Anda di halaman 1dari 16

Tekanan darah tinggi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tekanan darah tinggi

Alat pengukur tekanan darah yang menunjukkan

hipertensi arterial (menunjukkan tekanan darah

sistolik 158 mmHg, tekanan darah diastolik 99 mmHg dan detak

jantung 80 denyut per menit).

Spesialisasi Kedokteran keluarga

Tekanan darah tinggi atau Hipertensi (HTN), kadang-kadang disebut juga


dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan
darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih
keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan
darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot
jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole). Tekanan
darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100–
140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi
bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih.
Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi sekunder.
Sekitar 80–95% kasus tergolong "hipertensi primer", yang berarti tekanan darah
tinggi tanpa penyebab medis yang jelas.[1] Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal,
arteri, jantung, atau sistem endokrin menyebabkan 5-10% kasus lainnya (hipertensi
sekunder).
Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk stroke[2], infark miokard (serangan
jantung), gagal jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta), penyakit arteri
perifer, dan penyebab penyakit ginjal kronik. Bahkan peningkatan sedang tekanan
darah arteri terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek. Perubahan pola
makan dan gaya hidup dapat memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi
risiko terkait komplikasi kesehatan. Meskipun demikian, obat sering kali diperlukan
pada sebagian orang bila perubahan gaya hidup saja terbukti tidak efektif atau tidak
cukup dan biasanya obat harus diminum seumur hidup sampai dokter memutuskan
tidak perlu lagi minum obat. Seseorang yang pernah mengalami tekanan darah
tinggi, pada kondisi normal dapat saja mengalami tekanan darah kembali dan ini
yang harus diwaspadai, banyak kasus stroke terjadi pada saat seseorang lepas
obat. Dan banyak orang tidak menyangka bahwa seseorang yang biasanya
mengalami tekanan darah rendah suatu kali dapat juga mengalami tekanan darah
tinggi. Oleh karena itu, pengontrolan tekanan darah secara rutin mutlak dilakukan.

Daftar isi

 1Klasifikasi
o 1.1Dewasa
o 1.2Neonatus dan bayi
o 1.3Anak dan remaja
 2Gejala
o 2.1Hipertensi sekunder
o 2.2Krisis hipertensi
o 2.3Kehamilan
o 2.4Bayi dan anak
 3Komplikasi
 4Penyebab
o 4.1Hipertensi primer
o 4.2Hipertensi sekunder
 5Patofisiologi
 6Diagnosis
 7Pencegahan
 8Penatalaksanaan hipertensi
o 8.1Perubahan gaya hidup
o 8.2Pengobatan
o 8.3Pasien usia lanjut
o 8.4Hipertensi resisten
 9Kemungkinan terkena penyakit ini
o 9.1Anak
 10Sejarah
 11Masyarakat dan budaya
o 11.1Kesadaran
o 11.2Segi ekonomi
o 11.3Kesadaran
 12Lihat pula
 13Referensi

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]


Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Klasifikasi (JNC7)[3]
mmHg kPa mmHg kPa
Normal 90–119 12–15,9 60–79 8,0–10,5

Prahipertensi (normal 120–


16,0–18,5 80–89 10,7–11,9
tinggi) 139

140–
Hipertensi Derajat 1 18,7–21,2 90–99 12,0–13,2
159

Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥21,3 ≥100 ≥13,3

Hipertensi sistolik
≥140 ≥18,7 <90 <12,0
tersendiri

Dewasa[sunting | sunting sumber]


Pada orang berusia 18 tahun ke atas, hipertensi didefinisikan sebagai pengukuran
tekanan darah sistolik dan/atau diastolik yang terus-menerus melebihi nilai normal
yang dapat diterima (saat ini sistolik 139 mmHg, diastolik 89 mmHg: lihat tabel —
Klasifikasi (JNC7)). Bila pengukuran diperoleh dari pemantauan ambulatori 24 jam
atau pemantauan di rumah, digunakan batasan yang lebih rendah (sistolik
135 mmHg atau diastolik 85 mmHg).[4] Beberapa pedoman internasional terbaru
tentang hipertensi juga telah membuat kategori di bawah kisaran hipertensi untuk
menunjukkan risiko yang berkelanjutan pada tekanan darah yang lebih tinggi dari
kisaran normal. JNC7 (2003)[3] menggunakan istilah pra-hipertensi untuk tekanan
darah dalam kisaran sistolik 120–139 mmHg dan/atau diastolik 80–89 mmHg,
sedangkan Pedoman ESH-ESC (2007)[5] dan BHS IV (2004)[6] menggunakan kategori
optimal, normal, dan normal tinggi untuk membagi tekanan sistolik di bawah
140 mmHg dan diastolik di bawah 90 mmHg. Hipertensi juga digolongkan lagi
sebagai berikut: JNC7 membedakan hipertensi derajat I, hipertensi derajat II, dan
hipertensi sistolik terisolasi. Hipertensi sistolik terisolasi mengacu pada peningkatan
tekanan sistolik dengan tekanan diastolik normal dan umumnya terjadi pada
kelompok usia lanjut.[3] Pedoman ESH-ESC (2007)[5] dan BHS IV (2004),
[6]
mendefinisikan hipertensi derajat ketiga (derajat III) untuk orang dengan tekanan
darah sistolik di atas 179 mmHg atau tekanan diastolik di atas 109 mmHg.
Hipertensi tergolong “resisten” bila obat penurun tekanan darah tertentu tidak
mengurangi tekanan darah (menjadi normal) dan perlu mencoba obat yang lain.[3]
Di samping klasifikasi di atas, terdapat juga:

 Hipertensi gestasional atau tekanan darah tinggi yang terjadi pada saat
kehamilan di atas 20 minggu dan protein pada air seni adalah negatif dan harus
dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali dengan selang waktu lebih dari 6
jam dan keduanya menunjukkan tekanan darah lebih besar dari 140/90.
 Hipertensi orthostatik atau hipertensi postural adalah kejadian meningkatnya
tekanan darah secara tiba-tiba ketika bangun berdiri, jika tekanan sistolik
meningkat lebih dari 20mmHg dinamakan hipertensi orthostatik sistolik dan jika
tekanan diastolik meningkat hingga 98 mmHg atau lebih dinamakan hipertensi
orthostatik diastolik. Hal ini lebih banyak terjadi, ketika kita tiba-tiba bangun dari
tidur yang pulas, oleh karenanya pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan
15 sampai 30 menit sesudah kita bangun tidur, tetapi belum melakukan aktivitas
apa pun, kecuali misalnya buang air kecil dan minum air putih saja.
Neonatus dan bayi[sunting | sunting sumber]
Hipertensi pada neonatus jarang terjadi, dan hanya terjadi pada sekitar 0,2 sampai
3% neonatus. Tekanan darah tidak diukur secara rutin pada bayi baru lahir yang
sehat.[7] Hipertensi lebih umum terjadi pada bayi baru lahir berisiko tinggi. Berbagai
faktor, seperti usia gestasi, usia pascakonsepsi, dan berat badan lahir perlu
dipertimbangkan ketika memutuskan apakah tekanan darah termasuk normal pada
neonatus.[7]
Anak dan remaja[sunting | sunting sumber]
Hipertensi cukup umum terjadi pada anak dan remaja (2–9% bergantung pada usia,
jenis kelamin, dan etnisitas)[8] dan dikaitkan dengan risiko jangka panjang mengalami
kesehatan yang buruk.[9] Rekomendasi saat ini adalah agar anak di atas usia tiga
tahun diperiksa tekanan darahnya kapan pun mereka melakukan kunjungan atau
pemeriksaan rutin. Tekanan darah tinggi baru dipastikan setelah kunjungan berulang
sebelum menyatakan seorang anak mengalami hipertensi.[9] Tekanan darah
meningkat seiring usia pada masa kanak-kanak, dan pada anak, hipertensi
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang pada tiga atau
lebih waktu yang berbeda, sama dengan atau lebih tinggi dari persentil ke-95 yang
sesuai untuk jenis kelamin, usia, dan tinggi badan anak. Prahipertensi pada anak
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih besar
atau sama dengan persentil ke-90, tapi lebih kecil dari persentil ke-95.[9] Pada
remaja, diusulkan bahwa hipertensi dan prahipertensi didiagnosis dan digolongkan
dengan menggunakan kriteria dewasa.[9]

Gejala[sunting | sunting sumber]


Hipertensi jarang menunjukkan gejala, dan pengenalannya biasanya
melalui skrining, atau saat mencari penanganan medis untuk masalah kesehatan
yang tidak berkaitan. Beberapa orang dengan tekanan darah tinggi melaporkan sakit
kepala (terutama di bagian belakang kepala dan pada pagi hari),
serta pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam telinga), gangguan
penglihatan atau pingsan.[10]
Pada pemeriksaan fisik, hipertensi juga dicurigai ketika terdeteksi adanya retinopati
hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di belakang mata dengan
menggunakan oftalmoskop.[11] Biasanya beratnya perubahan retinopati hipertensi
dibagi atas tingkat I-IV, walaupun jenis yang lebih ringan mungkin sulit dibedakan
antara satu dan lainnya.[11] Hasil oftalmoskopi juga dapat memberi petunjuk berapa
lama seseorang telah mengalami hipertensi.[10]
Hipertensi sekunder[sunting | sunting sumber]
Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan hipertensi sekunder, yaitu
hipertensi akibat penyebab yang jelas seperti penyakit ginjal atau penyakit endokrin.
Contohnya, obesitas pada dada dan perut, intoleransi glukosa, wajah bulat seperti
bulan (moon facies), "punuk kerbau" (buffalo hump), dan striae ungu
menandakan Sindrom Cushing.[12] Penyakit tiroid dan akromegali juga dapat
menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda yang khas.[12] Bising perut
mungkin mengindikasikan stenosis arteri renalis (penyempitan arteri yang
mengedarkan darah ke ginjal). Berkurangnya tekanan darah di kaki atau lambatnya
atau hilangnya denyut arteri femoralis mungkin menandakan koarktasio
aorta (penyempitan aorta sesaat setelah meninggalkan jantung). Hipertensi yang
sangat bervariasi dengan sakit kepala, palpitasi, pucat, dan berkeringat harus
segera menimbulkan kecurigaan ke arah feokromositoma.[12]
Krisis hipertensi[sunting | sunting sumber]
Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik lebih atau sama dengan 180
atau diastolik lebih atau sama dengan 110, kadang disebut hipertensi maligna atau
akselerasi) sering disebut sebagai "krisis hipertensi." Tekanan darah di atas tingkat
ini memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi. Orang dengan tekanan
darah pada kisaran ini mungkin tidak memiliki gejala, tetapi lebih cenderung
melaporkan sakit kepala (22% dari kasus)[13] dan pusing dibandingkan dengan
populasi umum.[10] Gejala lain krisis hipertensi mencakup berkurangnya penglihatan
atau sesak napas karena gagal jantung atau rasa lesu karena gagal ginjal.
[12]
Kebanyakan orang dengan krisis hipertensi diketahui memiliki tekanan darah
tinggi, tetapi pemicu tambahan mungkin menyebabkan peningkatan secara tiba-tiba.
[14]

"Hipertensi emergensi", sebelumnya disebut sebagai "hipertensi maligna", terjadi


saat terdapat bukti kerusakan langsung pada satu organ atau lebih sebagai akibat
meningkatnya tekanan darah. Kerusakan ini bisa mencakup ensefalopati hipertensi,
disebabkan oleh pembengkakan dan gangguan fungsi otak, dan ditandai oleh sakit
kepala dan gangguan kesadaran (kebingungan atau rasa kantuk). Papiledema retina
dan perdarahan fundus serta eksudat adalah tanda lain kerusakan organ
target. Nyeri dada dapat merupakan tanda kerusakan otot jantung (yang bisa
berlanjut menjadi serangan jantung) atau kadang diseksi aorta, robeknya dinding
dalam aorta. Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi dahak bernoda darah adalah ciri
khas edema paru. Kondisi ini adalah pembengkakan jaringan paru akibat gagal
ventrikel kiri, ketidakmampuan ventrikel kiri jantung untuk memompa cukup darah
dari paru-paru ke sistem arteri.[14] Penurunan fungsi ginjal secara cepat (cedera ginjal
akut/acute kidney injury) dan anemia hemolitik mikroangiopati (penghancuran sel-sel
darah) juga mungkin terjadi.[14] Pada situasi ini, harus dilakukan penurunan tekanan
darah secara cepat untuk menghentikan kerusakan organ yang sedang terjadi.
[14]
Sebaliknya, tidak ada bukti bahwa tekanan darah perlu diturunkan secara cepat
dalam keadaan hipertensi emergensi bila tidak ada bukti kerusakan organ target.
Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif bukan berarti tidak ada risiko.
[12]
Penggunaan obat-obatan oral untuk menurunkan tekanan darah secara bertahap
selama 24 sampai 48 jam dianjurkan dalam kedaruratan hipertensi.[14]
Kehamilan[sunting | sunting sumber]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan.
[12]
Kebanyakan wanita hamil yang mengalami hipertensi memiliki kondisi hipertensi
primer yang sudah ada sebelumnya. Tekanan darah tinggi dalam kehamilan dapat
merupakan tanda awal dari pre-eklampsia, suatu kondisi serius yang muncul setelah
melewati pertengahan masa kehamilan, dan dalam beberapa minggu setelah
melahirkan.[12] Diagnosa preeklampsia termasuk peningkatan tekanan darah dan
adanya protein di dalam urin.[12] Preeklampsia muncul pada sekitar 5% kehamilan
dan bertanggung jawab atas sekitar 16% dari semua kematian ibu secara global.
[12]
Preeklampsia juga menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua kali
lipat.[12] Biasanya preeklampsia tidak menunjukkan gejala dan keadaan ini terdeteksi
pada pemeriksaan rutin. Bila terjadi preeklampsia, gejala yang paling umum adalah
sakit kepala, gangguan penglihatan (sering dalam bentuk “kilatan cahaya”), muntah,
nyeri epigastrium, dan edema (bengkak). Terkadang preeklampsia bisa berkembang
menjadi kondisi yang mengancam nyawa yang disebut eklampsia. Eklampsia adalah
suatu hipertensi emergensi dan menyebabkan beberapa komplikasi berat, seperti
hilangnya penglihatan, pembengkakan otak, kejang tonik-klonik atau konvulsi, gagal
ginjal, edema paru, dan koagulasi intravaskular diseminata (gangguan pembekuan
darah).[12][15]
Bayi dan anak[sunting | sunting sumber]
Gagal tumbuh, kejang, iritabilitas, kurang energi, dan kesulitan bernafas[16] bisa
dikaitkan dengan hipertensi pada bayi baru lahir dan bayi usia muda. Pada bayi
yang lebih besar dan anak, hipertensi bisa menyebabkan sakit kepala, iritabilitas
tanpa penyebab yang jelas, lesu, gagal tumbuh, pandangan kabur, mimisan,
dan kelumpuhan wajah.[7][16]

Komplikasi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Komplikasi hipertensi

Diagram menggambarkan komplikasi utama tekanan darah tinggi persisten.

Hipertensi merupakan faktor risiko yang bisa dicegah yang terpenting bagi kematian
prematur di seluruh dunia.[17] Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung
iskemik[18] stroke,[12] penyakit periferal vaskular,[19] dan penyakit kardiovaskular lain,
termasuk gagal jantung, aneurisma aorta, aterosklerosis difus, dan emboli paru.
[12]
Hipertensi juga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kognitif, demensia,
dan penyakit ginjal kronik.[12] Komplikasi lain di antaranya:

 Retinopati hipertensi
 Nefropati hipertensi[20]

Penyebab[sunting | sunting sumber]


Hipertensi primer[sunting | sunting sumber]
Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling umum, meliputi
sebanyak 90–95% dari seluruh kasus hipertensi.[1] Dalam hampir semua masyarakat
kontemporer, tekanan darah meningkat seiring penuaan dan risiko untuk menjadi
hipertensi di kemudian hari cukup tinggi.[21] Hipertensi diakibatkan oleh interaksi gen
yang kompleks dan faktor lingkungan. Berbagai gen yang sering ditemukan sedikit
berpengaruh pada tekanan darah, sudah diidentifikasi,[22] demikian juga beberapa
gen yang jarang yang berpengaruh besar pada tekanan darah [23] tetapi dasar genetik
dari hipertensi masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa faktor lingkungan
mempengaruhi tekanan darah. Faktor gaya hidup yang menurunkan tekanan darah
di antaranya mengurangi asupan garam dalam makanan,[24] meningkatkan konsumsi
buah-buahan dan produk rendah lemak (Pendekatan Diet untuk Menghentikan
Hipertensi (diet DASH)). Olah Raga,[25] penurunan berat badan[26] dan menurunkan
asupan alkohol juga membantu menurunkan tekanan darah.[27] Kemungkinan
peranan faktor lain seperti stres,[25] konsumsi kafeina,[28] dan defisiensi Vitamin
D[29] kurang begitu jelas. Resistensi insulin, yang umum ditemukan pada obesitas dan
merupakan komponen dari sindrom X (atau sindrom metabolik), juga diduga ikut
berperan dalam mengakibatkan hipertensi.[30] Studi terbaru juga memasukkan
kejadian-kejadian pada awal kehidupan (contohnya, berat lahir rendah, ibu merokok,
dan kurangnya air susu ibu) sebagai faktor risiko bagi hipertensi esensial dewasa.
[31]
Namun, mekanisme yang menghubungkan paparan ini dengan hipertensi dewasa
tetap tidak jelas.[31]
Hipertensi sekunder[sunting | sunting sumber]
Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui. Penyakit ginjal
adalah jenis penyebab sekunder yang umum berasal dari hipertensi.[12] Hipertensi
juga bisa disebabkan oleh kondisi endokrin, seperti sindrom
Cushing, hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom
Conn atau hiperaldosteronisme, hiperparatiroidisme, dan feokromositoma.[12]
[32]
Penyebab lain dari hipertensi sekunder di antaranya obesitas, henti nafas saat
tidur, kehamilan, koarktasio aorta, konsumsi akar manis (licorice) yang berlebihan,
serta obat resep, obat herbal, dan obat-obat terlarang.[12][33]

Patofisiologi[sunting | sunting sumber]

Suatu diagram yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri.

Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan resistensi


terhadap aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas tekanan yang
tinggi itu sementara curah jantung tetap normal.[34] Ada bukti bahwa beberapa orang
muda yang menderita prahipertensi atau “hipertensi perbatasan” memiliki curah
jantung yang tinggi, denyut jantung meningkat, dan resistensi perifer yang normal.
Kondisi ini disebut sebagai hipertensi perbatasan hiperkinetik .[35] Para penderita ini
mengembangkan fitur yang khas dari hipertensi esensial tetap di kemudian hari saat
curah jantung menurun dan resistensi perifer meningkat seiring bertambahnya usia.
[35]
Masih diperdebatkan apakah pola ini biasa dialami oleh semua orang yang pada
akhirnya mengalami hipertensi.[36] Peningkatan resistensi perifer pada hipertensi tetap
terutama disebabkan oleh penyempitan struktur arteri dan arteriol kecil.[37] Penurunan
jumlah atau kepadatan pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan dalam resistensi
perifer.[38] Hipertensi juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan vena perifer,[39] yang
bisa meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke jantung),
meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi diastolik. Masih
belum jelas apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah memegang
peranan dalam hipertensi esensial.[40]
Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik) sering
meningkat pada orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi
tekanan sistolik sangat tinggi di atas normal, tetapi tekanan diastolik mungkin normal
atau rendah. Kondisi ini disebut hipertensi sistolik terisolasi.[41] Tekanan nadi yang
tinggi pada orang lanjut usia dengan hipertensi atau hipertensi sistolik terisolasi
disebabkan karena peningkatan kekakuan arteri, yang biasanya menyertai penuaan
dan dapat diperberat oleh tekanan darah tinggi.[42]
Banyak mekanisme yang sudah diajukan sebagai penyebab peningkatan resistensi
yang ditemukan dalam sistem arteri pada hipertensi. Sebagian besar bukti
menunjukkan keterlibatan salah satu atau kedua penyebab berikut:

 Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya


gangguan sistem renin-angiotensin intrarenal[43]
 Abnormalitas sistem saraf simpatis[44]
Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut berperan
sampai batas tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga diduga
bahwa disfungsi endotel (gangguan fungsi dinding pembuluh darah)
dan peradangan vaskular juga ikut berperan dalam meningkatkan resistensi perifer
dan kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.[45][46]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]


Pemeriksaan yang dilakukan pada hipertensi

Sistem Pemeriksaan

Renal Urinalisis mikroskopik, proteinuria, darah BUN (ureum) dan/atau kreatinin

Endokrin Darah natrium, kalium, kalsium, TSH (thyroid-stimulating hormone).

Glukosa darah puasa, kolesterol total,


Metabolik
kolesterol HDL dan LDL, trigliserida

Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram, dan foto Röntgen dada


Sources: Harrison's principles of internal medicine[47] others[48][49][50][51][52]

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah tinggi secara
persisten. Biasanya,[4] untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga kali pengukuran
sfigmomanometer yang berbeda dengan interval satu bulan.[53] Pemeriksaan awal
pasien dengan hipertensi mencakup anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap.
Dengan tersedianya pemantauan tekanan darah ambulatori 24 jam dan alat
pengukur tekanan darah di rumah, demi menghindari kekeliruan diagnosis pada
pasien dengan hipertensi white coat (jenis hipertensi yang disebabkan oleh stres
saat bertemu dokter atau berada dalam suasana medis) telah dihasilkan suatu
perubahan protokol. Di Inggris, praktik terbaik yang dianjurkan saat ini adalah
dengan melakukan follow-up satu kali hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi di
klinik dengan pengukuran ambulatori. Follow-up juga dapat dilakukan, walaupun
kurang ideal, dengan memonitor tekanan darah di rumah selama kurun waktu tujuh
hari.[4]
Sekali diagnosis telah ditegakkan, dokter berusaha mengindentifikasi penyebabnya
berdasarkan faktor risiko dan gejala lainnya, bila ada. Hipertensi sekunder lebih
sering ditemukan pada anak usia prapubertas dan sebagian besar kasus
disebabkan oleh penyakit ginjal. Hipertensi primer atau esensial lebih umum pada
orang dewasa dan memiliki berbagai faktor risiko, di antaranya obesitas dan riwayat
hipertensi dalam keluarga.[54] Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi sekunder, dan untuk
menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung, mata, dan
ginjal. Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol tinggi dilakukan
karena kondisi ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan mungkin
memerlukan penanganan.[1]
Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal, yang mungkin
merupakan penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin darah saja dapat
memberikan dugaan yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi glomerulus. Panduan terkini
menganjurkan penggunaan rumus prediktif seperti formula Modification of Diet in
Renal Disease (MDRD) untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (eGFR).[3] eGFR
juga dapat memberikan nilai awal/dasar fungsi ginjal yang dapat digunakan untuk
memonitor efek samping obat antihipertensi tertentu pada fungsi ginjal.
Pemeriksaan protein pada sampel urin digunakan juga sebagai indikator sekunder
penyakit ginjal. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG/ECG) dilakukan untuk
memeriksa tanda-tanda adanya beban yang berlebihan pada jantung akibat tekanan
darah tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya penebalan dinding
jantung (hipertrofi ventrikel kiri) atau tanda bahwa jantung pernah mengalami
gangguan ringan seperti serangan jantung tanpa gejala (silent heart attack).
Pemeriksaan foto Röntgen dada atau ekokardiogram juga dapat dilakukan untuk
melihat tanda pembesaran atau kerusakan pada jantung.[12]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]


Cukup banyak orang yang mengalami hipertensi tetapi tidak menyadarinya.
[55]
Diperlukan tindakan yang mencakup seluruh populasi untuk mengurangi akibat
tekanan darah tinggi dan meminimalkan kebutuhan terapi dengan obat
antihipertensi. Dianjurkan perubahan gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah,
sebelum memulai terapi obat. Pedoman British Hypertension Society
2004 [55] mengajukan perubahan gaya hidup yang konsisten dengan pedoman dari
US National High BP Education Program tahun 2002[56] untuk pencegahan utama
bagi hipertensi sebagai berikut:

 Menjaga berat badan normal (misalnya, indeks massa tubuh 20–25 kg/m2).
 Mengurangi asupan diet yang mengandung natrium sampai <100 mmol/ hari (<6
g natrium klorida atau <2,4 g natrium per hari). Banyak yang tidak menyadari
bahwa makanan ringan dan juga mie instan banyak mengandung garam,
demikian juga vetsin yang sebenarnya adalah monosodium glutamate,
karena sodium sebenarnya adalah nama lain dari natrium.
 Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat (≥30 menit
per hari, pada hampir setiap hari dalam seminggu).
 Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 3 unit/hari pada laki-laki dan tidak lebih
dari 2 unit/hari pada perempuan.
 Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya, sedikitnya lima
porsi per hari).
Perubahan gaya hidup yang efektif dapat menurunkan tekanan darah setara dengan
masing-masing obat antihipertensi. Kombinasi dari dua atau lebih perubahan gaya
hidup dapat memberikan hasil lebih baik.[55]

Penatalaksanaan hipertensi[sunting | sunting sumber]


Penatalaksanaan hipertensi dibedakan menjadi dua. Pada hipertensi ringan tanpa
faktor risiko atau kerusakan organ, penatalaksanaannya adalah dengan perubahan
gaya hidup dan memantau pasien selama 6-12 bulan. Pada hipertensi berat yang
disertai dengan faktor risiko dan kerusakan organ, penatalaksanaannya
menggunakan terapi farmakologi (obat).[57]
Perubahan gaya hidup[sunting | sunting sumber]
Penanganan tipe pertama untuk hipertensi identik dengan menganjurkan perubahan
gaya hidup yang bersifat pencegahan[58] dan meliputi perubahan diet,[59] olahraga, dan
penurunan berat badan. Semua perubahan ini telah terbukti menurunkan tekanan
darah secara bermakna pada orang dengan hipertensi.[60] Jika hipertensi cukup tinggi
dan memerlukan pemberian obat segera, perubahan gaya hidup tetap disarankan.
Berbagai program diiklankan dapat mengurangi hipertensi dan dirancang untuk
mengurangi tekanan psikologis misalnya biofeedback, relaksasi, atau meditasi.
Namun, secara umum belum ada penelitian yang secara ilmiah mendukung
efektivitas program ini, karena penelitian yang ada masih berkualitas rendah.[61][62][63]
Perubahan asupan diet seperti diet rendah natrium sangat bermanfaat. Diet rendah
natrium jangka panjang (lebih dari 4 minggu) pada Kaukasia efektif menurunkan
tekanan darah, baik pada penderita hipertensi maupun pada orang dengan tekanan
darah normal.[64] Selain itu, diet DASH, suatu diet kaya kacang-kacangan, biji-bijian,
ikan, unggas, buah, dan sayuran, yang dipromosikan oleh National Heart, Lung, and
Blood Institute, menurunkan tekanan darah. Keistimewaan utama dari program ini
adalah membatasi asupan natrium, namun demikian diet ini
kaya kalium, magnesium, kalsium, dan protein.[65]
Pengobatan[sunting | sunting sumber]
Saat ini tersedia beberapa golongan obat yang secara keseluruhan disebut
obat antihipertensi, untuk pengobatan hipertensi. Risiko kardiovaskuler (termasuk
risiko infark miokard dan stroke) dan hasil pemeriksaan tekanan darah menjadi
pertimbangan ketika meresepkan obat.[66] Jika pengobatan dimulai, Seventh Joint
National Committee on High Blood Pressure (JNC-7) dari National Heart, Lung, and
Blood Institute [3] menyarankan agar dokter memonitor respons pasien terhadap
pengobatan serta menilai apakah terjadi efek samping akibat obat yang digunakan.
Penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg dapat mengurangi risiko stroke sebesar
34% dan risiko penyakit jantung iskemik hingga 21%. Penurunan tekanan darah juga
dapat mengurangi kemungkinan demensia, gagal jantung, dan mortalitas yang
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.[67] Pengobatan harus ditujukan untuk
mengurangi tekanan darah hingga kurang dari 140/90 mmHg untuk sebagian besar
orang, dan lebih rendah lagi untuk mereka yang memiliki diabetes atau penyakit
ginjal. Sejumlah praktisi medis menyarankan agar tekanan darah dijaga pada level di
bawah 120/80 mmHg.[66][68] Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai, maka
diperlukan pengobatan lebih lanjut.[69]
Pedoman mengenai pilihan obat dan cara terbaik untuk menentukan pengobatan
untuk berbagai sub-kelompok pun berubah seiring berjalannya waktu dan berbeda-
beda di berbagai negara. Para ahli berbeda pendapat mengenai pengobatan terbaik
untuk hipertensi.[70] Pedoman Kolaborasi Cochrane, World Health Organization, dan
Amerika Serikat mendukung diuretik golongan tiazid dosis rendah sebagai terapi
pilihan untuk lini pertama.[70][71] Pedoman di Inggris menekankan penghambat kanal
kalsium (calcium channel blocker/CCB) untuk orang yang berusia di atas 55 tahun
atau yang berdarah Afrika atau Karibia. Pedoman ini menyarankan penghambat
enzim konversi angiotensin (angiotensin-converting enzyme inhibitor/ACEI) yang
merupakan obat pilihan yang dianjurkan untuk pengobatan lini pertama pasien
berusia muda.[72] Di Jepang, pengobatan dianggap wajar apabila dimulai dengan satu
dari 6 golongan obat termasuk: CCB, ACEI/ARB, diuretik tiazid, penghambat
reseptor beta, dan penghambat reseptor alfa. Di Kanada semua obat ini, kecuali
penghambat reseptor alfa, dianjurkan sebagai lini pertama yang dapat digunakan.[70]
Kombinasi obat[sunting | sunting sumber]
Banyak orang memerlukan lebih dari satu obat untuk mengendalikan hipertensi
mereka. Pedoman JNC7[3] dan ESH-ESC [5] menyarankan untuk memulai pengobatan
dengan dua macam obat apabila tekanan darah lebih dari 20 mmHg di atas target
tekanan darah sistolik atau lebih dari 10 mmHg di atas target diastolik. Kombinasi
yang lebih dipilih adalah penghambat sistem renin–angiotensin dengan antagonis
kalsium, atau penghambat sistem renin–angiotensin dengan diuretik.[73] Kombinasi
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

 Penghambat kanal kalsium dengan diuretik


 Penghambat beta dengan diuretik
 Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan penghambat reseptor beta
 Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan verapamil atau diltiazem
Kombinasi yang tidak boleh digunakan adalah sebagai berikut:

 Penghambat kanal kalsium non-dihidropiridin (seperti verapamil atau diltiazem)


dengan penghambat reseptor beta
 Dua jenis penghambat sistem renin–angiotensin (contohnya, penghambat enzim
konversi angiotensin + penghambat reseptor angiotensin)
 Penghambat sistem renin–angiotensin dan penghambat reseptor beta
 Penghambat reseptor beta dan obat anti-adrenergik.[73]
Hindari kombinasi penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II, diuretik,
dan OAINS (termasuk penghambat COX-2 selektif dan obat bebas tanpa resep
seperti ibuprofen) jika tidak mendesak, karena tingginya risiko gagal ginjal akut.
Istilah awam dari kombinasi ini adalah "triple whammy" dalam literatur kesehatan
Australia.[58] Tersedia tablet yang mengandung kombinasi tetap dari dua golongan
obat tersebut. Meskipun nyaman dikonsumsi, obat-obatan tersebut sebaiknya tidak
diberikan untuk pasien yang biasa menjalani terapi dengan komponen obat tunggal.
[74]

Pasien usia lanjut[sunting | sunting sumber]


Pengobatan hipertensi pada hipertensi sedang hingga berat menurunkan tingkat
kematian dan efek samping kardiovaskuler pada pasien usia 60 tahun ke atas.
[75]
Pada pasien yang berusia lebih dari 80 tahun pengobatan tampaknya tidak
mengurangi tingkat kematian secara bermakna namun mengurangi risiko penyakit
jantung.[75] Target tekanan darah yang direkomendasikan adalah kurang dari
140/90 mm Hg dengan diuretik tiazid sebagai obat pilihan di Amerika Serikat.[76] Pada
versi revisi pedoman Inggris, penghambat kanal kalsium merupakan obat pilihan
dengan target hasil pemeriksaan secara klinis kurang dari 150/90 mmHg, atau
kurang dari 145/85 mmHg pada pemantauan dengan tekanan darah ambulatori atau
di rumah.[72]
Hipertensi resisten[sunting | sunting sumber]
Hipertensi resisten adalah hipertensi yang terus berada di atas target tekanan darah,
meskipun telah digunakan tiga obat antihipertensi sekaligus dari golongan obat
antihipertensi yang berbeda. Pedoman pengobatan hipertensi resisten telah
dipublikasikan di Inggris [77] and the US.[78]

Kemungkinan terkena penyakit ini[sunting | sunting sumber]


Per tahun 2000, hampir satu miliar orang atau kira-kira 26% dari populasi dewasa
dunia mengalami hipertensi.[79] Ini biasa terjadi baik di negara maju (333 juta) maupun
negara berkembang (639 juta).[79] Namun, angka ini sangat bervariasi di beberapa
wilayah dengan angka terendah 3,4% (laki-laki) dan 6,8% (perempuan) di
pedalaman India dan tertinggi 68,9% (laki-laki) dan 72,5% (perempuan) di Polandia.
[80]

Pada 1995 diperkirakan 43 juta orang di Amerika Serikat mengalami hipertensi atau
menjalani terapi antihipertensi. Angka ini mewakili hampir 24% dari populasi dewasa
di AS.[81] Jumlah hipertensi di Amerika Serikat meningkat dan mencapai 29% pada
2004.[82][83] Per tahun 2006 hipertensi menyerang 76 juta orang dewasa di Amerika
Serikat (34% dari populasi) dan kasus terbanyak terjadi pada orang dewasa ras
Afrika-Amerika yakni sebesar 44%.[84] Penyakit ini lebih banyak dialami oleh
penduduk asli Amerika dan lebih sedikit dialami oleh kelompok kulit putih dan ras
Meksiko-Amerika. Jumlah ini meningkat seiring bertambahnya usia, dan lebih
banyak ditemukan pada Amerika Serikat bagian tenggara. Hipertensi lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan (meskipun selisih tersebut cenderung
menurun pada perempuan menopause) dan pada kelompok dengan status
sosioekonomi rendah.[1]
Anak[sunting | sunting sumber]
Jumlah tekanan darah tinggi pada anak semakin meningkat.[85] Sebagian besar
hipertensi pada anak, terutama pada usia pra-remaja, merupakan hipertensi
sekunder akibat penyakit yang mendasarinya. Selain obesitas, penyakit ginjal
menjadi penyebab hipertensi yang tersering (60–70%) pada anak. Remaja biasanya
mengalami hipertensi primer atau esensial (tidak diketahui penyebabnya), yakni
mencapai 85–95% dari seluruh kasus.[86]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Gambar pembuluh vena dari Exercitatio anatomica de motu cordis et sanguinis in animalibus karya Harvey
(“Suatu Praktik Anatomi mengenai Pergerakan Jantung dan Darah pada Makhluk Hidup”)

Pemikiran modern tentang sistem kardiovaskuler dimulai dengan karya


dokter William Harvey (1578–1657). Harvey menjelaskan tentang sirkulasi darah di
dalam bukunya yang berjudul De otu ordis ("Pergerakan Jantung dan Darah").
Seorang pendeta Inggris Stephen Hales membuat publikasi pertama mengenai
pengukuran tekanan darah pada tahun 1733.[87][88] Deskripsi hipertensi sebagai suatu
penyakit datang dari, di antaranya, Thomas Young pada tahun 1808 dan Richard
Bright pada tahun 1836.[87] Laporan pertama tentang tekanan darah yang meningkat
pada seseorang tanpa bukti adanya penyakit ginjal dibuat oleh Frederick Akbar
Mahomed (1849–1884).[89] Namun, hipertensi sebagai sebuah entitas klinis baru
muncul pada 1896 dengan ditemukannya sfigmomanometer menggunakan manset
oleh Scipione Riva-Rocci pada 1896.[90] Dengan penemuan ini, pengukuran tekanan
darah dapat dilakukan di klinik. Pada 1905, Nikolai Korotkoff mengembangkan teknik
tersebut dengan mendeskripsikan bunyi Korotkoff yang terdengar saat arteri
diauskultasi dengan stetoskop pada saat manset sfigmomanometer dikempiskan.[88]
Menurut sejarah, pengobatan untuk apa yang disebut dengan "penyakit nadi keras
(hard pulse disease)" terdiri dari penurunan jumlah darah melalui pengeluaran
darah atau penggunaan lintah.[87] Yellow Emperor dari Tiongkok, Cornelius
Celsus, Galen, dan Hippocrates menyarankan pengeluaran darah.[87] Pada abad ke-
19 dan ke-20, sebelum adanya terapi farmakologi yang efektif untuk hipertensi,
digunakan tiga modalitas pengobatan, semuanya dengan berbagai efek samping.
Modalitas ini mencakup pembatasan ketat konsumsi natrium (contohnya, diet
nasi[87]), simpatektomi (ablasi bedah pada bagian sistem saraf simpatis), dan terapi
pirogen (penyuntikan zat yang menyebabkan demam, secara tidak langsung
menurunkan tekanan darah).[87][91] Zat kimia pertama untuk hipertensi, natrium
tiosianat, digunakan pada 1900 namun memiliki banyak efek samping dan kurang
disukai.[87] Beberapa jenis obat lainnya dikembangkan setelah Perang Dunia Kedua.
Yang paling disukai dan cukup efektif adalah tetrametilamonium klorida dan
turunannya heksametonium, hidralazin, dan reserpin (turunan dari tumbuhan
obat Rauwolfia serpentina). Terobosan besar dicapai dengan penemuan obat oral
pertama yang dapat ditoleransi dengan baik. Yang
pertama klorotiazid, diuretik tiazid pertama, yang dikembangkan dari
antibiotik sulfanilamid dan mulai tersedia pada 1958.[87][92] Obat ini meningkatkan
ekskresi garam dan mencegah akumulasi cairan. Uji klinik acak terkontrol yang
disponsori oleh Veterans Administration membandingkan hidroklorotiazid plus
reserpin plus hidralazin versus plasebo. Penelitian ini dihentikan lebih awal karena
pada kelompok tekanan darah tinggi yang tidak mendapatkan pengobatan terjadi
lebih banyak komplikasi dibandingkan pasien yang diobati, dan dirasakan tidak etis
untuk tidak memberikan pengobatan kepada mereka. Penelitian tersebut dilanjutkan
pada kelompok pasien dengan tekanan darah yang lebih rendah dan menunjukkan
bahwa bahkan pada pasien dengan hipertensi ringan, pengobatan dapat
mengurangi hampir lebih dari setengah risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskuler.[93] Pada 1975, Lasker Special Public Health Award diberikan kepada
tim yang telah mengembangkan klorotiazid.[91] Hasil penelitian ini mendorong
kampanye kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap
hipertensi dan mempromosikan pengukuran dan pengobatan tekanan darah tinggi.
Pengukuran ini tampaknya telah memegang sebagian peranan dalam penurunan
angka stroke dan penyakit jantung iskemik sebesar 50% antara 1972 dan 1994.[91]

Masyarakat dan budaya[sunting | sunting sumber]


Kesadaran[sunting | sunting sumber]

Grafik menunjukkan perbandingan prevalensi kesadaran, pengobatan dan pengendalian hipertensi antara
empat penelitian NHANES[82]

World Health Organization telah mengidentifikasi hipertensi, atau tekanan darah


tinggi, sebagai penyebab utama mortalitas kardiovaskuler. World Hypertension
League (WHL), sebuah organisasi yang menaungi 85 organisasi masyarakat dan
liga hipertensi nasional, menyatakan bahwa lebih dari 50% orang yang terkena
hipertensi di seluruh dunia tidak menyadari kondisi mereka.[94] Untuk mengatasi
masalah ini, WHL merintis suatu kampanye hipertensi di seluruh dunia pada 2005
dan menetapkan tanggal 17 Mei sebagai Hari Hipertensi Dunia (WHD). Selama tiga
tahun terakhir, semakin banyak organisasi masyarakat dari berbagai negara yang
terlibat dalam WHD dan mulai melakukan kegiatan inovatif untuk menyampaikan
pesan mereka kepada masyarakat. Pada 2007, tercatat ada 47 negara anggota
WHL yang berpartisipasi. Selama pekan WHD, semua negara ini bermitra dengan
pemerintah setempat, organisasi profesi, organisasi non-pemerintah, dan industri
swasta untuk mempromosikan kesadaran mengenai hipertensi tersebut melalui
beberapa media dan kampanye masyarakat. Dengan menggunakan media
massa seperti Internet dan televisi, pesan tersebut menjangkau lebih dari 250 juta
orang. Dengan semakin meningkatnya momentum ini dari tahun ke tahun, WHL
yakin bahwa hampir semua dari sekitar 1,5 miliar orang yang terkena tekanan darah
tinggi dapat dijangkau.[95]
Segi ekonomi[sunting | sunting sumber]
Tekanan darah tinggi adalah masalah medis kronis tersering yang membawa orang
berobat ke tempat pelayanan kesehatan primer di Amerika Serikat. American Heart
Association memperkirakan biaya kesehatan langsung dan tidak langsung dari
tekanan darah tinggi sebesar $76,6 miliar pada 2010.[84] Di Amerika Serikat, 80%
orang yang mengalami hipertensi menyadari kondisi mereka dan 71% mengonsumsi
obat antihipertensi. Namun, hanya 48% orang yang mengetahui bahwa mereka
mengalami hipertensi, melakukan pengendalian hipertensi secara adekuat.
[84]
Diagnosis, pengobatan, atau kontrol tekanan darah tinggi yang tidak cukup dapat
mengganggu tata laksana hipertensi.[96] Penyedia layanan kesehatan menghadapi
banyak kendala dalam mencapai pengendalian tekanan darah, termasuk penolakan
terhadap penggunaan beberapa obat untuk mencapai target tekanan darah yang
diharapkan. Pasien juga mengalami kesulitan mematuhi jadwal minum obat dan
mengubah gaya hidup. Meskipun demikian, target tekanan darah sangat mungkin
dapat dicapai. Menurunkan tekanan darah berarti mengurangi biaya untuk
perawatan medis yang lebih lanjut.[97][98]
Kesadaran[sunting | sunting sumber]

Grafik menunjukkan perbandingan prevalensi kesadaran, pengobatan dan pengendalian hipertensi antara
empat penelitian NHANES[82]

World Health Organization telah mengidentifikasi hipertensi, atau tekanan darah


tinggi, sebagai penyebab utama mortalitas kardiovaskuler. World Hypertension
League (WHL), sebuah organisasi yang menaungi 85 organisasi masyarakat dan
liga hipertensi nasional, menyatakan bahwa lebih dari 50% orang yang terkena
hipertensi di seluruh dunia tidak menyadari kondisi mereka.[94] Untuk mengatasi
masalah ini, WHL merintis suatu kampanye hipertensi di seluruh dunia pada 2005
dan menetapkan tanggal 17 Mei sebagai Hari Hipertensi Dunia (WHD). Selama tiga
tahun terakhir, semakin banyak organisasi masyarakat dari berbagai negara yang
terlibat dalam WHD dan mulai melakukan kegiatan inovatif untuk menyampaikan
pesan mereka kepada masyarakat. Pada 2007, tercatat ada 47 negara anggota
WHL yang berpartisipasi. Selama pekan WHD, semua negara ini bermitra dengan
pemerintah setempat, organisasi profesi, organisasi non-pemerintah, dan industri
swasta untuk mempromosikan kesadaran mengenai hipertensi tersebut melalui
beberapa media dan kampanye masyarakat. Dengan menggunakan media
massa seperti Internet dan televisi, pesan tersebut menjangkau lebih dari 250 juta
orang. Dengan semakin meningkatnya momentum ini dari tahun ke tahun, WHL
yakin bahwa hampir semua dari sekitar 1,5 miliar orang yang terkena tekanan darah
tinggi dapat dijangkau.[95]

Anda mungkin juga menyukai