Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH PIJAT PUNGGUNG TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

PADA PASIEN HIPERTENSI

OLEH
KELOMPOK 2
KELAS A

Risky Ramadan Badjuka (841416093)


Olivia Maharani Mohamad (841416036)
Fadillah Iralisti Hunta (841416037)
Nur Alvia Saleh (841416065)
Sri Nangsi Modjo (841416053)
Luthfiyyah Q.A Buhungo (841416003)
Hisnawati Usman (841416125)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO) dan International Society of
Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan
3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. World Health Organization (WHO)
menetapkan hipertensi sebagai faktor risiko nomor tiga penyebab kematian didunia dan
bertanggung jawab terhadap 62% timbulnya kasus stroke, 49% timbulnya serangan
jantung dan tujuh juta kematian premature tiap tahunnya (Cahya, 2009)
Hipertensi atau yang dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu
120/80 mmHg. Hal ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010). Menurut WHO
(Word Health Organization), batas tekanan darah yang dianggap normal adalah kurang
dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan
hipertensi (batas tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun) (Adib, 2009).
Diperkirakan terjadi peningkatan insiden dan prevalensi penyakit tidak menular
(PTM) secara cepat, World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun
2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.
Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang
termasuk Indonesia. Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat
serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer (Rahajeng, 2009).
Menurut laporan Kemenkes (2013), bahwa hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi kematiannya
mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia.
Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti
merokok, obesitas, aktivitas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi sudah menjadi
masalah kesehatan masyarakat (public health problem) dan akan menjadi masalah yang
lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini. Pengendalian hipertensi, bahkan di
negara maju pun, belum memuaskan. (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%.
Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan
terendah di Papua Barat (20,1%). (Riskesdas, 2007).
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar
5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi disebabkan berbagai
macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai
sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung
(30,9%), dan Papua yang terendah (16,8)%). (Riskesdas, 2013).
Gorontalo termasuk dalam 5 provinsi dengan prevalansi hipertensi tertinggi
yaitu sebanyak 29,4% atau sebanyak 33.542 jiwa yang menderita hipertensi. (Riskesdas,
2013).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo kasus hipertensi pada
tahun 2011 laki –laki 2154 jiwa dan wanita 3279 jiwa, tahun 2012 penderita hipertensi
laki-laki 5676 jiwa dan wanita 8581 jiwa. Pada tahun 2012 juga angka kematian yang
disebabkan oleh hipertensi laki 199 jiwa dan wanita 112 jiwa (Dinkes Provinsi
Gorontalo, 2013 ). Sedangkan kasus hipertensi di Dinas kesehatan Kota Gorontalo pada
tahun 2011 berjumlah 5.370 jiwa, tahun 2012 kasus hipertensi naik berjumlah 5.681
jiwa, dari laki-laki berjumlah 2.035 jiwa dan perempuan 3.646 jiwa (Dinkes Kota
Gorontalo, 2013).
Gejala yang dapat timbul pada penderita hipertensi yaitu gejala ringan seperti
pusing, sering gelisah, wajah merah, tengguk terasa pegal, mudah marah, tenlinga
berdenggung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat di tengguk, mudah lelah, mata
berkunang-kunang dan mimisan (Martha, 2012). Penanganan hipertensi yang tidak tepat
akan beresiko terhadap timbulnya komplikasi akibat hipertensi seperti Cerebral
Vascular Accident (CVA), gagal jantung, stroke, dimensia dan sakit ginjal (Casey and
Benson, 2012).
Menurut Ardiansyah (2012) pengobatan Hipertensi dapat dilakukan secara
farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan farmakologi dapat digunakan obat-
obatan anti hipertensi, efek yang ditimbulkan dari obat-obatan tersebut antara lain
kelelahan, insomnia, dan batuk kering (Casey and Benson, 2012). Pengobatan non
farmakologis adalah suatu bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat
atau bahan yang dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan medis
tertentu (Kozier,Erb, Berman,& Snyder, 2010). Salah satu pengobatan non farmakologi
yang dapat menurunkan tekanan darah adalah pijat/massage punggung. Massage adalah
melakukan tekanan tangan jaringan lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum,
tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri,
menghasilkan relaksasi, dan/ atau memperbaiki sirkulasi darah(Mander, 2004 dalam
Andarmoyo 2014). Terapi massage/pijat punggung memiliki kelebihan yaitu biayanya
yang murah, mudah dilakukan dan tidak menimbulkan efek samping.
Aourella & Carleson (2005), menyatakan bahwa terapi masase pada punggung,
leher, dan dada 30 menit 2 kali perminggu selama 4 minggu dapat menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolik secara signifikan dan sebagai pengobatan komplementer
dalam mengobati hipertensi. Efek terapi masase menimbulkan percepatan mekanisme
aliran darah vena dan drainase limfatik, merusak mekanisme akumulasi patologis
(misalnya, kalsifikasi jaringan lunak), dan melatih jaringan lunak secara pasif.
Gerakan pijatan pada kulit, jaringan ikat, jaringan otot dan periosteum akan
menimbulkan rangsangan reseptor yang terletak di daerah tersebut. Impuls tersebut
dihantarkan oleh saraf aferen menuju susunan saraf pusat, dan selanjutnya susunan saraf
pusat memberikan umpan balik dengan melepaskan asetikolin dan histamin melalui
impuls saraf eferen untuk merangsang tubuh beraksi melalui mekanisme reflek
vasodilatasi pembuluh darah yaitu mengurangi aktivitas saraf simpatis dan
meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis. Peningkatan aktivitas saraf parasimpatis
menimbulkan penurunan denyut jantung (heart rate) dan denyut nadi (pulse rate) dan
mengakibatkan aktivasi respon relaksasi. Sedangkan penurunan aktivitas saraf simpatis
meningkatkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang menyebabkan resistensi vaskular
perifer menurun sehingga menurunkan tekanan darah.(Wijayanto, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Pengaruh Pijat Punggung Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi”.

2.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat.
2. Hipertensi sebagai faktor risiko nomor tiga penyebab kematian didunia dan
bertanggung jawab terhadap 62% timbulnya kasus stroke, 49% timbulnya serangan
jantung dan tujuh juta kematian premature tiap tahunnya.
3. Gorontalo termasuk dalam 5 provinsi dengan prevalansi hipertensi tertinggi yaitu
sebanyak 29,4% atau sebanyak 33.542 jiwa yang menderita hipertensi.

2.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
masalah “Apakah ada pengaruh pijat puggung terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi?”.

2.4 Tujuan Penelitian


a. Tujuan umum :
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisa pengaruh pijat punggung terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui nilai tekanan darah sistol dan diastolic sebelum diberkan pijat
punggung terhadap pasien hipertensi.
2. Untuk mengetahui nilai tekanan darah sistol dan diastolic sesudah diberkan pijat
punggung terhadap pasien hipertensi.
3. Untuk menganalisa pengaruh pijat punggung terhadap penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi.

2.5 Manfat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Manfaat yang akan
diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Manfaat teoritik
1. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang dan menambah ilmu khususnya
dibidang kesehatan
2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini kita dapat lebih mengerti tentang
pengaruh pijat punggung terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
b. Manfaat pratik
1. Bagi peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman, serta
dapat berguna dalam penelitian selanjutnya.
2. Bagi sampel
Hasil penelitian ini diharapkan penderita hipertensi dapat engetahui bahwa pijat
punggung dapt menurunkan tekanan darah sehingga penderita dapat menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan referensi
dalam proses belajar mengajar dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi
mahasiswa/mahasiswi kesehatan jurusan keperawatan Universitas Negeri Gorontalo.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Teoritis


2.1.1 Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang menetap yang penyebabnya masih
tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan
dengan penyakit yang lain (hipertensi sekunder) (Dorland, 2009). Penyakit Hipertensi
merupakan penyakit kardiovaskular yang berarti peningkatan abnormal pada tekanan
darah baik sistolik maupun distolik. Seseorang dapat dikatakan menderita hipertensi jika
tekanan darah sistolik/diastolik lebih dari 140/90 mmHg (tekanan darah normal 120/80
mmHg). Hipertensi sangat terkait dengan perubahan gaya hidup, konsumsi makanan yang
berlemak tinggi, kolesterol, kurangnya aktifitas olahraga dan stres (Herwati & Wiwi, 2011).
Hipertensi merupakan penyakit degenerative yang banyak di derita bukan hanya
oleh usia lanjut saja, bahkan saat ini sudah menyerang orang dewasa muda. Bahkan di
ketahui bahwa 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi
penyebab kematiannya. Itulah sebabnya hipertensi di juluki sebagai “Pembunuh Diam-
Diam) (silent killer) (Zauhani, Zainal, 2012).
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (NANDA Jilid 2,
2015):
1. Hipertensi Primer (esensail)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
mempengaruhinya yaitu : genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem
rennin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
menigkatakan resiko : obesitas, merokok, alcohol dan polistemia.
2. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan esterogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Hipertensi dibedakan atas :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik atau sistolik sama lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik atau lebih besar dari 90 mmHg
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolic lebih rendah 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
1) Elastistisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantng menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5) Menigkatnya resistensi pembuluh darah perifer
3. Klasifikasi Hipertensi
Penelitian yang dilakukan The Seventh Report of The Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok seperti yang
ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi TDS TDD
Tekanan Darah (mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi ≥160 atau ≥100
derajat 2

Keteranngan:
TDS: Tekanan Darah Sistolik
TDD: Tekanan Darah Diastolik
Klasifikasi terkait tekanan darah juga dilakukan oleh World Health Organization
(WHO), dan International Society of Hypertension (ISH). Namun klasifikasi JNC 7
merupakan klasifikasi yang paling umum digunakan (Nindy, 2015).
4. Manifestasi klinik
Menurut Martha (2012), Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena
hipertensi tidak memiliki gejala khusus. gejala-gejala yang mungkin diamati antara
lain yaitu:
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala.
b. Sering gelisah.
c. Wajah merah.
d. Tengkuk terasa pegal.
e. Mudah marah.
f. Telinga berdengung.
g. Sukar tidur.
h. Sesak nafas.
i. Rasa berat di tengkuk.
j. Mudah lelah.
k. Mata berkunang-kunang.
l. Mimisan
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
pada pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari vasomotor tersebut bermula dar saraf
simpatis yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ke ganglia simpatis di thorak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan astikolin yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Dengan dilepaskannya
noreprineprin akan mengakibtkan konstriksi pembuluh darah. Berbagi faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokontriktor ( Ramdhani, 2014).
Seseorang dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin. Pada saat
bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Kortes adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menybabka pelepasan rennin.
Rennin merangsang pembentukan angiostensin I yang kemudian diubah menjadi
angiostensin II yang menyebabkan adanya suatu vasokontriktor yang kuat. Hal ini
merangsang sekresi aldosteron oleh orteks adrenal.hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal yang mengakibtkan volume itravaskuler. Semua
faktor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi. Pada lansia, perubahan struktur dan
fungsi pada system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaingan
ikat dan penurunan dalam relaksasi oto polos pembuluh darah yang akan menurunkan
kemampuan distensi daya regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga terjadi penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Ramadhani, 2014).
6. Faktor-Faktor Penyebab Hipertensi
a. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya
usia maka risiko hipertensi menjadi lebih tinggi. Insiden hipertensi yang makin
meningkat dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh
yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada usia kurang
dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta
tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus
hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan.
Kenaikkan tekanan darah seiring bertambahnya usia merupakan keadaan biasa.
Namun apabila perubahan ini terlalu mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka
memicu terjadinya hipertensi dengan komplikasinya.
b. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular
tertentu seperti hipertensi, di mana pria lebih banyak menderita hipertensi.
Dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah
sistolik. Pria mempunyai tekanan darah sistolik dan diastolik yang tinggi dibanding
wanita pada semua suku. Badan survei dari komunitas hipertensi mengskrining satu juta
penduduk Amerika pada tahun 1973-1975 menemukan rata-rata tekanan diastolik lebih
tinggi pada pria dibanding wanita pada semua usia.Sedangkan survei dari badan
kesehatan nasional dan penelitian nutrisi melaporkan hipertensi lebih mempengaruhi
wanita dibanding pria.4 Menurut laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6% pada pria dan 11% pada wanita. Di daerah perkotaan Semarang
didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita, dan di daerah perkotaan Jakarta
didapatkan 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita.
Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk hormon estrogen yang
melindungi wanita dari hipertensi dan komplikasinya termasuk penebalan dinding
pembuluh darah atau aterosklerosis. Wanita usia produktif sekitar 30-40 tahun, kasus
serangan jantung jarang terjadi, tetapi meningkat pada pria. Arif Mansjoer
mengemukakan bahwa pria dan wanita menopause memiliki pengaruh sama pada
terjadinya hipertens. Ahli lain berpendapat bahwa wanita menopause mengalami
perubahan hormonal yang menyebabkan kenaikan berat badan dan tekanan darah
menjadi lebih reaktif terhadap konsumsi garam, sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan darah. Terapi hormon yang digunakan oleh wanita menopause dapat pula
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c. Riwayat keluarga
Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih sering
menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang memiliki faktor
keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya.
Keluarga dengan riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar
empat kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah
satu orang tuanya menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang
hidup keturunannya memiliki peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua
orang tua memiliki penyakit tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit
tersebut sebesar 60%.
d. Konsumsi garam
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam patogenesis
hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida. Konsumsi 3-7
gram natrium perhari, akan diabsorpsi terutama di usus halus. Pada orang sehat volume
cairan ekstraseluler umumnya berubah-ubah sesuai sirkulasi efektifnya dan berbanding
secara proporsional dengan natrium tubuh total. Volume sirkulasi efektif adalah bagian
dari volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada
jaringan. Natrium diabsorpsi secara aktif, kemudian dibawa oleh aliran darah ke ginjal
untuk disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya
mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini
diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal.
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai selain garam dapur adalah
penyedap masakan atau monosodium glutamat (MSG). Pada saat ini budaya
penggunaan MSG sudah sampai pada taraf sangat mengkhawatirkan, di mana semakin
mempertinggi risiko terjadinya hipertensi.
e. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,
sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap
oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke
otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi.
f. Obesitas
Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia telah menemukan bahwa
berat badan berhubungan dengan tekanan darah. Berdasarkan Framingham Heart
Study, sebanyak 75% dan 65% kasus hipertensi yang terjadi pada pria dan wanita
secara langsung berkaitan dengan kelebihan berat badan dan obesitas.
Namun tidak semua jenis kegemukan berhubungan dengan hipertensi. Ada dua
jenis kegemukan, yaitu kegemukan sentral dan kegemukan perifer. Pada kondisi
kegemukan sentral lemak mengumpul disekitar perut atau dalam kata lain, buncit.
Sedangkan kegemukan perifer adalah kegemukan yang merata diseluruh tubuh. artinya
lemak menyebar rata diseluruh bagian tubuh.
Meskipun demikian obesitas sentral merupakan fakror penentu yang lebih
penting terhadap peningkatan tekanan darah. Dibandingkan dengan kelebihan berat
badan perifer. Dan hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang dengan kegemukan
sentral dibandingkan perifer (Putu Yuda, 2014).
g. Kurangnya aktifitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang
tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar
pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan
perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga
dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko
hipertensi meningkat.
h. Mengkomsumsi lemak tinggi
Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
i. Kebiasaan Minum-minuman Beralkohol
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga
peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan
darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Alkohol hanya mengandung energi
tanpa mengandung zat gizi lain, kebiasaan minum alkohol dapat mengakibatkan kurang
gizi, penyakit gangguan hati, kerusakan saraf otak dan jaringan serta dapat
mengakibatkan hipertensi apabila konsumsi terlalu banyak
Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak, akan
cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi dari pada individu yang tidak
mengkonsumsi alkohol. Berlebihan mengkonsumsi alcohol (>2gelas
bir/wine/whiskey/hari) merupakan faktor risiko hipertensi.
Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari
semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per
hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa
alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah
menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman beralkohol
berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain.
7. Komplikasi
Stroke Hipertensi menjadi berbahaya bukan hanya karena tekanan darah yang
berlebihan saja, tapi karena penyakit-penyakit lain yang ikut menyertainya. Penyakit-
penyakit tersebut dapat muncul atau diperparah dengan meningkatnya tekanan darah
dalam tubuh kita. Berikut adalah daftar penyakit yang terkait dengan hipertensi:
a. Atherosclerosis
Darah mengalir dalam tubuh kita melalui pembuluh darah sehingga peningkatan
pada tekanan darah dapat memengaruhi kondisi pembuluh darah itu sendiri, dan
kekakuan pada pembuluh darah arteri sehingga memungkinkannya untuk menjadi rusak.
Efek lanjutan dari kerusakan ini adalah gangguan sirkulasi darah yang mengarah pada
serangan jantung dan stroke.
b. Gagal jantung
Jantung berfungsi untuk memompa darah keseluruh tubuh. jika jantung
memberikan tekanan yang terlalu tinggi untuk mengalirkan darah maka diperlukan kerja
elstra dari otot jantung. Kondisi ini menyebabkan otot jantung menjadi lebih tebal,
seperti halnya binaragawan yang sering berlatih maka ototnya menjadi besar. Tetapi jika
jantung bekerja terlalu keras dalam jangka waktulama, maka lama-kelamaan otot
jantung akan kelelahan dan tidak mampu bekerja memompa darah secara opimal. Hal
ini disebut gagal jantung. Jantung yang seharusnya memompa darah untuk beredar
berkeliling seluruh tubuh, akhirnya tidak mampu lagi dan mengakibatkan darah
menumpuk diberbagai organ. Jika menumpuk di paru-paru, maka mengakibatkan pare-
paru tergenang dan menjdikan kesulitan/sesak napas, jika menumpuk di hati akan
menyebabkan gangguan fungsi hati dalam menetralkan racun, jika menumpuk di tangan
dan kaki akan menyebabkan pembengkakan.
c. Gangguan ginjaL
Ginjal adalah suatu tempat transit pembuluh-pembuluh darah yang membentuk
anyamab berupa saringan. Peningkatan tekanan darah juga dapat menyebabkan
pembuluh darah di ginjal semakin menyempi dan melemah. Hal ini dapat mengganggu
kerja ginjal secara normal sebagai penyaring berbagai zat yang diperlukan tubuh atau zat
yang harus dibuang. (Putu Yuda, 2014).
8. Pencegahan Hipertensi
Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan
pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain dengan cara sebagai
berikut:
a. Mengurangi konsumsi garam.
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam dapur
untuk diet setiap hari.
b. Menghindari kegemukan (obesitas).
Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b) normal atau
tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat
badan normal.
c. Membatasi konsumsi lemak.
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu
tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan
kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol
bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah. Dengan
demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah
hipertensi.
d. Olahraga teratur.
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau menghilangkan
endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan
menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak
jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan
seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan dapat
menimbulkan hipertensi.
e. Makan banyak buah dan sayuran segar.
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang
banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah.
f. Tidak merokok dan minum alkohol.
g. Latihan relaksasi atau meditasi.
Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa.
Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot tubuh sambil
membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula
dilakukan dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi.
h. Berusaha membina hidup yang positif.
Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan atau
tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stress (ketegangan) bagi setiap
orang. Jika tekanan stress terlampau besar sehingga melampaui daya tahan individu,
akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul hipertensi.
Agar terhindar dari efek negative tersebut, orang harus berusaha membina hidup yang
positif.
9. Penatalaksanaan
Pada hipertensi terdapat 2 macam penatalaksanaan yaitu, penatalaksanaan
farmakologi dan nonfarmakologi. Pada penatalaksanaan farmakologi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6
bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 –
80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Sedangkan, pada Penatalaksanaan Non Farmakologis: adopsis gaya hidup sehat
oleh semua individu penting dalam pencegahan meningkatnya tekanan darah dan bagian
yang tidak terpisahkan dari terapi pasien dengan hipertensi. Terdapat banyak pilihan
terapi non-farmakologis dalam menangani hipertensi, terutama bagi mereka dengan
peningkatan tekanan darah yang ringan. Bukti saat ini menunjukkan bahwa perubahan
gaya hidup cukup efektif dalam menangani hipertensi ringan. Beberapa cara berikut
membantu menurunkan tekanan darah yaitu mengurangi berat badan yang berlebihan,
mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi alkohol, mengurangi intake garam
pada makanan, dan melakukan olah raga ringan secara teratur. Selain beberapa hal
tersebut, ada terapi non farmakologi lain yang dapat menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi yaitu pijat punggung. Olney (2009), menyatakan bahwa terapi masase
pada punggung 10 menit dan dilakukan 3 kali perminggu efektif mengontrol tekanan
darah tinggi, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan, dan
dapat juga menghilangkan rasa sakit, dan mengurangi stress. Berdasarkan teori efek
terapi masase memiliki pengaruh terhadap sistem kardiovaskular yaitu dapat
meningkatkan dilatasi pembuluh darah. Dinding pembuluh darah superfisial menjadi
melebar akibat respon reflek penurunan aktivitas saraf simpatis sehingga meningkatkan
aliran darah vena ke jantung dan menurunkan tekanan darah. Peningkatan aliran darah
sebanding dengan latihan dan sirkulasi lokal saat dipijat meningkat hingga tiga kali lipat
dari sirkulasi saat istirahat. Disamping itu masase juga merangsang pelepasan asetikolin
dan histamin. Pelepasan kedua dua zat ini menimbulkan aktivitas vasomotor, sehingga
membantu memperpanjang vasodilatasi.
Mekanisme kerja pijat punggung dilakukan selama 10 – 15 menit untuk
menurunkan tekanan darah melalui suatu mekanoreseptor tubuh yang kemudian
mengatur tekanan, sentuhan dan kehangatan menjadi mekanisme relaksasi.
Mekanoreseptor merupakan sel yang menyampaikan sinyal ke sistem saraf pusat dan
menstransduksi rangsangan mekanik yang membuat relaksasi otot meningkat dan
sirkulasi permukaan meningkat sehingga beban kerja jantung berkurang dan tekanan
darah mengalami penurunan (Alikin dkk, 2014).
2.1.2 Massage (Pijat)
1. Definisi
Massage adalah melakukan tekanan tangan jaringan lunak, biasanya otot, tendon,
atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk
meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/ atau memperbaiki sirkulasi (Mander, 2004
dalam Andarmoyo 2014).
Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan manipulasi-
manipulasi tertentu dari jaringan lunak badan kita. Manipulasi-manipulasi itu dilaksanakan
dengan tangan secara sistematis dan bertujuan memberikan pengaruh pada sistem
otot,susunan syaraf,serta sirkulasi umum setempat pada darah dan
lymphe.(Bambang,Slamet, dan Nurrudin,2010).
Massgse refleksi adalah pijat dengan melakukan penekanan pada titik syaraf di
punggung, kaki, tangan atau bagian tubuh lainnya untuk memberikan rangsangan bio-
elektrik pada organ tubuh tertentu yang dapat memberikan perasaan rileks dan segar
karena aliran darah dalam tubuh menjadi lebih lancar (Trionggo, 2014).
Mekanisme kerja pijat punggung dilakukan selama 10 – 15 menit untuk
menurunkan tekanan darah melalui suatu mekanoreseptor tubuh yang kemudian mengatur
tekanan, sentuhan dan kehangatan menjadi mekanisme relaksasi. Mekanoreseptor
merupakan sel yang menyampaikan sinyal ke sistem saraf pusat dan menstransduksi
rangsangan mekanik yang membuat relaksasi otot meningkat dan sirkulasi permukaan
meningkat sehingga beban kerja jantung berkurang dan tekanan darah mengalami
penurunan (Alikin dkk, 2014).
Relaksasi otot salah satunya adalah pijatan merupakan stimulasi kulit tubuh secara
umum, dipusatkan pada punggung dan bahu, atau dapat dilakukan pada satu atau beberapa
bagian tubuh dan dilakukan sekitar 10 menit masing-masing bagian tubuh untuk mencapai
hasil relaksasi yang maksimal. Pijatan juga dapat memperbaiki masalah di persendian otot,
melenturkan tubuh, memulihkan ketegangan dan meredakan nyeri. Selain itu bisa
memperbaiki sirkulasi darah, dan mengurangi kegelisahaan dan depresi. Bisa juga
mempengaruhi aliran getah bening, otot, saraf, dan saluran pencernaan dan stress.
(Notokusumo, 2016)
2. Manfaat Massage
Menurut Wijayanto (2016) manfaat atau efek masase adalah sebagai berikut :
1) Memperlancar peredaran darah.
2) Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan
3) Menurunkan rasa sakit
4) Mengurangi stres
5) Membantu pembentukan penerapan dan pembuangan sisa-sisa pembakaran dalam
jaringan-jaringan.
6) Massage juga membantu pengaliran cairan lympa lebih cepat.
2.1.3 Tekanan Darah
1. Definisi
Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik yang sederhana dan
mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi hemodinamik
seseorang saat itu. Hemodinamik adalah suatu keadaan dimana tekanan dan aliran darah
dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan. Tekanan darah diukur
dalam satuan milimeter merkury (mmHg) dan direkam dalam dua angka, yaitu tekanan
sistolik (ketika jantung berdetak) terhadap tekanan diastolik (ketika jantung relaksasi).
(Muttaqin, 2014).
Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap
satuan darah dinding pembuluh darah. Bila orang mengatakan bahwa tekanan dalam
satuan pembuluh darah adalah 50 mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang digunakan
tersebut akan cukup untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mm
(Guyton, 2009). Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah (BP= Blood
Pressure) yang dinyatakan dalam millimeter (mm) merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan
yang dilakukan oleh darah pada dinding arteri (Mc Gowan, 2009). Saat berdenyut,
jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah dan tekanan meningkat yang
kemudian disebut tekanan darah sistolik. Saat jantung rileks, tekanan darah turun hingga
tingkat terendahnya, yang disebut tekanan diastolik (Mc Gowan, 2009).
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan
darah, diantaranya adalah:
a. Umur
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan
diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia,
arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan
peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding
pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan bahwa perubahan
hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung
memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan risiko wanita untuk terkena
penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller, 2010).
c. Olahraga
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
d. Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah.
e. Ras
Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.
f. Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor predisposisi
hipertensi.
3. Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan seperti yang tercantum di Tabel
di bawah ini.
Tabel 1 . Klasifikasi tekanan darah usia dewasa (> 18 tahun) dan
lansia
Kategori Tekanan darah Tekanan darah
sistolik diastolik
Hipotensi <100 <80
Normal < 130 < 85
Normal tingi 130-139 85-89
Hipertensi :
Stadium 1 (Hipertensi 140-159 90-99
Ringan)
Stadium 2 (Hipertensi 160-179 100-109
Sedang)
Stadium 3 (Hipertensi Berat) 180-209 110-119
Stadium 4 (Hipertensi ≥ 210 ≥ 120
Maligna)
Sumber : Potter dan Perry, 1997: 779

2.1.4 Pengaruh Pijat Punggung Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi
Hasil penelitian terkait tentang pengaruh terapi masase terhadap tekanan darah
pada pasien hipertensi antara lain : Olney (2005), menyatakan bahwa terapi masase
pada punggung 10 menit dan dilakukan 3 kali perminggu efektif mengontrol tekanan
darah tinggi, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan, dan
dapat juga menghilangkan rasa sakit, dan mengurangi stress. Aourella & Carleson
(2005), menyatakan bahwa terapi masase pada punggung, leher, dan dada 30 menit 2
kali perminggu selama 4 minggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
secara signifikan dan sebagai pengobatan komplementer dalam mengobati hipertensi.
Jouzi et al., (2006) menyatakan bahwa terapi pijat dapat menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada pasien stroke dengan hipertensi. Kemudian Cady & Jones
(1997), melakukan penelitian terapi masase dengan kursi pijat selama 15 menit dan
hasilnya dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan
Efek terapi masase menimbulkan percepatan mekanisme aliran darah vena dan
drainase limfatik, merusak mekanisme akumulasi patologis (misalnya, kalsifikasi
jaringan lunak), dan melatih jaringan lunak secara pasif. Gerakan pijatan pada kulit,
jaringan ikat, jaringan otot dan periosteum akan menimbulkan rangsangan reseptor yang
terletak di daerah tersebut. Impuls tersebut dihantarkan oleh saraf aferen menuju
susunan saraf pusat, dan selanjutnya susunan saraf pusat memberikan umpan balik
dengan melepaskan asetikolin dan histamin melalui impuls saraf eferen untuk
merangsang tubuh beraksi melalui mekanisme reflek vasodilatasi pembuluh darah yaitu
mengurangi aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis.
Peningkatan aktivitas saraf parasimpatis menimbulkan penurunan denyut jantung (heart
rate) dan denyut nadi (pulse rate) dan mengakibatkan aktivasi respon relaksasi.
Sedangkan penurunan aktivitas saraf simpatis meningkatkan vasodilatasi arteriol dan
vena, yang menyebabkan resistensi vaskular perifer menurun sehingga menurunkan
tekanan darah.
Berdasarkan teori efek terapi masase memiliki pengaruh terhadap sistem
kardiovaskular yaitu dapat meningkatkan dilatasi pembuluh darah. Dinding pembuluh
darah superfisial menjadi melebar akibat respon reflek penurunan aktivitas saraf
simpatis sehingga meningkatkan aliran darah vena ke jantung dan menurunkan tekanan
darah. Peningkatan aliran darah sebanding dengan latihan dan sirkulasi lokal saat dipijat
meningkat hingga tiga kali lipat dari sirkulasi saat istirahat. Disamping itu masase juga
merangsang pelepasan asetikolin dan histamin. Pelepasan kedua dua zat ini
menimbulkan aktivitas vasomotor, sehingga membantu memperpanjang vasodilatasi.
Mekanisme kerja pijat punggung dilakukan selama 10 – 15 menit untuk
menurunkan tekanan darah melalui suatu mekanoreseptor tubuh yang kemudian
mengatur tekanan, sentuhan dan kehangatan menjadi mekanisme relaksasi.
Mekanoreseptor merupakan sel yang menyampaikan sinyal ke sistem saraf pusat dan
menstransduksi rangsangan mekanik yang membuat relaksasi otot meningkat dan
sirkulasi permukaan meningkat sehingga beban kerja jantung berkurang dan tekanan
darah mengalami penurunan (Alikin dkk, 2014).
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Peneliti
Judul Metode Penelitian Hasil
(Tahun)
Freddy Dwi Pengaruh 1. Lokasi : Berdasarkan uji non parametrik
Saputro, Pemberian RSUD Ungaran Wilcoxon Signed Rank Test yang
Ismonah, Masase Kabupaten menguji pengaruh masase
Hendrajaya Punggung Semarang punggung terhadap penurunan
(2016) Terhadap 2. Desain Penelitian : tekanan darah pada pasien
Tekanan Darah Desain penelitian hipertensi di RSUD Ungaran,
Pada Pasien ini adalah quasy dapat disimpulkan sebagai
Hipertensi eksperiment berikut:
dengan 1. Tekanan darah responden
menggunakan sebelum diberikan masase
rancangan one punggung didapatkan rata-rata
grup pre test and sebesar 160,78 mmHg pada sistol
post test design. dengan nilai maksimum 185
3. Sampel : mmHg dan minimum 145 mmHg,
Jumlah sampel sedangkan pada diastolik rata-rata
yang digunakan 96,56 mmHg dengan nilai
pada penelitian ini maksimum 110 mmHg dan nilai
sebanyak 32 minimum 90 mmHg.
responden dengan 2. Tekanan darah responden
teknik purposive sesudah diberikan masase
sampling. punggung rata-rata 143,44 mmHg
4. Analisa Data pada sistolik dengan nilai
Untuk proses maksimum 160 mmHg dan nilai
analisis data hasil minimum 125 mmHg, sedangkan
penelitian dengan pada diastolik nilai rata-rata 86,09
menggunakan mmHg dengan nilai maksimum
komputer program 100 mmHg dan minimum 75
SPSS (Software mmHg.
Program for Social 3. Terdapat pengaruh signifikan
Scienses). Untuk antara pemberian terapi masase
menguji punggung terhadap tekanan darah
kenormalan data pada pasien hipertensi di RSUD
pada penelitian ini Ungaran dengan nilai probabilitas
menggunakan uji 0,000 lebih kecil dibandingkan
Shapiro Wilk taraf signifikansi (0,05).
dikarenakan jumlah
sampel <50 orang.
Untuk uji statistik
pada penelitian ini
menggunakan uji
Wilcoxon Signed
Rank test dengan
taraf signifikansi
sebesar 0,05.
Notokusumo Pengaruh 1. Lokasi : 1. Ada perbedaan yang bermakna
(2017) Kombinasi Pijat Puskesmas tekanan darah sistole antara
Punggung Dan Pengasih II kelompok intervensi dan
Dzikir Terhadap Kabupaten Kulon kelompok kontrol setelah
Tekanan Darah Progo diberikan intervensi kombinasi
2. Desain Penelitian : pijatan punggung dan dzikir.
Penelitian ini 2. Tidak ada perbedaan bermakna
merupakan jenis antara tekanan darah diastole
penelitian quasi pada kelompok intervensi dan
experiment dengan kelompok kontrol sesudah
bentuk pretest – diberikan intervensi kombinasi
posttest pijatan punggung.
intervention with
control group
design.
3. Sampel :
Jumlah sampel
yang digunakan
dalam penelitian ini
sebanyak 30
subyek untuk
masing-masing
kelompok.
Pengambilan
sampel
menggunakan
tehnik purposive
sampling.
4. Analisa Data :
Analisa data untuk
mengetahui
pengaruh intervensi
pada kelompok
intervensi peneliti
menggunakan uji
Wilcoxon. Untuk
mengetahui
perbedaan efek
terapi pada kedua
kelompok peneliti
menggunakan uji
MannWhitney.
2.3 Kerangka Berpikir

STRES GENETIK GAYA HIDUP

HIPERTENSI

TEKANAN DARAH ↑

PENATALAKSANAAN

FARMAKOLOGI NON FARMAKOLOGI

OBAT-OBATAN PIJAT PUNGGUNG

MELAKUKAN PENEKANAN PADA


SARAF

MEMBERIKAN RANGSANGAN

MEMBERIKAN REFLEKSI PADA


TUBUH

ALIRAN DARAH TUBUH


LANCAR

PENURUNAN TEKANAN
DARAH
2.4 Kerangka Konsep

PENURUNAN
PIJAT
TEKANAN
PUNGGUNG
DARAH

OBAT-OBATAN
CAPTOPRIL

Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen

: Variabel Pengganggu ( dikendalikan )


: Pengaruh

2.5 Hipotesis penelitian


Ada pengaruh pijat pijat punggung terhadap penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Penetapan Lokasi dan Waktu


3.1.1 Lokasi
Lokasi penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Puskesmas Limba U2 Kota
Selatan, Kota Gorontalo.
3.1.2 Waktu
Waktu penelitian di rencanakan akan dilaksanakan pada bulan Maret 2019.

3.2 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah eksperimental dengan jenis
penelitian Quasi Experiment (eksperimen semu). Penelitian Quasi Experiment ini
berupaya untuk mengungkapkan pengaruh sebab akibat dengan cara melibatkan
kelompok kontrol di samping kelompok eksperimental. Tapi pemilihan kedua kelompok
ini tidak menggunakan teknik acak (Nursalam, 2017). Penelitian Quasi Experiment ini
digunakan untuk mengetahui pengaruh pijat punggung terhadap penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre & Post
Nonequivalent Control Group Design. Dalam desain penelitian ini melibatkan kelompok
eksperimental dan kelompok kontrol, untuk kelompok eksperimental diberi perlakuan
(massage/pijat punggung) sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Pada
kedua kelompok diawali dengan tes awal (pre-test) pengukuran tekanan darah dan
setelah pemberian perlakuan (massage/pijat punggung) diadakan pengukuran kembali
(post-test).(Nursalam,2017).

3.3 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Sesuai dengan judul
penelitian yang dipilih penulis yaitu Pengaruh Pijat Punggung Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi, maka penulis mengelompokan variabel yang
digunakan dalam penelitian ini menjadi variabel independen (bebas) dan variabel
dependen (terkikat). Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain. (Nurssalam,2017). Variable bebas sering disebut sebagai
variabel stimulus yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat). (Sugiyono, 2016). Maka dalam
penelitian ini yang menjadi variabel indpenden adalah Pijat Punggung.
b. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian
ini variable dependen yang diteliti adalah Penurunan Tekanan Darah.

3.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Pijat punggung -


Independen: adalah suatu proses
1. Pijat Punggung pemijatan yang di
lakukan pada
bagian bahu atau
punggung yang
memberikan sensasi
rileks atau nyaman
pada individu yang
diberikan pijatan.
Pijatan pada
punggung diberikan
selama 10 menit
dan dilakukan 3 kali
perminggu selama 4
minggu.
Variabel Dependen : Penurunan tekanan sfigmomano Hasil pengukuran Numerik
1. Penurunan darah adalah suatu meter (tensi tekanan darah
Tekanan Darah keadaan dimana meter) sistole dan
nilai tekanan darah diastole
seseorang 1. 120-129/80-84=
mengalami Normal
perubahan secara 2. 130-139/85-89=
signifikan dari nilai Pra Hipertensi
sebelumnya. 3. 140-159/90-99=
Hipertensi
Tahap 1
4. 160-179/100-
109 =
Hipertensi
Tahap 2
5. ≥180/≥110 =
Hipertensi
Tahap 3
(ESC/ESH, 2013).

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2016) definisi populasi adalah sebagai berikut : “Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang
rutin kontrol ke Puskesmas Limba U2 Kota Selatan, Kota Gorontalo.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini objek yang akan diteliti yaitu penderita
hipertensi yang rutin kontrol ke Puskesmas Limba U2 Kota Selatan, Kota Gorontalo.
Karena Karena jumlah populasi pada penelitian ini belum di ketahui, maka penentuan
besaran sampel menggunakan rumus sebagai berikut :

n = Z1-a/2 P(1-P)
d
n = 1,96 x 0,5(1-0,5)
0,05
n = 1,96 x 0,5(0,5)
0,05
n = 1,96 x 0,25 = 0,49 = 9,8 = 10 (dibulatkan)
0,05 0,05
Keterangan :
Z = derajat kemaknaan 95% = 1,96 (ketetapan)
P = proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi. Jika tidak diketahui
proporsinya, maka yang digunakan adalah 50% = 0,5
d = 1%, 5%, 10% (yang paling sering digunakan adalah 5%)

Berdasarkan penentuan besaran sampel di atas, maka di dapatkan sampel yang


akan di teliti berjumlah 10 orang penderita hipertensi, dengan teknik pengambilan
sampel purposive sampling. Purposive Sampling disebut juga judgment sampling adalah
suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai
dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel
tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.
(Nursalam, 2017). Menurut Sugiyono (2016) Purposive Sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Alasan penulis
menggunakan teknik Purposive Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki
kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih
teknik Purposive Sampling dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu yang harus
dipenuhi oleh sampel yang digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu penderita hipertensi yang
memenuhi kriteria tertentu. Kriteria sampel terdiri kriteria sampel inklusi, ekslusi dan
drop out. Adapun yang menjadi kriteria inklusi, ekslusi dan drop out sampel pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2017). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah :
a. Penderita hipertensi yang berusia 40-50 tahun
b. Jenis kelamin laki-laki
c. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2017). Kriteria ekslusi
dalam penelitian ini adalah :
a. Penderita hipertensi yang berusia <40 atau >50 tahun
b. Berusia 40-50 tahun namun berjenis kelamin wanita
c. Tidak bersedia menjadi responden
3. Kriteria Drop Out
Kriteria drop out adalah kriteria yang apabila dijumpai menyebabkan objek tidak
dapat melanjutkan sebagai sampel dalam penelitian (Nursalam, 2012). Kriteria drop out
dalam penelitian ini adalah :
a. Penderita yang sakit berat
b. Tidak hadir pada saat penelitian dilaksanakan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subejek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,
2017). Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Gulo, 2014).
Sumber data dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli
(tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang)
secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan untuk
mendapatkan data primer yaitu : (1) metode survei dan (2) metode observasi. (Gulo,
2014)
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan.(Gulo, 2014)
Pada penelitian ini untuk mencari data, mengumpulkan data, dan hasil data
yang akan diolah, peneliti menggunakan kedua jenis sumber data, yaitu data primer
dan data sekunder. Untuk data primer pada penelitian ini di dapatkan dari
pengukuran tekanan darah langsung pada sampel dengan menggunakan alat ukur
sfigmomanometer dan stetoskop, dan pengukuran dilakukan sesuai dengan SOP
Pengukuran Tekanan Darah. Sedangkan untuk data sekunder di dapatkan dari data
rekam medis pasien di Puskesmas Limba U 2, Kota selatan, Kota Gorontalo. Alasan
peneliti mengambil kedua jenis data tersebut karena peneliti ingin membuktikan
bahwa penelitiannya ada pengaruh terhadap tekanan darah sampel. Peneliti memilih
data primer agar dapat mengetahui secara langsung hasil tekanan darah selum
dilakukan pijat punggung dengan sesudah dilakukannya pijat punggung, apakah ada
perbedaan atau tidak. Sedangkan, data sekunder di gunakan peliti untuk mengetahui
siapa saja yang bisa di jadikan sampel, dari data rekam medis puskesmas.
Jenis instrumen penelitian yang dapat dipergunakan pada ilmu keperawatan
dapat diklasifkasikan menjadi 5 bagian, yang meliputi pengukuran (1) biofsiologis;
(2) observasi, (3) wawancara, (4) kuesioner, dan (5) skala (Nursalam, 2008). Pada
penelitian ini menggunakan pengukuran biofisiologis dengan cara in-vivo.
Pengukuran biofisiologis adalah pengukuran yang dipergunakan pada tindakan
keperawatan yang berorientasi pada dimensi fsiologi. Instrumen pengumpulan data
pada fsiologis dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. In-vivo: Observasi proses fsiologis tubuh, tanpa pengambilan bahan/spesimen
dari tubuh klien.
2. In-vitro: Pengambilan suatu bahan/spesimen dari klien.

3.7 Teknik Analisa Data


Analisi data kuantitatif dibagi dalam 3 jenis, yaitu sebagai berikut (Putri,
2017).
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap sebuah variabel.
Bentuknya bermacam-macam, misalnya: distribusi frekuensi, rata-rata, proporsi,
standar deviasi, varians, median, modus, dan sebagainya.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis menguji hipotesis antara dua variabel,untuk
memperoleh jawaban apakah kedua variabel tersebut ada hubungan, berkorelasi, ada
perbedaan, ada pengaruh dan sebagainya sesuai dengan hipotesis yang telah
dirumuskan.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui dari sekian variabel independen
yang ada, manakah yang paling dominan hubungannya atau pengaruhnya terhadap
variable dependen.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis analisis data bivariat karena
penelitian ini hanya memiliki 2 variabel yaitu 1 variabel independen dan 1 variabel
dependen, sehingga diperlukan analisis bivariat untuk menguji hipotesis apakah ada
pengaruh variabel independen yaitu pijat punggung terhadap variabel dependen yaitu
penurunan tekanan darah.
3.8 Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan populasi
yang sifatnya masih sementara atau lemah kebenarannya. Hipotesis statistic dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
H0: ρ = 0  = 0 menyatakan tidak ada pengaruh pijat punggung terhadap penururnan
tekanan darah pada pasien hipertensi.
H1: ρ ≠ 0  ≠ 0 (bisa lebih besar atau kurang dari nol) menyatakan ada pengaruh pijat
punggung terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi)

3.9 Etika Penelitian


Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung
dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia
mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian.
Dalam penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon partisipan untuk
meminta kesediaan menjadi partisipan penelitian. Peneliti harus melalui beberapa tahap
pengurusan perijinan sebagai berikut. peneliti meminta persetujuan dari pihak
Puskesmas Limba U2 Kota Selatan Kota Gorontalo, setelah mendapat persetujuan dari
pihak Puskesmas kemudian peneliti mendatangi calon partisipan dan meminta
persetujuan calon partisipan untuk menjadi partisipan penelitian. Setelah mendapat
persetujuan barulah dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-etika dalam
melakukan penelitian yaitu:
1. Informed consent
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan,
dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent adalah agar
partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika
partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, serta
bersedia untuk direkam dan jika partisipantidak bersedia maka penelitiharus
menghormati hak partisipan.
2. Anonimity(tanpa nama)
Anonimity merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
disajikan.
3. Kerahasiaan(confidentiality)
Kerahasiaan merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari
hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua partisipan
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, et al. 2012. Metode Dzikir Untuk Mengurangi Stres Pada Wanita Single Parent.
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami. 11-20.
Hikmah, N. 2017. Hubungan lama merokok dengan derajat hipertensi. Volume, 02. No. 01.
Gowa
Muhlisin, Abi dan Adi Laksono, Rian (2011). Analisis pengaruh faktor stres terhadap
kekambuhan penderita hipertensi di puskesmas Bendosari Sukoharjo. Prosiding seminar
ilmiah nasional kesehatan, ISSN: 2338-2694.
Muttaqin, Arif. 2015. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan gangguan Sistem Kardiovaskular
dan ISSN 2338-4514
Notokusumo. 2016. Pengaruh kombinasi pijat punggung dan dzikir terhadap tingkat stres pada
penderita hipertensi. Vol,4. No, 1. Yogyakarta.
Purwandari, K. 2016. Efektifitas massage punggung untuk mengurangi nyeri kepala pada
penderita hipertensi. Wonogiri
]Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Laporan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2013.
Saputro, F. 2014. Pengaruh pemberian masase punggung terhadap tekanan darah pada pasien
hipertensi. Semarang
Wijayanto. 2016. Pengaruh terapi masase menggunakan minyak aromaterapi terhadap tekanan
darah pasien hipertensi primer. Pringsewu
.World Health Organization (WHO). (2012). The World Health Statistics 2012.
http://www.apps.whso.int.ghodata diakses tanggal 3 maret 2019
38

Anda mungkin juga menyukai