Anda di halaman 1dari 22

Tekanan Darah Menurut WHO

Menurut penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2013
prevalensi penderita hipertensi di Indonesia sebanyak 25,8 %. Dengan presentasi seperti itu, kita
sepatutnya waspada dengan kesehatan diri mulai dari sekarang. Bagaimana caranya? Terlebih
dahulu kita harus mengenali bagaimana tekanan darah normal.

Tekanan darah normal menurut WHO untuk dewasa adalah 120/80 mmhg. Namun bila tekanan
sistolik antara (120 – 139) dan diastolik antara (80 – 89) maka itu juga masih bisa dikatakan
tekanan darah normal.

Sebenarnya Klasifikasi penderita Hipertensi menurut WHO sendiri adalah :

Tekanan darah Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3


Sistolik 140 – 159 160 – 179 ? 180
diastolik 90 – 99 100 – 109 ? 110

Keterangan : bila tekanan darah anda pada tingkat 3, harus segera diwaspadai karena bisa
menyebabkan serangan jantung mendadak hingga kematian.

Tekanan Darah Menurut WHO


WHO telah merekomendasikan kepada semua pasien yang terdapat di Australia, untuk merubah
gaya hidupnya seperti :

 Menurunkan berat badan

 Peningkatan aktifitas fisik

 Berhenti dalam mengkonsumsi Alkohol

 Merubah pola makan ( lebih banyak buah, sayuran dan rendah lemak jenuh )

 Pengurangan asupan sodium dan peningkatan asupan kalium

Apa anda seorang penderita hipertensi? Menurut pengalaman saya, penderita hipertensi memang
bisa disembuhkan namun hanya sebentar jika menggunakan obat – obat dari dokter. Obat – obat
itu hanya membantu menurunkan tekanan darah saja dan tidak terjadi secara permanen. Anggota
keluarga saya ada yang menderita hipertensi dan sudah berkali – kali menjalani pengobatan di
dokter tapi hingga sekarang belum ada perubahan. Suatu hari seseorang teman yang
menyarankan untuk mengkonsumsi rebusan dari daun sukun dan menyuruh untuk
mengkonsumsinya secara rutin di pagi dan sore hari, membuat tekanan darahnya stabil hingga
sekarang ini. Dengan catatan, anda juga harus melakukan diet makanan, jika anda ingin
menirunya.

Hipertensi sendiri bisa disebabkan oleh berbagai faktor : bisa ditimbulkan dari pengaruh penyakit
lainnya dan kebiasaan hidup yang kurang baik ( Merokok, konsumsi alkohol, kelebihan berat
badan, dll )

healthy study
 Beranda

 ggg

 mmmm

Senin, 04 Februari 2013


hubungan hipertensi dan diabetes

HIPERTENSI

Pengertian hipertensi secara umum


dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih dari 90 mmHg (Palmer, 2007). Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi
sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah
tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang
mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang (Palmer, 2007).

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan
sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap
hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 (
The seventh report of the joint National on Prevention, detection, evaluation, and
treatment of high blood pressure) tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas
18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya
140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita
hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya
lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya
lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Palmer, 2007).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan


sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistoliknya di atas 160 mmHg
dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001).

Hipertensi menurut Adip (2009) dapat dibedakan menjadi empat stadium sesuai
dengan tabel klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas yaitu
sebagai berikut:

Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Berusia 18 Tahun Keatas


Kategori Sistolik, Diastolik,
mmHg mmHg
Normal < 130 < 85
Normal Tinggi 130 – 139 85 – 89
Stadium 1 140 – 159 90 – 99
(ringan)
Stadium 2 160 – 179 100 – 109
(sedang)
Stadium 3 180 – 209 110 - 119
(berat)
Sangat berat > 210 >120
Sumber : Adib (2009)
Apabila tekanan diastolik dan sistolik pada kelompok yang berbeda, maka harus
dipilih kategori yang tertinggi untuk mengklasifikasikan status tekanan darah
seseorang. Misalnya 160/90 mmHg harus diklasifikasikan stadium 2 dan 180/120
mmHg harus diklasifikasikan stadium 4. hipertensi sistolik mandiri dinyatakan sebagai
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan diastoliknya kurang
dari 90 mmHg dan diklasifikasikan pada stadium yang sesuai (misal 170/85 mmHg
dianggap sebagai hipertensi sistolik mandiri).

