Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI


DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TITUS ULY KUPANG

OLEH :

NAMA : SULASTRI SAMSUDIN


NIM : 184702721
PRODI : S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2023

MENGETAHUI

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING AKADEMIK


A. Konsep Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90
mmHg (Brunner & Suddarth, 2015). Hipertensi adalah suatu keadaan
ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal
yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas) (Aspiani, 2016). Hipertensi adalah suatu kondisi saat
nilai tekanan sistolik ≥ 140 mmHg atau nilai tekanan diastolik ≥ 90 mmHg
(Garnadi, 2012). sedangkan menurut (Wijaya dan Putri 2013) hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan
darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang
persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut Aspiani (2016) pada umumnya hipertensi tidak mampu
menyebabkan yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan
curah jantung atau peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a) Genetik : respons neurologi terhadap stres atau kelainan eksresi
atau transportasi Na
b) Obesitas : terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat
c) Stres karena lingkungan
d) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua
serta penyempitan pembuluh darah.
Pada orang lanjut usia, penyebab hipertensi disebabkan terjadinya
perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal
dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Usia setelah 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % tiap tahun sehingga
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume. Elastisitas pembuluh
darah menghilang karena terjadi kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi.
1. Faktor Risiko
Menurut Lemone (2016) faktor risiko yang dapat dimodifikasi
antara lain :
a) Asupan kalium, kalsium, dan magnesium rendah
Pola makan tidak sehat merupakan salah satu faktor risiko
timbulnya penyakit pembuluh darah dan hipertensi. Pola makan tidak
sehat yang dimaksud adalah pola makan tinggi garam, tinggi asupan
lemak jenuh, tinggi kolesterol, dan kaya akan energi. Apabila
kemampuan tubuh membuang natrium terganggu, maka asupan natrium
yang tinggi akan meningkatkan tekanan darah. Selain itu, komsumsi
lemak jenuh dan kolesterol menyebabkan penyempitan dan pengerasan
pembuluh darah. Alhasil, kebiasaan-kebiasaan itulah yang
menyebabkan hipertensi.
b) Stres fisik dan psikis
Tuntutan pekerjaan yang tinggi merupakan hal umum yang
paling sering terjadi pada masyarakat modern. Adanya stres yang besar
dan menahun akan memicu timbulnya berbagai keluhan dan penyakit.
Orang-orang yang setiap harinya bekerja dengan tingkat stres yang
tinggi akan beresiko mengidap hipertensi di kemudian hari.
c) Kurangnya aktifitas fisik
Kehidupan modern telah menjebak banyak orang untuk masuk
ke dalam kehidupan yang tidak sehat. Waktu berjalan terasa begitu
cepat dan menyulitkan kita mencari kesempatan untuk berolahraga.
Masyarakat modern semakin jarang menggerakkan badan. Selain itu,
semakin banyak kemudahan yang ditawarkan membuat malas untuk
jalan kaki. Kurangnya aktifitas fisik menyebabkan jantung tidak
terlatih, pembuluh darah kaku, sirkulasi darah tidak mengalir dengan
lancar, dan menyebabkan kegemukan.
d) Kegemukan dan Obesitas
Kegemukan dan obesitas akan memperberat kerja jantung untuk
memompa darah, organ-organ vital lain juga mendapatkan beban
akibat banyaknya timbunan lemak di dalam tubuh. Akhirnya, semua
kondisi tersebut saling terkait menimbulkan hipertensi dan penyakit
lain.
e) Komsumsi alkohol berlebihan
2. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi :
a) Faktor genetik
Genetik atau biasa disebut sebagai faktor keturunan. Jika ada
di antara keluarga yang mempunyai hipertensi , hal tersebut
membuka peluang untuk menderita hipertensi semakin besar.
b) Usia
Pertambahan usia akan meningkatkan resiko hipertensi pada
seseorang. Kejadian hipertensi lebih sering terjadi pada kelompok
lansia (lanjut usia). Resiko hipertensi meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, terutama pada pria di atas usia 45 tahun atau
wanita berusia diatas 55 tahun
3. Tanda Dan Gejala
Gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya
berupa : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat
ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan (jarang
dilaporkan). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak
menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan
adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem
organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan
tajam penglihatan.
Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai
mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial. Pada
pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah
yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala lain
yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Triyanto, 2014)
4. Klasifikasi
Menurut Triyanto (2014) klasifikasi hipertensi yaitu sebagai berikut :
Tabel Klasifikasi Hipertensi
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik Diastolik
Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg

Normal 120-129 mmHg 80-84 mmHg

High normal 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Grade 1 (ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Grade 2 (sedang) 160-179 mmhg 100-109 mmHg

Grade 3 (berat) 180-209 mmHg 100-119mmHg


Grade 4 (sangat berat) >210 mmHg > 120 mmHg

a. Jenis Hipertensi
Menurut Lemone (2016) mengemukakan berbagai jenis hipertensi
antara lain :
1) Hipertensi Primer
Hipertensi Primer, juga disebut sebagai hipertensi ensensial,
adalah tekanan darah sistemik yang naik secara persisten. Hipertensi
yang terjadi tanpa adanya kondisi atau penyakit penyebab disebut
sebagai hipertensi primer. Berdasarkan penelitian, sebagian besar
masyarakat mengidap hipertensi jenis ini meski tidak disebabkan
adanya kondisi atau penyakit, tetapi ada beberapa faktor risiko
penyebab gangguan kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah.
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi
akibat proses dasar yang dapat diidentifikasi. Hanya sedikit kasus
hipertensi yang terdeteksi akibat penyakit atau kondisi tertentu,
misalnya hipertensi yang terjadi karena adanya penyakit ginjal,
kelainan hormon (penyakit endokrin), penyakit jantung, dan penyakit
pembuluh darah. Penanganan pada pengidap hipertensi sekunder tidak
hanya menurunkan tekanan darah, tetapi harus disertai dengan terapi
kondisi atau terapi penyakit penyebab.

5. Patofisiologi
Patofisiologi hpertensi masih dipenuhi ketidakpastian sejumlah kecil
pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau adrenal
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, belum ada
penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut
sebagai “hipertensi esensial”. Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat
dalam pengaturan tekanan darah normal, kemudian dapat turut berperan
dalam terjadi hipertensi esensial.
Beberapa faktor yang saling berhubungan turut serta menyebabkan
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi dan peran mereka
berbeda pada setiap individu. Di mana faktor-faktor yang telah dipelajari
secara intensif adalah asupan garam, obesitas, dan resistensi insulin, sistem
renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada beberapa tahun ke
belakang faktor lainnya yang telah dievaluasi termasuk genetik, disfungsi
endotel (yang tampak pada perubahan endotellin dan nitrat oksida).
Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula saraf simpatis, yang berlanjur ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini
neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf
paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
neurofinefrin mengakibatkan kontraksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan, dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal itu terjadi.
Pada saat bersamaan di mana saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mengsekresi epinefren yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, satu vasokontriktol kuat yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.
Perubahan struktrul dan fungsional pada pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut
usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Brunner & Suddart, 2015)

6. Pathway
Usia Stres Faktor genetik Stenosis arteri renal

Adaptasi Sistem Penurunan aliran


kardiovaskuler Rangsangan Curang jantung darah ke ginjal
saraf simpatis

arteriosklerosis Peningkatan
Autoregulasi
pengaktifan
Peningkatan baroreseptor ginjal
aktivitas
Hilangnya Vasokontriksi Pelepasan renin
vasokontriksi
elastisitas jaringan
ikat
Adrenal melepas Peningkatan Pembentukan
hormon epinefrin resistensi angiotensin
Penurunan
relaksasi otot perifer total
pembuluh darah (TPR) Peningkatan TPR
Penurunan aliran
darah ke ginjal
Penurunan Peningkatan sintesis
kemampuan aldosteron dn
distensi daya reabsorbsi natrium
Pelepasan renin
regang pembuluh
darah
HIPERTENSI
Angiotensin I
Penurunan
kemampuan aorta
dan arteri besar Angiotensin II
dalam
mengakomodasi
volume darah yang Merangsang
Volume
Intravaskuler
Sumber : Modifikasi Brunner & Suddart (2015)

7. Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah
tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain
otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi
dan penebalan, sehingga aliran darah ke otak yang diperdarahi
berkurang. Arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark Miokard
Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi
ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan
waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distrimia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya
glomerulus, aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan
osmotik koloid plasma akan berkurang dan menyebabkan edema,
yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya).
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang
interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron di sekitarnya kolaps
dan terjadi koma serta kematian
5. Gagal Jantung
Gagal Jantung, menyebabkan cairan darah tidak dapat
bersirkulasi dengan baik dan menyebabkan gejala penumpukan cairan
berupa pembengkakan jantung dan sesak. Cairan di dalam tubuh akan
menumpuk dan tidak dapat bersirkulasi dengan baik. Cairan yang
menumpuk di tubuh dapat turun ke kaki saat berdiri dan menimbulkan
gejala bengkak pada kaki. Apabila tidur menyebabkan cairan
menumpuk ke rongga paru dan menimbulkan gejala sesak atau
menyebabkan kelopak mata tampak sembab saat bangun tidur
(Ardiansyah, 2012) .
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan secara menyeluruh dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis hipertensi dan menentukan derajat keparahannya. Pengukuran
tekanan darah dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui tekanan darah. Selain pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaaan laboratorium dapat dilakukan untuk mencari faktor risiko
dan penyebab hipertensi, serta mengetahui kerusakan organ, misalnya
ginjal dan jantung (Asikin, 2016)
Menurut Aspiani (2016) berbagai pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa hipertensi antara lain :
a. Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena
parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut
3) Darah perifer lengkap
4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa)
b. EKG
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia dan infark miokard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
c. Foto Rontgen
a) Bentuk dan besar jantung
b) Pembendungan, lebarnya paru
c) Hipertrofi Parenkim ginjal
d) Hipertrofi vaskular ginjal

9. Penatalaksaan Medis
Menurut Triyanto (2014) penatalaksanaan hipertensi yaitu dengan
terapi farmakologi dan non farmakologi sebagai berikut:
a. Farmakologi
1) Golongan diuretik
Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang
diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal
membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan
di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik
juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik
menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga
kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium.
Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia,
kegemukan, penderita gagal ginjal atau penyakit ginjal
menahun.
2) Penghambat adrenergik
Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang
terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker
labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem
saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan
memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan
tekanan darah. Yang paling sering digunakan adalah beta-
blocker, yang efektif diberikan kepada penderita usia muda,
penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita
dengan denyut jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada),
sakit kepala migren.
3) ACE-inhibitor
Angiotensin convertin enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan
arteri. Obat ini efektif diberikan kepada orang kulit putih, usia
muda, penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam
air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun
atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi
sebagai efek samping dari obat yang lain.
4) Angiotensin-II-Bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan
darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-
inhibitor.
5) Antagonis kalsium
Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh
darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. Sangat
efektif diberikan kepada orang kulit hitam, lanjut usia, penderita
angina pektoris (nyeri dada), denyut jantung yang cepat, sakit
kepala migren.
6) Vasodilator langsung
Vasodilatasi langsung menyebabkan melebarnya pembuluh
darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai
tambahan terhadap obat anti-hipertensi lainnya.

7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna)


Hipertensi maligna memerlukan obat yang menurunkan
tekanan darah tinggi dengan segera. Beberapa obat yang bisa
menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar
diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah) yaitu obat
diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, dan labetalol.
10. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi non farmakologis
Menurut Aspiani (2016) mengemukakan berbagai
penatalaksanaan antara lain :
1) Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola
hidup sehat dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan
gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki keadaan
hipertrofi ventrikel kiri.
Beberapa diet yang dianjurkan :
a) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan
tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan
komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem
renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100
mmol atau setara dengan 3-6 gram garam perhari.
b) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas.
c) Diet kaya buah dan sayur.
d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya
jantung koroner.
2) Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara
menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan
volume sekuncup.
3) Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
keadaan jantung. Olahraga isotonik juga dapat meningkatkan
fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi
katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak
3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk
menurunkan tekanan darah.
4) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengkomsumsi alkohol,
penting untuk mengurangi jangka panjang hipertensi karena
asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai
organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
5) Melakukan terapi komplementer, diantaranya :
1) Senam ergonomik
Senam ergonomic adalah suatu Teknik senam untuk
mengembalikan atau membetulkan posisi dan kelenturan
sistem saraf dan aliran darah, memaksimalkan suplai
oksigen ke otak
2) Terapi Relaksasi Progresif
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri
yang didasarkan pada kerja sistem syaraf simpatis dan
parasimpatis
3) Terapi Musik
Terapi musik merupakan suatu keterampilan dalam
menggunakan musik dan elemen-elemen musik oleh
seseorang yang ahli di bidang untuk meningkatkan,
memelihara, memperbaiki kesehatan mental, fisik, emosi,
dan spiritual
4) Yoga
Yoga adalah sebuah aktivitas dimana seseorang
memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca
indranya dan tubuhnya secara keseluruhan.
5) Senam Aerobik
Senam aerobik adalah olahraga kesehatan bertingkat
sasaran III (memelihara dan meningkatkan kapasitas
aerobiknya) yang wujudnya gerakan-gerakan senam
6) Hipnoterapi
Mengontrol alam bawah sadar untuk membuat tubuh
rileks dan melatihnya terus-menerus di bawah bimbingan
seseorang ahli, dapat membantu menurunkan tekanan
darah tinggi
7) Aromaterapi
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan
alternatif yang menggunakan minyak esensial untuk
memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional,
setelah aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk
rileks sehingga menurunkan aktifitas vasokontriksi
pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar dan
menurunkan tekanan darah

8) Makanan yang dianjurkan


a) Sayur-sayuran hijau kecuali daun singkong, daun
melinjo dan melinjonya.
b) Buah-buahan kecuali buah Durian.
c) Ikan laut tidak asin terutama ikan laut air dalam seperti
ikan kakap dan tuna.
d) Telur boleh dikonsumsi maksimal 2 butir dalam 1
minggu dan diutamakan putih telurnya saja.
e) Daging ayam (kecuali kulit, jerohan, dan otak) karena
mengandung lemak.
9) Makanan yang perlu dihindari
a) Makanan yang diawetkan seperti ,akanan kaleng, mie
instant, minuman kaleng.
b) Daging merah segar seperti hati ayam, sosis sapi,
daging kambing.
c) Makanan berlemak dan bersantan tinggi, serta makanan
yang terlalu asin
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian keperawatan
a. Aktifitas /istirahat
Gejala: kelemahan,letih,nafas pendek,gaya hidup monoton
Tand 1). Frekuensi jantung meningkat
2). Perubahan irama jantung
3). Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi,aterosklerosis,penyakit jantung coroner/katup
dan
Penyakit serebrovaskuler
Tanda 1) Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk diagnosis
2) Denyutan jelas dari kerotis,jugularis, radialis
3) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi
perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda
(vasokonstriksi)
4) Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti, hipoksemia),
kemerahan.
a. Integritas ego
Gejala: 1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, atau marah kronik (dapat mengindikasikan
kerusakan serebral)
2) Faktor-faktor stress multiple (hubungan keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan)
Tanda: 1) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu
perhatian tangisan yang meledak
2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sektor
mata), gerakan fisik cepat, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
b. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti
infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang
lalu).
c. Makanan/Cairan
Gejala: 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti
makanan yang digoreng, keju, telur), gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: 1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
d. Neurosensori
Gejala: 1) Keluhan pening/pusing
1) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun
dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
2) Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
3) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
4) Episode epistaksis

g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: 1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya
4) Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: 1) dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja
2) takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
3) batuk dengan atau tanpa sputum
4) riwayat merokok
Tanda: 1) distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan
2) bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan
Gejala: 1) gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) episode parestesia unilateral transion
3) hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: 1) faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit
serebrovaskuler/ginjal.
2) Pengguaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat
atau alkohol
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan


vasokontriksi pembuluh darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebih sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
6. Kurang pengetahuan mengenai konndisi penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya informasi.
C. RENCANA TINDAKAN
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Intervensi:
a. Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah
vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis
mungkin teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai
mungkin menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi,
adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti
paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung
kronik).
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan
curah jantung.
e. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal
atau vaskuler.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi
aktivitas/keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan
lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan
stress, membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan tekanan darah.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan
parameter: frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat,
catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan
kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.
Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh
kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan
perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
memajukan tingkat aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang ada.
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan
energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.
b. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral
dengan menghambat/memblok respon simpatik, efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c. Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,
dan membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan
tekanan vakuler serebral.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
e. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam
setelah makan.
Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti
ansietas, diazepam dll.
Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan
rangsangan saraf simpatis.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dengan kegemukan.
Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi,
kerena disproporsi antara kapasitas aorta dan
peningkatan curah jantung berkaitan dengan massa
tumbuh.
b. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan
predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya,
misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume
cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang
lebih memperburuk hipertensi.
c. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.
Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.
Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat
badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil.
d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program
diit terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan
inividu untuk menyesuaikan/penyuluhan.
e. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan
perasaan sekitar saat makanan dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi
yang dimakan dan kondisi emosi saat makan,
membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor
mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
f. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari
makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es
krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur,
produk kalengan, jeroan).
Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol penting dalam mencegah perkembangan
aterogenesis.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Intervensi:
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya: kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup
seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam
kehidupan sehari-hari).
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidak mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife mungkin
merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui
telah menjadi penentu utama TD diastolik.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
Rasional: pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap
stressor)
d. Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri
yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment
terapiutik.
e. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti: apakah yang anda lakukan merupakan apa yang
anda inginkan?.
Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan.
Etika kerja keras, kebutuhan untuk kontrol dan fokus
keluar dapat mengarah pada kurang perhatian pada
kebutuhan-kebutuhan personal.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan
ketimbang membatalkan tujuan diri/keluarga.
Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan
tidak berdaya
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Intervensi:
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko
kardivaskuler yang dapat diubah, misalnya: obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan
minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur) pola hidup
penuh stress.
Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan
dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang
terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati
mempengaruhi minimal klien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila
klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak
akan dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses
penyakit hipertensi dan mempermudah dalam
menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan,
dan akibat lanjut) melalui pendkes.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang mencakup peningkatan kesehatan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. (Ika dan Saryono, 2010).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang
digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan
dan proses ini berlangsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian
tujuan yang diinginkan (Ika dan Saryono, 2010). Ada tiga yang dapat
terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :
1. Masalah teratasi seluruhnya.
2. Masalah tidak teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, dkk.(2016). Keperawatan Medikal Medikal Bedah Sistem Kardiovaskular.


Jakarta : Erlangga
Aspiani, Reny Yuli.(2014). Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan
kardiovaskular aplikasi nic & noc. Jakarta : EGC
Bangun, A. (2016). Cara Sehat Alami Mengatasi Hipertensi dengan Ramuan
Herbal dan Terapi Jus. Bandung : Indonesia Publishing House
Friedman, M.M et al. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan
Praktik. Ed 5. Jakarta: EGC.
Garnadi, Yudi.(2012). Hidup Nyaman dengan Hipertensi. Jakarta : AgroMedia
Pustaka
LeMone, Priscilla.(2015). Buku ajar keperawatan medikal bedah, ed. 5, vol. 3.
Jakarta : EGC
Mubarak, Wahid Iqbal. (2009). Ilmu Pengantar Komunitas. Jakarta: Salemba
Medika.
Muttaqin, Arif.( 2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Triyanto, E.(2014). Pelayanan Keperawatan bagi Penderita
Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai