Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pula penyakit yang

muncul dan sering diderita khususnya pada lansia atau lanjut usia. Pada usia lanjut

akan terjadiberbagai kemunduran pada organ tubuh, oleh sebab itu para lansia

mudah sekali terkena penyakit seperti hipertensi (Agoes,2011).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi tekanan darah

seseorang berada di atas angka normal yaitu 120/80 mmHg. Hipertensi dapat

terjadi pada siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan pada segala umur.

Hampir 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebab sebenarnya, bahkan pada

sebagian besar kasus hipertensi tidak memberikan gejala (asistomatis) (Susilo dan

Wulandari, 2011).

Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.

Secara visual, penyakit ini tidak tampak mengerikan, namun bisa membuat

penderita terancam jiwanya atau paling tidak menurunkan kualitas hidupnya.

Karena hipertensi dijuluki the silent disease. Penyakit ini dikenal juga sebagai

heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai

kelompok umur dan kelompok sosial ekonomi (Muniroh, 2007).

Menurut data World health organization persentase dari populasi yang

berumur dari 18 tahun keatas mengalami peningkatan tekanan darah ( tekanan

darah sistolik > 140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg ) yaitu 24,0

% pada laki-laki dan 20,5 % pada wanita. Kematian akibat kardiovaskuler secara

global adalah sekitar 17 juta kematian per tahun dan dari jumlah tersebut sekitar
2

9,4 juta kematian di seluruh dunia per tahun disebabkan oleh komplikasi akibat

hipertensi. Hipertensi bertanggung jawab untuk setidaknya 45% kematian akibat

penyakit jantung dan 51% akibat stroke. Pada tahun 2008, di seluruh dunia sekitar

40% dari total orang dewasa berusia 25 tahun ke atas telah didiagnosis dengan

hipertensi. Kondisi tersebut meningkat dari 600 juta orang pada tahun 1980

menjadi satu miliar orang (WHO, 2015).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes,

menyebutkan bahwa hipertensi adalah penyakit nomor satu di Indonesia, yakni

mencapai 25,6% dan sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum

terdeteksi. Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan

pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur (Riskesdas, 2015).

Sedangkan untuk Provinsi Jambi pada tahun 2015 Hipertensi Essential

merupakan penyakit ke dua terbanyak yaitu 12,16% setelah masalah

Nasopharingitis acut sebanyak 34,14% (Dinkes Jambi, 2015). Adapun dari data

sepuluh penyakit terbanyak di Kabupaten Kerinci pada tahun 2015 Hipertensi

merupakan penyakit ke tiga terbanyak yaitu sebanyak 6.872 jiwa setelah masalah

Gastritis sebanyak 8.064 jiwa (Dinkes Kabupaten Kerinci, 2015).

Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan tekanan darah tinggi

adalah usia. Karena semakin bertambahnya usia seseorang maka pembuluh darah

akan cenderung lebih kaku dan elastisnya akan berkurang, sehingga akan

mengakibatkan tekanan darah meningkat. Faktor- faktor lain yang mempengaruhi

peningkatan tekanan darah adalah keturunan, jenis kelamin, etnis, obesitas,

kurangnya aktifitas fisik, stress, merokok, dan asupan (Daniati, 2015).


3

Pra Lansia adalah seseorang yang berumur 45-59 tahun. Pra lansia

merupakan usia yang berisiko tinggi terhadap penyakit-penyakit degeneratif,

seperti hipertensi karena usia lanjut akan mengalami proses yang disebut proses

penuaan. Proses penuaan akan mengakibatkan perubahan pada semua sistem

tubuh yaitu pada system sensori pengecapan dan sistem kardiovaskuler, setiap

sistem yang berubah akan mempengaruhi kualitas hidup (Donlon, 2007).

Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor penyebab terjadinya

hipertensi dengan pengaturan pola makan, gaya hidup, hindari kopi, merokok, dan

alkohol, mengurangi konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas yang cukup

seperti olahraga yang teratur (Dalimartha, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kiki Mellisa Andria (2013)

tentang hubungan antara perilaku olahraga, stress dan pola makan dengan tingkat

Hipertensi pada lansia di Posyandu kelurahan gerbang putih Kecamatan Sukolilo

Kota Surabaya, hasil studi hubungan antara kebiasaan olahraga degan tingkat

Hipertensi menunjukkan bahwa sebagian besar lansia menderita Hipertensi dan

berolahraga kurang dengan jumlah sebesar 45 lansia dan sebagian kecil

berolahraga baik sebesar 9 Lansia.

Indek Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran yang

membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan

“indeks”, IMT sebenarnya adalah rasio atau nisbah yang dinyatakan sebagai berat

badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter)

(Markenson, 2004). Penelitian Anjum (2009) menunjukkan hubungan yang

konsisten antara IMT dengan kejadian hipertensi baik pada laki-laki maupun

perempuan. Kejadian hipertensi meningkat seiring dengan meningkatnya IMT.


