Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat indonesia banyak mengalami gangguan kesehatan yang
mendasar adalah penyakit hipertensi. Seseorang yang dinyatakan sedang
mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi apabila tekanan darahnya
diatas normal yang melebihi 140/90 mmHg. Sedangkan menurut WHO
hipertensi adalah keadaan tekanan sistolik sama dengan atau lebih tinggi dari
160 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih dari 80 mmHg
secara konsisten dalam beberapa waktu (Aditya &Anki, 2013).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
masalah kesehatan sangat serius saat ini. Hipertensi disebut juga sebagai the
silent killer. Hipertensi menurut kriteria The Seventh Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) tahun 2003, didefinisikan sebagai tekanan darah sistol ≥
140 mmHg dan tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg, atau sedang dalam
pengobatan anti hipertensi (JNC VII, 2003). Menurut World Health
Organization (WHO) hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah
memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik >90 mmHg) yang menetap. Tekanan darah adalah
kekuatan untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut dipompa
oleh jantung ke seluruh tubuh , semakin tinggi tekanan darah maka semakin
keras jantung bekerja (Silpawati, 2013).
Di Indonesia, prevalensi hipertensi belum diketahui dengan pasti, hanya
ada untuk daerah tertentu dengan hasil yang berbeda. Melalui pengukuran
pada umur diatas 18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di bangka belitung
(30,9%), diikuti kalimantan selatan (30,8%), Kalimantan timur (29,6%) dan
jawa barat (29,4%). Secara khusus di provinsi Sulawesi Utara pada tahun
2011 jumlah kasus hipertensi berada pada peringkat kedua dari sepuluh
penyakit menonjol dengan jumlah 20.202 kasus (Kemenkes RI, 2012).

1
Bila ditinjau perbandingan antara laki-laki dan perempuan, ternyata
perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 2004, menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 12,2 % dan
wanita 15,5 %. Indonesia memiliki jumlah lansia sebanyak 2,5 juta jiwa atau
sekitar 8,43% dari seluruh penduduk Indonesia. Berdasarkan data presentase
lansia di Indonesia 10% paling tinggi berada di provinsi DI Yogyakarta ( 13,4
% ), Jawa Tengah ( 11,8 % ) dan Jawa Timur ( 11,5 % ) ( Badan Pusat
Statistik, 2014 ). Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran
tekanan darah pada orang usia 18 tahun ke atas di sejumlah daerah telah
mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa. Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) adalah salah satu provinsi yang menempati urutan ke-14 di Indonesia
dengan prevalensi hipertensi sebesar 25,7%. Umur lansia 60-64 tahun terjadi
peningkatan risiko hipertensi sebesar 2,18 kali, umur 65-69 tahun sebesar 2,45
kali, dan umur diatas 70 tahun sebesar 2,97 kali. Seiring bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60
tahun.
Risiko Hipertensi di Indonesia termasuk tinggi, perubahan gaya hidup
menyebabkan peningkatan prevalensi hipertensi, pola diet dan kebiasaan
berolahraga dapat menstabilkan tekanan darah. Karena tidak menghindari dan
tidak mengetahui faktor risiko Hipertensi, sehingga mereka cenderung untuk
menjadi hipertensi berat, sebanyak 50% di antara orang dewasa yang
menderita hipertensi tidak menyadari sebagai penderita hipertensi (DeMarco
et al., 2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi adalah faktor
genetik, umur, jenis kelamin, obesitas, asupan garam, kebiasaan merokok dan
aktifitas fisik. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai resiko
2 kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Hipertensi meningkat seiring
dengan pertambahan usia, dan pria memiliki resiko lebih tinggi untuk
menderita hipertensi lebih awal. Obesitas juga dapat meningkatkan kejadian

2
hipertensi, hal ini disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan pada
pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda/ gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi
pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak
kemerahan, tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur,
sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
sampai mimisan.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mencegah hipertensi adalah
dengan dua pendekatan yaitu secara farmakologi dan non farmakologi.
Pengobatan secara non farmakologi dapat dilakukan dengan menggunakan
pengobatan komplementer yang telah dikenal di kalangan masyarakat. Secara
farmakologis, Obat-obat kimia banyak digunakan untuk mengatasi hipertensi,
akan tetapi sering menimbulkan efek samping seperti :bronkopasme,
insomnia, memperburuk gangguan pembuluh darah perifer, hipertrigliserida,
dan lain-lain.
Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan cara farmakologis dan
nonfarmakologis. Pengobatan secara non farmakologis adalah dengan
berolahraga dan menjaga pola makan seperti diet rendah garam. Pengobatan
secara farmakologi dengan menggunakan obat anti hipertensi. Dikenal 5
golongan obat lini pertama yang biasa digunakan untuk pengobatan awal
hipertensi, yaitu: ACE inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker, antagonis
kalsium, diuretik, dan beta blocker, selain itu dikenal juga obat sebagai lini
kedua, yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis alfa 2 sentral, dan
vasodilator (Hackam et al., 2010). Namun pengobatan secara farmakologi
dapat menimbulkan efek samping bila dikonsumsi dalam jangka waktu
tertentu. Efek samping sistemik yang paling sering terjadi pada semua obat
adalah hipotensi, sedangkan pada ACE inhibitor dapat menyebabkan batuk
selama pengobatan (Sangging & Sari, 2017b).
Akhir akhir ini pengobatan hipertensi yang sering dilakukan oleh
masyarakat ialah mengkonsumsi tanaman herbal yang diyakini mampu
menurunkan tekanan darah. Masyarakat lebih memilih tanaman herbal karena

3
4

dapat dibuat sendiri di rumah oleh anggota keluarga dan bahannya mudah,
efek samping jarang, didapat dengan harga ekonomis (murah). Ada banyak
jenis terapi komplementer dimana salah satunya penggunaan herbal rebusan
daun seledri dan rebusan daun sirsak.
Daun Seledri (Apium graveolens) dikatakan memiliki kandungan
Apigenin yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah dan Phthalides
yang dapat mengendurkan otot-otot arteri atau merelaksasi pembuluh darah.
Zat tersebut yang mengatur aliran darah sehingga memungkinkan pembuluh
darah membesar dan mengurangi tekanan darah. Seledri diketahui
mengandung senyawa aktif
Daun sirsak akhir-akhir ini sering digunakan sebagai pengobatan alternatif
hipertensi. Kandungan daun sirsak yang diperkirakan dapat menurunkan
tekanan darah adalah ion kalium (Yulianto, 2019). Dan beberapa kandungan
senyawa lain dalam daun sirsak antara lain steroid/terpenoid, flavonoid,
kumarin, alkaloid, dan tannin. Senyawa flavonoid berfungsi sebagai
antioksidan yang baik untuk kesehatan tubuh (Fanany, 2013). Berdasarkan
uraian permasalahan tersebut, peneliti bermaksud melakukan tinjauan literatur
yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas daun sirsak (Annona muricata
Linn) terhadap penurunan tekanan darah pada hipertensi.
Penelitian terbaru mengenai efek ekstrak etanol seledri untuk menurunkan
tekanan darah pada laki-laki dewasa dilakukan oleh Litanto (2010). Penelitian
dilakukan pada 30 orang laki-laki dewasa yang meminum ektstrak etanol
sekali sehari selama satu minggu. Hasil penelitiaan menunjukan tekanan darah
setelah minum ekstrak etanol seledri dengan rata-rata sebesar 109,40/70,20
mmHg, lebih rendah daripada sebelum minum ekstrak etanol dengan rata-rata
sebesar 116,02/74,79 mmHg. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
ekstrak etanol seledri dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh (Alfira, 2017)
didapatkan bahwa Ada efektivitas daun sirsak terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi baik sistol maupun diastolnya. Dan menurut
(Sangging & Sari, 2017a), Teh daun sirsak (Annona muricata Linn) dapat
dijadikan pilihan terapi non-farmakologi karena kandungannya yang dapat

4
5

menurunkan tekanan darah. Serta berdasarkan penelitian yang telah dilakukan


oleh (Janzen Sulingallo, 2016) didapatkan bahwa teh daun sirsak dapat
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik normal pada laki-laki dewasa
muda. Serta teh daun sirsak berefek sama terhadap penurunan tekanan darah
normal sistolik dan diastolik normal pada laki-laki dewasa muda. Menurut
(Syamsi & Asmi, 2019) Meningkatkan keilmuan dan mutu asuhan
keperawatan yang diberikan, diperhatikan pengembangan informasi
khususnya tentang pengetahuan dan sikap yang erat hubungannya terhadap
hipertensi.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas peneliti tertarik untuk
menganalisis perbedaan efektifitas rebusan daun sirsak dan rebusan daun
seledri terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada perbedaan efektivitas rebusan daun sirsak dan rebusan daun
seledri terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi di Poli
Penyakit Dalam RSUD Dr. Haryoto Lumajang

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan efektivitas rebusan daun sirsak dan rebusan
daun seledri terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi di poli
penyakit dalam rsud dr. haryoto lumajang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengalalisis efektivitas rebusan daun sirsak terhadap perubahan tekanan


darah pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan pemberian air
rebusan daun sirsak.

2. Mengalalisis efektivitas rebusan daun seledri terhadap perubahan tekanan


darah pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan pemberian air
rebusan daun seledri.

5
6

3. Menganalisis perbedaan efektivitas rebusan daun sirsak dan rebusan daun


seledri terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi


mengenai pengaruh rebusan daun sirsak dan rebusan daun seledri terhadap
penurunan tekanan pada penderita hipertensi.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat khususnya


lansia penggunaan air rebusan daun alpukat dan rebusan daun seledri dapat
menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan sebagai terapi


nonfarmakologi bagi penderita hipertensi.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk


mengetahui bagaimana minum rebusan daun sirsak dan rebusan daun seledri
dapat menurunkan tekanan darah tinggi bagi penderita hipertensi.

3. Bagi Responden

Hasil penelitian dapat diterapkan di masyarakat khususnya bagi penderita


hipertensi dapat memanfaatkan daun sirsak dan daun seledri untuk
menurunkan tekanan darah tinggi.

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai data dasar untuk peneliti
selanjutnya sebagai terapi non farmakologi bagi penderita hipertensi.

6
BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Daun Sirsak


Tanaman sirsak adalah jenis pohon cemara yang memiliki daun lebar dan
berbunga. Nama ilmiah dari daun sirsak adalah Annona muricata Linn (Ismanto
& Subaihah, 2020). Daun sirsak memiliki antioksidan yang dapat menangkal
radikal bebas, sama halnya dengan bahan alami lainnya, antioksidan ini dapat
melenturkan dan melebarkan pembuluh darah serta menurunkan tekanan darah
(Nawwar et al., 2012). Senyawa yang dikandung oleh daun sirsak antara lain,
mono tetrahydrofuran acetogenin, seperti anomurisin A dan B, gigante rosinA,
annonasin10-one, murikatosin A dan B, annonacin, dan goniotalamisin dan ion
kalium. Dan beberapa kandungan senyawa lainnya seperti, kalsium, fosfor,
karbohidrat, vitamin A, vitamin B, vitamin C, tanin, fitosterol, kalsium oksalat,
dan alkaloid murisine (Nik Mat Daud et al., 2016).
Tanaman sirsak memiliki tinggi pohon sekitar 5-6 meter dengan batang
berwarna coklat berkayu, bulat, dan bercabang. Daun tanaman sirsak berbentuk
telur atau lanset, ujung runcing, tepi rata, pangkal meruncing, pertulangan
menyirip, panjang tangkai 5 mm, dan hijau kekuningan. Bunga pada buah sirsak
terletak pada batang, daun kelopak kecil, kuning keputih-putihan, benang sari
banyak berambut. Daging buah sirsak berwarna putih dan memiliki biji berwarna
hitam. Akar dari pohon sirsak berwarna coklat muda, bulat dengan perakaran
tunggang (Meiyanto, 2005).
Sirsak merupakan salah satu tanaman buah yang berasal dari Karibia,
Amerika Tengah dan Amerika Selatan, termasuk Amerika Utara, Amerika Timur
Laut dan daerah Tenggara Brazil. Tumbuhan ini menyebar luas ke Asia di
antaranya Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Pada abad ke-19, tumbuhan sirsak
mulai dibudidayakan di Malaysia dan Indonesia (Sukarmin, 2010).
Buah sirsak terdiri atas 67,5 % daging buah yang dapat dimakan, 20 % kulit,
8,5 % biji, dan 4 % empulur. Biji pada tanaman sirsak bersifat racun dan dapat
dimanfaatkan sebagai insektisida alami, sedangkan daun sirsak dapat bermanfaat
dalam menghambat pertumbuhan sel kanker dengan menginduksi apoptosis,

7
analgetik, anti disentri, anti asma, antihelmitic, dilatasi pembuluh darah,
menstimulasi pencernaan, dan mengurangi depresi. Batang dan daun memiliki
kandungan zat annonaceous acetogenins yang menunjukkan sitotoksik aktif
melawan sel kanker, selain mengandung zat annonaceous acetogein, terdapat
kandungan flavonoid, Tanin, dan saponin pada ekstrak air daun sirsak, yang
berfungsi dalam menghambat pertumbuhan tumor. Selain sifat anti kanker, sirsak
juga memiliki sifat anti bakteri, anti jamur, dan efektif dalam melawan berbagai
jenis parasit atau cacing, bahkan sirsak dapat mengobati tekanan darah tinggi,
depresi, dan stres (Komansilan, dkk., 2012).

2.1.1 Manfaat sirsak


Sirsak (A. muricata L.) sudah lama dikenal dan lazim dimanfaatkan sebagai
obat secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia. Pohon sirsak dapat tumbuh
tanpa perawatan khusus di kebun atau halaman rumah. Pada zaman dahulu,
tanaman sirsak hanya dikenal di masyarakat untuk pengobatan luar, khususnya
penyakit kulit. Akan tetapi, sejak tahun 2010, buah sirsak diketahui dapat
berkhasiat untuk mengobati disentri, empedu akut, dan kencing batu. Daunnya
juga bermanfaat untuk mengatasi sakit kepala, insomnia, penyakit hati, diabetes,
hipertensi dan sebagai anti-inflamasi, antispasmodik, disentri, luka borok, bisul,
kejang, jerawat, dan kutu rambut (Mardiana, 2015).
Di Afrika tropis, termasuk Nigeria, tanaman sirsak baik dari akar, kulit batang
dan daun umumnya digunakan sebagai antiparasit, antispasmodik, zat antikanker,
obat penenang, hipotensi, insektisida, batuk, demam, diare, disentri dan penyakit
kulit (Adewole dan Ojewole, 2009).
Menurut Depkes (2018), manfaat daun sirsak dalam bidang kesehatan
diantaranya sebagai pencegah sekaligus mengobati penyakit kanker, mengobati
wasir, menurunkan kolesterol dalam tubuh dan untuk kecantikan bermanfaat
untuk menghilangkan jerawat. Hasil penelitian menyebutkan bahwa daun sirsak
efektif sebagai antioksidan, antibakteri dan antifungi (Lawal, et al., 2017), anti-
mutagenik, antioksidan, antimikroba dan antidiabetes (Endrini, dkk., 2015),
antiinflamasi, insektisida, larvisida, sitotoksik ke sel kanker, antistress,
imunomodulator, antimalaria, antidepresan, penyembuhan luka, hipoglikemik,

8
9

antikanker dan antitumor (Gavamukulya, et al., 2014), antibakteri terhadap


Escherichia coli, Pseudomonas aeuroginosa, Staphylococcus aureus and Candida
albicans (Olugbuyiro, et al., 2017).
2.1.2 Kandungan Daun Sirsak (A. muricata L.)
Daun sirsak merupakan bagian dari tanaman sirsak yang memiliki kandungan
senyawa metabolit sekunder seperti fenol, flavonoid, tanin, fitosterol, kalsium
oksalat, alkaloid, steroid, kardiak glikosida, antrakuinon, saponin, kumarin, dan
minyak steroid (Sunarjono, 2005).
Hasil penelitian Kumar, dkk., (2013) juga menyebutkan bahwa ekstrak daun
A. muricata L. sangat kaya akan kandungan fitokimia, diantaranya alkaloid,
megastigmanes, flavonol triglikosida, fenolat, siklopeptida, minyak esensial serta
asetogenin Annonaceous. Selain kandungan tersebut, daun A. muricata L. juga
terdapat kandungan mineral seperti kalium, kalsium, natrium, tembaga, besi dan
magnesium. Ekstrak metanol daun A. muricata L. mengandung metabolit
sekunder seperti tannin dan steroid (Pathak, dkk., 2010); ekstrak etanol daun A.
muricata L. mengandung senyawa flavonoid, yang mana senyawa–senyawa
tersebut dapat berfungsi sebagai desinfektan antiseptik (Takahashi, 2016),
senyawa fenolik, flavonoid, tanin, alkaloid, saponin dan glikosida (Olugbuyiro,
et al., 2017). Daun A. muricata L. juga mengandung senyawa asetogenin yang
memiliki banyak manfaat antara lain sebagai antikanker, antitumor, anti-inflamasi,
antidepresi, antivirus, antibakteri (Zuhud, 2011), larvasida, insektisida, antiparasit,
bakterisida serta memiliki toksisitas yang efektif terhadap serangga dari beberapa
ordo seperti Lepidoptera, Coleoptera, Homoptera dan Diptera (Abubacker, et al.,
2014).

2.2 Daun Seledri


Seledri (Apium graveolens L.) merupakan tanaman dari famili Apiaceae
yang secara umum banyak dimanfaatkan sebagai sayur dan lalap untuk pelengkap
makanan terutama bagian daun dan batang (Agoes, 2012). Ternyata tidak hanya
sebagai pelengkap bahan masakan, tumbuhan ini juga digunakan sebagai obat
oleh masyarakat untuk mengatasi beberapa penyakit (Arifin et al., 2013). Seledri
(Apium graveolens L.) digunakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau sebagai
10

penambah nafsu makan, peluruh air seni dan penurun tekanan darah. Disamping
itu digunakan juga untuk mengurangi rasa sakit pada rematik dan pirai (Agoes,
2012).
Tumbuhan seledri sudah digunakan dalam bidang pengobatan selama ribuan
tahun dan semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan seperti batang,
daun, biji dan akar. Dalam pengobatan Ayurveda di India, biji seledri digunakan
untuk mengobati gejala kedinginan, flu, retensi air, gangguan pencernaan,
berbagai jenis atritis serta beberapa jenis penyakit hati dan limpa (Fazal & Sangla,
2012). Pada pengobatan tradisional Arab dan Islam, daun tumbuhan seledri atau
yang dikenal dengan nama “Karafs”, banyak digunakan untuk mengatasi beberapa
gangguan seperti gangguan pada pencernan dan hati batu ginjal serta bisa juga
digunakan untuk diuretik, mengatasi masalah haid dan batu ginjal (Al-Asmari et
al., 2017).
Beberapa penelitian juga sudah mengungkapkan aktivitas farmakologi dari
tumbuhan seledri ini. Aktivitas dari herba seledri yang telah ditemukan seperti
memiliki efek sebagai anti hipertensi dan diuretik kuat (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011). Selain itu tumbuhan ini memiliki aktifitas sebagai
antimikroba, antibakteri, antioksidan (Eissa et al., 2015; Ibrahim, 2016)
antiinflamasi (Arzi et al., 2014), antikolesterol (Juheini, 2002) dan antigout
(Iswatini et al., 2012).
Seledri merupakan salah satu tanaman yang mudah ditemukan di Indonesia
karena iklimnya yang cocok untuk pertumbuhan seledri (Syahidah &
Sulistyaningsih, 2018). Seledri akan berkembang dengan baik di tempat yang
kelembapannya tinggi namun bersuhu rendah (Sowbhagya, 2014). Berdasarkan
taksonomi seledri termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Dicotyledone, bangsa Apiales, suku Apiaceae, Apium dan jenis A.
graveolens L (ITIS, 2020). Berdasarkan bentuknya seledri terbagi menjadi 3
macam, yaitu seledri potong, seledri umbi dan seledri daun. Seledri daun
merupakan tanaman yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Tinggi seledri
dapat mencapai 60-90 cm. Batangnya bergerigi dan bercabang. Daun seledri
bebentuk bulat telur dengan pinggir bergerigi dan terdiri atas tiga lobus. Daun
seledri berwarna hijau tua licin. Bunga seledri berukuran kecil dan berwarna
11

abuabu-abu putih yang hanya ada dari bulan juli sampai November (Arisandi &
Sukohar, 2016). Seledri lebih banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia
sebagai sayuran, campuran dalam makanan dan juga penyedap rasa (Adawiyah &
Afa, 2018).
Namun sebagian masyarakat juga menggunakan seledri sebagai tanaman
obat (Dewi, Walanda, & Sabang, 2016). Berdasarkan hasil analisis secara
farmakologis hampir semua bagian dari seledri bermanfaat sebagai obat. Akar
seledri berkhasiat sebagai diuretik dan skomakik. Biji dan buahnya berkhasiat
sebagai antispasmodik, menurunkan kadar asam urat darah, antirematik. Seledri
juga berkhasiat sebagai penenang (sedatif), peluruh kentut (karminatif), pereda
nyeri (antiinflamasi), antioksidan, antibakteri, anti kanker dan juga antihipertensi
(Dewi et al., 2016; Dwinanda, Afriani, & Hardisman, 2019; Syahidah &
Sulistyaningsih, 2018).

2.2.1 Kandungan dan Manfaat Tanaman Seledri (Apium grafveolens L.)


Kandungan Kimia Seledri dan Potensi Sebagai Antihipertensi Dari berbagi
penelitian diketahui seledri mempunyai berbagai kandungan senyawa yang
bermanfaat untuk kesehatan dan cukup potensial untuk dikembangkan sebagai
obat salah satunya adalah anti hipertensi. Seledri mengandung fenol dan
furanokumarin. Fenol (155.41-177.23mg/100g) terdiri atas graveobiosid A and B,
flavanoid (apiin, apigenin), isokuersitrin, tanin (3.89-4.39 mg /100 g) dan asam
fitat (19.85-22.05mg/g). furanokumarin terdiri atas selerin, bergapten, apiumosid,
apiumetin, apigravrin, osthenol, isopimpinelin, isoimperatorin, celereosid, dan 5,
8-hydroxy methoxypsoralen. Pada hasil analisis fitokimia, diketahui ekstrak
methanol biji seledri mengandung karbohidrat, flavonoid, alkaloid, steroid dan
glikosida (Al-Snafi, 2014).
Seledri mengandung minyak esensial dengan hasil senyawa yang telah
diisolasi antara lain d-limonene, d-selinene, sedanolide, terpineol, santalol,
selinene, nerolidol, dcarvone, β-pinene, β-myrcene (Al-Asmari & Kadasah, 2014).
Daun seledri juga mengandung vitamin A, K, C, magnesium, kalium, riboflavin,
kalsium, zat besi, fosfor, tiamin dan nikotinamid (Oktadoni & Fitria, 2016;
Syahidah & Sulistyaningsih, 2018).
12

Apigenin yang merupakan flavonoid alami memiliki pengaruh terhadap


kontrakilitas otot polos pembuluh darah (Vasodilator) (Je, Kim, & La, 2014) .
mekanisme kontraksi terjadi apabila terdapat peningkatan Ca pada sel,
menyebabkan Ca sitosol meningkat dan memicu kontraksi pembuluh darah
sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika terjadi pada sel otot jantung maka
akan memperkuat kontraksi otot jantung sehingga jantung memompa lebih keras
dan terjadi peningkatan tekanan darah (Anggraini, Rusdi, & Ibrahim, 2016).
Apigenin dalam daun seledri akan memblokade Ca sehingga tidak dapat
menyatu dengan sel otot polos pada pembuluh darah dan jantung sehingga tidak
terjadi kontraksi. Pembuluh darah akan melebar sehingga darah mengalir dengan
lancar dan tekanan darah menurun (Oktadoni & Fitria, 2016). Vitamin C dapat
menurunkan tekanan darah sekitar 5 mmHg, melalui perannya memperbaiki
kerusakan arteri karena hipertensi. Vitamin C membantu menjaga tekanan darah
normal dengan cara mencegah penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah. Vitamin C akan meningkatkan laju kolesterol dibuang dan meningkatkan
kadar HDL sehingga akan memulihkan elastisitas pembuluh darah(Arie,
Munyamah, & Trimawati, 2016; Oktadoni & Fitria, 2016).
Kalium pada seledri diketahui dapat menurunkan volume cairan ektstra
seluler dengan menarik cairan ekstraseluler masuk ke dalam cairan intraseluler,
sehingga terjadi perubahan keseimbangan pompa natrium–kalium yang akan
menyebabkan penurunan tekanan darah. Salah satu strategi dalam penanganan
hipertensi adalah mengubah keseimbangan Na+ (Oktadoni & Fitria, 2016).
Seledri mengandung fitosterol yang merupakan komponen fitokimia yang berguna
untuk melawan kolesterol. Fitosterol dalam seledri berfungsi mencegah
aterosklerosis, komplikasi akibat disfungsi endotel oleh hipertensi (Dwinanda et
al., 2019).
Magnesium dan zat besi pada seledri dapat membersihkan sisa metabolism
dan simpanan lemak yang berlebih dalam pembuluh darah. sehingga mencegah
kekakuan pada pembuluh darah darah sehingga tidak terjadi retensi vaskuler
(Oktadoni & Fitria, 2016). Selain itu, seledri mengandung 3-n-butyl phthalide
(3nB), suatu senyawa yang tidak hanya bertanggung jawab untuk bau yang khas
seledri, tetapi juga telah ditemukan untuk menurunkan tekanan darah dengan
13

merelaksasi atau melemaskan otot-otot halus pembuluh darah (Oktadoni & Fitria,
2016). Pemberian masing-masing 300 mg/kg ekstrak etanol, methanol dan
heksana biji seledri dapat menurunkan tekanan darah sebesar 23, 24, dan 38
mmHg dan menaikkan denyut jantung sebesar 27, 25 dan 60 denyut per menit.
Hasil analisis dengan high performance liquid chromatography (HPLC)
menunjukkan bahwa kandungan senyawa n-butylphtalide (NBP) pada ekstrak
heksana seledri 3.7-4 kali lebih besar dibandingkan pada ekstrak metanol dan
etanol. Senyawa NBP pada seledri menjadi konstituen hidrofobik yang aktif
sebagai antihipertensi (Moghadam, Hassanpour, Imenshahidi, & Mohajeri, 2013).

2.3 Hipertensi
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan
darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg ( Ferri, 2017).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan sebuah kondisi medis dimana
orang yang tekanan darahnya meningkat diatas normal yaitu 140/90 mmHg dan
dapat mengalami resiko kesakitan (morbiditas) bahkan kematian (mortalitas).
Penyakit ini sering dikatakan sebagai the “silent diseases”. Faktor resiko
hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi yang tidak bisa diubah dan
hipertensi yang dapat diubah. Hipertensi yang dapat diubah meliputi merokok,
obesitas, gaya hidup yang monoton dan stres. Hipertensi yang tidak dapat dirubah
meliputi usia, jenis kelamin, suku bangsa, faktor keturunan (Rusdi & Isnawati,
2009).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian/mortalitas. Tekanan darah 140/90
mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik
140 menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik
90 menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014:7).
Hipertensi merupakan faktor risiko utama dari infark miokard, gagal
jantung, stroke, penyakit arteri perifer, dan aneurisma aorta, dan merupakan
14

penyebab penyakit ginjal kronis. Hipertensi sering dikaitkan dengan kelainan


metabolik seperti diabetes dan dislipidemia, dan tingkat penyakit ini meningkat
saat ini (Baradaran, et al. 2014). Penyakit ini dikategorikan sebagai silent disease
karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum
memeriksakan tekanan darahnya, penyakit ini tidak muncul tanda gejala yang bisa
dilihat langsung. Setiap orang dapat menderita hipertensi, dari berbagai kelompok
umur dan kelompok sosial-ekonomi (Wahdah, 2011:7).

2.3.2 Penyebab Hipertensi


1. Tidak dapat diubah :
a. Keturunan : merupakan faktor yang tidak dapat diubah. Jika dalam
keluarga pada orangtua atau saudara memiliki tekanan darah tinggi
maka resiko hipertensi menjadi lebih besar. Peran faktor genetik
terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya gen
resesif dari orang tua penderita hipertensi yang diturunkan kepada
generasi berikutnya. Jika orangtua atau saudara sekandung merupakan
penderita hipertensi, maka anak atau saudara dari penderita tersebut
berpeluang besar untuk mengalami penyakit yang sama. Penelitian
yang dilakukan oleh Sapitri tahun 2016, menunjukkan bahwa
mayoritas responden hipertensi keluarga sebanyak 71,8%. Keluarga
yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko
hipertensi 2 sampai 5 kali lipat.
b. Usia : usia juga merupakan faktor yang tidak dapat diubah. Semakin
bertambahnya usia semakin besar pula resiko untuk menderita tekanan
darah tinggi. Hal ini juga berhubungan dengan regulasi hormon yang
berbeda. Lingga (2012) juga mengungkapkan bahwa risiko hipertensi
memiliki hubungan linear dengan pertambahan usia dimana hipertensi
umumnya dialami oleh orang tua karena pertambahan usia
menyebabkan tekanan darah meningkat dan berpotensi mengalami
hipertensi. Pada usia paruh baya, pria memiliki kecenderungan
hipertensi lebih besar daripada wanita. Namun, setelah memasuki usia
15

60 tahun, wanita lebih berisiko menderita hipertensi ketimbang pria.


Risiko hipertensi berjalan sesuai pertambahan usia.
2. Dapat diubah:
a. Konsumsi garam : terlalu banyak garam (sodium) dapat menyebabkan
tubuh menahan cairan yang meningkatkan tekanan darah. Garam
merupakan faktor penting dalam pathogenisis hipertensi. Apabila
asupan garam antara 5-15 g/hr prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20%. Menurut Depkes RI, klasifikasi dari banyaknya
asupan natrium yang dikonsumsi sehari-hari yaitu tinggi; jika ≥6 gr
sehari atau >3 sdt dan normal: jika <6 gr sehari atau ≤3 sdt
b. Kolesterol : Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah
menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah,
sehingga pembuluh darah menyempit, pada akhirnya akan
mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi.
c. Kafein : Kandungan kafein terbukti meningkatkan tekanan darah.
Setiap cangkir kopi mengandung 75-200 mg kafein, yang berpotensi
meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.
d. Alkohol : alkohol dapat merusak jantung dan juga pembuluh darah.
Ini akan menyebabkan tekanan darah meningkat. Salah satu faktor
risiko dari penyakit hipertensi adalah konsumsi alkohol. Konsumsi
alkohol di dunia menyebabkan kematian lebih dari 3,3 juta orang
setiap tahunnya atau 5,9% dari semua kematian (WHO, 2014).
Mengkonsumsi alkohol Darah akan menjadi kental sehingga jantung
akan dipaksa bekerja lebih kuat lagi agar darah yang sampai ke
jaringan mencukupi. Begitu juga dengan mengkonsumsi alkohol
secara berlebihan akan meningkatkan syaraf simpatis karena dapat
meransang sekresi Conticotropin Releasing Hormeone (CHR) yang
berujung pada peningkatan tekanan darah (Komaling, 2013).
e. Obesitas : Orang dengan berat badan diatas 30% berat badan ideal,
memiliki peluang lebih besar terkena hipertensi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh ( Mannan,2012 ), obesitas merupakan
keadaan kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih dari berat
16

badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi.


Penyelidikan epidemiologi membuktikan obesitas merupakan ciri khas
pada populasi pasien hipertensi. Curah jantung dan volume darah
pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan penderita
yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang
setara. Akibat obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit
kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes mellitus (Mannan, 2012).
f. Kurang olahraga : Kurang olahraga dan kurang gerak dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat. Olahraga teratur dapat
menurunkan tekanan darah tinggi namun tidak dianjurkan olahraga
berat.
g. Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil seperti cemas, yang
cenderung meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika
stress telah berlalu maka tekanan darah akan kembali normal. Hal ini
karena melalui aktivitas syaraf simpatis yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermiten. Disamping itu juga dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memicu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung cukup lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang akan muncul
berupa hipertensi atau penyakit maag. Stress dapat meningkatkan
darah untuk sementara waktu dan bila stress sudah hilang tekanan
darah bisa normal kembali (Lingga, 2012).
h. Kebiasaan merokok : Nikotin dalam rokok dapat merangsang
pelepasan katekolamin, katekolamin yang meningkat dapat
mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung,
serta menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian meningkatkan
tekanan darah.
17

2.3.3 Patofisiologi Hipertensi


Hipertensi terjadi karena adanya perubahan pada struktur dan fungsi
sistem pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab atas perubahan
tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, yaitu suatu
keadaan dimana hilangnya elastisitas jaringan ikat dan menurunnya relaksasi
otot polos pembuluh darah sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan
daya regang dan distensi pembuluh darah. Hal ini menyebabkan aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi sistema darah
yang dipompa jantung sehingga tekanan darah dan nadi istirahat menjadi
tinggi (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Dwi, 2015).
Mekanisme pengaturan konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada sistem otak. Pusat vasomotor bermula pada saraf
simpatis yang berlanjut ke arah bawah menuju korda spinalis dan keluar
melalui kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis yang berada di toraks
dan abdomen. Rangsangan dari pusat vasomotor bergerak ke bawah ganglia
simpatis dalam bentuk impuls yang bergerak melalui saraf simpatis. Pada
titik ini posisi neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dengan dilepaskannya
norepinefrin bermanifestasi pada berkonstriksinya pembuluh darah. Respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor dapat dipengaruhi oleh
berbagai macam sistem seperti rasa cemas dan takut. Pada waktu yang
bersamaan, respon rangsangan emosi menstimulasi sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah dan kelenjar adrenal yang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin
kemudian menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, begitu juga dengan
korteks adrenal yang mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat efek
vasokonstriksi pada pembuluh darah (Handayani, 2014).
Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran darah ke
ginjal yang menyebabkan pelepasan renin. Renin kemudian merangsang
pembentukan angiotensin I lalu diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II merupakan vasokonstriktor kuat yang merangsang sistem sekresi oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
18

tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intravaskular. Keadaan


diatas itulah yang cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Handayani,
2014).
Jika ditinjau dari pertimbangan gerontologis, hipertensi dapat dihubungkan
dengan perubahan struktur dan fungsional sistem pembuluh darah perifer
yang bertanggung jawab atas perubahan tekanan darah pada lanjut usia.
Perubahan tekanan darah pada lanjut usia dapat disebabkan karena
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi
otot polos pada pembuluh darah, keadaan ini menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan
berkurangnya kemampuan arteri dan aorta dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung yang mengakibatkan terjadinya penurunan
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2002 dalam
Handayani, 2014).

2.3.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang ditimbulkan penderita hipertensi menurut Nurarif,
2013 :
1. Tidak ada gejala
Tekanan darah yang tinggi namun penderita tidak merasakan
perubahan kondisi tubuh. Seringkali hal ini yang menyebabkan banyak
penderita hipertensi terlalu mengabaikan kondisinya karena memang
gejala atau keluhan yang tidak dirasakan.
2. Adanya Gejala
Gejala yang sering terjadi pada penyakit hipertensi adalah nyeri kepala
dan kelelahan. Beberapa penderita yang memerlukan pertolongan
medis karena mereka mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan,
sesak napas, gelisah, mual, muntah, kesadaran menurun.
19

2.3.5 Klasifikasi Hipertensi


Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC - VII 2007

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 90-99

Hipertensi Stage 2 ≥160 ≥100

Hipertensi Sistolik ≥140 <90


Terisolasi

2.3.6 Komplikasi Hipertensi


Komplikasi Hipertensi Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute
(National Heart, Lung, And Blood Institute, 2015) pada saat hipertensi dibiarkan
secara terus-menerus, maka akan terjadi komplikasi. Komplikasi yang bisa terjadi
adalah sebagai berikut:
1. Aneurisma : Aneurisma merupakan tonjolan abnormal yang terdapat pada
dinding arteriyang semakin lama akan semakin membesar tanpa
menunjukkan tanda-tanda sampai tonjolan tersebut pecah. Tonjolan
tersebut tumbuh cukup besar menekan dinding arteri dan memblokir aliran
darah.
2. Penyakit Ginjal Kronis : Penyakit gagal ginjal dapat terjadi pada saat
pembuluh darah berada di ginjal menyempit.
3. Perubahan Kongnitif : Penelitian menunjukkan bahwa dari waktu ke
waktu, jumlah hipertensi dapat menyebabkan perubahan kognitif. Tanda
dan gejala termasuk kehilangan memori, kesulitan menemukan kata-kata,
dan kehilangan fokus selama percakapan.
4. Kerusakan Mata : Pada saat pembuluh darah yang terdapat pada mata
pecah atau berdarah, maka terjadi perubahan penglihatan atau kebutaan.
20

5. Serangan Jantung : Ketika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot
jantung tiba- tiba tersumbat dan jantung tidak mendapatkan oksigen, maka
bagian dada akan mengalami nyeri dan sesak napas.
6. Gagal jantung : Jantung yang tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan mengakibat jantung gagal memompa dan
mengakibatkan sesak napas, merasa lelah dan terdapat pembengkakan
pada pergelangan kaki, dan vena yang terdapat di leher.
7. Penyakit Arteri Perifer : Kenaikan tekanan darah dapat mengambitkan
menumpuknya di arteri kaki dan mempengaruhi aliran darah di kaki.
Gejala yang paling umum dirasakan adalah nyeri, kram, kesemutan.
8. Stroke : Ketika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otak tersumbat,
maka gejala yang timbul berupa kelemahan mendadak, kelumpuhan pada
anggota tubuh, dan kesulitan berbicara.

2.3.7 Penatalaksanaan Hipertensi


Strategi pengobatan pada penatalaksanaan hipertensi adalah memodifikasi
faktor resiko dan mencegah memburuknya hipertensi serta mendeteksi, mengobati
dan mengontrol hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu :
1. Terapi Non Farmakologi
Merupakan terapi pilihan bagi penderita yang masih dapat diatasi dengan
cara memodifikasi gaya hidup. Terapi non farmakologi dapat dilakukan
berupa :
a. Penurunan berat badan
Kelebihan berat badan merupakan faktor resiko pada hipertensi hal ini
disebabkan karena tubuh yang memiliki berat badan yang berlebihan
harus bekerja keras untuk membakar kelebihan kalori yang mereka
komsumsi. Hipertensi pada penderita dengan kelebihan berat badan
dapat dicegah dengan penurunan berat badan, upaya ini dapat
mendukung untuk penurunan dosis maupun pada penghentian obat
pada terapi farmakologi. penurunan berat badan yang aman adalah
0,5–1 kg/minggu. Menurunkan berat badan bisa menurunkan tekanan
21

darah 5-20 mmHg per 10kg penurunan berat badan (Endang Triyanto,
2014). 2)
b. Pembatasan komsumsi alcohol
Mengomsumsi alkohol dapat menyebabkan efek akut dan kronik pada
tekanan darah. Hubungan antara asupan alkohol yang tinggi dan
peningkatan tekanan darah telah dibuktikan pada berbagai penelitian.
Peningkatan jumlah komsumsi alkohol dapat menyebabkan resistensi
terhadap terapi antihipertensi. Menghindari konsumsi alkohol bisa
menurunkan tekanan darah 2-4 mmHg (Endang Triyanto, 2014).
c. Pembatasan asupan garam
Garam atau natrium sangat berpengaruh dalam meningkatkan tekanan
darah. Kadar natrium dalam tubuh diatur oleh ginjal. Jika keadaan
natrium dalam darah berkurang maka ginjal akan menahan natrium
sebaliknya jika natrium tinggi ginjal akan mengeluarkannya melalui
urin. Apabila ginjal rusak maka natrium tidak dapat dikeluarkan.
Terjadilah penumpukan natrium dalam darah yang menahan air
sehingga terjadi penambahan volume darah. Jantung dan volume darah
bekerja keras mengalirkan volume darah yang meningkat. Inilah yang
menyebabkan peningkatan volume darah. Asupan garam yang
dianjurkan adalah 5-6 gram/hari (Endang Triyanto, 2014).
d. Diet vegetarian
Vegetarian memiliki tekanan darah yang lebih rendah dari yang tidak
vegetarian. Metode DASH (Dietary Approaches to stop hypertension)
menyarankan peningkatan buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk
susu rendah lemak. Juga diet yang kaya akan kalium, serat, kalsium
serta magnesium (Endang Triyanto, 2014).
e. Olahraga
Aktivitas fisik seperti jalan cepat, berlari-lari kecil, berenang telah
terbukti mampu menurunkan tekanan darah. Pada penderita hipertensi
disarankan untuk melakukan aktivitas fisik selama kurang lebih 30-60
menit/hari. Melakukan olahraga dapat menurunkan tekanan darah 4-8
mmHg (Endang Triyanto, 2014).
22

f. Berhenti merokok
Mengomsumsi 2 batang rokok dapat menyebabkan meningkatkan
tekanan darah sebesar 10 mmHg. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
kadar ketekolamin dalam plasma darah, yang kemudian menstimulasi
sistem saraf simpatik (Endang Triyanto, 2014).
g. Berusaha dan membina hidup yang positif
Hipertensi sering sekali muncul tanpa gejala, oleh sebab itu
pengukuran tekanan darah perlu dilakukan. Setiap orang perlu
melakukan pengukuran tekanan darah. (Endang Triyanto, 2014). Pada
penderita hipertensi terkontrol 140/90 mmHg perlu melakukan kontrol
satu bulan sekali, tekanan darah sistolik ≥190 mmHg dan diastolik
>100 mmHg perlu melakukan kontrol tekanan darah 1 minggu sampai
10 hari sekali, hipertensi emergency ≥200/140 mmHg perlu kontrol 1
hari sekali bahkan dianjurkan untuk dirawat dirumah sakit (Ria Astuti,
2015).
2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi adalah penatalaksanaan hipertensi dengan
menggunakan obat-obatan antihipertensi obat anti hipertensi terdiri dari 7
golongan yang mempunyai karakteristik dan efektifitas yang berbeda-beda
dalam menurunkan tekanan darah.
Ketujuh golongan tekanan darah tersebut adalah :
a. Golongan Diuretika
Diuretika adalah jenis obat yang bekerja dengan cara mengeluarkan
carian tubuh (melalui urin), mempertinggi pengeluaran garam dengan
turunnya kadar natrium. Obat yang banyak beredar adalah HTC
(Hydrochlorothiazide) dosis minimal 12,5-25mg maksimal 50mg 1x
sehari, Chlordtalidone dosis minimal 2,5mg maksimal 100mg 1-2x
sehari, Indopanide dosis minimal 2,5mg maksimal 5mg 1-2x sehari
dan Spironolactone dosis minimal 2,5mg maksimal 5mg 1-2x sehari
(dr. Iskandar, 2019).
23

b. Golongan Alfa-blocker
Alfa-bloker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan
menyebabkan vasodilatasi perifier serta turunnya tekanan darah karena
efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnnya agak kuat
misalnya hipotensi ortistatik dan tachycardia, maka jarang digunakan.
Obat yang termasuk dalam alfa-bloker adalah Prazosin dosis minimal
1-2mg maksimal 20mg 1-2x sehari, Doxazosin dosis minimal 1-2mg
maksimal 15mg 1x sehari dan Tetrazosin dosis minimal 1-2mg
maksimal 20mg 1x sehari (dr. Iskandar, 2019).
c. Golongan Beta-bloker
Mekanisme kerja obat beta-bloker belum diketahui dengan pasti.
Diduga kerjanya berdasarkan Beta blokase pada jantung sehingga
dapat mempengaruhi gaya dan kontraksi jantung. Dengan demikian
tekanan darah akan turun dan daya hipotensinya baik. Obat yang
terkenal dari jenis beta-bloker adalah Propanolol dosis sehari minimal
50mg maksimal 200mg 1xsehari, Atenolol dosis minimal 25mg
maksimal 150mg 1x sehari, Pindolol dosis minimal 10mg maksimal
60mg 1x sehari, Acebutolol dosis minimal 200mg maksimal 1200mg
1x sehari, Propanolol dosis minimal 40mg maksimal 60mg 1x sehari
dan Nadolol dosis minimal 40mg maksimal 320mg 1x sehari (dr.
Iskandar, 2019).
d. Golongan obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan noradrenalin
sehingga menurunkan aktifitas saraf adrenergik perifer dan turunnya
tekanan darah. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Clonidine
dosis minimal 0,1mg maksimal 1,2mg 2x sehari, Guafacine dosis
minimal 1mg maksimal 3mg 1x sehari dan Metildopa dosis minimal
250mg maksimal 2000mg 2x sehari (dr. Iskandar, 2019).
e. Golongan vasodilator
Obat vasodilator dapat mengembangkan dinding arteriole sehingga
daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun.
Obat yang termasuk dlam obat vasodilator adalah Hydralazine dosis
24

minimal 50mg maksimal 30mg 2x sehari dan Ecarazine dosis minimal


30mg maksimal 120mg 2x sehari (dr. Iskandar, 2019).
f. Golongan antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion
kalsium kedalam sel otot polos dengan vasodilatasi dan turunnya
tekanan darah obat jenis antagonis kalsium yang terkenal adalah
Kalsium dosis minimal 60mg maksimal 360mg 2x sehari, Ditiazem
dosis minimal 30mg maksimal 180mg 3x sehari, Nifedipin dosis
minimal 60mg 2x sehari dan Verapamil (dr. Iskandar, 2019).
g. Golongan Penghambat ACE (Angiotensin converting enzyme)
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat Angiotensin converting enzyme yang berdaya
vasokontriksi kuat. Obat jenis penghambat ACE yang populer adalah
Captopril (Capoten) dosis minimal 20-25mg maksimal 300mg 1x
sehari dan Enalopril dosis minimal 2,5-5mg maksimal 40mg 1-2x
sehari dan Lisenopril dosis minimal 5mg maksimal 40mg 1x sehari
(dr. Iskandar, 2019).
3. Terapi Herbal
BBT (Biologi Base Therapies) merupakan sebuah jenis terapi
komplementer yang menggunakan bahan alam yang banyak dijumpai
disekitar masyarakat dan yang termasuk kedalam BBT adalah jenis herbal.
Sayur dan buah-buahan merupakan salah satu bahan herbal. Banyak
tanaman obat atau herbal yang berpotensi dimanfaatkan sebagai obat
hipertensi yaitu rebusan daun sirsak. Daun sirsak mengandung senyawa
monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B, gigantetrosin
A, annonasin-10-one, murikatosin A dan B, annonasin, dan
goniotalamisin. Khasiat senyawa-senyawa ini untuk pengobatan berbagai
penyakit (Nesti, 2011).Daun sirsak memiliki antioksidan yang dapat
menangkal radikal bebas, sama halnya dengan bahan alami lainnya,
antioksidan ini dapat melenturkan dan melebarkan pembuluh darah serta
menurunkan tekanan darah. Selain daun sirsak jenis obat yang digunakan
dalam terapi herbal yaitu seledri atau celery ( Apium graveolens ), bawang
25

putih atau garlic (Allium Sativum), bawang merah atau onion


(Alliumcepa), tomat (Lyocopercison lycopersicum), semangka (Citrullus
vulgaris). (Sustrani, dkk 2005). Seledri atau celery (Apium graveolens)
merupakan salah satu jenis terapi herbal untuk menangani penyakit
hipertensi mengandung apigenin yang sangat bermanfaat untuk mencegah
penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Selain itu,
mengandung pthalides dan magnesium yang baik untuk membantu
melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan bantu
menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri. Pthalides dapat
mereduksi hormone stres yang dapat meningkatkan darah (Afifah, 2009).
BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Faktor resiko yang dapat diubah Hipertensi Faktor yang tidak dapat
diubah
-Konsumsi garam
-Keturunan
-Kolesterol
-Usia
-Kafein

-Alkohol

-Obesitas

-Kurang olahraga

-Stress dan kondisi emosi yang


tidak stabil

-Kebiasaan merokok

Penatalaksan

Terapi farmakologi : Terapi Non Farmakologi :

-Golongan Diuretika -Penurunan berat badan


-Golongan Alfa-blocker -Pembatasan komsumsi alcohol
-Pembatasan asupan garam
-Golongan Beta-bloker
-Diet vegetarian
-Golongan obat yang bekerja
-Olahraga
sentral
-Golongan vasodilator -Berhenti merokok
-Berusaha dan membina hidup yang
-Golongan antagonis kalsium
positif
-Golongan Penghambat ACE
Terapi Herbal : Rebusan daun
(Angiotensin converting enzyme)
sirsak, rebusan daun seledri

: Tidak diteliti

: Diteliti

26
3.2 Hipotesis
Hipotesis yang dapat dirumuskan dari peneltian ini adalah ada perbedaan
efektivitas antara rebusan daun sirsak dan rebusan daun seledri terhadap
perubahan tekanan darah.
Ha :
1. Pemberian rebusan daun sirsak efektif terhadap perubahan tekanan
darah penderita hipertensi.
2. Pemberian rebusan daun seledri efektif terhadap perubahan tekanan
darah penderita hipertensi
3. Ada perbedaan efektivitas antara pemberian rebusan daun sirsak
dan daun seledri terhadap perubahan tekanan darah penderita
hipertensi.

27
BAB 4

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan. Penulis


melakukan pembelajaran dari beberapa buku-buku literatur yang membahas
tentang jenis, rancangan, dan desain penelitian. Formula yang tertera pada bab ini
merupakan formula baku bersumber dari pustaka.

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian True Eksperimen dengan Randomized


Pretest Postest With Control Group Design yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian rebusan daun seledri (Apium graveolens) dan pemberian
rebusan daun sirsak terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik
penderita hipertensi di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Haryoto Lumajang Tahun
2022.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Penderita Hipertensi usia ≥45
Tahun yang tercatat pada buku registrasi di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr.
Haryoto Lumajang Tahun 2022. Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling

Variabel terikat yaitu Tekanan darah sistolik dan diastolik penderita hipertensi
di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2022, sedangkan
Variabel bebas yaitu pemberian rebusan daun seledri (Apium graveolens) dan
pemberian rebusan daun sirsak. Analisis data dilakukan menggunakan komputer
dengan program SPSS. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan
distribusi frekuensi masing-masing variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan
untuk melihat pengaruh variabel bebas penelitian dengan variabel terikat. Analisis
multivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas penelitian dengan
variabel terikat dengan mengendalikan variabel ketiga (Kovariat).

28
Desain penelitian yang akan dilakukan digambarkan di dalam tabel 4.1 berikut
ini :

Tabel 4.1

Eksperimental dengan Randomized Pretest Post test With Control Group

Kelompok Pre test Intervensi rebusan daun sirsak dan Post test
rebusan daun seledri
Rebusan Daun S1 a S1a
Sirsak
Rebusan Daun S2 b S2b
Seledri

Keterangan :

a : Intervensi rebusan daun sirsak 200ml

b : Intervensi rebusan daun seledri 200ml

S1 : Tekanan darah sebelum diberikan intervensi a

S1a : Tekanan darah setelah diberikan intervensi a

S2 : Tekanan darah sebelum diberikan intervensi b

S2b : Tekanan darah setelah diberikan intervensi b

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek (klien) atau
objek (benda) yang mempunyai kualitas dan karaketristik tertentu yang
sudah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Atau dengan kata lain populasi merupakan subjek yang
memenuhi syarat sebagai kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
peneliti (Nursalam, 2011). Populasi terdapat dua populasi target dan
29
30

populasi terjangkau. Populasi target adalah populasi yang memenuhi


sampling kriteria dan menjadi sasaran akhir penelitian. Populasi
terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria dalam penelitian dan
dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. Target populasi pada
penelitian ini adalah pasien yang menderita hipertensi.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari suatu populasi yang dipilih menggunakan
teknik tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi yang
dijelaskan oleh Setiadi (2013). Sedangkan menurut Nursalam (2011)
sampel terdiri dari beberapa bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Untuk
menentukan sampel yang digunakan maka diperlukan beberapa kriteria
untuk memenuhi persyaratan tersebut, kriteria tersebut berupa kriteria
inklusi dimana di dalam kriteria ini karakteristik umum subjek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau akan diteliti sedangkan kriteria
yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab termasuk
dalam kriteria eksklusi yang harus dihilangkan atau dikeluarkan
(Nursalam, 2011). Adapun sampel penelitian ini yaitu sebagian responden
yang mempunyai penyakit hipertensi dan tercatat dalam register Poli
Penyakit Dalam RSUD Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2022.
1. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
mengambil sampel, untuk memperoleh sampel yang benar-benar sesuai
dengan keseluruhan subjek penelitian. Teknik pengambilan data yang
digunakan pada penelitian ini yaitu Simple Random Sampling, yaitu
pengambilan sampel dari populiasi secara acak
berdasarkan frekuensi probabilitas semua anggota populasi.
2. Besar Sampling
Besarnya sampel dalam penelitian ini semua penderita hipertensi di
Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Haryoto Lumajang yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi yang jumlahnya 10 responden.
31

3. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria subyek penelitian mewakili sampel
penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut
1) Bersedian menjadi responden
2) Pasien dengan hipertensi
b. Kriteria Ekslusi
1) Pasien yang mengkonsumsi obat antihipertensi
2) Pasien yang menderita hipertensi dengan penyakit penyerta
4.2.3 Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Haryoto
Lumajang.
2. Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2022.
4.2.4 Variabel Penelitian
Variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari
satu subjek ke subjek lainnya. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah
variabel independent : Rebusan daun sirsak dan rebusan daun seledri,
variable dependent : Hipertensi.
4.2.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga peneliti dapat melakukan
pengukuran yang tepat terhadap suatu fenomena yang ada.
Tabel 2 : Definisi Operasional

Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor

Variabel Independen : Minuman yang terbuat - Jumlah masing-masing Gelas Ukur Nominal 1. Daun sirsak : 1
Rebusan daun sirsak dari daun sirsak dan daun 100 gram 2. Daun seledri : 2
dan Rebusan daun daun seledri dengan - Air 200cc/pemberian
seledri cara direbus untuk - Lama : 1 minggu
menurunkan tekanan - Waktu : setiap sore
darah

Variabel Dependent : Hipertensi merupakan Tensimeter Rasio


Hipertensi pengukuran tekanan Digital
darah melebihi batas
normal (tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg
dan tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg).

32

32
33

4.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis data yang dikumpulkan
Jenis data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari
hasil pengukuran, pengamatan, survei dan lain-lain (Setiadi, 2013). Data
primer pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengukuran
tekanan darah sebelum diberikan rebusan daun sirsak dan rebusan daun
seledri. Sedangkan untuk data sekunder pada penelitian ini diperoleh
sebelum dilakukan penelitian dengan mencari data berupa jumlah
penderita dan angka kejadian hipertensi di Poli Penyakit Dalam RSUD
Dr.Haryoto Lumajang.
2. Teknik pengumpulan data
Suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian merupakan
pengertian dari pengumpulan data. Dalam pengumpulan data diperlukan
lima tugas dalam prosesnya yaitu memilih subjek, mengumpulkan data
secara konsisten, mempertahankan pengendalian dalam penelitian,
menjaga integritas atau validitas dan menyelesaikan masalah sesuai
dengan rancangan penelitian dan teknik instrumen yang digunakan.
3. Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
tensimeter digital. Tensimeter digital digunakan untuk mengukur tekanan
darah responden sebelum dan sesudah diberikan rebusan daun sirsak dan
rebusan daun seledri. Tensimeter digital dalam penelitian ini digunakan
dari awal sampai akhir penelitian sehingga didapatkan hasil pengukuran
tekanan darah yang valid. Hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan
sesudah diberikan pijat refleksi kaki akan dicatat dalam bentuk lembar
master table.
34

4.4 Pengolahan dan Analisis Data


1. Teknik pengolahan data
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data
mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan
informasi yang diperlukan (Setiadi, 2013). Adapun kegiatan yang
dilakukan oleh peneliti dalam pengolahan data yaitu :
a. Editing
Editing adalah pemeriksaan data termasuk melengkapi data-data yang
belum lengkap dan memilih data yang diperlukan (Setiadi, 2013).
Dalam penelitian ini kegiatan editing yang dilakukan adalah
mengumpulkan semua hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan
sesudah diberikan rebusan daun sirsak dan rebusan daun seledri
kemudian mengecek kelengkapan dalam master table.
b. Coding
Coding adalah mengklasifikasikan atau mengelompokkan data sesuai
dengan klasifikasinya dengan cara memberikan kode tertentu.
Kegunaan dari coding akan mempermudah pada saat analisis data dan
juga mempercepat pada saat proses entry data (Setiadi, 2013). Coding
biasanya dilakukan dengan pemberian kode angka (numerik).
c. Entry
Meng-entry data dilakukan dengan memasukkan data dari lembar
pengumpulan data ke paket program komputer (Setiadi, 2013). Setelah
semua data sudah terkumpul lengkap dan sudah melewati pengkodean,
maka selanjutnya adalah memproses data yang akan di-entry untuk di
analisis.
d. Cleaning
Semua data yang diperoleh dari responden akan di cek kembali saat di-
entry di dalam program untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kesalahan atau ketidaklengkapan data. Cleaning
(pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah di-entry apakah terdapat kesalahan atau tidak karena kesalahan
35

tersebut dimungkinkan terjadi saat meng-entry data ke komputer


(Setiadi, 2013).
2. Teknik analisis data
Setelah data terkumpul dan sudah diolah maka tahap selanjutnya adalah
menganalisis data. Dalam analisa data dapat digunakan analisa data
univariat dan bivariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo,
2010).
a. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian dengan cara ilmiah dalam bentuk
tabel, grafik maupun diagram (Notoatmodjo, 2010)
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis
perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan rebusan daun
sirsak dan rebusan daun seledri. Sebelum melakukan uji hipotesa, data di
uji normalitas terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal mengikuti distribusi teori atau tidak.
c. Etika Penelitian
Penelitian kesehatan umum dan penelitian kesehatan masyarakat pada
khususnya menggnakan manusia sebagai objek yang diteliti di satu sisi
dan sisi lain manusia sebagai peneliti. Hal ini berarti bahwa ada hubungan
timbal balik antara orang sebagai peneliti dan orang yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Maka dari itu sebagai peneliti harus memahami
prinsip-prinsip dari etika penelitian dengan mengutamakan hak-hak
responden yang akan digunakan sebagai subjek penelitian sehingga
nantinya tidak ada hal-hal yang dapat merugikan baik itu pihak responden
maupun peneliti.
d. Autonomy or human dignity
Privacy adalah hak setiap orang, semua orang mempunyai hak untuk
meperoleh kebebasan pribadi (Notoatmodjo, 2010). Responden sebagai
subjek penelitian tidak boleh dipaksakan kehendaknya. Peneliti
36

memberikan kebebasan sepenuhnya kepada calon responden untuk


memilih apakah bersedia atau tidak menjadi responden. Apabila calon
responden tidak bersedia maka pengambilan data tidak akan dilakukan.
e. Confidentiality
Informasi yang akan diberikan oleh responden adalah miliknya sendiri,
tetapi karena peneliti memerlukan informasi tersebut maka kerahasiaan
informasi perlu dijamin oleh peneliti. Nama responden tidak perlu
dicantumkan, cukup dengan memberi kode responden dengan inisial nama
atau dengan nomor kode responden (Notoatmodjo, 2010).
f. Justice
Peneliti tidak boleh membeda-bedakan responden berdasarkan usia,
agama, ras, status, sosial ekonomi, politik maupun atribut lainnya dan
dilakukan secara adil dan merata (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini
peneliti memberikan perlakuan yang sama kepada responden.
g. Beneficience and non maleficience
Penelitian hendaknya berprinsip pada askep manfaat sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia (Hidayat, 2007). Dalam
penelitian ini manfaat yang dapat diberikan adalah apakah pemberian air
rebusan daun sirsak dan air rebusan daun seledri berpengaruh terhadap
tekanan darah pada klien hipertensi.
37

4.5 Kerangka Kerja

Populasi

Semua penderita hipertensi sebanyak 60 orang di Poli


Penyakit Dalam RSUD Dr. Haryoto Lumajang

Sampel

Sebagian dari penderita hipertensi di Poli Penyakit


Dalam RSUD Dr. Haryoto Lumajang sebanyak 30 orang

Sampling : Purposive Sampling

Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah True Eksperimen


dengan Randomized Pretest Postest With Control Group
Design

Pengumpulan Data :

Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah


dilakukan perlakuan

Pre eksperimen Pre eksperimen

Rebusan daun sirsak Rebusan daun seledri

Post Eksperimen post eksperimen

Pengumpulan Data

Editing, Coding, Tabulatig

Analisis :

Independent T-test

Hasil dan Kesimpulan

Gambar 4.3 : Kerangka Kerja Perbedaan Efektifitas Rebusan Daun Sirsak dan Daun
Seledri Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai