Anda di halaman 1dari 45

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang sering terjadi ketika ada masalah kesehatan

pada seseorang sehingga membutuhkan pengobatan yang lebih spesifik. Hipertensi

dapat memperbesar risiko terserang penyakit gagal jantung, terkena serangan

jantung, risiko penyakit jantung arteri koroner, pembesaran ventrikel kiri jantung,

diabetes, penyakit ginjal kronis, dan serangan stroke. Tekanan yang sering

ditimbulkan oleh darah terhadap seluruh permukaan dinding pembuluh darah.

Tekanan darah ini ditentukan oleh jumlah darah yang dipompa dari jantung ke

seluruh organ dan jaringan tubuh, serta daya tahan dinding pembuluh darah arteri.

Arteri-arteri adalah pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung yang

memompa ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Bina & Cheng, 2015).

1. Tekanan Sistolik

Tekanan sistolik merupakan tekanan darah yang terjadi pada saat kontraksi

otot jantung. Istilah ini secara khusus digunakan untuk membaca pada tekanan

arterial maksimum saat terjadinya kontraksi pada lobus ventrikular kiri dari jantung.

Rentang waktu terjadinya kontraksi disebut systole. Pada format penulisan angka

tekanan darah, umumnya tekanan sistolik merupakan angka pertama. Sebagai

contoh, tekanan darah pada angka 120/80 menunjukkan tekanan sistolik pada nilai

120 mmHg. (Noviyanti, 2015)

13
2. Tekanan Diastolik

Tekanan diastolik merupakan tekanan darah ketika jantung tidak sedang

berkontraksi atau bekerja lebih, atau dengan kata lain sedang beristirahat. Contoh

tekanan darah 120/80 mmHg, yang menunjukkan tekanan diastolik adalah 80

mmHg.

Tekanan darah digolongkan menjadi dua, tekanan sistolik (angka atas) yang

merupakan tekanan yang timbul akibat pengerutan bilik jantung, sehingga akan

memompa darah dengan tekanan terbesar, dan tekanan diastolik (angka bawah)

yang merupakan kekuatan penahan pada dinding pembuluh darah saat jantung

mengembang antardenyut, terjadi pada saat jantung dalam keadaan mengembang

(saat beristirahat), sehingga tekanan darah akan berkurang (Noviyanti, 2015)

2.1.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa usia 18 tahun ke atas yang

tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit

serius dalam jangka waktu tertentu menurut seven report og the joint national

commitee VII (JNC VII) on prevention, detection, evaluation and treatment og high

blood pressure adalah sebagai berikut (Noviyanti, 2015) :


Kategori Sistolik Diastolik

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120-139 80 – 89

Hipertensi >140 ≥ 90

Stadium 1 140-159 90 – 99

Stadium 2 160- ≥ 180 100 - ≥ 110

14
Hipertensi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan dari penyebabnya :

1. Hipertensi esensial (primer)

Hipertensi esensial atau hipertensi primer merupakan hipertensi yang

penyebabnya tidak jelas. Namun, sebagian besar disebabkan oleh ketidaknormalan

tertentu pada arteri. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah

peningkatan resistensi perifer (kekuatan atau kekurangan elastisitas) pada arteri-

arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung. Penyebabnya adalah multifaktor,

diantaranya yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi

kepekaan terhadap natrium, stres, dan reaktifitas pembuluh darah terhadap

vasokonstriksi. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan adalah pola diet,

kebiasaan merokok, emosi, obesitas, dan penerapan pola hidup yang kurang baik

(Prasetyo, 2012)

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui.

Penyebab yang dimaksud diantaranya yaitu penyakit ginjal,kelainan hormonal,

adanya tumor kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin dan

norepinefrin.

2.1.1.3 Faktor Resiko Hipertensi

Menurut Udjianti (2010) faktor resiko dapat dibedakan menjadi dua yaitu

faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat

dimodifikasi.

1. Faktor yang tidak dapat diubah Beberapa faktor resiko hipertensi yang tidak

dapat dirubah diantaranya:

15
1) Genetik

Orang dengan memiliki faktor genetik dalam keluarga hipertensi dan

ditambah dengan faktor lingkungan dapat menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara protasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua

hipertensi mempunyai rasio dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari

pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu

didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam

keluarga.

2) Usia

Usia Mempengaruhi terjadinya hipertensi, semakin bertambahnya umur

seseorang, maka resiko terkena hipertensi akan menjadi lebih besar. Pada usia

lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik.

Kejadian ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar

(Kemenkes RI, 2013). Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua

seseorang maka akan semakin besar risikonya untuk terserang hipertensi, hal ini

disebabkan karena arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring

bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi

meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala umur, namun paling sering

dijumpai pada orang berumur 45 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan

darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh

perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Tetapi bila perubahan

16
tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi

(Staessen A Jan et al, dalam Libri, 2016).

3) Jenis kelamin

Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai

risiko sekitar 2-3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik

dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang

cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause,

prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor

psikologi dan adanya perubahan dalam diri wanita tersebut (Kemenkes RI, 2013).

Wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang

belum menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein). Kadar kolesterol HDL yang

tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

arterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya

imunitas wanita pada usia pramenopause. Pada pramenopause wanita mulai

kehilangan sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah

dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah

kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami.

4) Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada orang

yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas

terhadap vasopressin lebih besar.

17
2. Faktor yang dapat diubah (Muhammadun, 2010).

1) Diabetes

Hipertensi sering muncul pada klien dengan diabetes, karena diabetes dapat

menyebabkan aterosklerosis. Keadaan tersebut mengakibatkan hipertensi karena

adanya kerusakan pada pembuluh darah klien. Hipertensi sering mengiringi apabila

diabetes tidak terkontrol.

2) Stres

Stres merupakan ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi ancaman

baik secara fisik maupun psikis yang berdampak pada terganggunya kesehatan

seseorang. Stres meningkatkan resisten vascular perifer, cardiac output, dan

aktifitas sistem saraf parasimpatis. Stres dalam jangka waktu yang lama dapat

mengakibatkan terjadinya hipertensi. Stres terjadi melalui aktifitas saraf simpatis

(saraf yang bekerja pada saat beraktifitas). Peningkatan aktifitas saraf simpatis

mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten karena merangsang

kelenjar adrenal sehingga melepaskan hormon adrenal dan memacu jantung

berdenyut lebih cepat serta lebih kuat yang menyebabkan meningkatnya tekanan

darah.

3) Nutrisi

Konsumsi tinggi natrium merupakan salah satu faktor penyebab dalam

hipertensi esensial. Diet seseorang erat kaitannya terhadap kejadian penyakit

hipertensi. Diet dan pemilihan makanan yang tidak sehat dapat mempengaruhi

tekanan darah, karena dalam beberapa makanan ada yang memiliki pengaruh

terhadap tekanan darah seperti mengkonsumsi lemak dan kolesterol yang berlebih

18
dapat berpengaruh terhadap kekentalan darah dan dapat berpengaruh pada tekanan

darah seseorang.

4) Penyalahgunaan zat

Perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat yang berlebih

serta disalahgunakan merupakan faktor resiko untuk terjadinya hipertensi. Nikotin

yang terkandung dalam rokok dan obat-obatan seperti kokain dapat mempengaruhi

peningkatan tekanan darah seseorang bergantung pada dosis yang digunakan.

Merokok dan hipertensi merupakan dua faktor yang saling berkaitan, karena

merokok dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis dan meningkatkan resiko

kerusakan pembuluh darah, yang berakibat pada kerusakan organ tubuh lainnya

seperti jantung, otak, ginjal, dan anggota tubuh lain.

2.1.1.4 Tanda dan Gejala Hipertensi

Hipertensi tidak menimbulkan gejala yang khusus. Meskipun secara tidak

sengaja, beberapa gejala terjadi bersamaan dengan meningkatnya tekanan darah

seperti perdarahan pada hidung, sakit kepala, sakit kepala sebelah, wajah

kemerahan, mata berkunang-kunang, sakit tengkuk dan kelelahan. Gejala-gejala

tersebut bisa dialami oleh penderita hipertensi bisa pada orang yang tekanan

darahnya normal. Jika hipertensinya berat dan tidak diobati bisa menimbulkan

gejala sakit kepala, kelelahan , mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan

menjadi kabur yang terjadi karena ada kerusakan pada otak, mata dan jantung dan

ginjal (Wulandari, 2011). Kadang-kadang penderita hipertensi berat mengalami

penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak

(Wulandari, 2011).

19
2.1.1.5 Komplikasi

Hipertensi apabila dibiarkan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan

perubahan pada arteri, yang serupa dengan perubahan akibat penuaan. Perubahan

ini mencakup kerusakan endotel dan arteriosklerosis. Arteriosklerosis yaitu suatu

penebalan dan peningakatan kandungan jaringan ikat dinding arteri yang

menurunkan komplians arteri. Perubahan pada struktur pembuluh darah yang

dikombinasi dengan peningkatan tekanan arterial akan memacu aterosklerosis,

penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan keruskan ginjal (Aaoronson

& Ward, 2010). Beberapa komplikasi yang timbul akibat hipertensi diantaranya

1. Panyakit Jantung Koroner

Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya

pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh

darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot

jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat terjadinya

gangguan pada otot jantung, bahkan dapat menyebabkan timbulnya serangan

jantung.

2. Gagal jantung

Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk

memompa darah. Kondisi tersebut membuat otot jantung menebal dan meregang

sehingga daya pompa otot jantung menurun. Apabila kondisi tersebut berlangsung

dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan kerja jantung.

Tanda-tanda terjadinya komplikasi gagal jantung yaitu sesak napas, napas pendek

(putus-putus), dan terjadinya pembengkakan tungkai bawah serta kaki.

20
3. Stroke

Stroke dapat terjadi akibat perdarahan yang disebabkan oleh tekanan tinggi

di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak karena adanya

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi apabila arteri yang memperdarahi otak

mengalami penebalan dan hipertrofi sehingga aliran darah ke otak berkurang dan

terjadi aneurisma. Stroke pada beberapa kasus juga terjadi akibat adanya kerusakan

dinding pembuluh darah atau bahkan pecahnya pembuluh darah pada otak.

4. Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami aterosklerosis

atau terbentuknya trombus yang menghambat aliran darah sehingga tidak dapat

menyuplai cukup oksigen ke miokardium. Kebutuhan oksigen yang tidak

mencukup pada miokardium dapat menyebabkan jantung mengalami iskemia dan

kemudian mengalami infark.

5. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena adanya kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada pembuluh kapiler glomerulus ginjal. Rusaknya glomerulus dapat

menyebabkan aliran darah ke neufron terganggu dan dapat menyebabkan terjadinya

hipoksia dan akhirnya kematian pada neufron. Rusaknya glomerulus juga dapat

menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga osmolaritas plasma darah

berkurang dan menyebabkan edema.

6. Ensefalopati ( kerusakan otak)

Ensefalopati biasanya ditemukan pada hipertensi maligna. Tekanan darah

yang sangat tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan pembuluh kapiler

21
dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.

Kemudian neuron-neuron disekitarnya menjadi kolaps sehingga menyebabkan

koma serta kematian.

2.1.1.6 Penatalaksanaan

Menurut Black & Hawks (2010 dalam Prasetyo) tujuan penatalaksanaan

hipertensi adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas

serta morbitas. Ada dua cara yang dilakukan dalam pengobatan hipertensi yaitu

penatalaksanaan secara farmakologis dan nonfarmakologis.

1. Penatalaksanan Farmakologis (Canadian Hypertension Education

Program, 2012)

Penatalaksanaan farmakologis yaitu penatalaksanan dengan menggunakan

obat-obatan antihipertensi. Terdapat lima obat apabila dikonsumsi salah satunya

dapat membantu dalam mengontrol tekanan darah klien, yaitu diuretik tiazid,

penghambat adrenergik, penghambat angiostensin converting enzyme (ACEI),

calcium channel blocker (CCB), dan angiostensin receptor blocker (ARB).

Penatalaksanaan farmakologis ini juga termasuk dari 5 komponen self care

management yaitu kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan dan komponen ini

juga melibatkan konsumsi obat sesuai dosis dan waktu yang ditentukan untuk

minum obat antihipertensi.

1) Diuretik

Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi garam dan air di tubulus

ginjal, sehingga terjadi penurunan curah jantung karena terdapat penurunan volume

plasma dan volume cairan ekstraseluler.

22
2) Penghambat adrenergik

Penghambat adrenergik adalah sekelompok obat yang terdiri dari alfa-

blocker dan beta-blocker. Beta-blocker bekerja pada reseptor beta di jantung untuk

menurunkan denyut jantung dengan menurunkan curah jantung dan kontraktilitas

otot jantung. Alfa-blocker bekerja menurunkan aliran balik vena tetapi tidak

menyebabkan takikardi. Curah jantung tetap atau meningkat dan volume plasma

biasanya tidak berubah. Efek antihipertensi alfa-blocker yang lama sebelum tidur

efektif untuk mencegah peningkatan tekanan darah di pagi hari.

3) ACE inhibitor

Obat ini menghambat konversi angiostensin I menjadi angiostensin II

sehingga mengganggu Renin Angiostensin Aldosteron (RAA). Aktivitas renin

plasma meningkat, kadar angiostensin II dan aldosteron menurun, volume cairan

menurun, dan terjadi vasolidatasi.

4) Calcium Channel Blocker (CCB)

CCB menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri dengan

mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk konstraksi. Sebagian CCB

bersifat lebih spesifik untuk saluran kalsium otot jantung dan sebagian yang lain

lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vaskular.

5) Angiostensin Receptor Blocker (ARB)

ARB bekerja seperti ACE inhibitor yaitu mengganggu sistem RAA. ARB

menghambat ikatan angiostensin II pada salah satu reseptornya.

23
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Menjalani pola hidup sehat sudah banyak terbukti dapat menurunkan

tekanan darah dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan resiko

permasalahan kardiovaskuler. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,

tanpa faktor resiko kardiovaskuler lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan

tata laksana tahap awal yang harus dijalani setidaknya selama 4-6 bulan. Setelah

jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan

atau didapatkan faktor resiko kardiovaskuler yang lain, maka sangat dianjurkan

untuk memulai terapi farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis ini termasuk

dalam 5 komponen self care management yaitu integrasi diri yang mengacu pada

kemampuan pasien untuk peduli terhadap kesehatan dengan menerapkan pola hidup

sehat yang dianjurkan antara lain: penurunan berat badan, mengurangi asupan

garam, olahraga, mengurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok (Perhimpunan

dokter spesialis kardiovaskular, 2015).

1) Penurunan berat badan

Mengurangi berat badan menurunkan beban kerja jantung sehingga

kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang. Menurunkan berat

badan secara perlahan-lahan sampai menjadi normal dengan nilai indeks massa

tubuh (IMT) 18,5-25 kg/m2 dan menjaganya agar nilai IMT tidak melebih 25 kg/m2

sangat dianjurkan bagi klien hipertensi. Karena dapat membantu menurunkan

tekanan darah sebanyak 5-20 mmHg/ 10 kg.

24
2) Pembatasan konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 minuman per hari atau tidak lebih dari

14 minuman per minggu untuk laki-laki, dan tidak lebih dari 1 minuman per hari

atau tidak lebih dari 9 minuman per minggu untuk perempuan. Takaran satu

minuman, yaitu 13,6 gram atau 17,2 ml etanol atau sekitar 44 ml (1.5 oz) dari 40 %

wiski, 355 ml (12 oz) dari 5 % bir, atau 148 ml (5 oz) dari 12 % anggur.

3) Kurangi asupan garam

Garam yang terlalu banyak dalam diet dapat menyebabkan tubuh

mempertahankan cairan, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Pembatasan asupan garam dalam diet dapat membantu menurunkan tekanan darah

sebanyak 2 – 8 mmHg. Garam yang terkandung dalam makanan tidak lebih dari 1

sendok teh per hari atau 1500 mg (65 mmol) per hari bagi usia dewasa <50 tahun,

1300 mg (57 mmol) per hari bagi usia 51-70 tahun, dan 1200 mg (52 mmol) per

hari bagi usia > 70 tahun.

4) Pola diet sehat

Klien hipertensi disarankan menerapkan pola diet sehat dengan menekankan

pada meningkatkan konsumsi buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah

lemak, makanana yang berserat tinggi, biji-bijian dan protein nabati, dan kurangi

konsumsi makanan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh. Pola diet klien

hipertensi sebaiknya mengacu pada rencana makan DASH (Dietary Approaches to

Stop Hypertension). Dengan menerapkan pola diet dapat membantu mengurangi

tekanan darah sebanyak 8-14 mmHg.

25
5) Berhenti merokok

Berhenti merokok sangat penting untuk dilakukan oleh klien hipertensi,

karena dapat mengurangi efek jangka panjang hipertensi. Bahan kimia dalam

tembakau dapat merusak lapisan dinding arteri, sehingga dapat menyebabkan arteri

menyempit dan meningkatkan tekanan darah. Asap rokok diketahui juga dapat

menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

6) Olahraga/aktivitas fisk yang teratur

Olahraga atau latihan fisik secara teratur dapat membantu menurunkan

tekanan darah tinggi. Olahraga atau latihan dinamis dengan intensitas sedang

seperti berjalan kaki, jogging, bersepeda, atau berenang dapat dilakukan secara

rutin selama 30-60 menit selama 4-7 hari dalam seminggu diperkirakan dapat

menurunkan tekanan darah 4-9 mmHg.

7) Relaksasi

Relaksasi mampu menghambat stres yang sedang dialami seseorang,

sehingga dapat menjaga kestabilan tekanan darah. Dalam mekanisme autoregulasi,

relaksasi dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung dan

tahanan perifer total. Teknik relaksasi yang dapat dilakukan diantaranya yaitu

dengan berbaring, dan tarik nafas dalam.

26
2.2 Self Care Management

2.2.1 Definisi Self Care Management Menurut Dorothea Orem

Self care menurut Orem adalah kemampuan individu dalam melakukan

aktifitas perawatan diri untuk mempertahankan hidup, meningkatkan, dan

memelihara kesehatan serta kesejahteraan individu (Kozier, 2010). Perawatan diri

didefinisikan sebagai aktifitas individu untuk mengontrol gejala, melakukan

perawatan, keadaan fisik, dan psikologis serta merubah gaya hidup yang

disesuaikan dengan penyakit yang diderita untuk memelihara hidup, kesehatan, dan

kesejahteraan. Tujuan utama dilakukannya self care management adalah klien

dapat efektif memanajemen kesehatannya secara berkelanjutan, terutama pada klien

dengan penyakit kronis (Akther , 2010).

Orem mengemukakan bahwa perawatan diri memiliki tujuan dan berperan

terhadap integritas struktural, fungsi, dan perkembangan manusia. Tujuan yang

ingin dicapai yaitu berdasarkan keperluan universal, perkembangan, dan perawatan

kesehatan akibat penyimpangan kesehatan. Keperluan self care universal

ditemukan pada seluruh manusia dan berhubungan dengan proses kehidupan

individu dalam mencapai kesejahteraan umum. Kebutuhan perkembangan

berhubungan dengan tahapan perkembangan yang dialami setiap individu.

Kebutuhan pada penyimpangan kesehatan disesuaikan dengan penyimpangan atau

perubahan yang dialami pada tubuh dan fungsi organ individu (Andriany, 2016).

Menurut Orem, asuhan keperawatan diperlukan ketika klien tidak dapat

memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan dan sosial. Perawat akan

menilai apa yang membuat klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya, apa yang

27
harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya, serta menilai seberapa jauh

klien mampu memenuhinya secara mandiri.

Perawatan diri disebut sebagai kebutuhan perawatan diri dimana individu

diharuskan mengetahui cara atau tindakan yang dilakukan. Orem telah membagi

keharusan perawatan diri ke dalam tiga kategori, diantaranya yaitu keharusan

universal yang bersifat umum bagi seluruh individu dimana individu diharuskan

melakukan perawatan diri untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti

kebutuhan oksigenasi, kebutuhan nutrisi cairan, kebutuhan istirahat tidur,

kebutuhan relaksasi, kebutuhan aman nyaman, dan meningkatkan fungsi hidup

normal. Kategori selanjutnya yaitu keharusan perkembangan dimana individu

diharuskan melakukan perawatan diri sesuai dengan perubahan citra tubuh yang

dialami akibat bertambahnya usia. Kategori yang terakhir adalah keharusan akibat

perubahan kesehatan akibat dari penyakit, cedera, atau dampak penanganan

penyakit (Kozier, 2010).

Klien dengan penyakit tertentu tentunya memiliki keharusan melakukan

perawatan diri karena adanya penyimpangan kesehatan yang dialaminya.

Keharusan melakukan perawatan diri akibat penyimpangan kesehatan yang dialami

oleh setiap individu berbeda, disesuaikan dengan penyakit yang diderita. Perilaku

perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya harus diketahui terlebih

dahulu oleh tenaga kesehatan, setelah itu tenaga kesehatan mencari tahu bagaimana

klien melakukan perawatan diri berdasarkan penyakit yang diderita (Saraswati,

2015).

28
Perihal yang harus diketahui oleh tenaga kesehatan diantaranya bagaimana

klien mencari pelayanan kesehatan, apakah klien menyadari adanya perubahan

kesehatan yang dialami, apakah klien dan keluarga mengetahui informasi terkait

penyakit yang diderita klien, apakah klien dan keluarga memahami cara merawat

dan mengatasi gejala yang timbul akibat penyakit. Perihal lain yang harus diketahui

oleh tenaga kesehatan, yaitu apakah klien memiliki motivasi dan kemampuan untuk

melakukan perawatan medis, apakah klien mengetahui perawatan diri yang dapat

membantu menangani penyakitnya selain perawatan medis, apakah klien menerima

dan mengetahui perawatan diri yang dapat membantu menangani penyakitnya

selain perawatan medis, apakah klien menerima dan melaksanakan perawatan

medis secara teratur, apakah klien menyadari akan adanya efek samping dari

perawatan medis yang diterima, apakah klien mengetahui cara mengatasi efek

samping yang timbul (Saraswati, 2015).

2.2.2 Self Care Management Hipertensi

Self care management pada hipertensi merupakan salah satu bentuk usaha

positif klien. Self care management hipertensi bertujuan untuk mengoptimalkan

kesehatan, mengontrol dan memanajemen tanda dan gejala yang muncul, mencegah

terjadinya komplikasi, meminimalisir gangguan yang ditimbulkan pada fungsi

tubuh, emosi, dan hubungan interpersonal dengan orang lain yang dapat

menganggu kehidupan klien (Mulyati, 2013).

Lin dan Akther berpendapat bahwa self care management sebagai intervensi

secara sistemik pada penyakit kronis, adalah dengan mengontrol kesadaran diri dan

mampu membuat keputusan dalam perencanaan pengobatan (Akther , 2010). Self

29
care pada hipertensi merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan oleh

penderita hipertensi dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan melakukan tindakan

self care untuk mengontrol tekanan darah. Tindakan yang dapat mengontrol

tekanan darah, meliputi pengaturan pola makan (diet), patuh terhadap terapi

pengobatan, perubahan gaya hidup, dan perilaku kesehatan yang positif (Akther ,

2010).

2.2.3 Lima Komponen Self Care Management

Akther (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa self care

management klien hipertensi dapat dilakukan dengan menerapkan 5 komponen self

care management pada klien diabetes yang disesuaikan dengan perawatan diri pada

klien hipertensi. yaitu :

1. Integrasi diri

Integrasi diri mengacu pada kemampuan pasien untuk peduli terhadap

kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari

mereka seperti diet yang tepat, olahraga, dan kontrol berat badan. Berdasarkan

pernyataan diatas, yaitu dengan melakukan modifikasi perilaku dan perubahan gaya

hidup seperti (Canadian Hypertension Education Program, 2012) :

1) Mengurangi berat badan secara efektif

Penurunan berat badan pada sebagian orang dapat membantu mengurangi

tekanan darah. Mengurangi berat badan dapat menurunkan beban kerja jantung

sehingga kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.

Menurunkan berat badan secara perlahan-lahan sampai menjadi normal dengan

nilai indeks massa tubuh (IMT) 18,5-25 kg/m2 dan menjaganya agar niali IMT tidak

30
melebihi 25 kg/m2 sangar dianjurkan bagi klien hipertensi, karena dapat membantu

menurunkan tekanan darah sebanyak 5-20 mmHg/10kg.

2) Menghindari minum alkohol

Minuman beralkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan berat badan.

Minum alkohol tiga gelas atau lebih setiap hari sudah cukup untuk meningkatkan

tekanan darah dan berlanjut menjadi hipertensi. Pria tidak boleh meminum alkohol

lebih dari 2 gelas per harinya, sedangkan wanita dan orang dengan berat badan

ringan tidak boleh lebih dari 1 gelas. Bagi penderita hipertensi, alkohol dapat

menyebabkan obat tekanan darah tinggi yang dikonsumsi menjadi tidak bermanfaat

(Noviyanti, 2015).

3) Mengkonsumsi makanan rendah garam

Penderita hipertensi perlu membatasi asupan garam, karena kandungan

mineral natrium (sodium) di dalamnya memegang peranan penting terhadap

timbulnya hipertensi. Garam yang dimaksud yaitu garam natrium, baik yang berupa

garam dapur yang ditambahkan sewaktu memasak maupun semua bahan makanan

yang mengandung natrium tinggi. Garam yang terkandung dalam makanan tidak

lebih dari 1 sendok teh per hari atau 1500 mg (65 mmol) per hari bagi usia dewasa

<50 tahun, 1300 mg (57 mmol) perhari bagi usia 51-70 tahun, dan 1200 mg (52

mmol) per hari bagi usia > 70 tahun.

4) Pola diet sehat

Klien hipertensi disarankan menerapkan pola diet sehat dengan menekankan

pada meningkatkan konsumsi buah-buahan, sayuran dan produk susu rendah lemak,

makanan yang berserat tinggi, biji-bijian dan protein nabati, dan kurangi konsumsi

31
makanan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh. Pola diet klien hipertensi

sebaiknya mengacu pada rencana makan DASH (Dietary Approaches to Stop

Hypertension). Dengan menerapkan pola diet dapat membantu mengurangi tekanan

darah sebanyak 8-14 mmHg.

5) Berhenti merokok

Berhenti merokok sangat penting untuk dilakukan oleh klien hipertensi,

karena dapat mengurangi efek jangka panjang hipertensi. Bahan kimia dalam

tembakau dapat merusak lapisan dinding arteri, sehingga dapat menyebabkan arteri

menyempit dan meningkatkan tekanan darah. Asap rokok diketahui juga dapat

menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

6) Olahraga/aktivitas fisik yang teratur

Olahraga atau latihan fisik secara teratur dapat membantu menurunkan

tekanan darah tinggi. Olahraga atau latihan dinamis dengan intensitas sedang

seperti berjalan kaki, jogging, bersepeda, atau berenang dapat dilakukan secara

rutin selama 30-60 menit selama 4-7 hari dalam seminggu. Olahraga atau latihan

dinamis intensitas sedang yang rutin dilakukan selama 4-7 hari dalam seminggu

diperkirakan dapat menurunkan tekanan darah 4-9 mmHg. Sebelum memutuskan

untuk melakukan olahraga, hendaknya denyut nadi diukur terlebih dahulu. Jika

berkisar 60-80/menit artinya normal dan dapat memulai olahraga. Namun jika lebih

dari 100 harus istirahat terlebih dahulu karena beban kerja jantung sudah tinggi.

Tekanan darah, takaran, dan jenis olahraga juga jadi pertimbangan boleh tidaknya

berolahraga, terutama bagi penderita hipertensi (Noviyanti, 2015).

32
7) Mengontrol stres

Stres perkepanjangan akan meningkatkan tekanan darah. Para penderita

hipertensi dianjurkan untuk hidup relaks dan menghindari stres. Stres dapat

dihindari dengan relaksasi, meditasi, yoga, peregangan otot, pemijatan, dan terbuka

dalam mengungkapkan masalah kepada orang lain.

2. Regulasi diri

Regulasi diri mencerminkan perilaku mereka melalui pemantauan tanda dan

gejala yang dirasakan oleh tubuh, penyebab timbulnya tanda dan gejala yang

dirasakan, serta tindakan yang dilakukan. Perilaku regulasi diri meliputi 1)

mengetahui penyebab berubahnya tekanan darah; 2) mengenali tanda – tanda dan

gejala tekanan darah tinggi dan rendah; 3) bertindak dalam menganggapi gejala; 4)

membuat keputusan berdasarkan pengalaman; 5) mengetahui situasi yang dapat

mempengaruhi tekanan darah; dan 6) membandingkan perbedaan antara tingkat

tekanan darah.

