Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Keperawatan Keluarga


Koordinator: Lina Safarina, S.Kp.,M.Kep
Dosen Pembimbing: Lina Safarina, S.Kp.,M.Kep

OLEH :
RINA EVARIANI
NPM. 214120044

ROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL A. YANI CIMAHI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

A. Konsep Keluarga
1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90

mmHg (Brunner & Suddarth, 2015). Hipertensi adalah suatu keadaan

ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal

yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka

kematian (mortalitas) (Aspiani, 2016). Hipertensi adalah suatu kondisi saat

nilai tekanan sistolik ≥ 140 mmHg atau nilai tekanan diastolik ≥ 90 mmHg

(Garnadi, 2012). sedangkan menurut (Wijaya dan Putri 2013) hipertensi

adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara

abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan

darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan

sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara

normal. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang

persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).

2. Etiologi dan Faktor Resiko


Menurut Aspiani (2016) pada umumnya hipertensi tidak mampu

menyebabkan yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan

curah jantung atau peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa

faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:


a) Genetik : respons neurologi terhadap stres atau kelainan eksresi

atau transportasi Na

b) Obesitas : terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang

mengakibatkan tekanan darah meningkat

c) Stres karena lingkungan

d) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua

serta penyempitan pembuluh darah.

Pada orang lanjut usia, penyebab hipertensi disebabkan terjadinya

perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal

dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah, dan

meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Usia setelah 20 tahun

kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % tiap tahun sehingga

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume. Elastisitas pembuluh

darah menghilang karena terjadi kurangnya efektifitas pembuluh darah

perifer untuk oksigenasi.

1. Faktor Risiko

Menurut Lemone (2016) faktor risiko yang dapat dimodifikasi

antara lain :

a) Asupan kalium, kalsium, dan magnesium rendah

Pola makan tidak sehat merupakan salah satu faktor risiko

timbulnya penyakit pembuluh darah dan hipertensi. Pola makan tidak

sehat yang dimaksud adalah pola makan tinggi garam, tinggi asupan

lemak jenuh, tinggi kolesterol, dan kaya akan energi. Apabila


kemampuan tubuh membuang natrium terganggu, maka asupan natrium

yang tinggi akan meningkatkan tekanan darah. Selain itu, komsumsi

lemak jenuh dan kolesterol menyebabkan penyempitan dan pengerasan

pembuluh darah. Alhasil, kebiasaan-kebiasaan itulah yang

menyebabkan hipertensi.

b) Stres fisik dan psikis

Tuntutan pekerjaan yang tinggi merupakan hal umum yang

paling sering terjadi pada masyarakat modern. Adanya stres yang besar

dan menahun akan memicu timbulnya berbagai keluhan dan penyakit.

Orang-orang yang setiap harinya bekerja dengan tingkat stres yang

tinggi akan beresiko mengidap hipertensi di kemudian hari.

c) Kurangnya aktifitas fisik

Kehidupan modern telah menjebak banyak orang untuk masuk

ke dalam kehidupan yang tidak sehat. Waktu berjalan terasa begitu

cepat dan menyulitkan kita mencari kesempatan untuk berolahraga.

Masyarakat modern semakin jarang menggerakkan badan. Selain itu,

semakin banyak kemudahan yang ditawarkan membuat malas untuk

jalan kaki. Kurangnya aktifitas fisik menyebabkan jantung tidak

terlatih, pembuluh darah kaku, sirkulasi darah tidak mengalir dengan

lancar, dan menyebabkan kegemukan.

d) Kegemukan dan Obesitas

Kegemukan dan obesitas akan memperberat kerja jantung untuk

memompa darah, organ-organ vital lain juga mendapatkan beban


akibat banyaknya timbunan lemak di dalam tubuh. Akhirnya, semua

kondisi tersebut saling terkait menimbulkan hipertensi dan penyakit

lain.

e) Komsumsi alkohol berlebihan

2. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi :

a) Faktor genetik

Genetik atau biasa disebut sebagai faktor keturunan. Jika ada

di antara keluarga yang mempunyai hipertensi , hal tersebut

membuka peluang untuk menderita hipertensi semakin besar.

b) Usia

Pertambahan usia akan meningkatkan resiko hipertensi pada


seseorang. Kejadian hipertensi lebih sering terjadi pada kelompok
lansia (lanjut usia). Resiko hipertensi meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, terutama pada pria di atas usia 45 tahun atau
wanita berusia diatas 55 tahun
3. Tanda Dan Gejala
Gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya

berupa : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat

ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan (jarang

dilaporkan). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak

menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan

adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem

organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan

patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan

urinasi pada malam hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi

sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan

tajam penglihatan.

Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi

bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai

mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial. Pada

pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah

yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan

pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala lain

yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka

merah, sakit kepala, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Triyanto, 2014)

4. Klasifikasi
Menurut Triyanto (2014) klasifikasi hipertensi yaitu sebagai berikut :

Tabel Klasifikasi Hipertensi

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah

Sistolik Diastolik

Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg

Normal 120-129 mmHg 80-84 mmHg

High normal 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Grade 1 (ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Grade 2 (sedang) 160-179 mmhg 100-109 mmHg


Grade 3 (berat) 180-209 mmHg 100-119mmHg

Grade 4 (sangat berat) >210 mmHg > 120 mmHg

a. Jenis Hipertensi

Menurut Lemone (2016) mengemukakan berbagai jenis hipertensi

antara lain :

1) Hipertensi Primer

Hipertensi Primer, juga disebut sebagai hipertensi ensensial,

adalah tekanan darah sistemik yang naik secara persisten. Hipertensi

yang terjadi tanpa adanya kondisi atau penyakit penyebab disebut

sebagai hipertensi primer. Berdasarkan penelitian, sebagian besar

masyarakat mengidap hipertensi jenis ini meski tidak disebabkan

adanya kondisi atau penyakit, tetapi ada beberapa faktor risiko

penyebab gangguan kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah.

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi Sekunder adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi


akibat proses dasar yang dapat diidentifikasi. Hanya sedikit kasus
hipertensi yang terdeteksi akibat penyakit atau kondisi tertentu,
misalnya hipertensi yang terjadi karena adanya penyakit ginjal,
kelainan hormon (penyakit endokrin), penyakit jantung, dan penyakit
pembuluh darah. Penanganan pada pengidap hipertensi sekunder tidak
hanya menurunkan tekanan darah, tetapi harus disertai dengan terapi
kondisi atau terapi penyakit penyebab
5. Patofisiologi
Patofisiologi hpertensi masih dipenuhi ketidakpastian sejumlah kecil

pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau adrenal

yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, belum ada

penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut

sebagai “hipertensi esensial”. Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat

dalam pengaturan tekanan darah normal, kemudian dapat turut berperan

dalam terjadi hipertensi esensial.

Beberapa faktor yang saling berhubungan turut serta menyebabkan

peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi dan peran mereka

berbeda pada setiap individu. Di mana faktor-faktor yang telah dipelajari

secara intensif adalah asupan garam, obesitas, dan resistensi insulin, sistem

renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada beberapa tahun ke

belakang faktor lainnya yang telah dievaluasi termasuk genetik, disfungsi

endotel (yang tampak pada perubahan endotellin dan nitrat oksida).

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula saraf simpatis, yang berlanjur ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus

yang bergerak melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini

neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf

paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

neurofinefrin mengakibatkan kontraksi pembuluh darah. Berbagai faktor


seperti kecemasan, dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh

darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi

sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan

jelas mengapa hal itu terjadi.

Pada saat bersamaan di mana saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal

mengsekresi epinefren yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat

respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

mengakibatkan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, satu vasokontriktol kuat yang pada gilirannya merangsang

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intravaskuler.

Perubahan struktrul dan fungsional pada pembuluh darah perifer

bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut

usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi

dan daya regang pembuluh darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Brunner & Suddart, 2015)

6. Pathway

7. Komplikasi

1. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah

tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain

otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi

kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi

dan penebalan, sehingga aliran darah ke otak yang diperdarahi

berkurang. Arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

2. Infark Miokard

Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang

aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah

melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi

ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan

waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distrimia,

hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan

3. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat

tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya

glomerulus, aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran

glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan


osmotik koloid plasma akan berkurang dan menyebabkan edema,

yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.

4. Ensefalopati (kerusakan otak)

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada

hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya).

Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan

peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang

interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron di sekitarnya kolaps

dan terjadi koma serta kematian

5. Gagal Jantung

Gagal Jantung, menyebabkan cairan darah tidak dapat

bersirkulasi dengan baik dan menyebabkan gejala penumpukan cairan

berupa pembengkakan jantung dan sesak. Cairan di dalam tubuh akan

menumpuk dan tidak dapat bersirkulasi dengan baik. Cairan yang

menumpuk di tubuh dapat turun ke kaki saat berdiri dan menimbulkan

gejala bengkak pada kaki. Apabila tidur menyebabkan cairan

menumpuk ke rongga paru dan menimbulkan gejala sesak atau

menyebabkan kelopak mata tampak sembab saat bangun tidur

(Ardiansyah, 2012) .

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan secara menyeluruh dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis hipertensi dan menentukan derajat keparahannya. Pengukuran

tekanan darah dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang untuk


mengetahui tekanan darah. Selain pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksaaan laboratorium dapat dilakukan untuk mencari faktor risiko

dan penyebab hipertensi, serta mengetahui kerusakan organ, misalnya

ginjal dan jantung (Asikin, 2016)

Menurut Aspiani (2016) berbagai pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosa hipertensi antara lain :

a. Laboratorium

1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal

2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena

parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut

3) Darah perifer lengkap

4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa)

b. EKG

1) Hipertrofi ventrikel kiri

2) Iskemia dan infark miokard

3) Peninggian gelombang P

4) Gangguan konduksi

c. Foto Rontgen

a) Bentuk dan besar jantung

b) Pembendungan, lebarnya paru

c) Hipertrofi Parenkim ginjal

d) Hipertrofi vaskular ginjal


9. Penatalaksaan Medis

Menurut Triyanto (2014) penatalaksanaan hipertensi yaitu dengan

terapi farmakologi dan non farmakologi sebagai berikut:

a. Farmakologi

1) Golongan diuretik

Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang

diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal

membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan

di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik

juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik

menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga

kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium.

Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia,

kegemukan, penderita gagal ginjal atau penyakit ginjal

menahun.

2) Penghambat adrenergik

Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang

terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker

labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem

saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan

memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan

tekanan darah. Yang paling sering digunakan adalah beta-

blocker, yang efektif diberikan kepada penderita usia muda,


penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita

dengan denyut jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada),

sakit kepala migren.

3) ACE-inhibitor

Angiotensin convertin enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)

menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan

arteri. Obat ini efektif diberikan kepada orang kulit putih, usia

muda, penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam

air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun

atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi

sebagai efek samping dari obat yang lain.

4) Angiotensin-II-Bloker

Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan

darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-

inhibitor.

5) Antagonis kalsium

Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh

darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. Sangat

efektif diberikan kepada orang kulit hitam, lanjut usia, penderita

angina pektoris (nyeri dada), denyut jantung yang cepat, sakit

kepala migren.

6) Vasodilator langsung
Vasodilatasi langsung menyebabkan melebarnya pembuluh

darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai

tambahan terhadap obat anti-hipertensi lainnya.

7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna)

Hipertensi maligna memerlukan obat yang menurunkan

tekanan darah tinggi dengan segera. Beberapa obat yang bisa

menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar

diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah) yaitu obat

diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, dan labetalol.

10. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Terapi non farmakologis

Menurut Aspiani (2016) mengemukakan berbagai

penatalaksanaan antara lain :

1) Pengaturan diet

Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola

hidup sehat dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan

gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki keadaan

hipertrofi ventrikel kiri.

Beberapa diet yang dianjurkan :

a) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan

tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan

komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin-


angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti

hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100

mmol atau setara dengan 3-6 gram garam perhari.

b) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi

mekanismenya belum jelas.

c) Diet kaya buah dan sayur.

d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya

jantung koroner.

2) Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara

menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah,

kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan

volume sekuncup.

3) Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda

bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki

keadaan jantung. Olahraga isotonik juga dapat meningkatkan

fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi

katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak

3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk

menurunkan tekanan darah.

4) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat


Berhenti merokok dan tidak mengkomsumsi alkohol,

penting untuk mengurangi jangka panjang hipertensi karena

asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai

organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

5) Melakukan terapi komplementer, diantaranya :

1) Senam ergonomik

Senam ergonomic adalah suatu Teknik senam untuk

mengembalikan atau membetulkan posisi dan kelenturan

sistem saraf dan aliran darah, memaksimalkan suplai

oksigen ke otak

2) Terapi Relaksasi Progresif

Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri

yang didasarkan pada kerja sistem syaraf simpatis dan

parasimpatis

3) Terapi Musik

Terapi musik merupakan suatu keterampilan dalam

menggunakan musik dan elemen-elemen musik oleh

seseorang yang ahli di bidang untuk meningkatkan,

memelihara, memperbaiki kesehatan mental, fisik, emosi,

dan spiritual

4) Yoga
Yoga adalah sebuah aktivitas dimana seseorang

memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca

indranya dan tubuhnya secara keseluruhan.

5) Senam Aerobik

Senam aerobik adalah olahraga kesehatan bertingkat

sasaran III (memelihara dan meningkatkan kapasitas

aerobiknya) yang wujudnya gerakan-gerakan senam

6) Hipnoterapi

Mengontrol alam bawah sadar untuk membuat tubuh

rileks dan melatihnya terus-menerus di bawah bimbingan

seseorang ahli, dapat membantu menurunkan tekanan

darah tinggi

7) Aromaterapi

Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan

alternatif yang menggunakan minyak esensial untuk

memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional,

setelah aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk

rileks sehingga menurunkan aktifitas vasokontriksi

pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar dan

menurunkan tekanan darah

8) Makanan yang dianjurkan

a) Sayur-sayuran hijau kecuali daun singkong, daun

melinjo dan melinjonya.


b) Buah-buahan kecuali buah Durian.

c) Ikan laut tidak asin terutama ikan laut air dalam seperti

ikan kakap dan tuna.

d) Telur boleh dikonsumsi maksimal 2 butir dalam 1

minggu dan diutamakan putih telurnya saja.

e) Daging ayam (kecuali kulit, jerohan, dan otak) karena

mengandung lemak.

9) Makanan yang perlu dihindari

a) Makanan yang diawetkan seperti ,akanan kaleng, mie

instant, minuman kaleng.

b) Daging merah segar seperti hati ayam, sosis sapi,

daging kambing.

c) Makanan berlemak dan bersantan tinggi, serta makanan

yang terlalu asin.

B. Konsep Keluarga

1. Definisi

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat

dibawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan (Depkes RI,

2000)

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang disatukan oleh

kebersamaan dan kedekatan emosional serta mengidentifikasi dirinya

sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2003)


2. Tipe keluarga

a. Tradisional

1) The Nuclear Family (Keluarga Inti)

Keluarga terbentuk karena pernikahan, peran sebagai orang tua

atau kelahiran. Keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak, baik

dari sebab biologis maupun adopsi. Tipe keluarga inti

diantaranya :

a) The dyad family (Keluarga Tanpa Anak)

Keluarga terdiri dari suami istri (tanpa anak) yang hidup

Bersama dalam satu rumah.

b) The Childless Family

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk

mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan

mengejar karier/Pendidikan yang terjadi pada wanita.

c) Keluarga Adopsi

Keluarga adopsi adalah keluarga yang mengambil tanggung

jawab secara sah dari orang tua kandung ke keluarga yang

menginginkan anak.

2) The Extended family

Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup Bersama

dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai paman, tante,

orang tua (kakek-nenek), keponakan dan lain-lain.

