan tekanan darah
Lansia (lanjut usia) merupakan salah satu proses alami dari tumbuh
kembangnya. Setiap orang akan mengalami proses terjadinya penuaan dimana masa
hidup manusia yang terakhir (Azizah, 2011). Lansia merupakan sekelompok orang
yang sedang mengalami proses perubahan fisik secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu. Lansia yaitu salah satu penduduk yang berusia 60 tahun ke atas yang
memiliki kerentanan terhadap kesehatan fisik serta mental dan penurunan kemampuan
berbagai organ, fungsi system tubuh yang bersifat alamiah atau fisiologis (Statistik
Indonesia, 2010). Salah satu gangguan pada kesehatan yang sering dialami oleh lansia
yaitu pada system kardiovaskular serta secara ilmiah lansia akan mengalami
penurunan fungsi organ dan mengalami stabilitas tekanan darah, sekitar 60% lansia
setelah berusia 75 tahun akan mengalami peningkatan tekanan darah (Mubarak dkk,
2006).
Lanjut usia (lansia) adalah kondisi seseorang mencapai usia 60 tahun ke
atas.Prevalensi lansia setiap tahunnya mengalami peningkatan. World Health
Organization (2014) menyatakan bahwa persentase lansia pada tahun 2000 sebesar
605 juta jiwa. Peningkkatan ini diprediksikan akan terus terjadi hingga pada tahun
2050 mencapai 2 miliar jiwa. Lansia umumnya identik dengan penurunan kesehatan
yang diiringi dengan timbulnya berbagai penyakit. Tingginya populasi lansia diikuti
dengan penurunan kesehatan menjadi perhatian khusus, dimana lansia yang
mengalami sakit atau gangguan kesehatan pada tahun 2017 mencapai
26,72%.Timbulnya gangguan kesehatan ini membuat lansia untuk mengkonsumsi
obat. Penggunaan obat pada lansia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
peningkatan risiko jatuh.

Jatuh adalah keluhan yang sering dialami lansia yang menyebabkan cedera
ringan hingga berat. Prevalensi jatuh setiap tahun pada lansia berumur 65 tahun
sebesar 28-35% dan meningkat menjadi 32-42% pada umur diatas 70 tahun.Kejadian
jatuh dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, komorbid,
indeks masa tubuh, gangguan penglihatan, lingkungan, aktivitas sehari-hari, dan
penggunaan obat-obatan. Salah satu golongan obat yang berpotensi untuk terjadinya
jatuh adalah obat golongan antihipertensi. Penggunaan antihipertensi pada pasien
hipertensi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik
dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh sehingga berdampak pusing, pingsan,
kesulitan untuk berdiri dan berjalan. Kondisi ini menyebabkan risiko untuk terjadinya
jatuh pada lansia.Sebuah penelitian menyatakan bahwa penggunaan terapi
antihipertensi pada lansia dapat meningkatkan risiko jatuh sebesar 69%.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hipertensi yaitu, factor yang dapat
dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol. Salah satu factor yang dapat dikontrol
yaitu pola makan yang tidak dikontrol seringnya mengkonsumsi garam yang
berlebihan, minum-minuman keras, serta kurangnya olahraga. Hipertensi yang tidak
dapat dikontrol, salah satunya adalah keturunan 70-80% penderita hipertensi esensial
ditemukan riwayat hipertensi pada keluarga, jenis kelamin, kaum laki-laki yang sering
beresiko hipertensi, karena memiliki factor pendorong seperti stress, kelelahan dan
pola makan tidak terkontrol, serta umur pada umumnya hipertensi menyerang laki-
laki pada usia 31 tahun, sedangkan pada wanita usia 45 tahun (menopause)
(Setiawan,2008).

1.2 Rumusan Masalah


Banyaknya obat antihipertensi yang tersedia menyebabkan kita harus dapat
memilih obat antihipertensi yang paling efektif dengan efek samping minimal.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Membandingkan efektifitas dan efek samping Kaptopril dan Amlodipin
terhadap penurunan darah pada pasien Hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efektivitas Kaptopril terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien Hipertensi
b. Mengetahui efektivitas Amlodipin terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien Hipertensi
c. Mengetahui efek samping Kaptopril terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien Hipertensi
d. Mengetahui efek samping Amlodipin terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien Hipertensi
e. Membandingkan efektivitas Kaptopril dan Amlodipin terhadap penurunan
tekanan darah pada pasien Hipertensi
f. Membandingkan kejadian efek samping akibat pemakaian Kaptopril dan
Amlodipin

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Lansia
Bagi lansia Penelitian ini diharapkan dapat memberi pembelajaran pada lansia
untuk menerapkan manfaat dari aktivitas fisik sebagai terapi untuk penurunan
darah.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
lapangan tentang penyakit hipertensi.
3. Bagi Dunia Pendidikan
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi dalam materi
ilmu farmakologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Hipertensi
Tekanan darah adalah kekuatan yang digunaan darah untuk melawan dinding
pembuluh darah arteri. Tekanan darah dinyatakan dalam dua pengukuran meliputi
tekanan darah sistolik dan diastolik. Sistolik ialah tekanan darah saat jantung
berkontraksi. Diastolik merupakan tekanan darah saat jantung mengalami fase
relaksasi (Prasetyaningrum, 2014). Tekanan darah sistole adalah tekanan darah
maksimal melawan dinding pembuluh darah saat kontraksi jantung terjadi. Tekanan
diastole yaitu kekuatan darah melawan dinding arteri saat jantung berelaksasi (fase 7
pengisian). Pembacaan tekanan darah yaitu tekanan sistolik/tekanan darah diastolik
dengan satuan mmHg (Syidiq, 2013). Hampir semua konsensus / pedoman utama baik
dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan
hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik
merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.
Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu
dasar penentuan tatalaksana hipertensi (Soenarta dkk, 2015).
Cara pengukuran tekanan darah adalah hal yang paling penting karena cara
yang salah akan memberikan hasil yang keliru. Prosedur pengukuran tekanan darah
yang baik yaitu : pasien tidak boleh baru makan kenyang atau sedang cemas, 30 menit
sebelum pengukuran tidak boleh minum kopi, teh atau merokok, dan minum obat-
obat simpatomimetik atau yang sejenis. Pasien sebaiknya berbaring terlentang.
Apabila dalam posisi duduk, lengan yang akan diukur diletakkan setinggi jantung,
manset harus melingkari sekurang-kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan
menutupi 2/3 lengan atas. Sphygmomanometer merkuri harus sudah dikalibrasi baik,
diletakkan setinggi jantung dan kolom merkuri dalam posisi vertikal. Bell stetoskop
diletakkan tepat diatas arteri brakhialis 8 pada fossa antekubiti. Manset dipompa
secara cepat sampai melampaui 20-30 mmHg diatas saat hilangnya denyut arteri
brakhialis dengan palpasi. Tekanan manset kemudian diturunkan pelan-pelan dengan
kecepatan 2-3 mmHg/detik, Tekanan sistolik ditentukan dengan terdengarnya suara
pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik ditentukan pada waktu hilangnya
denyut arteri brakhialis ( Kabo, 2011 ).
2. Klasifikasi Hipertensi
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.
Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial adalah hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah
penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB)(Kemenkes, 2014a).

Klasifikasi Tekanan Darah

Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Menurut Soenarta ( 2015 )

KLasifikasi Sistolik Diastolik


Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120-129 Dan / atau 80-84
Normal tinggi 130-139 Dan / atau 84-89
Stage 1 140-159 Dan / atau 90-99
Stage 2 160-179 Dan / atau 100-109
Stage 3 Dan / atau
Hipertensi sistolik < 90
terisolasi

Anda mungkin juga menyukai