Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal.

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), hipertensi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik sekitar 140 mmHg atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg.

Hipertensi merupakan masalah yang perlu diwaspadai, karena tidak ada tanda

gejala khusus pada penyakit hipertensi dan beberapa orang masih merasa

sehat untuk beraktivitas seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi

sebagai Silent Killer (Kemenkes, 2018).

Menurut World Health Organiztion (WHO) pada tahun 2011 menunjukan

satu milyar orang di dunia menderita hipertensi, 2/3 penderita hipertensi

berada di negara berkembang. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat dan

diprediksi tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena

hipertensi. Hipertensi telah menyebabkan banyak kematian sekitar 8 juta

orang setiap tahunnya, dan 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara dengan

1/3 populasinya menderita hipertensi (Kemenkes, 2017).

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup berbahaya

di dunia, karena hipertensi merupakan faktor risiko utama yang mengarah


kepada penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal jantung,

stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit jantung

iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di dunia (WHO,

2018).

2. Faktor penyebab dan Jenis Hipertensi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan curah jantung atau peningkatan

tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang memengaruhi

terjadinya hipertensi(Aspiani, 2016) :

a. Genetik: respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau

transport Na.

b. Obesitas: terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan

tekanan darah meningkat.

c. Stress karena lingkungan

d. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta

pelebaran pembuluh darah

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan:

1) Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui

penyebabnya. Diderita oleh seitar 95% orang. Oleh karena itu, penelitian
dan pengobatan lebih ditujukan bagi penderita esensial. Hipertensi primer

disebabkan oleh faktor berikut ini.

a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang

tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah

umur (jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis

kelamin (pria lebih tinggi dari perempuan), dan ras (ras kulit hitam

lebih banyak dari kulit putih).

c. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah konsumsi garam yang tinggi (lebih dari 30g), kegemukan atau

makan berlebih, stress, merokok, minum alkohol, minum obat-obatan

(efedrin, prednisone, epinefrin).

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas salah satu

contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular renal, yang terjadi

akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau

akibat aterosklerosis stenosis, arteri renalis menurunkan aliran darah ke


ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan

pelepasan renin, dan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II secara

langsung 14 meningkatkan tekanan darah tekanan darah, dan secara tidak

langsung meningkatkan sintesis andosteron dan reabsorpsi natrium.

Apabila dapat dilakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal yang

terkena di angka tekanan darah akan kembali ke normal.

3) Manifestasi klinis

Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki keluhan.

Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,

pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, lemas dan

impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas

nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi

faktor risiko penyakit jantung, penyebab sekunder hipertensi, komplikasi

kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.

Peningkatan tekanan darah yang berasosiasi dengan peningkatan berat

badan, faktor gaya hidup (perubahan pekerjaan menyebabkan penderita

bepergian dan makan di luar rumah), penurunan frekuensi atau intensitas

aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien dengan riwayat keluarga dengan

hipertensi kemungkinan besar mengarah ke hipertensi esensial. Labilitas

tekanan darah, mendengkur, prostatisme, kram otot, kelemahan,

penurunan berat badan, palpitasi, intoleransi panas, edema, gangguan


berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas sentral, wajah

membulat, mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat terlarang, dan

tidak adanya riwayat hipertensi pada keluarga mengarah pada hipertensi

sekunder (Adrian, 2019).

4) Klasifikasi

Secara klinis hipertensi dapat di klasifikasikan menjadi beberapa

kelompok yaitu:

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi

Sistolik Diastolik
No Kategori
(mmHg) (mmHg)

1. Optimal <120 <80

2. Normal 120-129 80-84

3. High Normal 130-139 85-89

4. Hipertensi

Grade 1 (ringan) 140-159 90-99

Grade 2 (sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (berat) 180-209 100-119

Grade 4 (sangat berat) >210 >120

Sumber : (Nurarif, 2015)


5) Tindak Pencegahan Hipertensi

Bahaya hipertensi memang tidak terduga-duga. Banyak orang yang

baru menyadari memiliki penyakit hipertensi saat keadaannya sudah

parah. Sebelum bahaya mengintai, Anda tentu harus melakukan tindak

pencegahan sehingga terhindar dari penyakit hipertensi. Beberapa

pencegahan penyakit hipertensi yang bisa dilakukan antara lain:

a. Pemberian ASI Eksklusif untuk Anak

Sekilas mungkin tidak ada hubungannya antara ASI dan hipertensi.

Namun nyatanya, pemberian ASI eksklusif dapat mencegah risiko

obesitas pada anak yang memicu penyakit hipertensi di masa depan.

Selain itu, anak yang diberikan ASI eksklusif akan terhindar dari risiko

gangguan kardiovaskular.

b. Melakukan Latihan Aerobik

Penyakit hipertensi muncul karena gara hidup yang tak sehat.

Untuk mencegahnya, Anda bisa memulainya dengan melakukan

olahraga teratur. Salah satu jenis olahraga yang mudah dan bisa

dilakukan dimana saja yaitu aerobik.

Melakukan aerobik secara rutin terbukti mampu menurunkan darah

hingga 5-7 mmHg pada orang dewasa yang memiliki riwayat

hipertensi. Untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal, disarankan

untuk melakukan aerobik 3-4 hari dalam seminggu secara rutin hingga

12 minggu.
c. Batasi Asupan Garam

Garam memiliki kecenderungan untuk mengikat darah sehingga

dapat menyebabkan hipertensi jika dikonsumsi secara berlebihan.

Untuk mencegah risiko hipertensi, coba untuk membatasi konsumsi

garam dalam menu makanan Anda sehari-hari. Sebagai langkah awal,

Anda bisa mengurangi takaran garam pada setiap menu masakan.

Jangan lupa untuk lebih memperbanyak asupan buah, sayur, serta

kacang-kacangan. Makanan ini sangat baik untuk mencukupi asupan

serat dan menurunkan tekanan darah.

Hipertensi menurut WHO memang sangat berbahaya, namun

bukan berarti tidak bisa dicegah. Oleh karena itu, selalu jaga gaya

hidup dan pola makan sehat sehingga risiko serangan hipertensi dapat

dihindari. 

6) Penatalaksanaan

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan

risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang

berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan

sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan distolik dibawah 90 mmHg dan

mengontrol factor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya

hidup saja, atau dengan obat antihipertensi (Aspiani, 2016).

Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan setara

non-farmakologis, antara lain:


a) Pengaturan diet

Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup sehat atau

dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat

memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang

dianjurkan:

1. Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan

darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam

dapat mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga

sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium

yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6gram garam

per hari.

2. Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi

mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena

dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh

oksidanitrat pada dinding vascular.

3. Diet kaya buah dan sayur.

4. Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung

koroner.

b) Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan

berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan

mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup. Pada beberapa


studi menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian

hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan

adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.

c) Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, dan bersepeda

sangat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki

keadaan jantung.

d) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alcohol, penting untuk

mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok

diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat

meningkatkan kerja jantung. (Aspiani, 2016).

7) Pengkajian

1. Pengukuran Tekanan Darah

Dilakukan untuk mendeteksi tekanan darah dengan intevral yang

sering dan kemudian dilanjutkan dengan interval dengan jadwal yang

rutin (Smeltzer & Bare, 2013).

2. Riwayat

Riwayat yang lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang

menunjukkan apakah system tubuh lainnya telah terpengaruh oleh

hipertensi. Meliputi tanda seperti:

a. Perdarahan hidung
b. Nyeri angina

c. Napas pendek d. Perubahan tajam pandang

d. Vertigo

e. Sakit kepala (Nokturia) (Smeltzer & Bare, 2013)

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan kecepatan, irama dan

karakter denyut apikal dan perifer untuk mendeteksi efek hipertensi

terhadap jantung dan pembuluh darah perifer (Smeltzer & Bare, 2013).

8) Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis

dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus

yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia

simpatis. Pada titik ini, neuron pre-18 ganglion melepaskan asetilkolin,

yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal


tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar

adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokontriksi. Medula adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan

vasokonstriksi.

Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air

oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume instravaskuler.

Semua factor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani,

2016).

9) Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Sobur (2020), pemeriksaan diagnostik hipertensi meliputi:

a. Pemeriksaan darah: natrium, kalium, kreatinin serum, eGFR. Jika

memungkinkan profil lipid dan gula darah puasa.

b. Pemeriksaan urin: urin lengkap atau dipstick.

c. EKG 12 sadapan untuk mendeteksi fibrilasi atrium, hipertrofi

ventrikel (LVH), kondisi iskemia jantung.


d. Ekhokardiografi untuk menilah LVH, fungsi sistolik/diastolik,

dilatasi atrium, koarktasio aorta

e. USG karotis untuk menilai plak ataerosklerosis dan stenosis.

f. Radiologis arteri renalis dan/atau adrenal baik dengan USG atau

renal artery duplex; CT/MR-angiography untuk menilai adanya

penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri renalis, lesi adenal, dan

patologi lainnya di organ abdomen.

g. Funduskopi untuk menilai perubahan retina, perdarahan retina,

papil-edema, tortosity, nipping.

h. CT/MRI otak untuk melihat adanya iskemia atau hemorrhagic

brain injury akibat hipertensi.

i. Ankle-brachial index untuk melihat penyakit arteri perifer di

ekstremitas bawah.

j. Rasio albumin/kreatinin urin.

k. Kadar asam urat darah.

l. Tes fungsi hati.

m. Tes untuk deteksi adanya hipertensi sekunder:

 Tasio aldosteron-renin

 Plasma free metanephrines

 Late-night salivary cortisol


 Tes screening lainnya untuk mengetahui adanya peningkatan

kadar kortisol.

Anda mungkin juga menyukai