3. Interaksi dengan tenaga kesehatan

Interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya didasarkan pada konsep yang

menyatakan bahwa kesehatan (dalam kasus hipertensi tekanan darah yang

terkontrol dengan baik) dapat tercapai karena adanya kolaborasi antara klien

dengan tenaga kesehatan dan individu lain seperti keluarga dan teman. Perilaku

yang mencerminkan interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya adalah sebagai

berikut: 1) nyaman ketika mendiskusikan rencana pengobatan dengan penyedia

layanan kesehatan; 2) nyaman ketika menyarankan perubahan rencana perawatan

kepada penyedia layanan kesehatan ; 3) nyaman ketika bertanya kepada penyedia

33
layanan kesehatan terkait hal yang ditidak dipahami; 4) berkolaborasi dengan

penyedia layanan kesehatan untuk mengindentifikasi alasan berubahnya tingkat

tekanan darah; 5) meminta orang lain untuk membantu dalam mengontrol tekanan

darah; 6) nyaman ketika bertanya pada orang lain terkait teknik manajemen yang

dilakukan untuk menurunkan tekanan darah tinggi.

4. Pemantauan tekanan darah

Pemantauan tekanan darah dilakukan untuk mendeteksi tingkat tekanan

darah sehingga klien dapat menyesuaikan tindakan yang akan dilakukan dalam self

care management. Perilaku pemantauan tekanan darah meliputi: 1) memeriksa

tekanan darah saat merasa sakit; 2) memeriksa tekanan darah ketika mengalami

gejala tekanan darah rendah; dan 3) memeriksa tekanan darah untuk membantu

keputusan hipertensi perawatan diri.

5. Kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan

Kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan mengacu pada kepatuhan

pasien terhadap konsumsi obat anti-hipertensi dan kunjungan klinik. Komponen ini

juga melibatkan konsumsi obat sesuai dosis yang telah ditentukan, waktu yang

ditentukan untuk minum obat, dan kunjungan klinik rutin setiap 1-3 bulan.

National Heart, Lung and Blood Institute from United States Department

of Health and Human Services melalui the Seventh Report of the Joint National

Commitee merekomendasikan beberapa perubahan gaya hidup dalam upaya

mengontrol tekanan darah seperti: penurunan berat badan, perubahan pola makan,

menghindari konsumsi alkohol, olahraga secara teratur, berhenti merokok, dan

penggunaan terapi dengan obat-obatan (National Heart, Lung, & Blood Institute,

34
2016). Self care management pada penderita hipertensi menurut McCulloch terdiri

dari menitoring tekanan darah, mengurangi rokok, diet, manajemen berat badan,

dan mengurangi konsumsi alkohol (Saraswati, 2015). Sedangkan menurut

Canadian Hypertension Education Program, pelaksanaan pencegahan dan

pengobatan pada hipertensi dengan aktif melakukan kegiatan fisik (olahraga),

menurunkan atau mengendalikan berat badan, konsumsi alkohol, diet, mengurangi

stres, dan berhenti merokok (Canadian Hypertension Education Program, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hayes menyatakan bahwa manajemen

hipertensi yang efektif salah satunya adalah dengan menghentikan kebiasaan

merokok, mempertahankan diet yang sehat dan aktifitas fisik yang sehat.

Modifikasi perilaku sangat bermanfaat untuk mengurangi atau menunda dampak

buruk yang dapat ditimbulkan akibat hipertensi (Hayes, 2010).

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Self Care Management

Self care management dipengaruhi oleh faktor internal (dari diri klien

sendiri) dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu dari

lingkungan dan dukungan sosial yang diterima oleh klien (Nwinee, 2011).

1. Faktor Internal

Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari diri klien dalam self care

management. Faktor internal terdiri dari keyakinan atau nilai klien terhadap

penyakit, pengetahuan, usia, jenis kelamin dan efikasi diri klien.

1) Nilai

Nilai adalah pertimbangan secara etika yang mengatur perilaku seseorang.

Nilai merupakan keyakinan dan sikap pribadi seseorang mengenai kebenaran,

35
keindahan dan penghargaan dari suatu pemikiran atau perilaku yang berorientasi

pada tindakan yang berpengaruh pada kehidupan seseorang. Nilai merupakan

keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang berharga, kebenaran atau keinginan

mengenai ide-ide, obyek atau perilaku khusus (Prasetyo, 2012).

Kosa dan Robertson menjelaskan bahwa perilaku kesehatan seseorang

cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan seseorang terhadap kondisi kesehatan

yang diinginkan. Nilai pada klien hipertensi dalam hal ini terkait dengan keyakinan

tentang pentingnya melakukan self care management hipertensi. Rosentock

menjelaskan bahwa klien akan melaksanakan kegiatan self care management

didasarkan atas 4 keyakinan, yaitu dirasakannya kerentanan terhadap komplikasi,

keparahan dari penyakit, manfaat dari self care management serta hambatan untuk

melakukan self care management. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa self care management pada klien hipertensi akan dipengaruhi

oleh nilai atau keyakinan terhadap komplikasi yang muncul, keparahan dari

penyakit hipertensi yang dialami, adanya arti penting terhadap pelaksanaan self

care management yang harus dilakukan dan hambatan yang dihadapi oleh klien

dalam melakukan self care management (Nwinee, 2011).

2) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang diperoleh seseorang setelah

mengadakan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan merupakan

dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dalam self

care management, pengetahuan seseorang merupakan suatu dasar dari perilaku

seseorang. Tingkat pengetahuan seseorang akan berakibat pada hasil dari perilaku

36
atau gaya hidup yang dilakukan oleh orang tersebut. Pendidikan dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang termasuk juga perilaku seseorang terhadap

pola hidup terutama dalam memotivasi seseorang untuk bersikap. Semakin tinggi

pendidikan seseorang maka akan semakin mempermudah orang tersebut dalam

menerima informasi.

3) Usia

Usia merupakan salah satu faktor penting pada self care. Bertambahnya usia

sering dihubungkan dengan berbagai keterbatasan maupun kerusakan fungsi

sensoris. Pemenuhan kebutuhan self care akan bertambah efektif seiring dengan

bertambahnya usia dan kemampuan.

Faktor usia juga dapat berpengaruh pada pengetahuan seseorang. Menurut

Huclok menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang, maka tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja

(Wawan & Dewi, 2010).

4) Efikasi diri

Bandura (2015) menjelaskan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang

terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Efikasi diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa

hal yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pengalaman seseoarang. Dari

aspek jenis kelamin, laki-laki cenderung memiliki efikasi diri yang lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita. Dari aspek usia, efikasi diri dipengaruhi oleh

pengalaman hidup. Seseorang yang lebih tua tentunya akan memiliki lebih banyak

pengalaman dalam menghadapi masalah, sehingga akan berpengaruh terhadap

37
kepercayaan atau keyakinan yang dimiliki orang tersebut terhadap dirinya dalam

bertindak untuk mengatasi masalah atau mencapai tujuan tertentu. Tingkat

pendidikan juga dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang, karena orang yang

lebih banyak mengikuti pendidikan formal akan memperkuat efikasi dirinya

(Prasetyo, 2012).

5) Jenis Kelamin

Jenis kelamin mempunyai kontribusi dalam kemampuan perawatan diri.

Pada laki-laki banyak melakukan penyimpangan kesehatan seperti kurangnya

manajemen berat badan dan kebiasaan merokok dibandingkan perempuan (Arif ,

2010).

6) Lama terdiagnosa hipertensi

Lama seseorang mengalami suatu penyakit berhubungan dengan

pengalaman orang tersebut terhadap perawatan penyakit. Ketika pengalaman yang

dialaminya adalah baik, artinya menjadikan kesehatannya lebih baik, maka

pengalaman tersebut akan meningkatkan motivasinya untuk melaksanakan

program tersebut, misalnya program diet garam dan sebagainya. Namun jika

pengalaman sebelumnya ternyata menyebabkan terjadinya penurunan

kesehatannya, maka pengalaman tersebut akan menurunkan motivasinya untuk

melaksanakan suatu program perawatan tertentu (Novian, 2013). Penderita

hipertensi yang memiliki aktivitas self care yang lebih tinggi dibandingkan

penderita yang baru menderita hipertensi. Klien yang menderita hipertensi lebih

dari 11 tahun biasanya lebih memahami perilaku self care berdasarkan

pengalamannya selama menjalani penyakit tersebut sehingga klien lebih

38
memahami tentang hal-hal terbaik yang dilakukan untuk mempertahankan

kesehatannya. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan aktivitas self care

secara teratur dan konsisten (Bai, Chiou, & Chang, 2016).

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh pada self care management hipertensi

yaitu :

1) Dukungan sosial

Dukungan sosial sangat berpengaruh terhadap efektifitas pelaksanaan self

care management seseorang. Lewis dan Rook menyatakan bahwa integrasi,

dukungan dan kontrol sosial merupakan hal penting yang berpengaruh dalam

merubah perilaku seseorang. Dukungan sosial yang dapat diberikan oleh anggota

keluarga adalah dengan membantu klien, seperti mempersiapkan makanan yang

sehat, mengingatkan klien untuk minum obat, mencegah penggunaan rokok dan

alkohol (Nwinee, 2011)

2) Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

dapat berpengaruh terhadap perkembangan serta perilaku seseorang atau kelompok.

Sistem sosial budaya yang ada di masyarakat juga dapat mempengaruhi sikap

seseorang dalam menerima informasi (Wawan & Dewi, 2010).

3) Pekerjaan atau penghasilan

Seseorang yang mempunyai pekerjaan berat, sering lembur dan kurang

istirahat sangat berisiko terkena hipertensi sedangkan pada responden yang tidak

bekerja (ibu rumah tangga), mereka lebih cenderung dipengaruhi pola makan yang

39
kurang tepat dan kurangnya aktivitas terutama olahraga. Menurut Yekti (2011),

perempuan yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga berisiko lebih

tinggi menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan yang bekerja. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh kurangnya aktivitas yang dilakukan ibu rumah

tangga, dimana kebanyakan hanya berdiam diri di rumah. Berbeda dengan ibu yang

bekerja, justru lebih banyak aktivitasnya dan menyempatkan waktu untuk olaharaga

4) Sosial ekonomi

Sosial ekonomi berpengaruh terhadap self care hipertensi. Adapun

hubungan yang dapat dilihat adalah hubungan yang bersifat positif dimana pada

klien dengan status sosial ekonomi yang tinggi maka perilaku self care hipertensi

akan meningkat (Bai et al, 2007). Hipertensi merupakan penyakit kronik yang

membutuhkan biaya cukup mahal dalam perawatannya. Jika status ekonomi klien

kurang memadai akan menyebabkan klien mengalami kesulitan untuk melakukan

kunjungan kepusat pelayanan kesehatan secara teratur, sehingga sulit untuk

memantau bagaimana perkembangan status kesehatan klien dan klien akan

mengalami kecenderungan terjadinya resiko komplikasi hipertensi (Nwanko et al,

2010).

2.2.5 Pengukuran Self Care Management Pada Hipertensi

Kuesioner Hypertension Self Management Behavior Quetionnaire

(HSMBQ) yang dimodifikasi dari Diabetes Self Management Instrument yang

dikembangkan oleh Lin et al dalam penelitiannya pada tahun 2008. Nargis Akhter

menyusun instrumen Hypertension Self Management Behavior Quetionnaire di

Bangladesh untuk penelitiannya yang berjudul “Self Management Among Patients

40
With Hypertension in Bangladesh” pada tahun 2010. Kuesioner ini terdiri dari 40

pernyataan yang dibagi ke dalam 5 komponen self management yang telah dialih

bahasakan menjadi Bahasa Indonesia dengan metode back translate oleh dosen

Jurusan Ilmu Keperawatan, Universitas Diponegoro, Asih Nurakhir, S.Pd., M.Pd.,

dengan pendidikan S1 dan S2 bahasa inggris.

Sistem penilaian (skoring) pada kuesioner ini menggunakan skala Likert

dengan range 1-5, yaitu skala penilaian 1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-

kadang, 4 = selalu, dan 5 = tidak sesuai. Dari 40 item pernyatan dalam kuesioner

ini, merupakan item pernyataan favorable (pernyataan benar/positif). Perhitungan

nilai untuk membagi kategori menggunakan rumus mean dan standar deviasi.

Rumus pada nilai baik yaitu jumlah mean dan standar deviasi, nilai kurang yaitu

selisih mean dan standar deviasi. Nilai baik jika >139, cukup jika ≥96 s/d ≤139,

dan kurang jika <96 (Rohadatul, 2016).

2.2.6 Hubungan Self Care dengan Penderita Hipertensi

Hubungan self care management dengan hipertensi adalah suatu hal yang

sangat erat kaitannya, tetapi masih banyak masyarakat yang tidak melakukan

dengan rutin self care management tersebut, padahal hal ini dapat berpotensi

terjadinya komplikasi pada penderita hipertensi. Self care management merupakan

kemampuan individu mempertahankan perilaku efektif meliputi mengikuti diet dan

olahraga, penggunaan obat diresepkan, pemantuan mandiri dan koping emosional.

Faktor internal dan faktor eksternal dalam self care menjadi bagian penting dalam

meningkatkan self care management pada penderita hipertensi (Zhong et al, 2011).

41
2.2 Kerangka Konsep

Faktor resiko hipertensi

1. Tidak dapat diubah


a. Genetik
b. Usia
c. Jenis kelamin
2. Dapat diubah
a. Diabetes
b. Stres
c. Nutrisi
d. Penyalahgunaan
zat : rokok, Komplikasi :
alkohol, narkoba 1. Penyakit jantung
koroner
2. Gagal jantung
Hipertensi 3. Stroke
4. Infark miokard
5. Gagal ginjal
Self Care Management Hipertensi 6. Ensefalopati

Faktor yang 1. Integrasi diri


mempengaruhi - Pola diet dan kurangi asupan garam
perilaku self care - Olahraga
management : - Penurunan berat badan
Faktor internal: - Kontrol stres Self Care Management
- Pembatasan konsumsi alkohol dan Hipertensi :
1.Nilai rokok
2.Pengetahuan/ 2. Regulasi diri 1. Nilai baik jika >139
pendidikan 2. cukup jika ≥ 96 s/d
- Pengetahuan akan penyebab
3.Usia ≤139
perubahan tekanan darah 3. kurang jika < 96.
4.Efikasi diri
5.Jenis kelamin - Pengetahuan akan tanda dan gejala (Rohadatul, 2016)
6.Lama terdiagnosa hipertensi
hipertensi - Kemampuan membuat keputusan
3. Interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya
Faktor eksternal : 4. Pemantauan tekanan darah
1.Dukungan sosial 5. Patuh terhadap aturan yang dianjurkan
2. Lingkungan - Minum obat
3. Sosial ekonomi
- Kunjungan klinik

Keterangan: : Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti
: Alur pikir

Gambar 2.1

Kerangka Konsep Gambaran Self Care Management pada Penderita Hipertensi di


Wilayah Kerja Puskesmas II Tabanan

42
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah perencanaan pemilihan metode atau jenis

penelitian yang akan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Penelitian ini

termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan untuk mendeskripsikan

peristiwa penting yang tejadi di masa kini dengan sistematis, menggunakan angka-

angka dan menekankan pada data faktual (Budiman , 2011). Penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian non eksperimental dengan pendekatan survey,

yaitu penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi subyek, tetapi dengan

menyebarkan kuesioner pada subyek dalam teknik pengumpulan datanya.

43
3.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja pada penelitian ini adalah seperti pada gambar ini :
Populasi
Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas II Tabanan bulan
Januari – Juli 56 orang

Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi

Teknik Sampling
Nonprobability Sampling yaitu Purposive Sampling

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 49 sampel

Pengumpulan Data

Analisa Data
Analisis Univariat

Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 3.1
Kerangka Kerja Gambaran Self Care Management pada Penderita Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas II Tabanan

44
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas II Tabanan pada

bulan Oktober-November 2018.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi

pada penelitian ini adalah Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas II

Tabanan 56 orang (bulan Januari – Juli 2018).

3.4.2 Sampel penelitian

3.4.2.1 Teknik pengambilan sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu

suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi

sesuai dengan kehendak peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat diwakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2017).

1. Kriteria inklusi

Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

45
1) Penderita hipertensi esensial (hipertensi primer) yang bersedia menjadi

responden.

2) Penderita hipertensi yang telah terdiagnosa hipertensi minimal 4 bulan.

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2014). Pada

penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi yaitu :

1) Penderita hipertensi primer dengan penyakit penyerta lain (komplikasi)

yang sesuai rekam medis.

2) Penderita hipertensi yang tidak ada ditempat saat penelitian.

3) Penderita hipertensi dalam keadaan cacat mental.

3.4.2.2 Besar sampel penelitian

Jumlah sampel dinyatakan dengan ukuran sampel atau besar sampel. Jumlah

sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi itu sendiri. Penentuan besar
𝑁
sampel penelitian ini di tentukan dengan 𝑛 = 1+𝑁(𝑑)2

Keterangan :

n = Besar Sampel

N= Besar Populasi

d= Tingkat Signifikansi (p)

46
n= 56
1 + 56(0,05)2

n = 56

1,14

n = 49

3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1 Variabel penelitian

Variabel adalah segala suatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

sehingga ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Variabel dalam penelitian ini

yaitu self care management pada penderita hipertensi.

3.5.2 Definisi operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karaktersitik yang diamati, sehingga peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena

(Hidayat, 2014).

47
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Gambaran Self Care Management pada Penderita
Hipertensi Primer di Wilayah Kerja Puskesmas II Tabanan

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala


Operasional
Ukur Data

Self Care Kemampuan Modifikasi kuesioner Nilai baik: Ordi


Management penderita The Diabetes Self
>139, nal
Penderita hipertensi Management
cukup: ≥96
Hipertensi dalam Instrument.
melakukan Hypertension Self s/d ≤139
aktifitas Management Behavior
dan kurang
perawatan diri Questionnaire/HSMBQ
jika <96
meliputi terdiri dari 40 item
integrasi diri, pernyataan dengan (Rohadatul,
regulasi diri, menggunakan skala
2016)
interaksi likert dari rentang 1
dengan tenaga (tidak pernah) sampai
kesehatan, dengan 4 (selalu).
pemantauan (Rohadatul, 2016)
tekanan darah
dan kepatuhan
terhadap aturan
yang
dianjurkan.

48
3.6 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer yaitu

self care management pada penderita hipertensi primer yang meliputi intgrasi diri,

regulasi diri, interaksi dengan tenaga kesehatan lainnya, pemantuan tekanan darah,

dan patuh terhadap aturan yang dianjurkan dengan metode angket, sedangkan data

sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumen yang diberikan Dinas

Kesehatan Tabanan dan Puskesmas II Tabanan.

3.6.2 Cara pengumpulan data

Langkah – langkah pengumpulan data pada penelitian ini yaitu :

1. Mengajukan surat permohonan izin penelitian dari STIKES Wira Medika

Bali yang ditandatangani oleh ketua LP2M.

2. Mengajukan permohonan izin penelitian yang telah disiapkan institusi ke

Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Pemerintah Provinsi Bali.

3. Mengajukan izin penelitian kepada Kepala Badan Kes Bang Pol dan Linmas

Kabupaten Tabanan yang tembusannya disampaikan kepada Direktur

Puskesmas Tabanan II.

4. Menyamakan persepsi dengan peneliti pembantu (enumerator). Saat

pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu 3 orang peneliti pembantu

(enumerator). Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti menyamakan

persepsi dengan 3 enumerator, mengenai pelaksanaan pengisian kuesioner.

Tugas enumerator adalah untuk mendampingi dan membantu peneliti untuk

menyebarkan kuesioner saat penelitian.

49
5. Peneliti melakukan kegiatan penelitian pada saat kegiatan posbindu di

Wilayah Kerja Puskesmas II Tabanan.

6. Peneliti melakukan pemilihan sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

7. Peneliti memilih sampel dari populasi 56 orang, menjadi sampel 49 orang

dengan menggunakan Purposive sampling.

8. Peneliti melakukan pendekatan, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian

kepada responden yang diteliti. Responden yang bersedia menjadi sampel

diminta menandatangani informed consent (persetujuan) sebagai subjek

penelitian pada saat pelaksanaan puskesmas keliling.

9. Peneliti membagikan kuesioner kepada responden setelah responden

mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan di posbindu. Sebelum pengisian,

peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner. Waktu pengisian kuesioner

disesuaikan dari responden saat mengisi kuesioner dan didampingi

enumerator dan sisa sampel yang belum diperoleh di posbindu dilakukan

pengambilan data kerumah-rumah dengan diantar oleh kelian dinas

berdasarkan data penderita hipertensi dari Puskesmas

10. Kuesioner dikumpulkan kepada peneliti. Peneliti mengecek kembali

kelengkapan kuesioner dan melakukan klarifikasi kepada responden

11. Peneliti menyimpan kuesioner hasil penelitian dalam tempat yang sudah

disiapkan dan dijaga kerahasiannya.

12. Peneliti melakukan tabulasi dan analisis data.

50
3.6.3 Instrumen pengumpulan data

Kuesioner adalah suatu alat berbentuk formulir atau angket yang berisi

beberapa pertanyaan yang digunakan untuk menggali hal-hal yang dibutuhkan oleh

peneliti dari responden. Kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini adalah

kuesioner Hypertension Self Management Behavior Quetionnaire (HSMBQ) yang

dimodifikasi dari Diabetes Self Management Instrument yang dikembangkan oleh

Lin et al dalam penelitiannya pada tahun 2008. Nargis Akhter menyusun instrumen

Hypertension Self Management Behavior Quetionnaire di Bangladesh untuk

penelitiannya yang berjudul “Self Management Among Patients With Hypertension

in Bangladesh” pada tahun 2010. Kuesioner ini terdiri dari 40 pernyataan yang

dibagi ke dalam 5 komponen self management yang telah dialih bahasakan menjadi

Bahasa Indonesia dengan metode back translate oleh dosen Jurusan Ilmu

Keperawatan, Universitas Diponegoro, Asih Nurakhir, S.Pd., M.Pd., dengan

pendidikan S1 dan S2 bahasa inggris. Kuesioner Hypertension Self Management

Behavior Quetionnaire meliputi ( Rohadatul, 2016) :

1. 13 item tentang integrasi diri (item nomor 1-13)

2. 9 item tentang regulasi diri (item nomor 14-22)