Bila tekanan darah tinggi tidak terkontrol dengan baik, maka dapat terjadi
serangkaian komplikasi serius dan penyakit kardiovaskuler, sperti angina dan serangan
jantung, strol dan stroke ringan, gagal jantung, kerusakan ginjal dan masalah mata
(Palmer, 2007).

Jenis Hipertensi

Jenis tekanan darah tinggi terbagi menjadi dua jenis, yaitu (Palmer, 2007):

1. Hipertensi esensial (primer) --- Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus
tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas,
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
dan pola makan.

2. Hipertensi sekunder --- Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari
seluruh kasus tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan
oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-
obatan tertentu (misalnya pil KB).

Penyebab hipertensi

Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar tidak diketahui terutama yang
esensial, namun demikian terdapat beberapa faktor resiko terkena darah tinggi,
misalnya kelebihan berat badan, kurang berolahraga, mengkonsumsi makanan
berkadar garam tinggi, kurang mengkonsumsi buah dan sayuran segar dan terlalu
banyak minum alkohol
DIABETES

Diabetes atau Diabetes Mellitus (DM), dalam bahasa


Yunani memiliki arti tembus atau pancuran air, dan dari bahasa latin memiliki arti rasa
manis, sedang di Indonesia DM lebih dikenal dengan penyakit kencing manis, di mana
kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah menjadi tinggi karena tubuh tidak dapat
memproduksi atau mengeluarkan insulin secara cukup. Dan dari beberapa tes secara
langsung, pada umumnya air seni pengidap diabetes rasanya manis karena
mengandung banyak gula.

Setiap makanan yang kita santap akan diubah menjadi energi oleh tubuh. Dalam
lambung dan usus, makanan diuraikan menjadi beberapa elemen dasarnya, termasuk
salah satu jenis gula, yaitu glukosa. Jika terdapat gula, maka pankreas menghasilkan
insulin, yang membantu mengalirkan gula ke dalam sel-sel tubuh. Kemudian, gula
tersebut dapat diserap dengan baik dalam tubuh dan dibakar untuk menghasilkan
energi.

Ketika seseorang menderita diabetes maka pankreas orang tersebut tidak dapat
menghasilkan cukup insulin untuk menyerap gula yang diperoleh dari makanan. Itu
yang menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi akibat timbunan gula dari
makanan yang tidak dapat diserap dengan baik dan dibakar menjadi energi. Penyebab
lain adalah insulin yang cacat atau tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin dengan
baik.

Insulin adalah hormon yang dihasilkan pankreas, sebuah organ di samping lambung.
Hormon ini melekatkan dirinya pada reseptor-reseptor yang ada pada dinding sel.
Insulin bertugas untuk membuka reseptor pada dinding sel agar glukosa memasuki sel.
Lalu sel-sel tersebut mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk
melakukan aktivitas. Dengan kata lain, insulin membantu menyalurkan gula ke dalam
sel agar diubah menjadi energi. Jika jumlah insulin tidak cukup, maka terjadi
penimbunan gula dalam darah sehingga menyebabkan diabetes.

Penyebab penyakit kencing manis atau diabetes tergantung pada jenis diabetes yang
diderita. Ada 2 jenis diabetes yang umum terjadi dan diderita banyak orang yaitu
diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.
Perbedaannya adalah jika diabetes tipe 1 karena masalah fungsi organ pankreas tidak
dapat menghasilkan insulin, sedangkan diabetes tipe 2 karena masalah jumlah insulin
yang kurang bukan karena pankreas tidak bisa berfungsi baik. Untuk melihat perbedaan
lebih detil, silahkan lanjutkan membaca.

HUBUNGAN DIABETES DENGAN HIPERTENSI

Dapat tugas dari kampus untuk menganalisa resep dari pasien yang mendapat obat anti
hipertensi dan DM. Sebelum menganalisa , ada baiknya untuk membaca tulisan
dibawah ini.

Hubungan antara Hipertensi dan DM

Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena


beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan tekanan
darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah (Saseen and Carter,
2005). Hipertensi adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit
kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati
(Anonimc, 2006). Prevalensi populasi hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3 kali lebih
tinggi daripada kelompok pada non diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat
penting untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada individu dengan diabetes
(Anonim, 2002). Pada diabetes tipe 1, adanya hipertensi sering diindikasikan adanya
diabetes nefropati. Pada kelompok ini, penurunan tekanan darah dan angiotensin
converting enzym menghambat kemunduran pada fungsi ginjal (Thomas, 2003). Pada
diabetes tipe 2, hipertensi disajikan sebagai sindrom metabolit (yaitu obesitas,
hiperglikemia, dyslipidemia) yang disertai oleh tingginya angka penyakit
kardiovaskular (Anonimc, 2006)

a. Patofisiologi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan
resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi
metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan
dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi
endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur
struktur fungsi pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif
lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II.

Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat


atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun bioavailabilitas pada
endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada individu dengan
diabetes mellitus.

Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mesintesis aktivasi dan


meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang
merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh
resistensi insulin, yang menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan
adipose. Asam lemak bebas, aktivasi protein kinase C, menghambat
phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif.
Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas (Rodbard,
2007)

b. Sasaran
1). Pasien dengan diabetes perlu diperlakukan pada tekanan darah sistolik <130
mmHg.
2). Pasien dengan diabetes perlu diperlakukan pada tekanan darah diastolik <80
mmHg (Anonimc, 2006)

c. Terapi hipertensi dengan diabetes mellitus


1). Terapi non-farmakologis
Pengobatan non farmakologis berupa pengurangan asupan garam, penurunan
berat badan bagi pasien gemuk dan olahraga (Bakri, 2003)
2). Terapi farmakologis
Menurut JNC VII, pengobatan dengan diuretik, ACE inhibitor, beta blocker,
angiotensin reseptor bloker, dan calcium antagonist mempunyai manfaat pada terapi
hipertensi pada diabetes tipe 1 dan tipe 2 (Chobanian et al., 2004). Obat
antihipertensi yang ideal untuk penyandang diabetes mellitus sebaiknya memenuhi
syarat-syarat:
a). Efektif menurunkan tekanan darah
b). Tidak menganggu toleransi glukosa atau menganggu respons terhadap
hipohiperglikemia
c). Tidak mempengaruhi fraksi lipid
d). Tidak menyebabkan hipotensi postural, tidak mengurangi aliran darah tungkai,
tidak meningkatkan risiko impotensi
e). Bersifat kardio-protektif dan reno-protektif (Bakri, 2003)

(1). Diuretik
(a). Mekanisme
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya tejadi penurunan
curah jantung dan tekanan darah. Selain itu beberapa diuretik juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat
penurunan natrium di ruang intertisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah
yang selanjutnya menghambat influks kalsium (Nafrialdi et al., 2007)
(b). Manfaat
Diuretik thiazid bermanfaat pada diabetes, bisa sendiri atau sebagai bagian
dari regimen terapi yang dikombinasikan. Terapi dengan klortalidon menurunkan
titik akhir primer pada penyakit jantung kronis fatal dan infark miokard untuk tingkat
derajat yang sama sebagai dasar terapi pada lisinopril atau amlodipin. Perhatian
potensial adalah kecenderungan dari diuretik tipe thiazid untuk hiperglikemia buruk,
tetapi efek yang ditunjukkan kecil dan tidak memproduksi kejadian kardiovaskular
dibandingkan golongan obat yang lain (Chobanian et al., 2004)

(2). ACE Inhibitor (ACEI)


(a). Mekanisme
ACE-inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi
bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACEinhibitor.
Vasodilatasi secara tidak langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan
berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan retensi
kalium (Nafrialdi et al., 2007)
(b). Manfaat
Terapi dengan ACE Inhibitor juga komponen yang penting pada regimen
untuk mengontrol tekanan darah pada pasien diabetes. ACE Inhibitor digunakan
sendiri untuk menurunkan tekanan darah tetapi lebih banyak efektif ketika
dikombinasikan dengan diuretik thiazid atau obat antihipertensi lain (Chobanian et
al., 2004)

(3). Angiotensin reseptor bloker (ARB)


(a). Mekanisme
Dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa antagonis reseptor
angiotensin II ( losartan, kandesartan, irbesartan, valsatran dan erprosartan)
merelaksasi otot polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi
garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertropi sel
(Oates et al., 2008)
(b). Manfaat
Angiotensin reseptor bloker memproduksi perbaikan lebih besar
dibandingkan dengan beta bloker pada 1,195 pasien dengan diabetes, termasuk
menurunkan 37% mortalitas pada kejadian kardiovaskular. ACE inhibitor dan
angiotensin reseptor bloker mempunyai efek yang baik pada fungsi renal dan
memperbaiki sensitivitas insulin, oleh karena itu ACE Inhibitor dan angiotensin
reseptor bloker adalah pilihan utama dan ideal pada terapi pasien dengan diabetes
dengan hipertensi (Torre et al., 2006)

4). Beta bloker


(a). Mekanisme
(1). Penurunan denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan
curah jantung.
(2). Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat
penurunan produksi angiotensin II
(3). Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada
sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan
peningkatan biosintesis prostasiklin.
b). Manfaat
Beta bloker, terutama beta-1 selektif agen, bermanfaat pada diabetes sebagai
bagian pada terapi beberapa obat, tetapi sebagai monoterapi nilai mereka kurang
jelas. Meskipun beta bloker menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan pada
homeostasis glukosa pada diabetes, termasuk sensitivitas insulin yang buruk, dan
penutup potensi epinefrin menengahi gejala dari hipoglikemia, masalah ini biasanya
mudah di tangani dan bukan kontraindikasi yang absolut untuk penggunaan beta
bloker (Chobanian et al., 2004)

(5). Calsium channel bloker (CCB)


(a). Mekanisme
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama
menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan
resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek takikardia dan vasokonstriksi, terutama
bila menggunakan golongan dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Sedangkan
diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan takikardi karena efek kronotropik
negatif langsung pada jantung (Nafrialdi et al., 2007)
(b). Manfaat
Calsium channel bloker digunakan pada diabetes, sebagai bagian kombinasi
terapi untuk mengontrol tekanan darah. Calcium channel bloker menurunkan
kejadian penyakit kardiovaskular pada diabetes dibandingkan plasebo pada beberapa
hasil percobaan klinik (Chobanian et al., 2004)

Tabel 2. Petunjuk pemilihan obat pada Compelling indication (Chobanian et al.,2004)

Diposkan oleh Rosita Nirmala di 03.36


nurfaizinyunus
Rabu, 01 Juli 2015
HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13 – 50 tahun dan tekanan darah mencapai
160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan
tersebut.
Hipertensi adalah suatu kondisi di mana pembuluh darah terus-menerus
mengalami peningkatan tekanan. Darah dibawa dari jantung ke seluruh bagian tubuh
melalui pembuluh darah. Setiap kali jantung berdetak maka akan memompa darah ke
dalam pembuluh darah. Tekanan darah dibuat oleh kekuatan darah yang mendorong
terhadap dinding pembuluh darah (arteri). Semakin tinggi tekanan semakin keras
jantung harus memompa (WHO, 2013).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai
faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab
hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial). Penyebab tekanan darah meningkat
adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Pradana, 2012).
Hipertensi sebagai suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit
jantung koroner pembuluh darah jantung) dan left ventricle hypertrophy (untuk otot
jantung) (Bustan, 2000).
Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitanya dengan tekanan sistolik
dan diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada ateri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah
diastolik berkaitan dengan tekanan ateri pada saat jantung relaksasi diantara dua
denyut jantung.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik lebih dari 140/90 mmHg, dimana sudah dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal dua kali untuk memastikan keadaan tersebut dan
hipertensi dapat menimbulkan resiko terhadap penyakit stroke, gagal jantung,
serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Mahardani, 2010).
2. Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer tidak
diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang
penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi.
a. Hipertensi esensial juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi
yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah
peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah mulitifaktor, terdiri
dari factor genetik dan lingkungan. Factor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari
adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor predisposisi genetic ini
dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan
reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Paling sedikit
ada 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan garam
(natrium) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
b. Hipertensi Sekunder. Prevalensinya sekitar 10 % dari seluruh penderita hipertensi.
Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit
endokrin (hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain. Hipertensi renal dapat berupa:
1) Hipertensi renovaskular, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga
menyebabkan hipoperfusi ginjal
2) Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal, tumor di
medulla adrenal, akromegali, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan
lain-lain.Penyakit lain yang dapat menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta,
kelainan neurogik, stres akut, polisitemia, dan lain-lain (Lany, 2001).
3. Klasifikasi Hipertensi
Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak
haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. Berbagai macam
klasifikasi hipertensi yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi
menurut Joint National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika
Serikat, Klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina,
Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan negara-
negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blacks
(ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan Afrika yang tinggal di Amerika.
Badan kesehatan dunia, WHO juga membuat klasifikasi hipertensi. Di Indonesia
sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional
Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum
dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan
data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang. Karena itu para
pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7
sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia (Haryana, 2009).
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik(mmHg
)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130 - 139 85-89
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7


Kategori Sistolik Dan/ata Diastolik
(mmHg) u (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia.
Sistolik Diastolik
Kategori Dan/atau
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi

4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama (Gray, 2005).
Pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin
yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Dita, 2010).
5. Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Risiko kejadian hipertensi menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur sehingga
prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya
perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan
dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah
sistolik. Hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik pada usia
lanjut. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih
tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya
hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita Namun,
setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia
65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang
diakibatkan oleh faktor hormonal.
3) Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi dapat meningkatkan risiko hipertensi,
terutama pada hipertensi primer (esensial). Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme
pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita
hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang
menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah
1) Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam
Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi
badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler, 1991). Berat badan dan indeks masa tubuh
(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas
bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar
(Armilawaty, 2007).
2) Psikososial dan Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa
bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu
jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika
stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag (Prasetyorini, 2012).
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok
yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga meningkatkan
denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah
arteri.
4) Kurang Aktivitas Fisik dan Olahraga
Bergerak/aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran
tenaga dan energi (pembakaran Kalori). Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang
terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani.
Dalam kegiatan sehari-hari setiap orang (individu) melakukan berbagai aktifitas fisik.
Aktifitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori),
misalnya mencuci baju, mengemudi, mengecat rumah, menyapu, berjalan kaki, mengaja,
menyetrika, berkebun, dan sebagainya.
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan:
a) Kegiatan ringan yaitu hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance). Contoh :
berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, memasak, dan
sebagainya.
b) Kegiatan sedang membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang
berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang,
bersepeda, jalan cepat
c) Kegiatan berat biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan
(strength), membuat berkeringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri
(misal karate, taekwondo, pencak silat ) dan outbond.
Manfaat Fisik/Biologis dari aktivitas fisik adalah menjaga tekanan darah tetap stabil
dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, menjaga berat badan
ideal, menguatkan tulang dan otot, meningkatkan kelenturan tubuh, dan meningkatkan
kebugaran tubuh. Sedangkan manfaat psikis/mental adalah dapat mengurangi stress,
meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa sportifitas, memupuk tanggung jawab, dan
membangun kesetiakawanan sosial.
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi
penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga aerobik yang
teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun (Armilawaty,
2007).
5) Konsumsi Alkohol Berlebih
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga
peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung
antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap
tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar
setiap harinya.
6) Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel
agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar
60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan
mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang,
ditemukan tekanan darah ratarata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar.7-8
gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
7) Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol
total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah.
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan
peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Lanny, 2004).

6. Tanda dan Gejala Hipertensi


Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain:
a. Sakit kepala
b. Gelisah
c. Jantung berdebar-debar
d. Pusing
e. Penglihatan kabur
f. Rasa sakit didada
g. Mudah lelah, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2006).
7. Upaya Deteksi Faktor Risiko
Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko penyakit
hipertensi dengan melakukan beberapa tahapan sebagai berikut.
a. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat
penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita DM, Penyakit Jantung Koroner,
Hiperkolesterol
b. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
c. Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
pinggang, dan Iingkar pinggul.
d. Pemeriksaan laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) bagi
yang belum tahu atau bleum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula
darah pada 2 jam setelah minum larutan 75 gr glukosa, Kadar Kolesterol Darah
(Kolesterol Total, LDL, HDL dan Trigliserida) (Lany, 2001).

8. Pemeriksaan Tekanan Darah


a. Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi meter yang
dipasang atau dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan duduk bersandar,
berdiri atau tiduran. Tekanan darah diukur dalam posisi duduk atau berdiri, penurunan
lengan dari posisi hampir mendatar (setinggi jantung ) ke posisi hampir vertikal dapat
menghasilkan kenaikan pembadaan dari kedua tekanan darah sistolik dan diastolik.
b. Untuk menegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dapat
dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat 5 menit. Bila perlu dapat
dilakukan dua kali pengukuran selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan
kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil.
c. Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat
melingkari 2/31engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan
atas untuk meneegah kontak dengan stetoskop.
d. Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan
dengan keeepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dieatat pada saat
terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I ), sedangkan tekanan diastolik dicatat
apabila bunyi tidak terdengar lagi ( Korotkofoff V) (Aulia, 2008).
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari hipertensi yang dapat terjadi seperti :
a. Jantung
Jantung dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi yang lama tidak diobati. Pada
awalnya jantung mengatasi ketegangan karena harus menghadapi tekanan darah tinggi
dengan meningkatnya kerja otot sehingga membesar agar dapat memompa lebih kuat.
Pompa jantung yang mulai macet, tidak dapat lagi mendorong darah untuk beredar ke
seluruh tubuh dan sebagian darah menumpuk pada jaringan. Zat gizi dan oksigen
diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan timbul bila terdapat
halangan atau kelainan di pembuluh darah, yang berarti kurangnya suplai oksigen dan
zat gizi untuk menggerakan jantung secara normal (Maulana, 2008).
b. Ginjal
Hipertensi yang berkelanjutan menebalkan pembuluh darah pada ginjal sehingga
menganggu mekanisme yang sangat halus yang menghasilkan urin. Salah satu gejala
utama kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi adalah
berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah (Tom Smith, 1998).
c. Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh
darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah akan
mudah pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat
lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak
dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan
zat gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi dan
akhirnya mati (Auryn, 2007).
10. Tatalaksana Pengendalian Hipertensi
a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik,
serta dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai
perilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.
b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktifitas fisik
agar terhindar dari obesitas untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk
dan menghindari terjadi rekurensi (kambuh) faktor risiko. Beberapa hal yang dapat
dilakukan adalah :
1) Mengurangi asupan garam didalam tubuh, dengan memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi
sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak. Makan
makanan yang sehat misalnya dengan banyak mengonsumsi buah-buahan segar dan
sayuran, yang memberikan nutrisi seperti kalium dan serat. Juga, makan makanan
yang rendah lemak jenuh dan kolesterol.
2) Melakukan olahraga teratur. Berolahraga seperti jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 34 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan
memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah.
Direkomendasikan orang dewasa terlibat dalam latihan intensitas sedang selama 2 jam
dan 30 menit setiap minggu.
3) Berhenti merokok. Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga
dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses
artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat
antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk
disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin
meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang
benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.
4) Mengurangi konsumsi alkohol. Hindari konsumsi alkohol berlebihan. Laki-Iaki Tidak
lebih dari 2 gelas per hari Wanita : Tidak lebih dari 1 gelas per hari
5) Memeriksa tekanan darah secara teratur karena tekanan darah tinggi seringkali tidak
memiliki gejala.
c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan.
Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan
dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan
disemua tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola program
dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
1) Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
2) Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan
harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.
4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur
hidup.
Jenis-jenis obat antihipertensi antara lain:
1) Diuretik. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (Iewat
kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi ringan dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan
pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
2) Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf
simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk
dalam golongan penghambat simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan reserpin. Efek
samping yang dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah kerena
pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan kadang-kadang dapat
menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan.
3) Betabloker. Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan
betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol. Pemakaian pada
penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana
kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan
penderitanya). Pada orang dengan penderita bronkospasme (penyempitan saluran
pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4) Vasodilatator. Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan
hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan
sakit kepala.
5) Penghambat enzim konversi angiotensin Kerja obat golongan ini adalah menghambat
pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah). Contoh
obat yang termasuk golongan ini adalah kaptopril. Efek samping yang sering timbul
adalah batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Antagonis kalsium Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini
adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah
sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7) Penghambat reseptor angiotensin II. Kerja obat ini adalah dengan menghalangi
penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk .golongan ini adalah valsartan. Efek
samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk
dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang
fatal dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis
dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana
pelayanan di berbagai tingkatan (Aulia, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Anggara dan Prayitno. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di
Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1);
Jan 2013.
Aulia, Sani. 2008. Hipertension. Medya Crea. Jakarta.
Auryn, Virzara. 2007. Mengenal dan Memahami Stroke. Katahati. Jogjakarta.
Armilawaty, Lira Indriana, Ruli, 2007 Hipertensi dan Faktor resikonya dalam Kajian
Epidemiologi. FKM UNHAS. Makassar
Astawan M. 2003. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. http://www.depkes.go.id. Diakses 28
Maret 2015
Apriandani, Andry Dwi. 2009. Studi Retrospekstif Penyakit Hipertensi di Rumah Sakut Umum
Unaaha Kabupaten Konawe Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Halu Oleo. Kendari.
Bustan, N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Dita, A. 2010. Gejala dan Mekanisme Hipertensi. Available: http://arumdita. blogspot.com.
Diakses tanggal 20 Mei 2015.
Haryana, I. 2009. Klasifikasi Hipertensi. Available from: http://dokter-medis.blogspot.com.
Diakses tanggal 20 Mei 2015.
Kodim, 2005. Faktor-faktor Resiko Penderita Hipertensi di RSU FK-UKI. Program Studi
Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Marliani, 2007. Hipertensi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Maulana, Mirza. 2008. Penyakit Jantung. Katahati. Jogjakarta.
Pradana, Tedjasukmana. 2012. Tatalaksana Hipertensi. CDK-192/ vol. 39 no. 4, Jakarta.
Prasetyorini dan Prawesti. 2012. Stres Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi
Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Jurnal STIKES Volume 5, No. 1, Juli 2013.
The Lancet, 2004. Systemic Hypertension. In : Current Medical Diagnosis & Treatment. 41st
Edition. McGraw-Hill Companies. 2004. p:459-469. diterjemahkan oleh Sunarti; Penerbit
UI Press, 2005.
WHO. 2013. Q&As on hypertension. Available: http://www.who.int. Diakses tanggal 20 Mei
2015.
Widiyani, R. 2013. Penderita Hipertensi terus meningkat. http://health.kompas.com. Diakses
28 Maret 2015.
Diposkan oleh NURFAIZIN YUNUS di 20.02
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai