Anda di halaman 1dari 51

STIKES KHARISMA

HUBUNGAN TINGKAT STRES DAN POLA DIET TERHADAP

PENGENDALIAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI

TIKA KUSUMA WARDHANI

NIM : 0433131420116045

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG

Jl. Pangkal Perjuangan KM 1 By Pass Karawang 41316


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling

umum dan paling banyak disandang masyarakat. Data World Health

Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang

di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia

terdiagnosa hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat

setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang

yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang

meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2018).

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017,

menyatakan bahwa dari 53,3 juta kematian didunia didapatkan penyebab

kematian akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 33,1%, kanker sebesar

16,7%, DM dan gangguan endokrin 6% dan infeksi saluran napas bawah

sebesar 4,8%. Data penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2016

didapatkan total kematian sebesar 1,5 juta dengan penyebab kematian

terbanyak adalah penyakit kardiovaskuler 36,9%, kanker 9,7%, penyakit

DM dan endokrin 9,3% dan Tuberkulosa 5,9%. IHME juga menyebutkan

bahwa dari total 1,7 juta kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko

yang menyebabkan kematian adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar


23,7%, Hiperglikemia sebesar 18,4%, Merokok sebesar 12,7% dan

obesitas sebesar 7,7% (Kemenkes RI, 2018).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan prevalensi

hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia

≥18 tahun sebesar 34,1%, sedangkan untuk prevalensi hipertensi di Jawa

Barat sebesar 39,6%, prevalensi ini menempatkan Jawa Barat pada urutan

ke-2 sebagai provinsi dengan kasus hipertensi yang tinggi (Kemenkes RI,

2018).

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL)

menyatakan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang

paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh

darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari

bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung

atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada

waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.

Kematian yang disebabkan oleh penyakit hipertensi sering datang secara

tiba-tiba. Sebagian kalangan pun menyebutnya sebagai The Silent Killer,

“Pembunuh diam-diam”. Gejala hipertensi sering tidak tampak dan

penderitanya sering pula tidak merasa kesakitan sebelumnya. Oleh karena

itu, banyak penderita hipertensi yang menyepelekannya. Apabila penderita

hipertensi tidak ditangani dengan baik, maka akan memiliki resiko besar

untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskuler seperti stroke,


serangan jantung, gagal jantung dan gagal ginjal (Purnama & Saleh,

2017).

Menurut Purnama & Saleh, (2017) juga mengatakan bahwa hipertensi

merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah

kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan

terus meningkat serta hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler,

stroke, retinopati, dan penyakit ginjal. Hipertensi juga menjadi faktor

resiko ketiga terbesar penyebab kematian dini, The Third Nacional Health

and Nutrition Examination Survey mengungkapkan bahwa hipertensi

mampu meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 12% dan

meningkatkan resiko stroke sebesar 24.2% dari data tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa stroke merupakan resiko terbesar dari tidak

terkontrolnya hipertensi.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Soewarno & Annisa tahun

(2017) tentang Pengaruh Hipertensi Terhadap Terjadinya Stroke

Hemoragik Berdasarkan Hasil Ct-Scan Kepala Di Instalasi Radiologi Rsud

Prof. Dr. Margono Soekarjo, dari hasil penelitian di ketahui bahwa dari 90

responden penelitian 68 responden (75,56%) mengalami hipertensi,

sedangkan sisanya 22 responden (24,44%) tidak mengalami hipertensi.

Hal ini mencerminkan bahwa pada pasien stroke lebih banyak yang

mengidap hipertensi daripada yang tidak. Hasil penelitian ini hampir sama
dengan penelitian lain yang mengungkapkan bahwa 77% dari penderita

stroke mengidap hipertensi.

Hipertensi 90% tidak diketahui secara pasti faktor penyebabnya, Namun

dari beberapa penelitian ada beberapa faktor yang dapat mempengaruh

terjadinya hipertensi yaitu merokok, minum-minuman beralkohol, berat

badan yang berlebih serta stres (Pradono, 2010 dalam Ramdani, Rilla, &

Yuningsih, 2017). Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan

perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang

konsumsi sayur dan buah serta konsumsi gula, garam dan lemak berlebih,

obesitas, kurang aktifitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stres.

Data Riskesdas 2018 pada penduduk usia 15 tahun keatas didapatkan data

faktor risiko seperti proporsi masyarakat yang kurang makan sayur dan

buah sebesar 95,5%, proporsi kurang aktifitas fisik 35,5%, proporsi

merokok 29,3%, proporsi obesitas sentral 31% dan proporsi obesitas

umum 21,8% (Kemenkes RI, 2018).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh British Heart Foundation

menyebutkan bahwa ada keterkaitan antara stres dengan penyakit jantung,

hipertensi, kolesterol tinggi, aktifitas fisik yang kurang, merokok, obesitas

dan diabetes yang dipahami sebagai faktor resiko terbesar yang timbul

akibat stress (Purnama & Saleh, 2017). Pada saat seseorang yang

mengalami stres, hormone adrenalin akan dilepaskan dan kemudian akan

meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan


peningkatan denyut jantung. Apabila stres berlanjut, tekanan darah akan

tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami hipertensi. Maka

dengan mengurangi stres kejadian hipertensi dapat dikontrol atau

dikendalikan (South, 2014 dalam Setyawan et al., 2017).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramdani, Rilla & Yuningsih

tahun (2017) tentang Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Hipertensi

Pada Penderita Hipertensi, dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 98

responden yang memiliki tingkat stres ringan dengan hipertensi ringan

sebanyak 45.0% (9 orang), hipertensi sedang 30.0% (6 0rang), dan

hipertensi berat 25.0% (5 orang). Sedangkan untuk tingkat stres sedang

dengan hipertensi ringan yaitu 15.2% (5 orang), hipertensi sedang 54.5%

(18 orang) dan hipertensi berat 30.3% (10 orang). Selain itu untuk tingkat

stres berat dengan hipertensi ringan yaitu 11.1% (5 orang), hipertensi

sedang 28.9 (13 orang) dan hipertensi berat 60.0% (27 orang). Sehingga

dari uraian di atas dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat stres yang

dialami oleh seseorang maka hipertensi yang dialaminya pun akan

semakin tinggi pula.

Upaya dalam pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui

mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi

konsumsi garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi buah-buahan dan

sayuran serta menjalankan hidup secara sehat. Kebiasaan mengkonsumsi

makanan yang tinggi garam, merokok, kurang melakukan latihan fisik,


tidak mengontrol emosional dapat memicu timbulnya penyakit hipertensi.

Masyarakat sering tidak menyadari bahwa sering mengkonsumsi makanan

yang mengandung kolesterol, junk food, penggunaan bahan penyedap, dan

makanan yang diawetkan berpotensi mendatangkan gangguan kesehatan

salah satunya memicu meningkatkan tekanan darah (Ridwan, 2002 dalam

Alvita, 2018).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnama & Saleh tahun

(2017) tentang Perbedaan Pola Diet dan Stres terhadap Hipertensi Di

Rumah Sakit PMI Bogor Tahun 2016, dari hasil penelitian diperoleh data

bahwa responden yang pola diet kurang baik untuk terjadinya hipertensi

yaitu sebanyak 27 orang (87,1%), dan responden yang pola diet baik

untuk terjadinya hipertensi yaitu sebanyak 7 orang (43,8%), sedangkan

responden yang pola diet kurang baik kemudian kejadian hipertensi tidak

terjadi yaitu sebanyak 4 orang (12,9%), dan responden yang pola diet baik

kemudian kejadian hipertensi tidak terjadi yaitu sebanyak 9 orang

(56,3%). Dari analisis uji statistik diperoleh p value 0,005 dengan a = 0,05

maka dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara pola diet

dengan kejadian hipertensi. Dari hasil nilai OR = 8,679 artinya pola diet

kurang baik berpeluang 8,679 kali untuk mengalami terjadinya hipertensi

dibandingkan dengan pola diet yang baik.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 orang pasien

hipertensi, di dapatkan 6 orang pasien mengatakan ketika sedang banyak


beban pikiran pasien merasa pusing dan sulit tidur sehingga ketika

diperiksa tekanan darahnya meningkat. Dan dari 4 orang pasien

mengatakan bahwa mereka tidak mengontrol asupan makanannya, mereka

memakan apa yang mereka suka tanpa memikirkan resikonya. Sehingga

penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan tingkat

stres dan pola diet terhadap pengendalian tekanan darah pada penderita

Hipertensi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Hubungan tingkat stres dan pola diet terhadap pengendalian

tekanan darah pada penderita Hipertensi”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat stres dan pola diet terhadap

pengendalian tekanan darah pada penderita hipertensi

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan

pendidikan

b. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres pada penderita hipertensi

c. Untuk mengetahui gambaran pola diet pada penderita hipertensi

d. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan

pengendalian tekanan darah pada penderita hipertensi


e. Untuk mengetahui hubungan antara pola diet dengan pengendalian

tekanan darah pada penderita hipertensi

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat dijadikan

masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang

keperawatan dan dapat juga digunakan sebagia bahan referensi,

tambahan informasi, dan bahan perbandingan untuk penelitian

selanjutnya.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan dan pengendalian stres

terhadap pasien hipertensi.

3. Bagi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan bagi penulis dan sarana atau tambahan-tambahan sumber

pustaka bagi penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian yang

mengenai tentang hipertensi.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih, berdasarkan rata-rata

tiga kali pengukuran atau lebih yang diukur secara terpisah (NHLBI,

2004). Pengecualian mencakup pasien yang mendapatkan terapi

hipertensi dan pengukuran awal tekanan sistolik 210 mmHg atau lebih

dan/atau tekanan darah diastolik 120 mmHg atau lebih.

Tabel 2.1

Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa

Oleh Joint National Committee.

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi

Derajat 1 140 – 159 90 – 99

Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100


(Sumber : HNLBI, 2004)

Hipertensi adalah isu kesehatan masyarakat yang penting. Saat

hipertensi jarang menyebabkan gejala atau keterbatasan nyata pada


kesehatan fungsional pasien, hipertensi adalah faktor risiko utama pada

penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal jantung.

Hipertensi dan akibatnya tidak unik di Amerika Serikat. World Health

Organization mengidentifikasi tekanan darah di atas tingkat normal

(TD sistolik > 115 mmHg) sebagai penyebab 62% penyakit

serebrovaskular dan 49% penyakit jantung iskemik di seluruh dunia

(NHLBI, 2004).

2. Patofisiologi

Hipertensi primer diduga berkembang akibat interaksi kompleks di

antara faktor yang mengatur urah jantung dan resisten vaskular

sistemik. Interaksi ini dapat mencakup yang berikut :

a. Sistem saraf simpatis yang berlebihan dengan simulasi berlebihan

pada reseptor α-adrenergik dan β-adrenergik, menyebabkan

vasokonstriksi dan peningkatan curah jantung.

b. Perubahan fungsi sitem renin-angiotensin-aldosteron dan

reponsivitasnya terhadap faktor seperti asupan natrium dan

keseluruhan volume cairan. Sistem renin-angiotensin-aldosteron

memengaruhi tegangan vasomotor dan ekskresi air da garam.

Kadar angiotensin II yang tinggi dalam jangka panjang

menyebabkan remodeling arteriolar, yang secara permanen

meningkatkan SVR. Pada sekitar 20% orang penderita hipertensi

primer, kadar renin dibawah normal. Peningkatkan asupan natrium

meningkatkan tekanan darah pada pasien ini. Kadar renin plasma


rendah lebih sering dijumpai pada orang Afro Amerika daripada

orang Kulit Putih. Limabelas persen pasien hiperetensi lainnya

mempunyai kadar renin plasma lebih tinggi dari normal. Untuk

pasien ini, asupan garam tidak berdampak banyak pada tekanan

darah (Huether & McCance, 2008). Sebagai besar orang yang

menderita hipertensi mempunyai kadar aktivitas renin yang

normal.

c. Mediator kimiawi lain tegangan vasomotor dan volume darah

seperti (faktor) peptida natriuretik juga berperan dengan

memengaruhi tegangan vasomotor dan ekskresi natrium dan air.

Endotelium vaskular itu sendiri menghasilkan hormon (endotelin)

yang juga memengaruhi tegangan vasomotor. Endotelin-I adalah

suatu vasokonstriktor kuat (Huether & McCance, 2008).

d. Menurut Huether & McCance (2008) bahwa interaksi antara

resistensi insulin, hiperinsulinemia dan fungsi endotel dapat

menjadi penyebab primer hipertensi. Insulin yang berlebihan

mempunyai beberapa efek yang berpotensi menyebabkan

hipertensi :

1) Retensi natrium oleh ginjal

2) Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis

3) Hipertrofi otot polos vaskular

4) Perubahan transpor ion melintasi membran sel


Hasilnya adalah peningkatan menetap volume darah dan resistensi

perifer. Sistem kardiovaskular beradptasi dengan peningkatan volume

darah dengan meningkatkan curah jantung. Mekanisme otoregulasi

dalam arteri sistemik bereaksi terhadap peningkatan volume,

menimbulkan vasokontriksi. Peningkatan resistensi vaskular sistemik

menyebabkan hipertensi.

Tampaknya mustahil bahwa satu penyebab tunggal dan proses

patologik akan dijumpai menjadi penyebab hipertensi esensial. Bukti

yang ada makin banyak menunjukkan hipertensi sebagai kumpulan

mekanisme patofisiologi yang berbeda-beda yang menimbulkan

manifestasi umum berupa kenaikan tekanan darah.

3. Manifestasi

Tahap awal hipertensi primer biasanya adalah asimtomatik, hanya

ditandai dengan kenaikan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah pada

awalnya sementara tetapi akhirnya menjadi permanen. Ketika gejala

muncul, biasanya samar. Sakit kepala, biasanya di tengkuk dan leher,

dapat muncul saat terbangun, yang berkurang selama siang hari. Gejala

lain terjadi akibat kerusakan organ target dan dapat mencakup

nokturia, bingung, mual dan muntah, dan gangguan penglihatan.

Pemeriksaan retina mata dapat menunjukkan penyempitan arteriol,

hemoragi, eksudat, dan papiledema (pembengkakkan saraf optikus).


4. Komplikasi

Hipertensi menetap mempengaruhi sistem kardiovaskular, saraf, dan

ginjal. Laju arteroskleriosis meningkat meningkatkan resiko penyakit

jantung koroner dan stroke. Beban kerja ventrikel kiri meningkat,

menyebabkan hipertrofi ventrikel, yang kemudian meningkat resiko

penyakit jantung koroner distritmia, dan gagal jantung. Tekanan darah

diastolik faktor resiko kardiovaskular signifikan sampai usia 50 tahun;

tekanan sistolik kemudian menjadi faktor yang lebih penting yang

menyebabkan resiko kardiovaskular (NHBLI, 2004). Sebagai besar

kematian akibat hipertensi disebabkan oleh penyakit jantung koroner

dan infark miokardium akut atau gagal jantung.

Percepatan aterosklerosis yang terkait dengan hipertensi meningkatkan

risiko infark selebral (stroke). Peningkatan tekanan pembuluh serebral

dapat menyebabkan perkembangan mikroaneorisma dan peningkatan

risiko hemoragi serebral. Ensiofalopati hipertensi suatu sindrom yang

ditandai dengan tekanan darah yang sangat tinggi perubahan tingkat

kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, dan kejang

dapat berkembang etiologinya belum jelas.

Hipertensi juga dapat menyebabkan nefros sklerosis dan insufisiensi

ginjal. Protein uria dan hematuria mikrosopik berkembang, serta gagal

ginjal kronik. Orang Afro Amerika mengalami penyakit ginjal

hipertensi lebih sering dibanding orang kulit putih.


5. Insidensi dan Faktor Risiko

Hipertensi terutama menyerang dewasa tengah dan lansia. Lebih dari

50% orang berusia 60 sampai 74 tahun dan sekitar 75% mereka

berusia 75 tahun dan lebih menderita hipertensi (AHA, 2009).

Peningkatan tekanan darah sistolik terkait-usia adalah faktor utama

penyebab tingginya insidensi hipertensi pada lansia. Tidak seperti

tekanan darah diastolik, yang cenderung naik sampai sekitar usia 50

tahun, kemudian turun, tekanan darah sistolik terus naik seiring dengan

penuaan (NHLBI, 2004).

Prevalensi hipertensi lebih tinggi secara signifikan pada orang kulit

hitam dibanding kulit putih dan hispanik. Hampir 40% dewasa kulit

hitam menderita hipertensi, sementara penderita pada dewasa kulit

putih dan hispanik kurang dari 30%. Pada orang kulit putih dan

hispanik, lebih banyak pria daripada wanita adalah penderita

hipertensi; pada orang kulit hitam, lebih banyak wanita daripada pria

adalah penderita (NHLBI, 2004).

Kotak 2.1 Faktor Penyebab Hipertensi

Faktor yang Dapat Dimodifikasi

 Asupan natrium tinggi

 Asupan kalium, kalsium, dan magnesium rendah


 Kegemukan

 Konsumsi alkohol berlebihan

 Resistensi insulin

Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi

 Faktor genetik

 Riwayat keluarga

 Usia

 Ras

Sejumlah faktor risiko telah diidentifikasi menjadi penyebab hipertensi

primer. Genetika berperan penting, demikian juga faktor lingkungan.

a. Riwayat keluarga

Berbagai studi menunjukkan hubungan genetik hingga pada 40%

orang penderita hipertensi primer (Huether & McCance, 2008).

Gen yang terlibat dalam sistem renin, angiotensin, aldosteron, dan

gen lain yang mempengaruhi tegangan vaskular, transportasi garam

dan air pada ginjal, kegemukan, dan restensi insulin cenderung

terlibat dalam perkembangan hipertensi, meskipun belum ada

hubungan genetik konsisten yang dijumpai.

b. Usia

Insidensi hipertensi naik seiring peningkatan usia. Penuaan

memengaruhi baroresptor yang telibat dalam pengaturan tekanan

darah serta kelenturan arteri. Ketika arteri menjadi kurang lentur,


tekanan dalam pemulu meningkat. Ini seringkali tampak jelas

sebagai peningkatan bertahap tekanan sistolik seiring penuaan.

c. Ras

Hipertensi primer lebih sering dan lebih berat pada orang kulit

hitam dibanding orang berlatar belakang etnik lain. Selain itu juga

cenderng berkembang pada usia dini dan dikaitkan dengan lebih

banyak kerusakan kardiovaskular dan ginjal. Lebih banyak orang

Afro Amerika penderita hipertensi mempunyai kadar renin rendah

dan perubahan ekskresi natrium ginjal pada kadar tekanan darah

normal. Kecenderungan genetik untuk menghemat garam ini

mungkin telah berkembang sebagai adaptasi untuk bekerja di

lingkungan yang hangat, saat konservasi garam dan air

menguntngkan (Huether & McCance, 2008).

d. Asupan mineral

Asupan natrium tinggi sering kali dikaitkan dengan retensi cairan.

Hipertensi yang terkait dengan asupan natrium melibatkan

berbagai mekanisme fisiologi yang berbeda, termasuk sistem renin,

angiotensin, aldosteron, nitrit, oksida, katekolamin, endotelin, dan

peptida natriuretik atrium. Asupan kalium, kalsium, dan

magnesium yang rendah juga berperan pada hipertensi yang tidak

diketahui mekanismenya. Perbandingan asupan natrium dan

kalium tampak berperan penting, kemungkinan lewat efek

peningkatan asupan kalium terhadap ekskresi natrium. Kalium juga

meningkatkan vasodilatasi dengan menurunkan respon terhadap


katekolamin dan angiotensin II. Kalsium juga mempunyai efek

vasodilator. Walaupun magnesium telah terbukti menurunkan

tekanan darah, mekanisme kerjanya belum jelas (Huether &

McCance, 2008).

e. Kegemukan

Kegemukan sentral (deposit sel lemak di abdomen), ditentukan

oleh peningkatan perbandingan pinggang ke-panggul, mempunyai

korelasi lebih kuat dengan hipertensi dibanding indeks massa atau

ketebalan lipatan kulit. Walaupun terdapat korelasi jelas antara

kegemukan dan hipertensi, hubungan tersebut mungkin merupakan

salah satu penyebab umu: Faktor genetik tampak berperan penting

dalam trias umum kegemukan, hipertensi, dan risistensi insulin.

f. Resistensi insulin

Resistensi insulin dengan hiperinsulinemia akibatnya dikaitkan

dengan hipertensi lewat efeknya pada sistem saraf simpatis,otot

polos vaskular, pengaturan natrium dan air ginjal, dan perubahan

transpor ion melewati membran sel. Resistensi insulin dapat

bersifat genetik atau dapatan. Walaupun lebih umum dijumpai

pada individu yang kegemukan, resistensi insulin juga dijumpai

pada orang berbobot normal.

g. Konsumsi alkohol berlebih

Konsumsi teratur tiga kali alkohol atau lebih dalam sehari

meningkatkan resiko hipertensi. Penurunan atau penghentian

konsumsi alkohol menurunkan tekanan darah, khususnya


pengukuran sistolik. Faktor gaya hidup yang terkait dengan asupan

alkohol berlebihan (kegemukan dan kurang latihan fisik) juga

dapat menjadi penyebab hipertensi.

h. Stres

Sters fisik dan emosional menyebabkan kenaikan sementara

tekanan darah, tetapi peran stres pada hipertensi primer kurang

jelas. Tekanan darah normalnya berfluktuasi selama siang hari,

yang naik pada aktivitas, ketidaknyamanan, atau respons

emosional seperti marah. Stres yang sering atau terus-menerus

dapat menyebabkan hipertrofi otot polos vaskular atau

memengaruhi jalur integratif sentral otak.

6. Asuan Antardisiplin

Penatalakanaan hipertensi berfokus pada menurunkan tekanan darah

kurang dari 140 mmHg sistolik dan 90 mmHg diastolik. Tujuan akhir

penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan kesakitan dan kematian

akibat kardiovaskular dan ginjal. Risiko komplikasi kardiovaskular

(penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke) menurun saat

tekanan darah rata-rata kurang dari 140/90; saat pasien juga menderita

diabetes atau penyakit ginjal, tujuan penanganan adalah tekanan darah

kurang dari 130/80. Sekarang dikenal bahwa sebagian besar penderita

hipertensi akan mendapatkan kombinasi dua obat atau lebi bersamaan

dengan perubahan gaya hidup untuk mencapai tingkat tekanan darah

yang dianjurkan (NHLBI, 2004).


B. Pengendalian Hipertensi

Menurut Septianingsih (2018) menjalani pola hidup sehat telah banyak

terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Pola hidup sehat yang

dianjurkan untuk mencegah dan mengendalikan hipertensi adalah :

1. Makan gizi seimbang

Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi. Prinsip diet yang dianjurkan adalah gizi seimbang:

membatasi gula, membatasi konsumsi garam, makan cukup buah,

makan sayuran, makan kacang-kacangan, biji-bijian, makanan rendah

lemak jenuh, menggantinya dengan unggas dan ikan.

2. Mengatasi obesitas

Hubungan erat antra ebositas dengan hipertensi telah banyak

dilaporkan. Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga

mencapai IMT normal 18,5 – 22,9 kg/m², lingkar pinggang ≤ 90 cm

untuk laki-laki atau ≤ 80 cm untuk perempuan.

3. Melakukan olahraga secara teratur

Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit

(sejauh 3 kilometer) lima kali perminggu, dapat menurunkan TDS 4

mmHg dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi,

yoga dan hypnosis dapat mengontrol sistem syaraf sehingga dapat

menurunkan tekanan darah.

4. Berhenti merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok

menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam

paruparu dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak,

nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas

epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan

memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang

lebih tinggi. Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan

ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah

meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan

oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya. Tidak

ada cara yang benar-benar efektifuntuk memberhentikan kebiasaan

merokok. Berapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai

berikut :

a. Pantang alkohol harus dipertahankan (jangan mulai minum

alkohol)

b. Jangan menganjurkan untuk mulai mengkomsumsi alkohol demi

alasan kesehtan.

c. Batasi komsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit perhari

dan untuk perempuan 1 unit prhari, jangan lebih dari 5 hari minum

perminggu.

- Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur

(10% alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol. Dengan


mengadopsi gaya hidup sehat, diharapkan terjadi penurunan

tekanan darah.

5. Pengendalian stres

Stress dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan timbul kapan saja.

Untuk itu, penderita hipertensi harus dapat melakukan pengendalian

terhadap stress untuk menenangkan pikiran dan jiwa mereka.

Pengendalian stress dapa dilakukan dengan berbagai cara berikut :

a. Olahraga teratur dipercaya dapat memberikan kebahagiaan karena

hormone endofrin dikeluarkan oleh system saraf pusat katika

berolahraga. Hormone endofri disebut juga sebagai hormone

kebahagiaan karena memiliki efek mengurangi rasa sakit dan

memicu rasa senang.

b. Istirahat yang cukup dibutuhkan untuk mengembalikan kesegaran

tubuh setelah beraktifitas. Istirahat yang cukup dilakukan dengan

tidur sekitar 6-8 jam sehari.

c. Menjaga keseimbangan antara pekerjaan, kehidupan social, dan

kepentingan pribadi. Retinas harian kadang membuat sebagian

orang merasa jenuh dan stress. Untuk itu penting untuk menjaga

keseimbangan antara pekerjaan, kehidupan social dan kepentingan

pribadi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tetap menjaga

hubungan baik dengan keluarga, tetangga, teman, dan orang-orang

di sekitar.

d. Menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat memicu kekacauan emosi

dan stress.
e. Cobalah untuk tidak khawatir, panik maupun terganggu dalam

segala kondisi karena hal tersebut dapat memicu peningkatan

tekanan darah.

f. Belajar untuk menerima, bersyukur, dan berpikir postif akan segala

kondisi.

g. Menjaga diri agar tetap rileks dapat dilakukan dengan melakukan

mediasi, latihan pernapasan, yoga dan mendengarkan music. Selain

itu, bagi sebagian orang ibadah juga dapat dijadikan sebagai sarana

untuk menenangkan diri dan mendekatkan diri kepada tuhan.

6. Rutin periksa tekanan darah

Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan secara rutin bagi penderita

hipertensi atau orang dengan riwayat keluarga hipertensi untuk lebih

waspada. Pemeriksaan yang di anjurkan adalah pemeriksaan sebulan

sekali atau pemeriksaan sewaktu-waktu jika terjadi gejala seperti

pusing dan gejala lainnya. Hasil tes tersebut tentunya dapat menjadi

dasar dan panduan dalam mengatur pola makan dan gaya hidup.

C. Tingkat Stres

1. Pengertian Stres

Tak seseorang pun dapat menghindari stres karena untuk

menghilangkannya berarti akan menghancurkan hidupnya sendiri

(Selye, 1978). Stres merupakan interaksi antara individu dengan

lingkungan. Interaksi antara individu dengan lingkungannya yang


saling memengaruhi itu dinamakan dengan interaksi transaksional

yang di dalamnya terdapat proses penyesuaian.

Stres bukan hanya stimulus atau respons, tetapi juga agen aktif yang

dapat memengaruhi stresor melalui strategi perilaku, kognitif, dan

emosional. Individu akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap

stresor yang sama. Pendekatan medikospikologis, stres adalah

paradigma dasar dari psikoneuroimunologi, jenis stresor ini

menyebabkan gangguan nonspesifik dalam sistem biologis (sebagai

contoh sistem imun dalam psikoneuroimunologi). Definisi tentang

stres yang sangat beragam menunjukkan bahwa stres bukanlah suatu

hal yang sederhana. Salah satu definisi stres adalah gangguan pada

tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan

kehidupan (Vincent Cornelli, dalam Mustamir Pedak, 2007).

Kesimpulan para ahli tentang stres yaitu, stres bisa terjadi karena

manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya

dengan mengendalikan segala kemampuan dan potensinya. Grant

Brecht memandang stres dapat timbul oleh banyak hal, misalnya

berbagai persoalan hidup yang dihadapi oleh individu dalam

kehidupan pribadinya. Konsep modern stres menganggap manusia

yang hidup di dunia ini, memiliki banyak masalah atau ancaman dan

tantangan. Kebutuhan hidup selalu beruba-ubah, memerlukan

penyesuaian psikologis, perilaku, dan fisiologis dan konstan. Oleh


karena itu, stres juga didefinisikan sebagai proses, ketika stresor

mengancam keselamatan dan kesejahteraan individu atau organisme

(Laura Cousino Klein & Elizabeth J. Corwin dalam Laura Cousino

Klein & Elizabeth J. Corwin, 2009).

Putra dalam Nursalam & Ninuk Dian Kurniawati mengemukakan,

stres merupakan respons terhadap stresor dan istilah ini berkembang

sejalan dengan perkembangan psikologi (Putra dalam Nursalam &

Ninuk Dian Kurniawati, 2007). Eric Lindermann & Gerald Caplan

dalam Weitin (2004) memberi batasan stres adalah keadaan psikologis

yang melibatkan kognisi dan emosi. Pada perkembangan selanjutnya,

muncul konsep stres dari Dhabhar-Mc Ewen (2001) bahwa stresor

akan direspons oleh otak berupa persepsi stres (stres perception),

kemudian direspons oleh sistem lain termasuk sistem imun, sehingga

timbul respons stres (stres response) berupa modulasi imunitas.

Menurut Charles D. Spielberger, menyebutkan stres adalah tuntutan-

tuntutan eksternal yang mengenal seseorang, misalnya objek dalam

lingkungan atau sesuatu stimulus yang secara objektif adalah

berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan,

gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri

seseorang.

Dari sekian batasan yang paling mendekati adalah batasan yang

dikemukakan oleh Cofer & Appley (1964) yang menyatakan bahwa


stres adalah kondisi organik seseorang pada saat ia menyadari bahwa

keberadaan atau integritas diri dalam kedaan bahaya, dan ia harus

meningkatkan seluruh energi untuk melindungi diri. Sedangkan

Cranwell-Ward (1987) menyebutkan stres sebagai reaksi-reaksi

fisiologik dan psikologik yang terjadi jika orang mempersepsi suatu

ketidakseimbangan antara tingkat tuntutan yang dibebankan kepadanya

dan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan itu.

Stres adalah reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau

tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif,

bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum

tentu sama tanggapannya bagi orang lain (Anggota IKAPI, 2007).

Stres adalah segala sesuatu di mana tuntutan non-spesifik mengaruskan

seseorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan (Potter

dan Perry, 2005). Menurut Hawari (2008) bahwa Hans Selye

menyatakan stres adalah respons tubuh yang sifatnya non-spesifik

terhadap setiap tuntutan beban atasnya.

2. Gejala Stres

Berikut gejala stresm menurut beberapa tokoh penting.

Tokoh Aspek Keterangan

Cary cooper & Napas memburu, mulut dan


Alison Straw Fisik tenggorokan kering, tangan
lembab, panas, otot tegang,
percernaan terganggu, sembelit,
letih tak beralasan, gelisah.

Bingung, cemas, sedih, jengkel,


Perilaku salah paham, gagal, tidak
menarik, tidak bersemangat,
susah konsentrasi.

Watak & Berlebihan berhati-hati, panik,


Kepribadian pemarah, kurang PD.

Bram Insomnia, sakit kepala, sulit


Fisik BAB, gangguan pencernaan,
radang usus, gatal-gatal.

Pemarah, mudah tersinggung,


Emosional sensitif, gelisah, pencemas,
sedih, cengeng dan mood
berubah-ubah.

Intelektual Pelupa, kacau pikirannya, daya


ingat menurun, melamun.

Acuh tak acuh, kurang percaya


Interpersonal pada orang lain, mengingkari
janji, suka mencari orang lain,
introvent, mudah menyalahkan
orang lain.

Namun stres tidak selamanya bermakna negatif. Stres dapat

dimanfaatkan untuk semakin memotivasi diri untuk berbuat sesuatu

yang bermanfaat. Stres seperti ini disebut dengan eustres. Eustres


semacam reaksi individual tehadap situasi tertentu, yang Anda yakini

dapat dikendalikan dan merangsang tindakan dan antusiasme terhadap

tantangan-tantangan yang baru, prestasi dan kondisi kesehatan yang

baik.

Sebagian besar para ahli menggunakan definisi stres yang diusulkan

oleh Hans Selye. Definisinya dianggap paling baik hingga sekarang.

Dalam bukunya The Stress of Life Hans Selye, mendefinisikan stres

sebagai respons yang tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang

diterimanya, suatu fenomena universal dalam kehidupan sehari-hari

dan tidak dapat dihindari, dan setiap orang mengalaminya (Hans Selye,

dalam Mustamir Pedak, 2007).

Terdapat dua komponen stres yaitu tuntutan yang bersifat eksternal

dan respons atau tanggapan yang bersifat internal. Stres memberi

dampak pada individu yaitu pada fisik, psikologis, intelektual, spiritual

dan sosial, serta juga dapat mengancam keseimangan fisiologis.

Stres emosi dapat memberikan dampak negatif dan destruktif terhadap

diri individu dan orang lain. Stres Intelektual akan menganggu persepsi

dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masala, dan stres

sosial akan mengganggu hubungan individu dengan lingkungannya.


Sebagaimana kecemasan menstimulasi kita untuk memahami jati diri

kita, maka kurang lebih stres pun demikian. Dalam batas-batas

tertentu, stres dapat membantu kita meningkatkan kedewasaan

sebagaimana api diperlukan untuk memasak makanan. Namun, apabila

stres itu berjalan lama karena proses koping (mekanisme untuk

mengatasi perubahan yang terjadi) yang gagal, tidak hanya akan

mengganggu jiwa tetapi kesehatan fisik. Disebabkan karena keluasan

makna dan kegunaan praktisnya, maka pengerian gejala dan realitas

stres digunakan dalam bidang yang sangat luas yakni biologi,

kedokteran, psikologi dan bahkan sosial. Stres dikonseptualisasikan

dari berbagai titik pandang.

a. Pertama, kejadian atau lingkungan yang menimbulkan perasaan

tegang (stresor) seperti adanya bencana alam, dipecat, kalah dalam

permainan, dan lain-lain. Di sini stres dipandang sebagai stimulus

(pemberi rangsangan). Stresor (sebagai stimulus stres) adalah

variabel yang dapat didefinisikan sebagai penyebab timbulnya

stres. Stresor ini dapat sendiri-sendiri atau bersamaan dan sering

kali stresor saling memperberat antara yang satu dengan yang lain

atau bahkan sebaliknya, tergantung pada indvidu yang menerima

stresor tersebut. Terjadinya stres akibatstresor tersebut

dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman, sehingga

mengakibatkan kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal

dari gangguan kesehatan fisik, psikologis, bahkan spiritual.


b. Kedua, mengatakan stres adalah respons. Seorang ahli yang

menganggap stres adalah sebagai respons yaitu Ostell. Ia

mendefinisikan stres adalah keadaan yang timbul saat individu

berhubungan dengan situasi tertentu (Ostell, dalam Mustamir

Pedak, 2007). Transaksi antara individu dengan lingkungan ini

sebenarnya tidak mengganggu, hanya cara individu menilai dan

bereaksilah yang mengganggu. Menurut Ostell, stres tidak akan

menyebabkan gangguan apabila faktor psikologis diminimalkan.

Bila dihadapkan pada situasi tertentu, setiap individu akan

merespons dengan cara yang berbeda-beda. Faktor latar belakang

budaya, pendidikan, kesehatan, ketakwaan, dan lainnya,

memberikan peranan penting dalam membantu individu

menghadapi situasi yang dihadapinya dan menentukan respons

yang akan diberikannya. Stres distimulasi karena ada yang hilang

dari diri kita atau kita tidak dapat mencapai suatu hal. Apabila kita

gagal menilai suatu kejadian dengan positif, maka kita akan

menghadapi stres yang mengganggu. Sebaliknya, jika kita

memaknai sesuatu kejadian dengan positif, maka kita tidak akan

menghadapi stres yang mengganggu.

Jadi, masalah sebenarnya bukanlah apa yang terjadi, tetapi bagaimana

kondisi kita serta bagaimana kita melihat kejadian itu. Respons

mempunyai beberapa komponen yaitu komponen psikologis seperti

perilaku, pola pikir, emosi, dan komponen fisiologis seperti jantung

berdebar, mulut kering, berkeringat, mulas dan berkeringat. Respons


ini juga disebut sebagai strant atau ketegangan. Stres bersifat

universality, yang berarti setiap orang dapat mengalaminya, hanya saja

cara mengungkapkannya saja yang berbeda atau diversity. Respons

yang berbeda tersebut dikarenakan mekanisme koping yang digunakan

oleh individu. Stres Psikologis adalah suatu istilah yang memiliki

sangkut paut dengan stres.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, Putra (2004) merumuskan istilah

stresor psikologis sebagai berikut :

a. Pada penelitian Ader tahun 1964, terbukti telah terjadi proses

pembelajaran pada binatang uji coba yang menghasilkan kognisi,

bahwa sakarin menimbulkan rasa mual atau sesuatu yang iak

nyaman. Hal ini ditunjukkan oleh binatang uji coba yang enggan

untuk meminum sakarin. Perilaku ini sesuai konsep Skinner (1953)

behaviorisme, yang mengemukakan bahwa individu tidak akan

mengulangi aktivitas yang merugikan.

b. Konsep stresor menurut Dhabhar dan Mc Ewen (2001), yang

menyebutkan bahwa stimulus (stresor) akan menimbulkan persepsi

stres dan selanjutnya terjadi respons stres. Konsep ini menyatakan

bahwa stimulus akan menimbulkan proses pembelajaran di otak,

sehingga menghasilkan kognisi yang mampu memodulasi

imunitas.

c. Pencermatan stresor yang digunakan pada penelitian

psikoneuroimunologi, antara lain stresor psikososial, seperti


perpisahan dalam pernikahan dan perbedaan rumah; serta stimulus

fisik, seperti renjatan listrik, rotasi kerja, dan suara bising (Sigel,

1994). Stresor lain dapat berupa stres karena bencana alam,

pekerjaan, pelajaran, beradaptasi dalam lingkungan baru, ujian,

pembedahan/operasi, dan lain-lain. (Mc Cance, 1996; Sigel, 1994;

Biondi, 2001).

Putra (2004), mengajukan batasan stresor psikologis sebagai semua

stimulus yang menghasilkan persepsi stres atau kognisi yang dapat

menimbulkan respons stres, berupa modulasi imunitas pada individu.

Modulitas imunitas adalah perubahan imunitas, baik imunitas alami

maupun adaptif, yang meningkat ataupun menurun. Konsep stresor

psikologis itu juga sesuai dengan batasan psikologi menurut Weiten

(2004). Menurut Putra (2004), semua stimulus yang mampu

membangun proses pembelajran, dapat menghasilkan persepsi stres

atau kognisi yang dapat memodulasi imunitas. Stresor merupakan

sumber stres yang tidak selalu menimbulkan Distres (stres berat),

namun dapat membantu menimbulkan keseimbangan baru (euster).

Konsep stresos dari Dhabhar dan Mc Ewen (2001), yang

mengemukakan bahwa stimulus stresor akan menimbulkan persepsi

stres (kognisi) dan selanjutnya akan menyebabkan respons stres

(biologis). Konsep ini menyatakan bahwa stimulus akan menimbulkan

proses pembelajaran di otak yang menghasilkan kognisi, berupa


respons spiritual, sosial, dan penerimaan diri yang mampu memodulasi

respons imunitas.

Hawari (2001), menyatakan bahwa stres dapat dirasakan dari

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, seperti hal-al

berikut: gangguan penglihatan, pendengaran berdenging, daya ingat

menurun, wajah tampak tegang, dahi berkerut, mimik wajah nampak

serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum, kulit muka

kedutan, mulut dan bibir terasa kering. Tenggorokan terasa tercekik,

tubuh terasa panas atau dingin, keringat berlebihan, napas terasa berat

dan sesak, jantung berdebar-debar, lambung terasa kembung, mual dan

pedih, perut mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare,

buang air kecil sering, otot terasa sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan

tegang, kadar gla meninggi, libido bisa menurun atau sebaliknya

meningkat.

3. Jenis Stres

Ada dua tipe stres yaitu :

a. Stres akut

Stres ini dikenal juga dengan fight or flight response. Stres akut

adalah respons tubuh Anda terhadap ancaman tertentu, tantangan

atau kelakuan. Respons stres akut yang segera dan intensif di

beberapa keadaan, dapat menimbulkan gemetaran.

b. Stres kronis
Stres akut kecil dapat memberikan keuntungan, di mana dapat

membantu Anda untuk melakukan sesuatu, memotivasi dan

memberi semangat. Namun masalah terjadi ketika stres akut

menimbun, hal ini akan mendorong terjadinya masalah kesehatan

seperti sakit kepala dan insomnia. Stres kronis lebih sulit

dipisahkan atau diatasi daripada stres akut, tapi efeknya lebih

panjang dan lebih problematik.

4. Fungsi Stres

Stres sendiri memiliki fungsi bagi individu yaitu bagi spiritualitas, jiwa

dan tubuh.

a. Fungsi stres bagi spiritualitas, dikemukakan oleh seorang ahli yang

bernama Annie Besant mengatakan, “kesukaran ada, supaya dalam

mengatasi kita menjadi gagah, hanya dengan menderita saja

manusia dapat menyelamatkan diri dan orang lain” (Annie Besant,

dalam Mustamir Pedak, 2007). Singkatnya stresor-stresor

tersebutlah yang akan membawa manusia menuju tujuan hidupnya

yang hakiki. Begitulah stresor kegagalan, kesusahan yang

menyedihkan hati selalu ada untuk mendidik manusia menjadi

lebih baik.

b. Fungsi stres bagi jiwa, yaitu stres merupakan alat utama untuk

memperkuat jiwa kita, tanpa stres, kita tidak akan dapat

mematangkan jiwa kita. Hanya dengan streslah manusia dipaksa

untuk memperkuat jiwanya, melembutkan emosinya dan


mempertajam pikirannya. Stres di sini memberikan pengalaman

yang menyakitkan dan tidak menyenangkan, sehingga manusia

menyadari dan mengetahui tingkat kemampuan yang dimilikinya,

yang nantinya akan bermanfaat ketika ia menghadapi suatu

masalah. Untuk lebih mengerti maksud dari kalimat tersebut,

seorang ahli dalam bukunya yang fenomenal Twelve Against The

Gods mengatakan bahwa, “Yang paling penting dalam kehidupan

ini bukanlah menikmati keuntungan yang kita peroleh, sebab orang

bodoh pun bisa melakukannya. Yang benar-benar paling penting

dalam menjalani hidup adalah bagaimana mengambil keuntungan

dari kerugian yang kita alami. Untuk itu memerlukan kecerdasan.

Dan itulah yang membedakan orang cerdas dengan orang dungu.”

(William Balitho, dalam Mustamir Pedak, 2007).

c. Fungsi stres bagi tubuh, secara garis besar adalah untuk

meningkatkan kewaspadaan dan melindungi tubuh dari bahaya

yang mengancam. Stres adalah semacam alarm pengingat tentang

ancaman yang mengacam fungsi-fungsi tubuh kita. Ketika manusia

mengalami stres, tubuh melakukan sejumlah reaksi yang dalam

batas tertentu dapat berakibat baik, tetapi jika berlebihan akan

menimbulkan dampak yang buruk. Sakit-sakit yang kita alami

bermanfaat bagi tubuh untuk menciptakan kekebalan, jika suatu

saat menghadapi sakit serupa.

5. Dampak Stres
Pada dosis yang kecil, stres dapat memberikan dampak yang positif

pada diri individu. Ini dapat memotivasi dan memberikan semnagat

untuk menghadapi tantangan. Pada stres dengan level yang tinggi

dapat menyebabkan depresi, penyakit cardiovaskuler, penurunan

respons imun dan kanker. Adapun dampak lain yang dipengaruhi oleh

stres adalah sebagai berikut :

a. Dampak bagi spiritualitas, adalah dapat menghilangkan keyakinan

dan keimanan yang terdapat di dalam diri kita. Stres yang tidak

terkontrol akan mengganggu spiritualitas berupa kemarahan

kepada Tuhan yang berujung pada sifat-sifat negatif yang muncul

pada individu. Dalam hal ini stres sangat berbahaya karena dapat

menurunkan derajat keimanan manusia, sehingga akan

menurunkan derajat manusia itu sendiri dengan makhluk yang

lainnya.

b. Dampak bagi tubuh, yaitu orang-orang yang mudah terserang stres

sangat mudah terserang berbagai macam penyakit fisik. Stres yang

tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak seperti

terganggunya sistem hormonal, kerusakan vitamin dan mineral

serta melemahnya sistem kekebalan tubuh. Keadaan stres akan

merangsang pengeluaran hormon adrenalin secara berlebihan,

sehingga jantung akan berdebar lebih cepat dan keras.

c. Efek bagi imunitas, yakni stresor dapat menjadi stimulus yang

menyebabkan aktivasi, resisten dan ekshausi. Sinyal stres

dirambatkan mulai dari sel otak (hipotalamus dan pituatari), sel di


adreal (koreks atau medula) yang akhirnya disampaikan ke sel

imun. Tingkat stres yang terjadi pada jenis dan subset sel imun,

akan menentukan kualitas modulasi imunitas, baik alami maupun

adaptif. Efek stresor pada tingkat ekshausi dapat menurunkan

imunitas, baik alami maupun adaptif. Efek stresor ini sangat

ditentukan oleh proses pembelajaran individu terhadap stresor yang

diterima dan menghasilkan persepsi stres. Kualitas persepsi stres

ini akan diketahui pada respons stres (Dhabhar dan Mc Ewen,

2001).

Adapun dampak stres yang berkepanjangan ialah, dapat menimbulkan

gangguan pada tubuh manusia seperti.

a. Penyakit Jantung/Penyakit Arteri Koroner: frekuensi jantung tidak

teratur dan palpitasi, angina pektoris, infrakmiokardium,

peningkatan blood maker penyakit arteri koroner.

b. Gangguan Vaskular atau Sentral: hipertensi, stroke.

c. Gangguan Pernapasan: asma, hiperventilasi.

d. Gangguan Gastrointestinal: anoreksia atau obesitas, konstipasi atau

diare, tukak lambung, penyakit inflamasi usus.

e. Gangguan Muskuloskeletal: sakit kepala, nyeri punggung,

penurunan pertumbuhan/gagal tubuh.

f. Gangguan Kulit: psoriasis, jerawat.

g. Gangguan Sistem Imun: infeksi yang sering, disfungsi tiroid,

eksaserbasi penyakit otoimun, kanker.


h. Gangguan Reproduksi: amenore, impotensi, sterilitas, keguguran.

i. Gangguan Perilaku: makan tidak teratur, penggunaan obat, agresi,

tidak dapat tidur.

j. Gangguan Psikologis: keletihan, ansietas, depresi, kesulitan

berkonsentrasi/masala memori.

Pada stres kronis, individu sering tampak bingung dan distres, tidak

dapat tidur, dan memperlihatkan kesulitan dalam mengatasi kebutuhan

stresor yang intens. Hubungan keluarga dan profesional dapat

terpengaruh. Selye (1983), mengatakan bahwa stresor dapat

menyebabkan munculnya sindrom adaptasi umum melalui beberapa

tahap berikut (Selye, dalam Nursalam & Ninuk Dian Kurniawati,

2007) :

a. Tahap peringatan (Alarm Stage), tahap ini merupakan tahap awal

reaksi tubuh dalam menghadapi berbagai stresor. Reaksi ini mirip

dengan fight or flight response (menghadapi atau lari dari stres),

tubuh tidak dapat bertahan lama pada tahapan ini.

b. Tahap adaptasi atau Eustres (Adaptation Stage), tahap ini adalah di

mana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha

mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan beradaptasi

mengakibatkan tubuh menjadi lebih rentan terhadap penyakit

(disebut penyakit adaptasi).

c. Tahap kelelahan atau distres (Exhaustion Stage), tahap ini

merupakan tahap di mana adaptasi tidak bisa dipertahankan karena


stres yang berulang atau berkepanjangan, sehingga berdampak

pada seluruh tubuh.

Tanda Distres umumnya mengalami irratabilitas, depresi yang diikuti

dengan sifat agresif atau malas, detak jantung meningkat, sebuah tanda

kelebihan produksi adrenalin, sering dialami ketika stress. Mulut yang

kering, sifat yang impulsif, emosi yang tidak stabil, tidak dapat

berkonsentrasi, lari dari kenyataan dan umumnya tidak dapat

berorientasi, cenderung mengalami kecelakaan, ketika mengalami stres

berat (eustres atau distres) sering kali menyebabkan terjadinya

kecelakaan, cenderung terlihat kelelahan, penurunan keinginan untuk

sex menurun atau mengalami impotensi. Tidak adanya ketertarikan,

perasaan takut tapi tidak diketahui dengan jelas kenapa kita takut.

6. Sumber Stres

Sumber stres terdiri dari tiga (3) aspek yaitu :

a. Diri sendiri

Sumber stres dalam diri sendiri, pada umumnya dikarenakan

konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda.

Mengingat bahwa manusia adalah makhluk rohani, dan makhluk

jasmani, maka stresor dapat dibagi menjadi tiga yaitu: Stresor

Rohani (Spiritual), Stresor Mental (Psikologi), dan Stresor Jasmani

(Fisikal).

b. Keluarga
Sementara itu stres yang bersumber dari masalah keluarga, dapat

terjadi karena adanya perselisihan masalah keluarga, masalah

keuangan, stres adanya tujuan yang berbeda di antara anggota

keluarga.

c. Masyarakat dan lingkungan

Pada sisi lain, masyarakat dan lingkungan juga menjadi salah satu

sumber stres. Kurangnya hubungan interpersonal, serta kurang

adanya pengakuan di masyarakat, merupakan penyebab stres dari

lingkungan dan masyarakat (Hidayat, 2008).

7. Manajemen Stres

Hal termudah untuk dapat memanajemen stres adalah dengan cara

berpikir positif. Cara yang sangat mudah ini ternyata sudah lama

ditemukan. Sumber lain memberikan cara yang berbeda dalam

mengatasi atau mengurangi dampak stres, dan cara itu adalah sebagai

berikut.

a. Apabila stresor memiliki komponen psikologi, individu didorong

untuk membicarakan tentang kekhawatirannya dengan keluarga,

teman, atau ahli terapi. Penelitian menunjukkan bahwa, memiliki

walau hanya satu orang untuk bergantug dan berbicara dapat

mengurangi efek stres akut atau stres yang berkepanjangan pada

kesehatan.

b. Apabila stresornya adalah fisik, intervensi untuk mengurangi nyeri

dan mencegah infeksi sangat penting. Nyeri dan infeksi (gangguan


pada fisik) adalah stresor itu sendiri, tanpa penghentian atau

peredaan nyeri dan infeksi itu dapat memperburuk efek stimulus

awal. Untuk stresor fisik atau fisiologis, teknik relaksasi,

biofeedback, dan terapi visualisasi, dapat membantu individu

mengurangi dampak stresor yang dialami. Olah raga teratur,

diketahui meningkatkan pelepasan endorfin yang dapat

mengurangi dampak stresor.

c. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menilai stresor

mana yang potensial dalam hidup. Dalam hal ini adalah kebutuhan

yang paling prioritas. Bagi stresor potensial yang tidak dapat

disingkirkan. Anda dapat menggunakan berbagai teknik efektif

untuk berurusan dengan stresor tersebut. Anda akan mendapatkan

keuntungan paling banyak dengan melatih keterampilan-

keterampilan setiap hari. Pertama-tama, Anda harus mengikuti

petunjuk untuk latihan-latihan relaksasi, bernapas, dan visualisasi

secara ketat. Setelah beberapa minggu, Anda akan semakin rileks

menjawab stres dengan percaya diri dan ketenangan yang lebih

besar. Anda juga akan mampu mengubah pandangan Anda tentang

dunia sebagai hasil menangani stres.

d. Relaksasi progresif merupakan suatu teknik yang berfokus pada

relaksasi otot, yang dikembangkan semula oleh Dr. Edmund

Jacobson. Teknik itu menyediakan cara yang terbukti sistematis

bagi Anda untuk mengontrol ketegangan otot. Relaksasi progresif

dapat dilakukan dengan cara telentang di tempat tidur atau


bersandar pada kursi yang nyaman, tipe kursi yang dapat

menyangga kepala Anda, dan lain-lain.

e. Meneliti adalah suatu teknik yang cukup sederhana untuk

memeriksa daerah-daerah tubuh yang diganggu oleh ketegangan

otot. Langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai

berikut.

1) Tarik napas selagi Anda meneliti suatu daerah tubuh yang

mengalami ketegangan.

2) Ketika Anda mengembuskan napas, buat daerah itu menjadi

rileks.

3) Lanjutkan untuk meneliti masing-masing area tubuh Anda

bergantian, buat masing-masing bergantian menjadi santai saat

Anda menghembuskan napas.

4) Dengan meneliti secara teratur, Anda akan mendapat

membebaskan diri Anda dari stres yang menimpa Anda.

f. Sikap yang positif gaya hidup sehat yang termasuk di dalamnya

tidur yang cukup, diet yang cukup, buah-buahan dan sayur-

sayuran.

g. Tingkatkan manajemen waktu. Bekerja melebihi waktu adalah suat

hal yang dapat menyebabkan timbulnya stres. Anda tidaka akan

mampu mengerjakan pekerjaan yang begitu banyak, namun Anda

dapat memanajemen waktu agar lebih efesien dalam mengerjakan

tugas dan Anda dapat semakin rileks dalam mengerjakannya.


h. Set realistic goals. Tentukan harapan yang ingin Anda capai dan

tentukan batas waktu untuk mengerjakannya, lalu buat review

kemajuan yng telah dicapai.

i. Make a priority list. Siapkan daftar kegiatan dan urutkan

berdasarkan prioritas. Setiap hari lihat jadwal Anda dan kerjakan

berdasarkan prioritas yang telah ditentukan.

j. Protect your time. Jika ada pekerjaan yang khusus atau susah,

tentukan waktu yang mana Anda dapat mengerjakan pekerjaan

tersebut tanpa gangguan.

k. Tetaplah perspektif. Ketika pekerjaan Anda membuat Anda merasa

stres, ini akan membuat Anda merasa menghabiskan waktu.

Cobalah untuk tetap perspektif.

D. Pola Diet

1. Pentingnya Diet Hipertensi

Beberapa orang mengartikan bahwa diet mengurangi makan atau

minum agar berat badan cepat turun atau langsing. Kalau sudah

demikian timbullah apa yang disebut diet ketat. Justru, diet seperti ini

sebaiknya dihindarkan, terutama bagi penderita hipertensi. Diet ketat

atau tanpa memperhatikan hal-hal seperti yang telah disebutkan

sebelumnya dan berlangsung lama, dikhawatirkan malah mengundang

berbagai penyakit yang tidak diharapkan. Dalam diet yang perlu

diketahui oleh penderita hipertensi adalah asupan zat-zat pemicu

naiknya tekanan darah, seperti garam.


Menjaga kesehatan merupakan hal yang harus selalu diperhatikan bagi

penderita hipertensi. Dalam hal ini, penderita hipertensi dapat

menjalankan diet. Diet berarti program penurunan berat badan.

Keberhasilan diet seseorang harus tetap memperhatikan faktor

keamanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan seseorang ketika menjalani

diet di antaranya berikut.

a. Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian seperti

vitamin, mineral, dan protein. Diet untuk menurunkan berat badan

berupa diet rendah kalori.

b. Diet diarahkan kepada penurunan berat badan secara perlahan dan

stabil.

c. Sebelum memulai menjalankan diet harus melakukan pemeriksaan

kesehatan secara menyeluruh.

d. Diet harus meliputi pemeliharaan berat badan setelah penurunan

berat badan tercapai.

2. Prinsip Diet Hipertensi

Pada dasarnya, setiap orang harus membiasakan mengonsumsi

beragam makanan sehingga gizinya seimbang, termasuk penderita

hipertensi. Selanjutnya, penderita hipertensi dalam menjalankan diet

harus berpegang pada prinsip-prinsip berikut.

a. Diet rendah garam


Kebiasaan dengan memakan kadar garam yang cukup berasa di

lidah tidak selalu memberi kenikmatan dan membawa kesehatan

terutama bagi penderita hipertensi. Penderita hipertensi justru

dianjurkan untuk mengurangi kadar garam. Pengurangan kadar

garam yang dimaksud lebih ditujukan untuk pembatasan jumlah

garam (natrium klorida), penyebab masakan (MSG) dan sodium

karbonat. Memang, dengan berkurangnya kadar garam berarti

asupan kalsium, magnesium, dan kalium juga berkurang. Namun,

dengan puasa garam untuk kasus tertentu dapat menurunkan

tekanan darah secara nyata.

Anjuran mengonsumsi garam dapur yang mengandung iodium

yaitu sebanyak 6 gram per hari atau setara dengan satu sendok teh.

Kenyataannya, konsumsi garam dapur berlebih. Ini dikarenakan

kebiasaan atau budaya masak-masak masyarakat pada umumnya

dan seseorang pada khususnya menyukai rasa asin. Indra perasa

mereka sejak kecil sudah dibiasakan menerima makanan yang

rasanya mengandung asin cukup tinggi. Dengan demikian, mereka

sulit menerima makanan yang rasanya agak tawar. Parahnya, untuk

mengontrol konsumsi garam ini cukup sulit, terutama agi mereka

yang terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah, seperti warung

dan restoran.
Bagi penderita hipertensi, kadar garam perlu dijaga. Salah satu cara

yaitu mengurangi kadar garam dalam masakan. Tentu saja hal ini

akan terasa tawar bagi orang biasa. Akan tetapi, bagi penderita

hipertensi justru menjadi suatu keharusan. Artinya, penderita

hipertensi sudah seharusnya menyadari dan mengubah pola makan

demikian. Namun, jangan khawatir, meskipun masakan dengan

sedikit garam masih dapat diolah menjadi hidangan yang nikmat.

Caranya, menyiasatinya dengan bumbu dan rempah-rempah.

Sebenarnya, untuk menjalani diet ini sangat mudah yaitu :

1) Penggunaan garam disesuaikan dengan penyakit yang diderita,

2) Membatasi konsumsi kalori, protein, dan mineral,

3) Menyesuaikan garam natrium yang dibutuhkan oleh tubuh.

Untuk memudahkan menjalankan diet ini, seseorang dapat

melakukan hal-hal berikut.

1) Tidak meletakkan atau menyediakan garam di atas meja

makan.

2) Memilih sayuran dan buah-buahan seger yang segar.

3) Menghindari makanan kaleng, sosis, fast food, dan aneka

makanan ringan (ikan asin, keripik, kacang asin).

4) Tidak mengonsumsi makanan yang mengandung sodium.

5) Mengurangi atau tidak sama sekali menambahkan saus tomat,

terasi petis, MSG, tauco pada makanan.


b. Memperbanyak serat

Prinsip lain menjalankan diet hipertensi yaitu memperbanyak serat.

Mengonsumsi bahan makanan yang mengandung serat lebih

banyak dapat membantu memperlancar buang air besar dan

menahan sebagaian asupan natrium.

Bahan makanan tersebut di antaranya terdapat di dalam sayur-

sayuran, buah-buahan, dan daging. Serat juga dapat diperoleh dari

semangkuk sereal. Penderita hipertensi sebaiknya berusaha

menghindari atau mengurangi makanan kaleng maupun makanan

siap saji (fast food). Hal ini dikhawatirkan di dalam makanan

tersebut banyak mengandung pengawet dan kurang serat sehingga

merugikan bagi kesehatan.

Ada hasil penelitian, dengan mengonsumsi 7 (tujuh) gram serat per

hari dapat membantu menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak

5 (lima) poin.

c. Menghentikan kebiasaan kurang baik

Diet hipertensi dapat menghentikan beberapa kebiasaan buruk, di

antaranya merokok, sering minum kopi, dan minum-minuman

alkohol. Setidaknya, dengan berhentinya kebiasaan-kebiasaan

kurang baik tersebut akan mengurangi beban jantung sehingga

jantung dapat bekerja dengan lebih baik.


Misalnya, kebiasaan seseorang sering minum kopi dapat memacu

detak jantung. Dengan mengurangi atau meng-hentikan kebiasaan

ini berarti beban jantung untuk bekerja lebih keras juga akan

berkurang.

d. Memperbanyak asupan kalium

Diet hipertensi yang bertujuan untuk memperbanyak asupan

kalium dapat diperoleh dengan mengonsumsi beberapa asupan

makanan sehari-hari, di antaranya, pisang, sari jeruk, jagung, kobis,

dan brokoli.

Penelitian menunjukkan bahwa dengan mengonsumsi kalium

sebanyak 3.500 mg dapat membantu mengatasi kelebihan natrium.

Jika demikian keadaannya, volume darah yang ideal dapat dicapai

kembali tekanan yang normal. Kalium juga berfungsi dalam

mengusir natrium dan senyawa sehingga lebih mudah dikeluarkan.

Untuk memenuhi asupan kalium, orang dapat makan atau minum

dengan suplemen kalium. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam

mengonsumsi suplemen kalium yaitu jangan sampai terlalu

berlebihan. Kelebihan kalium dapat mengganggu ginjal. Jadi,

sebaiknya konsultasikan dahulu dengan dokter sebelum

mengonsumsi suplemen kalium.


e. Memenuhi kebutuhan magnesium

Asupan magnesium mempunyai hubungan dengan hipertensi.

Kebutuhan magnesium menurut kecukupan gizi yang dianjurkan

adalah sebanyak 350 mg. Asupan magnesium dapat berkurang jika

konsumsi makanan olahan semakin banyak. Sumber makanan yang

mengandung magnesium antara lain kacang tanah, bayam, ikan,

dan kacang polong.

Namun perlu diketahui, apabila mengonsumsi terlalu banyak

suplemen magnesium dapat menyebabkan diare.

f. Melengkapi kebutuhan kalsium

Kebutuhan kalsium 800 mg atau setara dengan tiga gelas susu per

hari dirasa sudah lebi dari cukup. Meskipun masih menjadi

perdebatan, kalsium yang terpenuhi dapat menurunkan tekanan

darah. Sumber makanan yang mengandung kalsium antara lain

keju rendah lemak dan ikan salmon.

g. Memanfaatkan bumbu dapur dan rempah-rempah

Mengontrol tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat

memanfaatkan bumbu dapur dan rempah-rempah. Bumbu dapur

dan rempah-rempah berguna untuk menyiasati masakan yang

rendah garam. Keduanya dipercaya dapat meningkatkan cita rasa

masakan tanpa banyak menanmbah garam.


Bumbu dapur dan rempah-rempah yang dimaksud antara lain

seledri, daun bawang, bawang merah, bawang putih, bawang

bombay, lada, dan jahe. Pemanfaatan kedua bahan ini bisa dalam

keadaan kering maupun segar.

E. Kerangka Teori

Berdasarkan dalam uraian landasan teori, maka disusun kerangka teori

sebagai berikut :

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Tanda dan Gejala Hipertensi :

- Asimtomatik
- Kenaikan tekanan darah
- Sakit kepala, biasanya di tengkuk dan leher
- Nokturia, bingung, mual dan muntah
- Gangguan penglihatan

Komplikasi Hipertensi :
Hipertensi
- Stroke
Faktor Penyebab Hipertensi - Jantung koroner
- Distrimia
Faktor yang Tidak - Gagal jantung
Dapat Dimodifikasi : - Nefrosklerosis
Faktor yang Dapat - Faktor genetik - Insufisiensi ginjal
Dimodifikasi : - Riwayat keluarga
- Asupan natrium tinggi - Usia
- Asupan kalium, kalsium, - Ras
dan magnesium rendah
Pengendalian Hipertensi :
- Kegemukan
- Konsumsi alkohol berlebih
- Makan gizi seimbang
- Stres
- Mengatasi obesitas
- Resistensi insulin
- Melakukan olahraga secara teratur
- Berhenti merokok
- Pengendalian stres
- Rutin periksa tekanan darah

Anda mungkin juga menyukai