3) The Single Parent Family (Keluarga Orang Tua Tunggal)


Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan

anak. Hal ini biasanya terjadi melalui proses perceraian, kematian,

atau karena ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan).

4) Commuter Family

Kedua orang tua bekerja dikota yang berbeda, tetapi salah satu

kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja

diluar kota bias berkumpul dengan anggota keluarga pada saat

“weekend” atau pada waktu-waktu tertentu.

5) Multigeneration Family

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang

tinggal bersama dalam satu rumah.

6) Kin-network Family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling

berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan

yang sama. Contoh : dapur, kamar mandi, televisi, telepon, dan

lain-lain.

7) Keluarga Campuran (Blended Family)

Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali

membesarkan anak dari hasil perkawinan atau dari perkawinan

sebelumnya.

8) Keluarga Lajang Yang Tinggal Sendiri


Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena

pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti perceraian atau

ditinggal mati.

9) Foster Family

Keluarga foster merujuk pada pelayanan yang diberikan kepada

suatu keluarga dimana anak ditempatkan dirumah terpisah dari

orang tua aslinya. Anak-anak biasanya ditempatkan “foster home”

jika orang tua dinyatakan tidak bisa merawat anak-anak mereka

dengan baik karena sesuatu hal. Pada kebanyakan kasus,

penempatan anak dirumah penampungan bersifat sementara dan

jika dinyatakan orang tua sudah mampu merawat anaknya maka

anak-anak tersebut akan dikembalikan kepada orang tua aslinya.

10) Keluarga Binuklir

Keluarga binuklir merujuk pada bentuk keluarga setelah cerai

dimana anak menjadi anggota dari suatu sistem yang terdiri dari

dua rumah tangga inti, ibu dan ayah dengan berbagai macam kerja

sama antara keduanya serta waktu yang digunakan dalam setiap

rumah tangga.

b. Non tradisional
1) The unmarried Teenage Mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak
dari hubungan tanpa nikah.
2) The Step Parent Family
Keluarga dengan orang tua tiri
3) Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup Bersama dalam satu rumah,
sumber, dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, serta
sosialisasi anak melalui aktivitas kelompok/ membesarkan anak
Bersama.
4) The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family (keluarga
Kumpul Kebo Heterosexual)
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa
melalui pernikahan
5) Gay And Lesbian Famillies
Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama
sebagaimana “marital parents”.
6) Cohabiting Family
Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan
karena beberapa alas an tertentu.
7) Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah
tangga bersama, yang saling merasa menikah satu dengan yang
lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual, dan membesarkan
anaknya.
8) Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/ nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan barang-
barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab
membesarkan anaknya.
9) Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/
saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga aslinya.
10) Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang di hubungkan dengan
keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
11) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal.
3. Tahap Perkembangan
a. Tahap I : Pasangan Baru (Begining Family)

Tahap perkembangan keluarga dengan pasangan yang baru

menikah berawal dari perkawinan yang menandai bermulanya sebuah

keluarga baru. Perpindahan dari status lajang ke hubungan baru yang

intim.

1) Tugas perkembangan pasangan baru (begining family)

a) Membina hubungan intima atau perkawinan yang memuaskan

Pasangan harus saling menyesuaikan diri terhadap banyak

hal kecil yang bersifat rutinitas, misalnya mereka harus

mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi,

membersihkan rumah, menggunakan kamar mandi bergantian,

dan sebagainya

b) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan

kelompok social atau menghubungkan jaringan persaudaraan

yang harmonis

Perubahan dasar terjadi dalam perkawinan pertama dari

sebuah pasangan karena mereka menjadi anggoa tiga keluarga,


yaitu menjadi anggota keluarga dari keluarga asal masing-

masing, dan keluarga mereka sendiri yang baru saja terbentuk.

Pasangan tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan diri

dari keluarga asal mereka dan mengupayakan berbagai

hubungan dengan orangtua mereka, sanak saudara, dan dengan

ipar-ipar mereka karena loyalitas utama mereka harus di ubah

untuk kepentingan hubungan perkawinan mereka.

c) Mendiskusikan rencana memiliki anak

Keinginan untuk memiliki anak dan penentuan

waktu untuk hamil merupakan suatu keputusan keluarga

yang sangat penting. Tipe perawatan kesehatan yang

didapat keluarga sebagai sebuah unit selama masa prenatal

sangat mempengaruhi kemampuan keluarga dalam

mengatasi perubahan-perubahan yang luar biasa secara

efektif setelah kelahiran bayi.

2) Masalah yang terjadi pada tahap ini

Masalah utama yang terjadi pada tahap ini adalah

penyesuaian seksual dan peran perkawinan, penyuluhan dan

konseling keluarga berencana, penyuluhan dan konseling

prenatal dan komunikasi. Kurangnya informasi seringkali

mengakibatkan masalah-masalah seksual dan emosional,

ketakutan, rasa bersalah, kehamilan yang tidak di rencanakan,


dan penyakit-penyakit kehamilan sebelun ataupun setelah

perkawinan.

b. Tahap II : Keluarga “Child-Bearing” (Kelahiran Anak Pertama)

Tahap ini dimilai dengan kelahiran anak pertama berlanjut

sampai anak pertama berusia 30 bulan. Kedatangan bayi dalam

rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi anggota

keluarga dan setiap kumpulan hubungan.

1) Tugas perkembangan keluarga dengan kelahiran anak pertama

a) Persiapan menjadi orang tua

b) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga : peran,

interaksi, hubungan seksual, dan kegiatan

c) Mempertahankan hubungan yang memuaskan pasangan

2) Masalah yang terjadi pada tahap ini

Pasangan merasa diabaikan karena focus perhatian

pasangan tertuju pada bayi. Kemudian sering terjadi

peningkatan perselisihan dan argument antara suami dan istri

serta terjadinya interupsi dalam jadwal yang kontinyu.

c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Pra Sekolah

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 tahun

dan berakhir saat anak berusia 5 tahun.

1) Tugas perkembangan keluarga dengan anak pra sekolah

a) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan

tempat tinggal, privasi, dan rasa aman


b) Membantu anak bersosialisasi

c) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara

kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi

d) Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam

maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan

sekitar)

e) Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak

f) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga

g) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang

anak

2) Masalah yang mungkin terjadi pada tahap ini

Permasalahan yang dapat timbul pada tahap ini adalah:

a) Kecelakaan pada anak yang terjadi di dalam rumah,

seperti terjatuh, luka bakar, keracunan, tenggelam, dan

lain-lain

b) Frustasi atau konflik peran orang tua sehingga timbul

sikap proteksi dan disiplin yang berlebihan dan dapat

menghambat kreativitas anak

c) Frustasi terhadap perilaku anak atau permasalahan lain

dalam keluarga yang memicu tindak kekerasan pada

anak
d) Terjadinya kegagalan peran sehingga penyebabkan orang

tua menolak berpartisipasi dalam peran pengasuhan anak

sehingga terjadi penelantaran terhadap anak

e) Masalah kesulitan makan pada anak

f) Masalah kecemburuan dan persaingan antar anak

d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun

dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini, umumnya keluarga

mencapai jumlah anggota keluarga maksimal sehingga keluarga sangat

sibuk .

1) Tugas perkembangan keluarga dengan anak sekolah

a) Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah, dan

lingkungan termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan

mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat

b) Mempertahankan keintiman dengan pasangan

c) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin

meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan

kesehatan anggota keluarga

2) Masalah yang terjadi pada tahap ini


Selama tahap ini, orang tua merasakan tekanan yang luar

biasa dari komunitas di luar rumah melalui system sekolah dan

berbagai asosiasi di luar keluarga yang mengharuskan anak-anak

mereka menyesuaikan diri dengan standar komunitas bagi anak.

Selain itu, resiko gangguan kesehatan pada anak akibat

pencemaran lingkungan dari berbagai proses kegiatan

pembangunan semakin meningkat. Masalah yang harus

diperhatikan yaitu membentuk perilaku sehat pada anak sekolah.

e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja

Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan berakhir

dengan 6-7 tahun kemudian.

1) Tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja

a) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung

jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan

meningkat otonominya

b) Mempertahankan hubungan intim dalam keuarga

c) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan

orangtua, menghindari perdebatan, permusuhan, dan

kecurigaan
d) Perubahan system peran dan peraturan untuk tumbuh kembang

keluarga

2) Masalah yang terjadi pada tahap ini

Seringkali muncul konflik antara orangtua dan remaja karena

anak menginginkan kebebasan untuk melakukan aktivitasnya,

sementara orangtua mempunyai hak untuk mengontrol aktivitas

anak.

f. Tahap VI : Keluarga dengan Anak Dewasa (Pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat terakhir kali meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat terakhir anak kali meninggalkan rumah. Lamanya

tahap ini bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak

yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan

utama tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap

berperan melepas anak untuk hidup sendiri.

1) Tugas perkembangan keluarga dengan anak dewasa

a) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

b) Mempertahankan keintiman pasangan

c) Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki

masa tua

d) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat

e) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

2) Masalah yang terjadi pada tahap ini


Orangtua akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak

dan merasa “kosong” karena anak-anak sudah tidak tinggal

serumah lagi.

g. Tahap VII : Keluarga Usia Pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat seorang anak terakhir kali

meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pension atau salah satu

pasangan meninggal. Pada beberpa pasangan fase ini sulit karena

masalah lanjut usia, perpisahan dengan anak, dan perasaan gagal

sebagai orang tua.

1) Tugas perkembangan keluarga dengan usia pertengahan

a) Mempertahankan kesehatan

b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman

sebaya dan anak-anak

c) Meningkatkan keakraban pasangan

h. Tahap VIII : Keluarga Usia Lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu

pasangan pensiun berlanjut salah satu pasangan meninggal sampai

kedua nya meninggal. Proses lanjut usia dan pensiun merupakan

realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai stressor dan

kehilangan uang harus dialami keluarga.

1) Tugas perkembangan keluarga dengan usia lanjut

a) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan


b) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman,

kekuatan fisik, dan pendapatan

c) Mempertahkan keakraban suami istri dan saling merawat

d) Mempertahankan hubungan dengan anak dan masyarakat

social

e) Melakukan life review.

4. Tugas Kesehatan Keluarga


Kesanggupan keluarga dalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat
dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan lima tugas kesehatan
keluarga. Tugas kesehatan keluarga adalah:
a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan
Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga mengenali fakta-
fakta dari masalah kesehatan yang meliputi: pengertian, tanda dan
gejala, faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi, serta persepsi
keluarga terhadap masalah.
b. Keluarga mampu mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
yang tepat
Pengetahuan keluarga terhadap dampak atau konsekuensi penyakit. Jika
tidak mampu mengambil keputusan dikaji lagi penyebab
ketidakmampuan tersebut.
c. Keluarga mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit. Hal yang perlu dikaji:
1) Sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya (sifat,
penyebaran, komplikasi, prognosa, dan cara perawatannya)
2) Sejauhmana keluarga mengetahui tentang sifat dan perkembangan
perawatan yang dibutuhkan
3) Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber yang ada dalam
keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber
finansial, fasilitas fisik dan psikososial)
4) Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang
diperlukan untuk perawatan
5) Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit
d. Keluarga mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah, baik fisik maupun fisiologis yang sehat. Hal yang perlu
dikaji:
1) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber keuarga yang
dimiliki
2) Sejauh mana keluarga melihat keuntungan-keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan
3) Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi
4) Sejauh mana keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit
5) Sejauh mana sikap dan pandangan keluarga terhadap hygiene sanitasi
6) Sejauh mana kekompakan antar anggota keluarga
e. Keluarga mampu mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan di masyarakat. Hal yang
perlu dikaji:
1) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan
2) Sejauh mana keluarga memahami keuntungan-keuntungan yang dapat
diperoleh dari fasilitas kesehatan
3) Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan
fasilitas kesehatan
4) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap
petugas kesehatan?
5) Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga

A. Asuhan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai