Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI
1. PENGERTIAN
Hipertensi adalah salah satu penyakit pada gangguan kardiovaskuler ditandai dengan
peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah di sebabkan oleh karena penyempitan pembuluh darah/arteriosklerosis yang
mengakibatkan perfusi jaringan menurun dan berdampak kerusakan organ tubuh diantaranya
infark miokard, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal (Yonata and Pratama, 2016).
Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan
penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam batas normal), untuk
mencegah atau membatasi kerusakan organ (Mansjoer:522 ).
Kedaruratan hipertesi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak terkontrol atau
mereka yang tiba-tiba menghentikan penobatan. (Brunner & Suddarth:908). Kegawatan
hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang disertai disfungsi akut organ
target.
Hipertensi darurat (emergency hypertension) adalah kenaikan tekanan darah mendadak
(sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan
darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan
yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat
tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
Jadi kedaruratan hipertensi adalah kondisi penderita hipertensi yang tidak terkontrol
sehingga diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera.

2. JENIS-JENIS HIPERTENSI
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
1. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi 180/120
mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung, paru, dan
eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan
organ atas yang sudah nyata timbul.
2. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala
seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam
bahkan hitungan hari dengan obat oral.

Besarnya
tekanan darah
selalu dinyatakan dengan dua angka. Angka yang pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu
tekanan yang dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir saat jantung memompa
darah keluar dari jantung. Angka yang kedua di sebut diastolic yaitu angka yang menunjukkan
besarnya tekanan yang dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir masuk kembali
ke dalam jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan diastolic diukur
ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka ini sama pentingnya dalam
mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam prakteknya, terutama buat orang yang sudah
memasuki usia di atas 40 tahun, yang lebih riskan adalah jika angka diastoliknya tinggi yaitu
diatas 90 mmHg (Adib, 2009).

3. KLASIFIKASI
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher (2014), mengklasifikasikan hipertensi menjadi:
1. Hipertensi primer Hipertensi primer (esensial atau idiopatik) merupakan peningkatan
tekanan darah tanpa diketahui penyebabnya dan berjumlah 90%-95% dari semua kasus
hipertensi. Meskipun hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya, namun beberapa faktor
yang berkontribusi meliputi: peningkatan aktivitas, produksi sodium- retaining hormones
berlebihan dan vasokonstriksi, peningkatan masukan natrium, berat badan berlebihan,
diabetes melitus, dan konsumsi alkohol berlebihan (Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’Brien,
& Bucher,2007).
2. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah dengan
penyebab yang spesifik dan biasanya dapat diidentifikasi. Hipertensi sekunder diderita oleh
5%-10% dari semua penderita hipertensi pada orang dewasa. Ignatavicius, Workman,
&Winkelman (2016) menyatakan bahwa penyebab hipertensi sekunder meliputi penyakit
ginjal, aldosteronisme primer, pheochromocytoma, penyakit Chusing’s, koartasio aorta
(penyempitan pada aorta), tumor otak, ensefalitis, kehamilan, dan obat (estrogen misalnya,
kontrasepsi oral; glukokortikoid, mineralokortikoid, simpatomimetik).

4. FAKTOR RISIKO HIPERTENSI


Faktor-faktor resiko hipertensi ada yang dapat di kontrol dan tidak dapat dikontrol menurut
(Sutanto, 2010) antara lain :
a. Faktor yang dapat dikontrol : Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada
umumnya berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Kegemukan (obesitas)
Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas.
Meskipun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun
terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat badan
normal.
2) Kurang olahraga
Orang yang kurang aktif melakkukan olahraga pada umumnya cenderung
mengalami kegemukan dan akan menaikan tekanan darah. Dengan olahraga kita dapat
meningkatkan kerja jantung. Sehingga darah bisa dipompadengan baik keseluruh tubuh.
3) Konsumsi garam berlebihan
Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara konsumsi garam
berlebihan dengan kemungkinan mengidap hipertensi. Garam merupakan hal yang
penting dalam mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap
hipertensi adalah melalui peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan
darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekresi (pengeluaran) kelebihan garam
sehingga kembali pada kondisi keadaan sistem hemodinamik (pendarahan) yang normal.
Pada hipertensi primer (esensial) mekanisme tersebut terganggu, disamping
kemungkinan ada faktor lain yang berpengaruh.
4) Merokok dan mengonsumsi alcohol
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan selain dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah, nikotin dapat menyebabkan
pengapuran pada dinding pembuluh darah. Mengonsumsi alkohol juga dapat
membahayakan kesehatan karena dapat meningkatkan sistem katekholamin, adanya
katekholamin memicu naik tekanan darah.
5) Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika ketakutan, tegang
atau dikejar masalah maka tekanan darah kita dapat meningkat. Tetapi pada umumnya,
begitu kita sudah kembali rileks maka tekanan darah akan turun kembali.
Dalam keadaan stres maka terjadi respon sel-sel saraf yang mengakibatkan
kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium. Hubungan antara stres dengan
hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja ketika beraktivitas)
yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres berkepanjanngan dapat
mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Hal tersebut belum terbukti secara pasti,
namun pada binatang percobaan yang diberikan stres memicu binatang tersebut menjadi
hipertensi.
b. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1) Keturunan (Genetika)
Faktor keturunan memang memiliki peran yang sangat besar terhadap
munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa
hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel telur)
dibandigkan heterozigot (berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk
orang yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak melakukan
penanganan atau pengobata maka ada kemungkinan lingkungannya akan menyebabkan
hipertensi berkembang dan dalam waktu sekitar tiga puluhan tahun akan mulai muncul
tanda-tanda dan gejala hipertensi dengan berbagai komplikasinya.
2) Jenis kelamin
Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal
ini disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang mendorong terjadinya hipertensi
seperti kelelahan, perasaan kurang nyaman, terhadap pekerjaan, pengangguran dan
makan tidak terkontrol. Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko hipertensi
setelah masa menopause.
3) Umur
Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan seseorang menderita
hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul
akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Hanya
elastisitas jaringan yang erterosklerosis serta pelebaran pembulu darah adalah faktor
penyebab hipertensi pada usia tua. Pada umumnya hipertensi pada pria terjadi di atas
usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah berumur 45 tahun.

5. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial (primer)
merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor
keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari
adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan
yang kurang baik. Faktor makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas),
konsumsi garam dapur yang tinggi, merokok dan minum alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka kemungkinan
menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya
hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas), pola makan, merokok (M.Adib,2009).

6. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf simpatis, yang
berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis, pada titik ini neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi (Price &Wilson, 2006).
Saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenalin juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Price & Wilson, 2006).
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat antihipertensi,
stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol. Karena ketidak
teraturan atau ketidak patuhan minum obat antihipertensi menybabkan kondisi akan semakin
buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang semakin berat ( Krisis
hipertensi ).
Stres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi
sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung hormon estrogen serta
progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan lebih
meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan darah semakin meningkat, maka
besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Apabila menuju ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan
pembuluh darah serebral sehingga O2 di otak menurun dan trombosis perdarahan serebri yang
mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai darah menurun dan terjadi
iskemik yang menyebabkan gangguan perfusi tonus dan berakibat kelemahan anggota gerak
sehingga terjadi gangguan mobilitas fisik, sedangkan akibat dari penurunan O2 di otak akan
terjadi gangguan perfusi jaringan. Dan bila di pembuluh darah koroner ( jantung ) menyebabkan
miokardium miskin O2 sehingga penurunan O2 miokardium dan terjadi penurunan
kontraktilitas yang berakibat penurunan COP.
Paru-paru juga akan terjadi peningkatan volum darah paru yang menyababkan
penurunan ekspansi paru sehingga terjadi dipsnea dan penurunan oksigenasi yang menyebabkan
kelemahan. Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi
diplopia bisa menyebabkan injury.

7. MANIFESTASI
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan.
Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien
yang mencari pertolongan medis. Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa
pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu: Sakit kepala,
jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat,
mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil
terutama di malam hari, telinga berdenging (tinnitus), vertigo, mual, muntah, gelisah
(Ruhyanudin, 2007).
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus.
Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu : gejala ringan
seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah
marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah,
mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari hidung).

8. PENATALAKSANAAN
1. Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat
mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3. Glukosa Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh
peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
4. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler)
6. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
7. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
8. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi Steroid urin
9. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
10. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat
11. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
Adapun pemeriksaan lainnya :
1. Penatalaksanaan Medis Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik
Pada kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat, sekitar
25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam.
Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan
tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan
tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan
darah diastolik sekitar 100 mmHg. Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan
pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka
penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).
A. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous.
Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg /
menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
B. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis
tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of action
3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit kepala,
mual, muntah, hipotensi.
C. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12 jam.
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai
TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi
abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
D. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v :
10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg
i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk
mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.
Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,
eksaserbasi angina, MCI akut dll.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.
Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang femoral intra arterial
line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi
kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
Tentukan penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis
hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran.
Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160
mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada
krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ).
Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat. Penurunan TD
secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan
berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada
beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma
aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
3. Diet sehat penderita krisis hipertensi
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan empat cara,
yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah serat,dan
diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary Approach to Stop
Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu yang lengkap. Prinsip utama dari
diet DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang terdiri atas buah-
buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji-
bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang dianjurkan
untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori tergantung pada usia dan aktifitas. Menu
yang dianjurkan dalam diet DASH untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000
kalori yang dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam).

Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah lemak
secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6 – 11 mmHg.
Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah pisang.
Sementara dari golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih.
Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita hipertensi adalah daging
kambing dan durian.

4. Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg
atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau
berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial blood pressure25 %( pada strok
penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan
secara bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12 – 16
jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah hipertensi urgency
dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.
1) Terapi tanpa obat
a) Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas normal.
b) Pembatasan asupan garam (sodium/Na)
mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram
natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan
kalium yang cukup).
c) Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat meningkatkan kerja
jantung.
d) Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.
e) Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol
darah tinggi.
f) Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan
darahnya terkendali.
g) Teknik-teknik mengurangi stress
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis. h. Manfaatkan pikiran Kita memiliki
kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang kita duga. dengan berlatih
organ-organ tubuh yang selama ini bekerja secara otomatis seperti; suhu badan,
detak jantung, dan tekanan darah, dapat kita atur gerakannya.

2) Terapi dengan obat


a) Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25 mg (serpasil,
Resapin).
b) Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral), atenolol
50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5 & 5 mg (concor).
c) Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh
darah.

d) Angiotensin Converting Enzym (ACE)


Inhibitor Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25, 50 mg
(capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).
e) Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10 mg (adalat, codalat,
farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg (herbesser, farmabes).
f) Antagonis Reseptor Angiotensin II
Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh : valsartan
(diovan).
g) Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin) sehingga
volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT) (Corwin, 2001; Adib, 2009;
Muttaqin, 2009)
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah : Restriksi garam secara moderat
dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b. Penurunan berat badan
c. Menghentikan merokok
d. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu
isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain Intensitas olah
raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit
berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perming

2. Edukasi Psikologis
a. Teknik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut. 3. Terapi dengan Obat Tujuan
pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Penatalaksanaan lainnya :
1. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah Dapat menunjukkan
penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh hipertensi.
2. Glukosa darah Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3. Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum Membantu memperkirakan risiko
kardiovaskuler di masa depan.
4. EKG Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5. Hemoglobin/Hematokrit Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6. BUN/kreatinin Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7. Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) Dapat diakibatkan
oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
8. Kalium serum Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretic.
9. Kalsium serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10. Kolesterol dan trigliserida serum Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk/adanya pembentukan plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11. Pemeriksaan tiroid Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12. Kadar aldosteron urin/serum Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13. Urinalisa Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
14. Asam urat Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.
15. Foto dada Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan atau
takik aorta, pembesaran jantung.
16. CT Scan Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges, 2000;
John, 2003; Sodoyo, 2006).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


“HIPERTENSI”
1. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Keperawatan
1) Aktifitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda :
a. Frekuensi jantung meningkat
b. Perubahan irama jantung
c. Takipnea
2) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup dan
penyakit serebrovaskuler.
Tanda:
a. Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk
diagnosis.
b. Nadi: Denyutan jelas dari kerotis, jugularis, radialis.
c. Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer), pengisian
kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokonstriksi)
d. Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti, hipoksemia), kemerahan.
3) Integritas ego
Gejala:
a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah kronik
(dapat mengindikasikan kerusakan serebral)
b. Faktor-faktor stress multiple (hubungan keuangan yang berkaitan dengan pekerjaan)

Tanda:
a. Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian tangisan yang
meledak
b. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sektor mata), gerakan fisik
cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal masa yang lalu).
5) Makanan/Cairan
Gejala:
a. Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak,
tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur), gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
b. Mual, muntah
c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
d. Riwayat penggunaan diuretic

Tanda:
a. Berat badan normal atau obesitas
b. Adanya oedema
6) Neurosensori
Gejala:
a. Keluhan pening/pusing
b. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara
spontan setelah beberapa jam)
c. Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
d. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
e. Episode epistaksis

7) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala:
a. Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri
ekstremitas bawah)
c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
d. Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
8) Pernafasan
Gejala:
1. dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja
2. takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
3. batuk dengan atau tanpa sputum
4. riwayat merokok

Tanda:
a. distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan
b. bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
c. Sianosis
9) Keamanan
Gejala:
a. gangguan koordinasi atau cara berjalan
b. episode parestesia unilateral transion
c. hipotensi postural
10) Pembelajaran/penyuluhan
Gejala:
a. faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, diabetes
mellitus, penyakit serebrovaskuler/ginjal.
b. Pengguaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat atau alkohol (Doenges,
2000; Ruhyanudin, 2007).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas (D.0008)
B. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
C. nyeri (akut) yang berhubungan dengan pencedera fisiologis (D.0077)
D. Defisit pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi (D.0111)
3. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
1 Penurunan curah jantung Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (1.02075)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 jam penurunan 1. Observasi
penurunan kontraktilitas curah jantung membaik dengan kriteria a. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(D.0008) hasil: (meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
1. Kekuatan nadi perifer nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
meningkat b. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
2. Ejection fraction (EF) (Meliputi peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena
meningkat jugularis, palpitasi, rochi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Cardiac index (CI) meningkat c. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ostostatik,jika
4. Gambaran EKG aritmia perlu)
menurun d. Monitor intake dan output cairan
5. Edema menurun e. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
6. Oliguria menurun f. Monitor saturasi oksigen
7. Tekanan darah membaik g. Monitor keluhan nyeri dada (misal.
8. Pengisian kapiler membaik Intensitas,lokasi,radiasi,duarasi,presivitasi yang mengurangi
nyeri)
h. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
i. Monitor EKG 12 Sadapan
2. Terapeutik
Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
Berikan diet jantung yang sesuai (misal batasi asupan kaferin,
natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten,sesuai indikasi
Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress,jika perlu
Berikan dukungan emosional dan spiritual
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

3. Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
c. Anjurkan berhenti merokok
d. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
e. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian kolaborasi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiaritmia,jika perlu
b. Rujuk ke progam rehabilitasi jantung

Perawatan Jantung Akut (1.02076)


1. Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan
pereda, kualitas,l okasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi)
b. Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
c. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
d. Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko aritmia (misal
kalium,magnesium serum)
e. Monitor enzim jantung (misal CK,CKMB,Troponin T, Troponin
I)
f. Monitor saturasi oksigen
g. Identifikasi stratifikasi pada sindrom coroner akut (misal skor
TIMI,Killip,Crusade)
2. Terapeutik
a. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
b. Pasang akses intervena
c. Puasakan hingga bebas nyeri
d. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stress
e. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan
pemulihan
f. Siapakan menjalani intervensi koroner perkutan,jika perlu
g. Berikan dukungan emosional dan spiritual
3. Edukasi
a. Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
b. Anjurkan menghidari maneuver valsava (misal mengedan saat
baba tau batuk)
c. Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
d. Ajarkan teknik menurunkan kecemaskan dan ketakutan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiplatelet,jika perlu
b. Kolaborasi pemberian antiangina (misal nitrogliserin,beta
blocker,calcium channel blocker)
c. Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
d. Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
e. Kolaborasi pemberian obat maneuver valsava (misal pelunak
tinja,antjemetik)
f. Kolaborasi pencegahan thrombus dengan antikoagulan, jika perlu
g. Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu
2 Intoleransi aktivitas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi (1.05178)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 jam intoleransi 1. Observasi
ketidakseimbangan antara aktivitas membaik dengan issal hasil: a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan 1. Frekuensi nadi 60-100x/mnt b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
oksigen (D.0056) 2. Warna kulit membaik c. Monitor pola dan jam tidur
3. Tekanan darah membaik d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
4. Saturasi oksigen 95-100% 2. Terapeutik
5. Frekuensi nafas 12-20x/m a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus ( issal cahaya,
6. Keluhan Lelah menurun suara, kunjungan)
7. Dispnea saat aktivitas menurun b. Lakukan latikan rentang gerak pasif dan aktif
8. Aritmia menurun c. erikan aktivitas distraksi yang menenangkan
9. Sianosis menurun d. Fasilitas duduk disisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asypan
makanan

Terapi Aktivitas (1.05186)


1. Observasi
a. Identifikasi issal tingkat aktivitas
b. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
c. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
d. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
e. Identifikasi makna aktivitas rutin
f. Monitor respons emosional fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
2. Terapeutik
a. Fasilitasi fokus pada kemampuan,bukan deficit yang dialami
b. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
c. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,psikologis,dan sosial
d. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
e. Fasilitasi makna aktivitas yang dipiluh
f. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
g. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
h. Fasilitasi aktivitas fisik rutin ( issal ambulasi,mobilisasi,dan
perawatan diri) sesuai kebutuhan

3. Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
b. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
c. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsidari Kesehatan
d. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai
e. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan aktivitas partisipasi
dalam aktivitas
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor progam aktivitas,jika sesuai
b. Rujuk pada pusat atau progam aktivitas komunitas, jika perlu
3 Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan dengan agen keperawatan selama 3 jam diharapkan 1. Observasi
pencedera fisik masalah nyeri akut menurun dengan a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
kriteria hasil: intensitas nyeri.
1. Melaporkan nyeri terkontrol b. Identifikasi skala nyeri.
meningkat. c. Identifikasi respons nyeri non verbal.
2. Kemampuan mengenali onset d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
nyeri meningkat. e. Monitor efek samping penggumaan analgetik.
3. Kemampuan mengenali 2. Terapeutik
penyebab nyeri meningkat. a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.
4. Kemampuan menggunakan b. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (missal: suhu
teknik non farmakologis ruangan, pencahayaan, kebisingan)
meningkat. c. Fasilitasi istirahat dan tidur.
5. Keluhan nyeri menurun. 3. Edukasi
6. Penggunaan analgetik menurun. a. Jelaskan penyebab, perode, dan pemicu nyeri.
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
c. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

Pemberian Analgetik (1.08243)


1. Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (missal: pencetus, Pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frek, durasi).
b. Identifikasi riwayat alergi obat.
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgetik dengan tingkat keparahan
nyeri.
d. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 5.
Monitor efektifitas analgetik.
2. Terapeutik
a. Pertimbangkan penggunaan infus continue atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum.
b. Tetapkan target efektifitas analgetik untuk mengoptimalkan
respon pasien.
c. Dokumentasikan respons terhadap analgetik dan efek yang tidak
diinginkan.
3. Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat.
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgetik, jika perlu.

Latihan Pernapasan (1.01007)


1. Observasi
a. Identifikasi indikasi dilakukan latihan pernapasan.
b. Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman napas sebelum dan
sesudah latihan.
2. Teapeutik
a. Sediakan tempat yang tenang.
b. Posisikan pasien dengan nyaman dan rileks.
c. Tempatkan satu tangan di dada dan satu tangan di perut
d. Pastikan tangan di dada mundur ke belakang dan tangan diperut
maju ke depan saat menarik perut.
e. Ambil napas dalam secara perlahan melalui hidung dan tahan
selama 7 hitungan
f. Hitungan ke 8 hembuskan napas melalui mulut dengan perlahan.
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur latihan pernapasan.
b. Anjurkan mengulangi latihan 4-5 kali.

Pemantauan Nyeri (1.08242)


1. Observasi
a. Identifikasi factor penyebab dan pereda nyeri.
b. Monitor kualitas nyeri (misal: terasa tajam, tumpul, diremas-
remas, ditimpa beban berat)
c. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri.
d. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala.
e. Monitor durasi dan frekuensi nyeri.
2. Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
b. Dokumentasi hasil pemantauan.
3. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
4 Defisit pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan (1.12383)
pengelolaan hipertensi keperawatan selama 3 jam diharapkan 1. Observasi
(D.0111 masalah Defisit pengetahuan a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
meningkat dengan criteria hasil: b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
(L.12111) menurunkan motivasi perilaku hidup bersih sehat
1. perilaku sesuai anjuran 2. Terapeutik
meningkat a. Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan
2. kemampuan menjelaskan b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
pengetahuan tentang suatu topic c. Berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat 3. Edukasi
3. persepsi yang keliru terhadap a. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
masalah menurun b. Ajarkan perilaku hidup bersih sehat
4. perilaku membaik c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

Edukasi Proses Penyakit (1.12444)


1. Observasi
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Terapeutik
a. Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab dan faktor resiko penyakit
b. Jelaskan proses patofisiologi penyakit
c. Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
d. Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi
e. Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan
f. ajarkan cara meminimalisir efek samping dari intervensi atau
pengobatan
g. Informasikan kondisi pasien saat ini
h. Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan gejala memberat
atau tidak biasa

Anda mungkin juga menyukai