Anda di halaman 1dari 14

Should the Treatment of Hypertension be based on Blood Pressure Level Only?

Artaria Tjempakasari
Divisi Ginjal dan Hipertensi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr.
Soetomo Surabaya

Pendahuluan

Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas dini yang bisa
dicegah. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk stroke iskemik dan hemoragik, infark
miokard, gagal jantung, penyakit ginjal kronik, penyakit pembuluh darah perifer, penurunan
kognitif, dan kematian dini. 1
Sejumlah besar studi observasional mengungkapkan bahwa baik tekanan darah sistolik
(TDS) maupun diastolik (TDD) menunjukkan hubungan independen bertingkat dengan
morbiditas dan mortalitas.2 Hipertensi yang tidak diobati dapat dikaitkan dengan peningkatan
tekanan darah yang progresif, dan mencapai puncaknya pada kondisi resisten terhadap
pengobatan yang dikaitkan dgn pembuluh darah dan kerusakan ginjal. 1
Definisi dan pengobatan hipertensi keduanya telah berubah secara dramatis selama
abad terakhir, dengan uji coba yang menunjukkan manfaat untuk target tekanan darah yang lebih
rendah daripada yang pernah dipertimbangkan sebelumnya. Namun, penelitian ini meredam
antusiasme untuk pencapaian target yang lebih intensif karena penurunan tekanan darah di
bawah ambang batas tertentu dapat menimbulkan bahaya, yang disebut "kurva-J". 3
Tekanan darah terdistribusi secara normal dalam suatu populasi. Pada setiap orang,
tekanan darah sistolik atau diastolik (atau keduanya) dapat meningkat. Tekanan diastolik lebih
sering meningkat pada orang-orang yang lebih muda dari 50 tahun. Dengan bertambahnya usia,
hipertensi sistolik menjadi masalah yang lebih signifikan sebagai akibat dari kekakuan progresif
dan hilangnya compliance arteri yang lebih besar. 1
Peningkatan tekanan darah tetap menjadi penyebab utama kematian secara global,
tercatat 10,4 juta kematian per tahun, dan diperkirakan 1,39 miliar orang menderita hipertensi
pada tahun 2010. 4,5
Stratifikasi risiko
Stratifikasi risiko pasien menurut risiko hipertensi tampaknya bermanfaat dalam
pengelolaan pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD). Peningkatan tekanan
darah merupakan faktor risiko penyebab CVD. Analisis epidemiologis telah menetapkan
hubungan bertahap dan berkelanjutan antara tekanan darah yang lebih tinggi dan CVD. Selain
itu, uji klinis acak di antara individu dengan hipertensi telah menunjukkan, penurunan kejadian
CVD sebesar 20%, PJK sebesar 17%, stroke sebesar 27%, dan gagal jantung sebesar 28% untuk
setiap penurunan 10 mmHg tekanan darah sistolik dengan terapi medis.6 Ini berkorelasi dengan
dua kali lipat kejadian serebrovaskular dan kardiovaskular untuk setiap kenaikan 20 mmHg pada
SBP lebih dari 120 mmHg. Oleh karena itu, pencegahan, deteksi, pengobatan, dan pengendalian
peningkatan tekanan darah merupakan prioritas kesehatan masyarakat yang penting dan target
utama untuk pencegahan CVD. Hal ini menunjukkan bahwa stratifikasi pasien menurut tekanan
darah bermanfaat dalam menargetkan pengobatan hipertensi pada pasien yang harus dikelola
secara agresif.
Terdapat risiko dalam pengobatan yang terlalu bersemangat pada pasien hipertensi,
terutama pada orang tua dan mereka dengan hipertensi sistolik terisolasi. Pasien-pasien ini sering
memiliki tekanan darah diastolik yang cukup rendah dan dengan penurunan tekanan arteri rata-
rata yang agresif sering menyebabkan peningkatan risiko jatuh.
Kekhawatiran juga telah dikemukakan tentang keamanan ginjal karena perbedaan yang
signifikan secara statistik pada peserta tanpa penyakit ginjal kronik yang mengalami setidaknya
30% pengurangan dalam perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR). 7
Ukuran ini bukan hasil
yang bermakna secara klinis pada mereka dengan eGFR di atas 60 mL/menit/1,73 m2.

Definisi Hipertensi
Hubungan antara tekanan darah, kardiovaskular (CV) dan kejadian ginjal adalah
hubungan yang terus menerus. Hal tersebut membuat adanya perbedaan antara normotensi dan
hipertensi. Hipertensi didefinisikan sebagai tingkat tekanan darah dimana manfaat pengobatan
(baik dengan intervensi gaya hidup atau obat-obatan) jelas lebih besar daripada risiko
pengobatan. Hipertensi didefinisikan sebagai nilai tekanan darah sistolik di klinik ≥140 mmHg
dan/ atau nilai tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. 1
Berdasarkan pengukuran TDS dan TDD di klinik, pasien digolongkan menjadi sesuai
dengan tabel 1 berikut.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah di Klinik

KATEGORI TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal <130 dan 85

Normal-tinggi 130-139 dan/atau 85-89

Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99

Hipertensi derajat 2 >160 dan/atau >100

Dikutip dari 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. 8

Penderita hipertensi dengan kategori normal tinggi adalah mereka yang diharapkan dapat
mendapatkan manfaat dari perubahan gaya hidup dan yang akan mendapatkan tatalaksana
farmakologis apabila terdapat indikasi tambahan untuk itu. Penderita Hipertensi derajat 1 dan 2
sebaiknya mendapatkan tatalaksana farmakologis yang sesuai.
Meskipun hasil pengukuran tekanan darah di klinik merupakan standar baku utama dalam
menegakkan diagnosis hipertensi, pengukuran tekanan darah pasien secara mandiri di luar klinik
sudah mulai dilakukan. Pemeriksaan ini berupa HBPM dan ABPM. Individu yang terkonfirmasi
menderita hipertensi (derajat 1 dan derajat 2) berdasarkan tabel 1, harus mendapatkan terapi
farmakologi yang sesuai. 9

Tabel 2. Kriteria tekanan darah berdasar pengukuran di klinik, ABPM dan HBPM

TDS TDD
KATEGORI (mmHg) (mmHg)

TD Klinik ≥140 dan/atau ≥90


ABPM
Rerata pagi-siang hari (atau bangun)
≥135 dan/atau ≥85
Rerata malam hari (atau tidur)
≥120 dan/atau ≥70
Rerata 24 jam ≥130 dan/atau ≥80
Rerata HBPM ≥135 dan/atau ≥85
ABPM=ambulatory blood pressure monitoring; HBPM=home blood pressure monitoring; TD=tekanan darah; TDD=tekanan
darah diastolik;TDS=tekanan darah sistolik.

Dikutip dari 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. 8

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah di klinik berdasar ESC/ESH guidelines 2018

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal <120 dan <80


Normal 120–129 dan/atau 80–84
Normal Tinggi 130–139 dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140–159 dan/atau 90–99
Hipertensi derajat 2 160–179 dan/atau 100–109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 180
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan <90
Dikutip dari 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines.

Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai peningkatan SBP (140 mm Hg) dan
DBP rendah (<90 mm Hg) umum terjadi pada orang muda dan orang tua. Pada individu muda,
termasuk anak-anak, remaja dan dewasa muda, hipertensi sistolik terisolasi adalah bentuk paling
umum dari hipertensi esensial. Namun, hal ini juga sangat umum pada orang tua, yang
mencerminkan kekakuan arteri besar dengan peningkatan tekanan nadi (perbedaan antara SBP
dan DBP) 9

Konfirmasi diagnosis hipertensi


Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan pada satu kali
pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan TD yang sangat tinggi, misalnya hipertensi derajat 2
atau terdapat bukti kerusakan target organ akibat hipertensi (HMOD, hypertension- mediated
organ damage) misalnya retinopati hipertensif dengan eksudat dan perdarahan, hipertrofi
ventrikel kiri, atau kerusakan ginjal.
Sebagian besar pasien, pengukuran berulang di klinik bisa menjadi strategi untuk
konfirmasi peningkatan TD persisten, juga untuk klasifikasi dan derajat hipertensi. Jumlah
kunjungan dan jarak pengukuran TD antar kunjungan sangat bervariasi tergantung beratnya
hipertensi. Pada hipertensi derajat 1 tanpa tanda kerusakan organ target, pengukuran tekanan
darah dapat diulang dalam beberapa bulan. Selama periode ini, dapat dilakukan penilaian TD
berulang berdasarkan beratnya risiko kardiovaskular.
Strategi pengukuran TD di luar klinik (HBPM atau ABPM) untuk konfirmasi diagnosis
hipertensi sangat dianjurkan bila tersedia. Pengukuran TD di rumah dapat juga mendeteksi
adanya hipertensi jas putih, hipertensi terselubung, dan juga kasus lain. 9

Evaluasi Klinis
Tujuan dari evaluasi klinis adalah:
- Menegakkan diagnosis dan derajat hipertensi

- Menapis kemungkinan penyebab sekunder hipertensi

- Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi (gaya hidup,


obat lain atau riwayat keluarga)
 -  Identifikasi faktor risiko kardiovaskular yang lain (termasuk gaya hidup dan riwayat
keluarga)
 -  Identifikasi penyakit-penyakit penyerta
 -  Menentukan ada tidaknya HMOD atau penyakit kardiovaskular, serebrovaskular atau
ginjal yang sudah ada sebelumnya, untuk stratifikasi risiko 9

Penatalaksanaan hipertensi

1. Intervensi pola hidup


2. Penentuan batas tekanan darah untuk inisiasi obat
Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi merupakan upaya untuk
menurunkan tekanan darah secara efektif dan efisien. Meskipun demikian pemberian obat
antihipertensi bukan selalu merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan
hipertensi.
Gambar 1. Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi Hipertensi
HMOD=hypertension-mediated organ damage; PJK=penyakit jantung koroner;
PKV=penyakit kardiovaskular; TD=tekanan darah.

3. Target Pengobatan Hipertensi


Pada Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2021 ini, disepakati target tekanan darah
seperti tercantum pada diagram berikut ini:

Target penurunan tekanan darah minimal 20/10 mmHg,


idealnya <140/90 mmHg
< 65 tahun : target <130/80 mmHg jika dapat ditoleransi
(idealnya >120/70 mmHg)
> 65 tahun: target <140/90 mmHg jika dapat di
toleransi, pertimbangkan target tekanan darah secara
individual dalam konteks kerentanan pasien dan
toleransi terhadap tata laksana
Gambar 2. Target Tekanan Darah dalam 3 Bulan

4. Pengobatan Hipertensi-Terapi obat


Strategi pengobatan yang dianjurkan pada panduan penatalaksanaan hipertensi saat ini
adalah dengan menggunakan terapi obat kombinasi pada sebagian besar pasien, untuk
mencapai tekanan darah sesuai target. Bila tersedia luas dan memungkinkan, maka dapat
diberikan dalam bentuk pil tunggal berkombinasi (single pill combination), dengan tujuan
untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. 9

Obat-obat untuk penatalaksanaan hipertensi


Lima golongan obat antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan yaitu: ACEi,
ARB, beta bloker, CCB dan diuretik. 9

Tabel 4. Obat Anti Hipertensi

DOSIS Frekuensi
KELAS OBAT
(mg/hari) Per hari
Tiazid atau thiazide- Hidroklorothiazid 25 – 50 1
type diuretics Indapamide 1,25 – 2,5 1
ACE inhibitor Captopril 12,5 – 150 2 atau 3
Enalapril 5 – 40 1 atau 2
Lisinopril 10 – 40 1
Perindopril 5 – 10 1
Ramipril 2,5 – 10 1 atau 2
ARB Candesartan 8 – 32 1
Eprosartan 600 – 800 1 atau 2
Irbesartan 150 – 300 1
Losartan 50 – 100 1 atau 2
Olmesartan 20 – 40 1
Telmisartan 20 – 80 1
Valsartan 80 – 320 1
CCB - dihidropiridin Amlodipin 2,5 – 10 1
Felodipin 5 – 10 1
Nifedipin GITS 20 – 60 1
Lercanidipin 10 - 20 1

CCB – Diltiazem SR 180 – 360 2


nondihidropiridin
Diltiazem CD 100 – 200 1
Verapamil SR 120 – 480 1 atau 2
Beta bloker - Atenolol 25 – 100 1 atau 2
kardioselekti Bisoprolol 2,5 – 10 1
f
Metoprolol tartrate 100 - 400 2

Beta bloker – Nebivolol 5 – 40 1


kardioselektif
dan vasodilator
Beta bloker – Propanolol IR 160 – 480 2
non Propanolol LA 80 – 320 1
kardioselektif
Beta bloker – Carvedilol 12,5 – 50 2
kombinasi reseptor
alfa dan beta

ACE=angiotensin-converting enzyme;ARB=angiotensin receptor blocker; CCB=calcium channel blocker;


GITS=gastrointestinal therapeutics system; IR=immediate release; LA=long-acting; SR=sustained release.
Dikutip dari ACC/AHA Guideline of Hypertension 2017
5. Algoritma Terapi Obat untuk Hipertensi
Algoritma farmakoterapi telah dikembangkan untuk memberikan rekomendasi praktis
pengobatan hipertensi. Beberapa rekomendasi utama, yaitu:
1.Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat. Bila
memungkinkan dalam bentuk SPC, untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
2.Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-angiotensin
system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau diuretik.
3.Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain dianjurkan bila ada
indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan untuk kontrol denyut
jantung.
4.Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko rendah (TDS
<150mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-tinggi dan berisiko sangat tinggi,
pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih.
5.Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau ARB), CCB,
dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.
6.Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali ada
kontraindikasi.
7.Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum terkendali dengan
kombinasi obat golongan di atas.
8.Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan. 9
Gambar 4. Strategi Penatalaksanaan Hipertensi Tanpa Komplikasi
ACEi = angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB = angiotensin receptor blocker; CCB = calcium
channel blocker; MI = myocardial infarction.
Dikutip dari 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines

Komorbiditas Umum serta Komplikasi Hipertensi


Latar belakang
• Pasien hipertensi memiliki beberapa penyakit penyerta umum dan lainnya yang dapat
mempengaruhi risiko kardiovaskular dan strategi pengobatan.
• Jumlah penyakit penyerta meningkat dengan bertambahnya usia, dengan prevalensi hipertensi
dan penyakit lainnya.
• Penyakit penyerta yang umum termasuk penyakit arteri koroner (CAD), stroke, CKD, HF, dan
COPD
Komorbiditas dan Komplikasi Umum
Hipertensi dan Penyakit Arteri Koroner (CAD)
• Terdapat interaksi epidemiologis yang kuat antara CAD dan hipertensi yang menyumbang 25%
-30% dari infark miokard akut.
• Perubahan gaya hidup dianjurkan (berhenti merokok, diet dan olahraga).
• BP harus diturunkan jika 140/90 mm Hg dan diobati dengan target <130/80 mm Hg (<140/80
pada pasien usia lanjut).
• RAS blocker, beta-blocker terlepas dari tingkat BP dengan atau tanpa calcium channel blockers
(CCBs) adalah obat lini pertama pada pasien hipertensi.
• Pengobatan penurun lipid dengan target LDL-C <55 mg/dL (1,4 mmol/L).
• Pengobatan antiplatelet dengan asam asetil salisilat rutin sangat direkomendasikan.
Hipertensi dan Gagal Jantung (HF)
• Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi
(HFrEF), dan dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan (HFpEF). Hasil klinis lebih buruk dan
kematian meningkat pada pasien hipertensi dengan gagal jantung.
• Perubahan gaya hidup dianjurkan (diet dan olahraga).
• Mengobati hipertensi memiliki dampak besar dalam mengurangi risiko kejadian gagal jantung
dan rawat inap akibat gagal jantung. BP harus diturunkan jika 140/90 mmHg dan diobati dengan
target <130/80 mm Hg tetapi >120/70 mm Hg.
• RAS blocker, beta-blocker, dan antagonis reseptor mineralokortikoid semuanya efektif dalam
meningkatkan hasil klinis pada pasien dengan HFrEF, sedangkan untuk diuretik, bukti terbatas
pada perbaikan gejala. CCB diindikasikan pada kasus BP yang buruk.
• Angiotensin receptor-neprilysin inhibitor (ARNI; sacubitril-valsartan) diindikasikan untuk
pengobatan HFrEF sebagai alternatif untuk ACE inhibitor atau ARB juga pada populasi
hipertensi. Strategi pengobatan yang sama dapat diterapkan pada pasien dengan HFpEF
meskipun optimal strategi pengobatan tidak diketahui.
Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronis (PGK)
• Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk perkembangan dan progresi albuminuria dan
segala bentuk PGK.
• eGFR yang lebih rendah dikaitkan dengan hipertensi resisten, masked hypertension, dan
peningkatan nilai tekanan darah malam hari
• Efek penurunan tekanan darah pada fungsi ginjal (dan albuminuria) dipisahkan dari manfaat
kardiovaskular.
• BP harus diturunkan jika 140/90 mm Hg dan diobati dengan target <130/80 mm Hg (<140/80
pada pasien usia lanjut).
• Inhibitor RAS adalah obat lini pertama karena mengurangi albumnuria selain mengkontrol
tekanan darah. CCB dan diuretik (diuretik loop jika eGFR <30 ml/menit/1,73m2) dapat
ditambahkan.
• eGFR, mikroalbuminuria, dan elektrolit darah harus dipantau. 8

Kesimpulan
Penurunan tekanan darah memberikan manfaat yang bermakna, juga terhadap kerusakan
organ target, terutama pada pasien dengan risiko kardiovaskular. Pasien dengan risiko
kardiovaskular mungkin memerlukan pengobatan BP untuk target BP yang lebih agresif. Namun,
juga terdapat keterbatasan dalam penurunan tekanan darah secara agresif, terutama pada populasi
tertentu seperti orang tua. Untuk itu diperlukan kewaspadaan berkelanjutan dalam melakukan
kontrol BP yang ketat yang dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, meskipun populasi tertentu
mungkin memerlukan pendekatan yang lebih pragmatis. Sebagian besar pasien akan memerlukan
kewaspadaan dan manajemen risiko jantung yang cermat termasuk pemantauan tekanan darah
untuk memastikan penghindaran gejala sisa jangka panjang dari CVD.

Daftar Pustaka

1. National Institute for Heath and Care Excellence. Hypertension: the clinical management
of primary hypertension in adults, 2011. www.nice.org.uk/guidance/cg127 (accessed 3
August 2020).
2. Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti Rosei E, Azizi M, Burnier M, et al. 2018
ESC/ESH guidelines for the management of arterial hypertension. European Heart
Journal 2018;39(33):3021-104. [DOI: 10.1093/eurheartj/ehy339]
3. Rahman F , McEvoy JW. The J-shaped Curve for Blood Pressure and Cardiovascular
Disease Risk: Historical Context and Recent Updates. Curr Atheroscler Rep. 2017
Aug;19(8):34.

4. Global Burden of Disease Risk Factor Collaborators. Global, regional, and national
comparative risk assessment of 84 behavioural, environ- mental and occupational, and
metabolic risks or clusters of risks for 195 countries and territories, 1990–2017: a
systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2017. Lancet.
2018;392:1923–1994.
5. Mills KT, Bundy JD, Kelly TN, Reed JE, Kearney PM, Reynolds K, Chen J, He J. Global
disparities of hypertension prevalence and con- trol: a systematic analysis of population-
based studies from 90 countries. Circulation. 2016;134:441–450.
6. Karmali KN, Lloyd-Jones DM. Role of office blood pressure in diagnosis and treatment
of hypertension global risk assessment to guide blood pressure management in
cardiovascular disease prevention. Hypertension 2017;69:2-9.

7. SPRINT Research Group, Wright JT Jr., Williamson JD, Whelton PK, Snyder JK, Sink
KM, et al. A randomized trial of intensive versus standard blood-pressure control. N Engl
J Med 2015;373:2103-16.
8. Thomas Unger, Claudio Borghi, Fadi Charchar, Nadia A. Khan, Neil R. Poulter, Dorairaj
Prabhakaran, Agustin Ramirez, Markus Schlaich, George S. Stergiou, Maciej
Tomaszewski, Richard D. Wainford, Bryan Williams, Aletta E. Schutte. 2020
International Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines.
Hypertension. 2020;75:1334-1357
9. Antonia Anna Lukito, Eka Harmeiwaty, Tunggul D Situmorang, Ni Made Hustrini, Ario
Soeryo Kuncoro, Rossana Barack, Ekawati Dani Yulianti. KONSENSUS
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI 2021: Update Konsensus PERHI 2019

--o0o--

Anda mungkin juga menyukai