3. 9 item tentang interaksi dengan tenaga kesehatan (item nomor 23-31)

4. 4 item tentang pemantuan tekanan darah (item nomor 32-35)

5. 5 item tentang kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan (item nomor 36-

40)

Sistem penilaian (skoring) pada kuesioner ini menggunakan skala Likert

dengan range 1-5, yaitu skala penilaian 1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-

51
kadang, 4 = selalu, dan 5 = tidak sesuai. Dari 40 item pernyatan dalam kuesioner

ini, merupakan item pernyataan favorable (pernyataan benar/positif). Hasil uji

validitas menunjukkan bahwa setiap item pernyataan memiliki memiliki nilai r

hitung anatara 0,375-0,781 dan tidak terdapat penyataan yang tidak valid. Dalam

penelitian ini uji realibitas instrumen menggunakan rumus Cronbach’s Alpha,

instrumen penelitian dinyatakan reliebel apabila hasil Cronbach’s Alpha ≥ 0.60 dan

jika hasil Cronbach’s Alpha < 0.60 maka instrumen tidak reliabel. Hasil uji

reliabilitas menunjukkan bahwa semua pernyataan valid pada kuesioner

Hypertension Self Management Behavior Quetionnaire adalah reliabel dengan nilai

reliablitias yaitu 0,949.

Pada 40 item pernyataan favorable jawaban ‘tidak pernah’ diberi kode 1,

jawaban ‘jarang’ diberi kode 2, jawaban ‘kadang-kadang’ diberi kode 3, jawaban

‘selalu’ diberi kode 4, dan jawaban ‘tidak sesuai’ diberi kode 5. Hasil keseluruhan

jawaban pada kuesioner dihitung normalitasnya dengan menggunakan uji

normalitas Kolmogorov Smirnov karena besar sampel lebih dari 50 responden, dan

didapatkan hasil 0,069. Karena nilai uji normalitas lebih dari 0,05 maka skoring

menggunakan mean.

Perhitungan nilai untuk membagi kategori menggunakan rumus mean dan

standar deviasi. Rumus pada nilai baik yaitu jumlah mean dan standar deviasi, nilai

kurang yaitu selisih mean dan standar deviasi. Nilai baik jika >139, cukup jika ≥96

s/d ≤139, dan kurang jika <96.

52
3.7 Pengolahan dan Analisa Data

3.7.1 Pengolahan data

Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau

ringkasan dan penelitian dengan menggunakan rumus tertentu berdasarkan

kelompok data mentah sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan. Proses

pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

3.7.1.1 Editing

Setelah data terkumpul, peneliti memeriksa kembali kuesioner yang telah

diisi oleh responden. Peneliti memeriksa kelengkapan pengisian data dan jawaban

dari responden. Pemeriksaan dilakukan langsung setelah responden mengumpulkan

kuesioner, sehingga apabila ada pernyatan yang belum dijawab dan responden

masih berada ditempat peneliti langsung meminta responden untuk melengkapi

data yang kurang.

3.7.1.2 Coding

Coding adalah proses mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para

responden ke dalam kategori. Klasifikasi jawaban dilakukan dengan cara

memberikan tanda atau kode pada masing-masing jawaban. Adapun pengkodean

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. 40 item pernyataan favorable jawaban

1) Kode 1 : ‘tidak pernah’

2) kode 2 : ‘jarang’

3) kode 3 : ‘kadang-kadang’

4) kode 4 : ‘selalu’

53
5) kode 5 : ‘tidak sesuai’

2. self care management dan kelima komponen sama

1) kode 1 : ‘kurang’

2) kode 2 : ‘cukup’

3) kode 3 : ‘baik’

3.7.1.3 Scoring

Setiap kuesioner yang telah terkumpul kemudian diberikan skor sesuai

dengan jawaban.

3.7.1.4 Tabulating

Tabulating adalah tahap pengolahan data yang dilakukan untuk pemindahan

data-data hasil penelitian. Data tersebut dikelompokkan sesuai tujuan penelitian

kemudian memasukkannya ke dalam tabel. Setiap hasil kuesioner tentang

gambaran self care management pada penderita hipertensi yang sudah diberi nilai

dimasukkan dalam tabel untuk memudahkan pada waktu melakukan pengolahan

data.

3.7.1.5 Entry

Memasukkan data yang sudah diedit dan dinilai menggunakan fasilitas

komputer atau dengan program SPSS.

3.7.1.6 Cleaning

Pada proses cleaning peneliti mengecek kembali data yang sudah

dimasukkan untuk melihat apakah terdapat kesalahan selama proses entry data.

54
3.7.2 Analisis data

Analisis data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara

sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan (Nursalam, 2008). Analisa yang

dilakukan adalah univariat atau analisis destriktif yaitu analisis yang

menggambarkan secara sistematis fakta atau fenomena yang akan diteliti secara

factual dan akurat (Riyanto, 2013). Data yang di dapat dalam penelitian ini, akan

disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dari 5 komponen self care management

yaitu integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan tenaga kesehatan, pemantauan

tekanan darah, dan kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan.

3.8 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam keperawatan merupakan hal penting dalam penelitian

mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka

segi etika penelitian harus diperhatikan, menurut Nursalam, (2017) etika penelitian

yang perlu diperhatikan meliputi:

1. Selft Determination ( Hak Untuk Ikut Atau Tidak Menjadi Responden)

Responden diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau

tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela tanpa ada unsur paksaan

atau pengaruh orang lain. Kesediaan klien ini dibuktikan dengan kesediaan

menandatangani surat persetujuan sebagai responden.

2. Informed Consent (Lembar Persetujuan )

Lembar persetujuan penelitian diberikan sebelum penelitian dilakukan.

Tujuannya adalah agar subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta

55
dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek menolak untuk diteliti

maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

3. Anonymity (Tanpa Nama)

Menjaga kerahasian identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan

nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh subjek. Lembar

tersebut hanya diberi nomor kode pada lembar alat ukur atau hasil penelitian yang

akan disajikan.

4. Confidentiality (Kerahasian)

Peneliti menjamin kerahasian hasil penelitian baik informasi maupuan

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.

5. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (beneficence)

Beneficence merupakan manfaat yang diperoleh semaksimal mungkin oleh

masyarakat pada umumnya dan khususnya pada subyek penelitian. Kaidah

beneficence menegaskan bahwa peran seorang peneliti adalah untuk memberikan

kesenangan dan kemudahan kepada responden. Peneliti harus memaksimalkan

akibat baik daripada hal yang buruk (Notoatmodjo, 2012). Penelitian yang telah

peneliti lakukan untuk melaksanakan prinsip beneficence adalah peneliti

memberikan perlakuan baik pada seluruh responden dengan tidak memaksakan

responden serta peneliti mencegah rasa sakit, stres, cidera bahkan kematian.

6. Utamakan dan tidak mencederai orang lain (non-maleficence)

Non-maleficence adalah tindakan yang berpedoman pada prinsip yang

paling utama dan jangan merugikan. Peneliti tidak melakukan kegiatan yang akan

56
memperburuk keadaan responden dan memilih cara yang paling kecil risikonya.

Risiko fisik, psikologis dan sosial bagi responden sebaiknya diminimalisir

semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2012). Penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti hendaknya tidak menimbulkan kerugian baik secara fisik, psikologis dan

sosial dengan cara memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada responden

mengenai prosedur dan tujuan penelitian.

57

Anda mungkin juga menyukai