4

Selain itu adanya kenaikan yang signifikan pada jumlah wanita yang hipertensi di

usia kurang dari 30 tahun dalam kategori overweight. Namun hanya sedikit

kenaikan dari hipertensi pada wanita diatas 59 tahun baik dalam kategori berat

badan lebih maupun overweight dibanding laki-laki.

Aktivitas fisik secara teratur tidak hanya menurunkan tekanan darah, juga

menyebabkan perubahan signifikan. Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke

jantung, kelunturan arteri dan fungsi arterial. Aktivitas fisik juga melembabkan

arterosklerosis dan menurunkan resiko serangan jantung dan stroke (Kowalski,

2007).

Perilaku santai yang ditandai dengan lebih tingginya asupan kalori dan

kurang aktivitas fisik merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung, yang

biasanya didahului dengan meningkatnya tekanan darah. Perilaku santai yang

digambarkan adanya kemudahan akses, kurang aktifitas fisik, ditambah dengan

semakin banyaknya makanan siap saji, kurang mengkonsumsi makanan berserat

seperti buah dan sayur, kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol,

merupakan faktor resiko meningkatnya tekanan darah. Faktor lain yang

berhubungan dengan tekanan darah adalah obesitas (Pradono, 2010).

Zat gizi yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu vitamin C sebagai

antioksidan eksogen. Bagi penderita hipertensi kecukupan antioksidan sangat

penting untuk mencegah penuaan sel akibat paparan radikal bebas yang merusak

arteri, ginjal dan jantung. Vitamin C memiliki kemampuan yang sangat baik untuk

mereduksi gugus hidroksil yang menyebabkan kenaikan tekanan darah (Lingga,

2012) menurut penelitian Andamsari, dkk tahun 2015 tentang hubungan pola

makan dengan hipertensi pada orang dewasa di sumatra barat menyebutkan bahwa
5

terdapat hubungan yang lemah antara konsumsi vitamin C dengan tekanan

sistolik.

Block, Gladys, et, al(2008) juga menyebutkan pada tahun 2008 kosentrasi

vitamin C dalam darah meningkat 1 mg/dl dapat menurunkan tekanan darah

sistolik sebesar 4,1 mmHg dan diastolik sebesar 4,0 mmHg. Dalam penelitian ini

juga disebutkan sampel yang berada pada kosentrasi vitamin C terendah dalam

darah, tekanan darah sistolik sampel meningkat 1,40 mmHg.

Kalium selama ini diketahui dapat menurunkan tekanan darah. Mineral

tersebut menghambat terjadinya konstrinsi terhadap pembuluh darah yang

menyebabkan penurunan resistensi perifer sehingga terjadi penurunan tekanan

darah. Berdasarkan penelitian Lestari tentang hubungan asupan kalium, kalsium,

magnesium, dan natrium pada kejadian hipertensi bahwa subjek yang memiliki

asupan kalium kurang mempunyai resiko 2 kali menderita hipertensi

dibandingkan dengan subjek yang memiliki asupan kalium cukup (Lestari, 2010).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti “ Hubungan

Indeks Massa Tubuh (IMT), Asupan Vitamin C & Kalium dan Aktivitas

Fisik Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Pra Lansia di Puskesmas Hiang

Kabupaten Kerinci Tahun 2018”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas maka dapat

dirumuskan yaitu apakah ada Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Asupan

Vitamin C & Kalium dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Pra

Lansia di Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci Tahun 2018.


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Asupan

Vitamin C & Kalium dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Pra

Lansia di Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci Tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian hipertensi pada Pra Lansiadi

Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

2. Diketahuinya distribusi frekuensi IMT pada Pra lansia di Puskesmas

Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

3. Diketahuinya distribusi frekuensi asupan Vitamin C pada Pra Lansia di

Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

4. Diketahuinya distribusi frekuensi asupan Kalium pada Pra Lansiadi

Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

5. Diketahuinya distribusi frekuensi Aktivitas Fisik pada Pra Lansia di

Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

6. Diketahuinya hubungan IMT terhadap kejadian hipertensi pada Pra Lansia

di Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

7. Diketahuinya hubungan asupan Vitamin C terhadap kejadian hipertensi

pada Pra Lansia di Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

8. Diketahuinya Hubungan Kalium terhadap kejadian hipertensi pada Pra

Lansia di Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.

9. Diketahuinya hubungan Aktivitas Fisik terhadap kejadian hipertensi pada

Pra Lansia di Puskesmas Hiang Kabupaten Kerinci 2018.


7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dari

masalah yang ditemui dan mengembangkan kemampuan dibidang penelitian

dalam menyusun skripsi sebagai bahan penelitian selanjutnya dan menerapkan

ilmu yang di peroleh selama pendidikan.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan agar dapat memberikan informasi tentang

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Asupan Vitamin C & Kalium dan

Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Hipertensi pada Pra Lansia.

1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan dan informasi tentang Hubungan Indeks Massa

Tubuh (IMT), Asupan Vitamin C & Kalium dan Aktivitas Fisik Terhadap

Kejadian Hipertensi pada Pra Lansia.

1.4.4 Bagi STIKes Perintis Sumbar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah

bahan kepustakaan di STIKes Perintis Sumbar dan dapat menjadi bahan ajar

untuk penelitian berikutnya.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Defenisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/ tenang ( Kemenkes RI, 2014).

Menurut WHO Tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85

mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan

diantara nilai tersebut dikatakan normal tinggi. Namun buat orang Indonesia

banyak dokter berpendapat bahwa tekanan darah yang ideal adalah sekitar 110-

120/80-90 mmHg. Batasan ini berlaku bagi orang dewasa diatas 18 tahun (Adib,

2009).

Hipertensi adalah suatu gangguanpembuluh darah yang mengakibatkan

suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai kejarigan

tubuh yang membutuhkanya (Vita Health, 2015 ; Paskah Rina Situmorang).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan kronis

yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah

arteri. Keadaan tersebut mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk

mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Hal ini dapat

mengganggu aliran darah, merusak pembuluh darah, bahkan menyebabkan

penyakit degeneratif, hingga kematian (Medika, 2017).


9

Hipertensi tidak mengenal gender pria atau wanita. Semua orang

berpotensi terkena hipertensi (Soeryoko, 2010). Hipertensi berarti tekanan darah

didalam pembuluh darah sangat tinggi. Pembuluh darah yang dimaksud disini

adalah pembuluh darah yang mengangkut darah dari jantung memompa darah ke

seluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Susilo dan Wulandari, 2011).

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh

interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya usia, maka tekanan darah juga

akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan

oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga

pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan

darah sistolik karena kelunturan pembuluh darah besar yang berkurang pada

penambahan umur sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau

cenderung menurun (Nuraini, 2015).

2.1.2 Klasifikasi

1. Berdasarkan penyebab :

a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun

dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak

(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita

Hipertensi.

b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, peyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-


10

2%, penyebabnya adalah kelaian hormonal atau pemakaian obat tertentu

(misalnya pil KB).

2. Berdasarkan bentuk Hipertensi

Hipertensi diastolik (diastolic hyprtension), Hipertensi campuran

(sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic

hypertension). Terdapat jenis hipertensi yang lain:

1. Hipertensi Pulmonal

Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah

pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas,

pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasarkan

penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang

ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal

jantung kanan.

Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan

usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan dengan

perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta

penduduk, dengan mean survival sampai timbulnya gejala penyakit sekitar

2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pumonal menunjuk pada

National Instituteof Health: bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih

dari 35 mmHg atau “mean” tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg

pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan

adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit myokardiuim, penyakit

jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.


11

2. Hipertensi Pada Kehamilan

Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada

saat kehamilan, yaitu:

a. Preeklampsia-eklamspia atau disebut juga sebagai hipertensi yang

diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan (selain tekanan darah yang

meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya). Preeklamsia

adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan.

b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu

mengandung janin.

c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan

preeklampsia dengan hipertensi kronik.

d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.

Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang

mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, ada

yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan

faktor keturunan, dan lain sebagainya (Kemenkes RI, 2014).


12

Tabel 2.1

Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa yang dikemukakan oleh US

Joint National Committee of Detection, evaluasi, dan penanganan Tekanan

Darah Tinggi

Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normotensi <130 dan/atau <85
Normal tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi derajat I 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi derajat III >180 dan/atau >110
Sumber : (Corwin, 2009).

Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,

genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok,

konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, peggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi

minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, peggunaan

estrogen.

2.1.3 Patofisiologi

Hipertensi terjadi melalui terbentuknya Angiotensin II dari Angiotensin I

oleh Angiotencin Cocerting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis

penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung Angiotensinogen

yang diproduksi dalam hati. Selanjutya, oleh Hormone Rennin (diproduksi oleh

ginjal) akan diubah menjadi Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Angiotensin II

inilah yang memiliki peranan kunci untuk menaikan tekanan darah melalui dua

aksi utama .
13

Pertama, dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada

ginjal untuk mengatur osmolitas dan volume urine. Meningkatnya ADH

menyebabkan urin yag disekresikan keluar tubuh sangat sedikit (antidiuresis),

sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolitasnya. Untuk mengencerkannya,

volume cairan ekstraseluler akan ditingkatnya dengan cara menarik cairan bagian

intraseluler. Dan kemudian terjadi peningkatan volume darah , sihingga tekanan

darah akan meningkat.

Kedua, dengan menstimulasi sekresi aldosteron (homone steroid yang

memiliki peranan penting pada ginjal) dari konteks adrenal. Pengaturan volume

cairan eksternal oleh aldosteron dilakukan dengan mengurangi eksresi NaCl

(garam) dengan cara mereabsorsinya dari tubulus ginjal. Pengurangan eksresi

NaCl menyebabkan naiknya konsentrasi NaCl yang kemudian diencerkan kembali

dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler, maka terjadilah

peningkatan volume dan tekanan darah (Noviyanti, 2015).

2.1.4 Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala yang

khusus. Meskipun secara tidak sengaja, beberapa gejala terjadi bersamaan dan

dipercaya berhubungan dengan hipertensi padahal sesungguhnya bukan

hipertensi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung

(mimisan), migren atau sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata berkunang-

kunang, sakit tengkuk dan kelelahan (Susilo dan Wulandari, 2011).

Gejala-gejala tersebut bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang yang tekanan darah normal. Jika hipertensinya berat atau
14

menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, mual,

muntah, sesak napas, gelisah, pandanga menjadi kabur yang terjadi karena adaya

kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal (Susilo dan Wulandari, 2011).

Pada sebagian besar kasus hipertensi, penderita tidak mengetahui atau

menyadari bahwa dirinya telah menderita hipertensi ketika tekanan darahnya

berada di atas batas normal. Penderita baru menyadari ketika hipertensi yang

dideritanya telah menyebabkan berbagai penyakit komplikasi mulai dari penyakit

jantung, stroke, hingga gagal ginjal (Sudarmoko, 2015).

2.1.5 Faktor resiko Hipertensi

a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi (Nurrahmani, 2015)

1) Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga

tersebut mempunyai resiko menderita hipertensi. Individu yang memiliki orang

tua dengan hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita

hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

hipertensi.

Selain itu, individu normotensi yang memiliki orang tua dengan hipertensi

memiliki reaktivitas vaskuler yang lebih tinggi terhadap stress mental maupun

fisik dibandingkan individu dengan tekanan darah normal dengan orang tua juga

normal tekanan darahnya.

2) Usia
15

Kejadian hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Individu

yang berumur di atas 60 tahun, 50-60 %-nya mempunyai tekanan darah lebih

besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi

yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.

3) Jenis Kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi menderita hipertensi lebih awal.

Laki-laki juga mempunyai risiko lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas

beberapa penyakit kardiovaskuler. Sedangkan untuk usia di atas 50 tahun,

hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan.

b. Faktor yang dapat dimodifikasi

1) Stress

Stress meningkatkan retensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

sehingga akan merangsang aktifitas saraf simpatik (Nurrahmani,2015).

2) Berat badan

Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara berat badan

dan tekanan darah, baik pada pasien hipertensi maupun normotensi. Obesitas

terutama pada tubuh bagian atas dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian

perut akan meningkatkan resiko tekanan darah tinggi (Nurrahmani, 2015).

3) Penggunaan kontrasepsi oral pada wanita

Hipertensi ini disebabkan oleh peningkatan volume plasma akibat

peningkatan aktivitas renin-angitensin-aldosteron yang muncul ketika kontrasepsi

oral digunakan. Estrogen dan progesteron sintetik yang dipakai sebagai pil

kontrasepsi oral menyebabkan retensi natrium. Hal ini merupakan konsekuensi

logis dari estrogen yang meningkatkan sintesis substrat renin oleh hepar, dengan
16

meningkatnya sintesis renin ini maka angiotensinogen akan diubah menjadi

angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Meningkatnya kadar

angiotensin II akan merangsang sintesis aldosteron yang akan menimbulkan

retensi natrium, pada saat yang sama terjadi vasokontriksi ginjal dan sistemik

(Nurrahmani, 2015).

4) Kebiasaan merokok

Penelitian terakhir menyatakan merokok menjadi salah satu faktor

hipertensi yang dapat dicegah. Merokok meningkatkan tekanan darah melalui

mekanisme pelepasan Norepinefrin dari ujung-ujung saraf adrenergik yang dipicu

oleh nikotin. Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap

perhari, tidak tergantung pada lamanya merokok (Nurrahmani, 2015).

5) Asupan garam berlebihan

Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui

peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah perifer tanpa diikuti

peningkatan ekskresi garam, disamping pengaruh faktor-faktor lainnya. Pada

individu yang diberi garam berlebihan dalam waktu yang pendek akan didapatkan

peningkatan tahan perifer (TPR), sedangkan pengurangan garam ke tingkat 60-90

mmol/hari akan menurunkan tekanan darah pada kebanyakan orang (Nurrahmani,

2015).

2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indek Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran yang

membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan

“indeks”, IMT sebenarnya adalah rasio atau nisbah yang dinyatakan sebagai berat
17

badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter)

(Markenson, 2004).

Rumus penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah :

Berat Badan ( BB )
IMT=
Tinggi Badan¿ ¿

Dengan menggunakan IMT dapat diketahui apakah berat badan seseorang

dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang

dewasa berumur diatas 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak,

remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak dapat

diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan

hepatomegali (Supariasa et al, 2002).

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (WHO, 2004)

Klasifikasi BMI (kg/m2)


Underwight < 18,5
Moderate thinnes < 16,00
Severe thinnes 16,00 – 16,99
Mild thinnes 17,00 – 18,49
Normal 18,50 – 25,99
Pre Obese 25,00 – 29,99
Obese > 30,00
Obese I 30,00 -34,99
Obese II 35,00 – 39,99
Obese III > 40,00
Sunita Almatsier, 2013
18

Terdapat perbedaan kategori antara kriteria WHO dan Asia Pasifik.

Kriteria Asia Pasifik diperuntukkan orang-orang yang berada di daerah Asia,

karena Indeks Massa Tubuh orang Asia lebih kecil 2-3 kg/m2 dibandingkan

dengan orang Afrika, Eropa, Amerika ataupun Australia (Ekky M, 2013).

Tabel 2.3

Klasifikasi IMT (WHO, Western Asia Pasifik)

Klasifikasi BMI (kg/m2)


Underweight < 18,5
Normal 18,5 – 22,9
Overweight 23 – 24,9
Obese I 25 – 29,9
Obese II ≥ 30
Sunita Almatsier,2013

National Institutes of Health mengeluarkan laporan untuk mengidentifikasi

dan menangani masalah berat badan. Banyak studi ilmiah penelitian yang

memberikan rekomendasi untuk paramedis dan masyarakat tentang pentingnya

manajemen berat badan. Dalam mengembangkan penelitian, lebih dari 43.627

artikel penelitian diperoleh dari literatur ilmiah dan ditinjau dari panel para

peneliti telah meneliti tentang pentingnya pengurangan berat badan pada orang

dengan kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes melitus, kanker dan

osteoporosis, dimana hasilnya menunjukkan fakta bahwa penurunan berat badan

dapat mengurangi resiko penyakit tersebut diatas.

2.3 Asupan Vitamin C

Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan

kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah
19

rusakkarena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas

(Almatsier, 2013).

Penderita hipertensi yang kekurangan serum vitamin C akan mengalami

tekanan darah tinggi. Selain seafood suplement, bahan makanan yang kaya

vitamin C adalah beragam buah-buahan terutama jambu biji, jeruk, mangga,

pepeya rambutan; aneka sayuran seperti kol, kacang panjang, daun katuk

(Vitahealth, 2006)

Vitamin C memiliki banyak manfaat, salah satu yang istimewa adalah

perannya sebagai antioksidan eksogen yang memiliki efektivitas tinggi. Bagi

penderita hipertensi, kecukupan antioksidan sangat penting untuk mencegah

penuaan sel akibat paparan radikal bebas yang merusak arteri, ginjal dan jantung.

Vitamin C mempunyai kemampuan yang sangat tinggi untuk mereduksi gugus

hidroksil yang mnyebabkan kenaikan tekanan darah. Secara khusus, kecukupan

vitamin C bermanfaat untuk mengaktifkan kinerja otot jantung (Lingga, 2012).

2.3.1 Metabolisme Vitamin C

Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan mungkin pada bagian atas

usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata absorbsi

adalah 90% untuk konsumsi di antara 20 dan 120 mg sehari. Tubuh dapat

menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila konsumsi mencapai 100 mg sehari.

Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut sela tiga bulan. Tanda dini

kekurangan vitamin C dapat diketahui bila kadar vitamin C darah di bawah

0,20mg/dl (Almatsier, 2009).


20

2.3.2 Sumber Vitamin C

Berikut nilai vitamin C dapat dilihat pada tabel

Tabel 2.4

Nilai Vitamin C Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)

Bahan Makanan Vitamin C Bahan makanan Vitamin C


(mg) (mg)
Daun singkong 275 Jambu monyet 197
buah
Daun katuk 200 Gandaria (masak) 110
Daun melinjo 150 Jambu biji 95
Daun pepaya 140 Pepaya 78
Sawi 102 Mangga muda 65
Kol 50 Mangga masak 41
pohon
Kol kembang 65 Durian 53
Bayam 60 Kedondong 50
(masak)
Kemangi 50 Jeruk manis 49
Tomat masak 40 Jeruk nipis 27
Kangkung 30 Nenas 24
Ketela pohon kuning 30 Rambutan 58
Sunita Almatsier, 2013

Kekurangan vitamin C menyebabkan kerusakan susunan sel-sel pada

dinding pembuluh arteri sehingga dapat diisi kolesterol. Jika terjadi penumpukan

terus- menerus, terbentuklah plak yang menyebabkan aterosklerosis. Vitmin C

juaga memperkuat peran vitamin E sebagai sesama antioksidan untuk

menghalangi penyumbatan pembuluh darah (Harlinawati, 2006).

Konsumsi buah dan sayur > 400 gr/hari dapat menurunkan resiko

hipertensi dengan semakin bertambahnya usia. Hal ini tidak saja disebabkan oleh

aktivitas antioksidan dalam buah dan sayur, tetapi juga karena adanya komponen

lain seperti serat, mineral kalium, dan magnesium.


21

2.3.3 Kebutuhan Vitamin C

Peningkatan konsumsi vitamin C dibutuhkan dalam keadaan stress

psikologik atau fisik, panas tinggi atau suhu lingkungan tinggi dan pada perokok.

Bila dimakan dalam jumlah yang melebihi kecukupan dalam jumlah sedang, sisa

vitamin C akan dikeluarkan dari tubuh tanpa perubahan. Pada tingkat lebih tinggi

(500 mg atau lebih) akan dimetabolisme menjadi asam oksalat. Dalam jumlah

banyak asam oksalat di dalam ginjal dapat diubah menjadi batu ginjal. Jadi

menggunakan vitamin C dosis tinggi secara rutin tidak dianjurkan (Almatsier,

2006).

Tabel 2.5
Angka Kecekupan Gizi yang Dianjurkan untuk Vitamin C

Golongan umur AKG (mg)


0-6 bln 40
7-11 bln 50
1-3 thn 40
4-6 thn 45
7-9 thn 45
Pria :
10-12 thn 50
13-15 thn 75
16-80 thn ke ats 90
Wanita :
10-12 thn 50
13-15 65
16-60 thn ke ats 75
AKG, 2013

2.4 Asupan Kalium

Kalium merupakan ion bermuatan positif. Kalium terutama terdapat di

dalam sel. Perbandingan natrium dan kalium dalam cairan intraseluler adalah

1:10, sedangkan di dalam cairan ekstraseluler 28:1. Sebanyak 95% kalium tubuh

berada di dalam cairan intraselular. Kalium berfungsi sebagai penyeimbangan


22

jumlah natrium dalam cairan sel. Kalium banyak terdapat pada makanan

mentah/segar, terutama buah, sayuran, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2013).

Kalium mempunyai efek natiuretik dan diuretik yang meningkatkan

pengeluaran natrium dan cairan dari dalam tubuh. Kalium juga menghambat

pelepasan renin sehingga mengubah aktivitas sistem renin angiotensin dan

mengatur saraf parifer dan sentral yang mempengaruhi tekanan darah

(Mutumanikam, 2016).

Kebutuhan harian minuman untuk kalium pada orang dewasa sehat (lebih

dari 18 tahun) baik pada pria dan wanita diperkirakan sekitar 2.000 mg/hari

(Grobber, 2009). Angka kecukupan gizi 2014 merekomendasikan kecukupan

kalium pada rentang usia 45-65 tahun yaitu sebesar 4.700 mg/hari (Gizi, 2014).

Jumlah natrium akan menumpuk apabila makanan yang dikonsumsi

kurang mengandung kalium atau tubuh tidak mempertahankannya dalam jumlah

yang cukup (Edi,2013). Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu,

kehilangan nafsu makan, dan jantung akan berdebar detaknya, dan menurunkan

kemampuannya untuk memompa darah.

2.4.1 Sumber Kalium


23

Menurut Almatsier (2013), kandungan kalium pada bahan makanan :

Tabel 2.6

Kandungan kalium beberapa bahan makanan (mg/100)

Bahan Kalium (mg) Bahan Kalium (mg)


Makanan Makanan
Beras giling 241 Pepeya 221
Singkong 394 Mangga 214
Kentang 396 Durian 601
Kacang tanah 421 Anggur 111
Kacang merah 1151 Jeruk manis 162
Kacang hijau 1132 Nenas 125
Kacang kedelai 1504 Semangka 102
Jambu monyet 420 Selada 254
Kelapa 555 Bayam 461
Alpokat 278 Tomat 235
Pisang 435 Wortel 245
Sumber: Almatsier, 2013

2.5 Aktivitas Fisik

2.5.1 Definisi Aktifitas Fisik

Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktifitas fisik

diantaranya menurut Almatsier(2004), aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang

dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Menurut Hoeger (2005),

aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan otot sekeletal dan

membutuhkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha

ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila

dilakukan secara teratur (FKM-UI, 2007).

Setiap kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan membutuhkan energi yang

berbeda tergantung dari lamanya intensitas dan kerja otot (FKM-UI, 2007). Tidak

adanya aktivitas fisik ( kurang aktivitas fisik) merupakan faktor resiko berbagai
24

penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebebkan kematian

secara global (WHO, 2010).

Adapun kegiatan yang dikategorikan dalam kategori tersebut adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.7

Kategori Aktivitas kegiatan


Istirahat Tidur, berbaring atau bersandar
Sangat ringan Duduk dan berdiri, melukis,menyetir
mobil, pekerja laboratorium,
mengetik, menyapu, menyetrika,
memasak, bermain kartu, bermain alat
musik
Ringan Berjalan dengan kecepatan 2,5-3 mph,
bekerja di bengkel, pekerjaan yang
berhubungan dengan listrik, tukang
kayu, pekerjaan yang behubungan
dengan restoran, membersihkan
rumah, mengasuh anak, golf,
memancing, tenis meja
Sedang Berjalan dengan kecepatan 3,5-4 mph,
mencabut rumput, menangis dengan
keras, bersepeda, ski, tenis, menari
Berat Berjalan mendaki, menebang pohon,
menggali tanah, basket, panjat tebing,
sepak bola
Sumber : RDA 10th edition, National Academic Press

2.5.2 Manfaat Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek menguntungkan terhadap

kesehatan yaitu :

1. Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan

darah tinggi, diabetes, dan lain-lain.

2. Berat badan terkendali

3. Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat

4. Bentuk tubuh menjadi ideal dan proposional


25

5. Lebih percaya diri

6. Lebih bertenaga dan bugar

7. Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik ( Pusat Promosi

Kesehatan RI 2006).

2.5.3 Tipe – Tipe Aktivitas Fisik

Ada tiga tipe aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan

kesehatan tubuh:

a. Ketahanan (endurance)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan dapat membantu jantung,

untuk ketahanan paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan

membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik

yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari/minggu). Contoh beberapa kegiatan

yang dapat pilih seperti; berjalan kaki, lari ringan, berenang, senam, bermain

tenis, berkebun dan bekerja di taman.

b. Kelenturan (flexibility)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan

lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas ( lentur) dan sendi berfungsi

dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan

selama 30 menit (4-7 hari/minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih

seperti: peregangan, senam taichi, yoga, mencuci pakaian, mobil dan mengepel

lantai.

c. Kekuatan (strength)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot

tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan
26

mempertahankan bentuk tubuh, serta membantu meningkatkan pencegahan

terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka

aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari/minggu). Contoh

beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti : push-up, naik turun tangga, angkat

berat/beban, membawa belanjaan, mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur

(fitness).

2.5.4 Kebiasaan Olahraga

1. Olahraga

Pada umumnya, aktivitas fisik termasuk olahraga diperlukan untuk

menjaga dan memperbaiki metabolisme tubuh, termasuk memperlancar peredaran

darah, serta membuat tubuh menjadi bugar. Olahraga yag dilakukan secara rutin

juga dapat menjaga agar tidak terjadi kelebihan berat badan akibat kurangnya

aktivitas fisik dan asupan berlebih (Medika, 2017).

Olahraga adalah suatu bentuk aktifitas fisik yang terencana, terstruktur,

dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dengan

aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan

prestasi (Kemenkes RI, 2015).

Olahraga merupakan aktivitas untuk melatih tubuh seseorang baik secara

jasmani maupun rohani. Semakin sering kita melakukan olahraga, maka akan

semakin sehat pula tubuh kita. Selain itu juga dapat membuat tubuh kita tidak

mudah terangsang berbagai penyakit dan gangguan kesehatan lalinnya. Tapi

karena kesibukan dan rasa malas membuat olahraga lebih sering terabaikan dan

bahkan terlupakan (Kemenkes RI, 2016).


27

2. Jenis dan manfaat Olahraga

a. Kardiovaskular

Olahraga kardiovaskular merupakan salah satu bentuk olahraga yang

memiliki fungsi untuk meningkatkan pernapasan dan denyut jantung. Pada intinya

olahraga ini memakas jantung bekerja keras dan lebih kuat. Selain itu juga

berfungsi untuk memperbaiki cara kerja jantung dalam memompa darah di dalam

tubuh.

b. Shapping (Olahraga Pembentukan)

Olahraga ini merupakan olahraga untuk membakar timbunan lemak dari

dalam tubuh yang dapat mengurangi resiko obesitas.

c. Strethcing

Srethcing gerakan yang dilakukan ketika sebelum melakukan olahraga

yang berat.

Berbagai manfaat olahraga tersebut sangat baik bagi penderita hipertesi.

Untuk itu, penderita hipertensi diajurkan untuk melakukan olahraga rutin sesuai

dengan kemampuan tubuhnya. Olahraga seperti jalan santai, joging, bersepeda,

atau aerobik yang dilakukan rutin 3-4 kali dalam seminggu dengan durasi 30-45

menit secara teratur dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Medika, 2017).

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa aktivitas fisik secara teratur tidak

hanya menurunkan tekanan darah, juga menyebabkan perubahan yang signifikan.

Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke jantung, kelenturan arteri da fungsi

arterial. Aktivitas fisik juga melambatkan arterosklerosis dan menurunkan resiko

serangan jantung dan stroke. Sebagian besar studi epidemiologi dan studi

intervensi olahraga memberikan dukungan tegas bahwa peningkatan aktivitas


28

fisik, durasi yang cukup, intensitas dan jenis sesuai kemampuan mampu

menurunkan tekanan darah secara signifikan (Kokkinos, 2003).

2.6 Lansia (Lanjut Usia)

2.6.1 Pengertian Lansia (Lanjut Usia)

Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun

keatas karena adanya proses penuaan menimbulkan berbagai masalah

kesejahteraan dihari tua, kecuali bila umur tersebut atau proses menua itu terjadi

lebih awal dilihat dari kondisi fisik, mental dan sosial. (Siti Widyaninggrum,

2012).

2.6.2 Batasan Usia Lanjut

Dibawah ini adalah batas-batasan usia lanjut yang terbagi dalam 3

kelompok:

1. Kelompok pra usia lanjut 45-59 tahun

2. Kelompok usia lanjut 60-69 tahun

3. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu lebih dari 70 tahun atau

usia lanjut yang berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

(Depkes.RI, 2003)
29

2.7 Kerangka Teori

HIPERTESI

Primer / Esensial Sekunder / Non Esensial

Penyebab belum pasti: Penyebab sudah pasti:

-Keturunan/Genetik -Diabetes Melitus

-Pola Hidup -Gangguan Ginjal

-Kontrasepsi Oral Pada Wanita

-Kehamilan

Faktor yang tidak dapat di Faktor yang dapat di kontrol:


kontrol:
1. Stres
1. Usia 2. Berat badan
2. Jenis kelamin 3. Kontrasepsi oral pada
3. Riwayat Keluarga wanita
4. Kebiasaan merokok
5. Konsumsi garam
berlebih
6. Asupan Vitamin C
7. Asupan kalium
Gambar 1 : Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Almatsier(2001), Palmer(2007)


30

2.8 Kerangaka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

IMT

Asupan Vitamin C
Penyakit Hipertensi
Asupan Kalium

Aktivitas Fisik

2.9 Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan IMT dengan kejadian penyakit Hipertensi

Ha : Ada hubungan IMT dengan kejadian Hipertensi

Ho : Tidak ada hubungan asupan vitamin C dengan kejadian Hipertensi

Ha : Ada hubungan vitamin C dengan kejadian Hipertensi.

Ho : Tidak ada hubungan asupan kalium dengan kejadian hipertensi.

Ha : Ada hubungan asupan kalium dengan kejadian hipertensi.

Ho : Tidak ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi.

Ha : Ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi.


31

2.10 Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional ukur

1 Hipertensi Peningkatan Mengukur Tensimeter 1.Hipertensi, Ordinal


tekanan darah tekanan jikaTekanan
sistolik lebih dari darah darah sistolik
140 mmHg dan sistolik dan ≥140 mmHg
tekanan darah diastolik atau diastolik
diastolik lebih ≥90 mmHg
dari 90 mmHg
pada dua kali 2.Tidak
pengukuran hipertensi,
(Kemenkes RI, jika Tekanan
2014). darah sistolik
< 140 mmHg
atau diastolik
<90 mmHg.
2 Indeks Massa Status gizi pasien Penimbang Microtoise 1. Tidak Ordinal
Tubuh (IMT) yang diukur BB tanpa (untuk Normal, IMT
indeks alas kaki mengukur < 17 dan >25
antropometer dan tinggi 2.Normal,IMT
berat badan memngukur badan) 18,5-25,0
terhadap tinggi TB. Berat Timbangan (WHO, 2004)
badan badan digital
(Kg)/tinggi untuk
badan (m). menimbang
berat badan
3 Asupan Jumlah asupan Wawancara Frekuensi 1.Cukup, jika Ordinal
Vitamin C vitamin C yang Food Recall ≥ 80% AKG
dikonsumsi oleh 2x24 jam 2.Kurang,
responden dalam jika < 80%
sehari AKG
(AKG,2003)
4 Asupan Jumlah asupan Wawancara Frekuensi 1.Cukup, jika Ordinal
Kalium Kalium yang Food Recall ≥4700
dikonsumsi oleh 2x24 jam mg/hari
responden dalam 2.Kurang,jika
sehari <4700mg
(Gizi, 2014)
5 Aktivitas Kegiatan aktivitas Wawancara Kuesioner 1. Ringan, Ordinal
32

Fisik fisik yang jika < 7,5


dilakukan total skor
menggunakan 2.Berat, jika
energi (WHO, ≥ 7,5 total
2010) skor (Beacke,
1992)

Anda mungkin juga menyukai