Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh
Disusun Oleh:
Muffakir
22174006
Pembimbing:
dr. Sylva Nazly, Sp.PD
Segala puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, akhirnya Kami dapat menyelesaikan Referat
ini tepat pada waktunya dan sebaik-sebaiknya dalam rangka melengkapi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD meuraxa dengan
judul “HIPERTENSI DAN KRISIS HIPERTENSI”.
Dalam penyusun Referat ini, saya mendapat banyak masukan, bantuan
dan juga bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak baik dalam bentuk moril
serta materil. Untuk itu dalam kesempatan ini Kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Sylva Nazly, Sp.PD selaku pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan kepada saya selama penulis melaksanakan KKS di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.
Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
pada umumnya dan Ilmu Kedokteran khususnya. Saya menyadari bahwa tulisan ini
jauh dari sempurna, adapun Kami menerima kritikan saran berupa lisan maupun
tulisan selama membangun.
Mufakkir, S.ked
22174006
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................2
2.1 DEFINISI HIPERTENSI DAN KLASIFIKASI .................................................2
2.2 ETIOLOGII DAN FAKTOR RISIKI HIPERTENSI.........................................4
2.3 PATOFISIOLOGI HIPERTENSI........................................................................9
2.4 MANIFESTASI HIPERTENSI.............................................................................12
2.5 DIAGNOSIS HIPERTENSI..................................................................................12
2.6 PENENTUAN RISIKO HIPERTENSI................................................................14
2.7 PENGUKURAN TEKANAN DARAH.................................................................18
2.8 PENATALAKSANAAN HIPERTENSI...............................................................20
2.9 KOMPLIKASI HIPERTENSI..............................................................................29
2.10 INDIKASI MERUJUK KE FASILITAS KESEHATAN.................................31
2.11 PROGNOSIS.........................................................................................................31
BAB III KESIMPULAN...................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................33
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sedangkan Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan
Selatan 44,1% dan prevalensi terendah di papua 22,2%.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Hipertensi Krisis >180 dan >120
Tabel 3 Klasifikasi hipertensi berdasarkan American Society of hypertension
and international Society of Hypertension 2013
KlasifikasiTekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (TDS) Diastolik (TDD)
mmHg mmHg
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 Dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥180 Dan/atau ≥110
Hipertensi Sistolik ≥140 dan <90
Terisolasi
4
kegagalan ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta, gagal ginjal, atau
eklampsia), sedangkan hipertensi urgensi yaitu peningkatan TDS atau TDD
masing-masing >180 mmHg atau >120 mmHg, namun tanpa kerusakan organ/
Target Organ Damage.9,10
5
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama
dalam penanganan hipertensi sekunder.
c. Krisis Hipertensi (Hipertensi emergensi dan Urgensi)
Hipertensi emergensi ialah hipertensi derajat 3 dengan HMOD
(Hypertension Mediated Organ Damage) akut. Hal ini sering kali
mengancam jiwa dan memerlukan penanganan segera dan seksama. Untuk
menurunkan tekanan darah biasanya memerlukan obat jalur intravena.
Gejala hipertensi emergensi tergantung kepada organ yang terdampak,
seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada, sesak nafas, pusing
atau gejala deficit neurologis. Gejala klinis ensefalopati hipertensi berupa
somnolen, letargi, kejang tonik-klonik dan kebutaan kortikal hingga
gangguan kesadaran.
Hipertensi urgensi merupakan hipertensi berat tanpa bukti klinis
keterlibatan organ target. Umumnya tidak memerlukan rawat inap dan
dapat diberikan obat oral sesuai dengan algoritma penatalaksanaan
hipertensi emergensi.12
Table 4 Klasifikasi Hipertensi Krisis.8
Krisis Hiipertensi TD sistolik TD diastolik
6
phenyleprine
Cocain
Amphetamin, contoh: amphetamin,
metilfenidate
Penyakit Obat
7
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai
risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah.
Namun setelah memasuki usia menoupase, prevalensi hipertensi pada
perempuan meningkat akibat faktor hormonal.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunn)
juga meningkatkan risiko hipertensi, teruma hipertensi primer
(esensial), tentunya faktor lingkungan juga ikut berperan.
8
olahraga aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun
berat badan belum turun.
d. Konsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam.
e. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid(lemak) ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan
kadar kolesterol HDL dalam darah. kolesterol merupakan faktor
penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang kemudian
mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga
tekanan darah meningkat.
f. Konsumsi Alkohol Berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan,
namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
g. Psikososial dan Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam,
rasa takur, dan rasa bersalah) dapat merangang ginjal untuk
melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebh kuat, sehingga tekanan darah meningkat. 4
9
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron paraganglion melepaskan asetikolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan
dilepaskanya nonephinefrin mengakibatkan kontraksi pembuluh darah kapiler.13
Beberapa faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap nonephinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan hormon steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriktor yang mengkibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensi I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
konsenkuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung (voulum sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.13
Ada dua faktor yang penting dalam mempertahankan tekanan darah yaitu
cardiac output dan tahan perifer. Pada hipertensi terjadi peningkatan cardiac
10
output dan/ atau peningkatan tahanan perifer. Dapat digambarkan dengan rumus
di bawah ini:
Tekanan Darah : Cardiac Output x Tahanan Perifer
Hipertensi : ↑ Cardiac Output dan/atau ↑ Tahaanan Perifer
11
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi
12
2.4 Manifestasi Klinis Hipertensi
Hipertensi disebut sebagai penyakit silent killer, dikarenakan tidak
menunjukkan gejala apapun, bahkan penderita tidak mengetahui bahwa sedang
mengalami hpertensi. Kebanyakan penderita yang mengalami hipertensi tidak
menunjukkan gejala apapun, namun ada beberapa penderita ketika mengalami
hipertensi dapat meraskan pusing, sesak nafas atau mimisan, tetapi tanda dan
gejala ini tidak spesifik dan biasanya tanda dan gejala ini tidak muncul bahkan
pada penderita yang memiliki peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi. Ada
beberapa gejala lain yang umum terjadi pada penderita hupertensi yaitu muka
merah, sakit kepala, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.13
13
meningkat maka sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi. Pada
pasien hipertensi, wajib diperiksa status neurologis dan pemeriksaan fisik jantung
(tekanan vena jugular, batas jantung, dan ronki pada lapang paru)4,12
Pemeriksaan penunjang pada hipertens untuk memeriksan komplikasi
yang telah terjadi dan risiko yang berhubungan dengan kardiovaskuler.
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium,
seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium,
asam urat dan urinalisa. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung
berupa EKG dan ekokardiografi, fundoskopi, USG ginjal, dan foto thorax.
Ada beberapa Tujuan evaluasi klinis pada pasien dengan hipertensi:
Menegakkan diagnosis dan derajat hipertensi
Menapis kemungkinan penyebab sekunder hipertensi
Identifikasi factor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
hipertensi (gaya hiup, obat lain atau riwayat keluarga)
Identifikasi faktor risiko kardiovaskular yang lain (termasuk gaya hidup dan
riwayat keluarga)
Identifikasi penyakit penyerta
Menentukan ada tidaknya HMOD atau penyakit kardiovaskular,
serebrovaskular atau ginjal yang sudah ada sebelumnya, untuk starifikasi
risiko.12
14
Bagan 1. Evaluasi Diagnostik Awal pada Hipertensi
15
Prognosis penderita hipertensi bukan hanya ditentukan oleh derajat
hipertensi, tetapi juga ada tidaknya faktor risiko kardiovaskular lainya, kerusakan
organ target, atau adanya penyakit penyerta. Selain itu obat-obatan yang
diberikan, kondisi pribadi pasien dan situasi social ekonomi pasien juga ikut
berpengaruh.
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
Tingginya tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolic
(TDD)
Laki-laki > 55 tahun
Perempuan >65 tahun
Perokok
Obesitas
Dislipidemia: kolesterol LDL > 36,6 mmol/L (> 130 mg/dl)
dan/atau kolesterol HDL <1,0 mmol/L (<40 mg/dl)
Diabetes Melitus
Riwayat Keluarga penyakit Kardiovaskular premature
C- reactive protein > 1 mg/dl
2. Kerusakan Target Organ
Hipertrofi ventrikel kiri (EKG, ekokardiografi, atau foto thorax
dada)
Proteinuria atau peningkatan kadar kreatinin plasma: laki-laki
>115-133 mmol/l (>1,34 – 1.6 mg/dl), perempuan > 107-124
mmol/l (>1,25 – 1.45 mg/dl)
Pemeriksaan ultrasonografi atau radiologi terbukti adanya plak
arteriosklerossi (di aorta, arteri karotis, arteri iliaka, atau arteri
femoral)
Penyempitan arteri retina local atau meluas
3. Penyakit penyerta
Penyakit serebrovaskular: stroke iskemik, perdarahan serebral, atau
TIA
16
Penyakit jantung: infark miokard, angina, revaskularisasi koroner,
atau gagal jantung kongestif
Penyakit ginjak: nefropatik diabetic atau gagal ginjal-kreatinin:
laki-laki >133mmol/l (1,6 mg/dl), perempuan >124 mmol/l (1,45
mg/dl)
Penyakit pembuluh darah perifer: diseksi aneurisma atau penyakit
arteri yang simptomatis
Retinopati akibat hipertensi lanjut: perdarahn, eksudat atau
papiledema
Untuk kepentingan pelayanan kesehatan primer di Negara-negara
berpenghasilan rendah-sedang, WHO membuat carta prediksi risiko mengalami
kejadian kardiovaskular (penyakit jantung, stroke dan penyakit pmbuluh darah
perifer) dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.
17
Gambar 4. Carta Prediksi Risiko Kardiovaskular.
Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan pada satu
kali pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan TD yang sangat tinggi, misalnya
hipertensi derajat 3 atau terdapat bukti kerusakan target organ akibat hipertensi
(HMOD, hypertension-mediated organ damage) misalnya retinopati hipertensif
dengan eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau kerusakan ginjal.
Jumlah kunjungan dan jarak pengukuran TD antar kunjungan sangat
bervariasi tergantung beratnya hipertensi. Pada hipertensi derajat 1 tanpa tanda
kerusakan organ target, pengukuran tekanan darah dapat diulang dalam beberapa
bulan. Selama periode ini, dapat dilakukan penilaian TD berulang berdasarkan
beratnya risiko kardiovaskular.
Strategi pengukuran TD di luar klinik (HBPM atau ABPM) untuk
konfirmasi diagnosis hipertensi sangat dianjurkan bila tersedia. Pengukuran TD di
rumah dapat juga mendeteksi adanya hipertensi jas putih, hipertensi terselubung,
dan juga kasus lain.12
18
2.7 Pengukuran Tekanan Darah
Meskipun hasil pengukuran tekanan darah di klinik merupakan standar baku
utama dalam menegakkan diagnosis hipertensi, pengukuran tekanan darah pasien
secara mandiri mulai digalakkan. Pemeriksaan ini berupa HBPM dan ABPM.
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di klinik (atau fasilitas kesehatan)
atau di luar klinik (HBPM atau ABPM).12
Persiapan Pasien
a. Pasien harus tenang, tidak dalam keadaan cemas atau gelisah, maupun
kesakitan. Dianjurkan istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
b. Pasien tidak mengkonsumsi kafein maupun merokok, ataupun
melakukan aktivitas olah raga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.
c. Pasien tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan
adrenergik seperti fenilefrin atau pseudoefedrin (misalnya obat flu, obat
tetes mata).
d. Pasien tidak sedang menahan buang air kecil maupun buang air besar.
e. Pasien tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan.
f. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman.
g. Pasien dalam keadaan diam, tidak berbicara saat pemeriksan
Posisi
Posisi pasien: duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi klinik). -
Pada posisi duduk:
Gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar untuk
meminimalisasi kontraksi otot isometrik.
Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi jantung.
Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.
Prosedur
Letakkan spigmomanometer sedemikian rupa sehingga skala sejajar
dengan mata pemeriksa, dan tidak dapat dilihat oleh pasien.
Gunakan ukuran manset yang sesuai.
Pasang manset sekitar 2,5 cm di atas fossa antecubital.
19
Hindari pemasangan manset di atas pakaian.
Letakan bagian bell stetoskop di atas arteri brakialis yang terletak tepat
di batas bawah manset. Bagian diafragma stetoskop juga dapat
digunakan untuk mengukur tekanan darah sebagai alternatif bell
stetoskop.
Pompa manset sampai 180 mmHg atau 30 mmmHg setelah suara nadi
menghilang. Lepaskan udara dari manset dengan kecepatan sedang
(3mmHg/detik).
Ukur tekanan darah 3 kali dengan selang waktu 1-2 menit. Lakukan
pengukuran tambahan bila hasil pengukuran pertama dan kedua berbeda
>10 mmHg.
Catat rerata tekanan darah, minimal dua dari hasil pengukuran
terakhir.12
20
2.8 Penatalaksanaan hipertensi
1. Terapi Non-farmakologi
Pola hidup yang sehat dapat mencegah atau memperlambat awitan
hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup sehat
telah terbukti menurunkan tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi
garam dan alkohol, peningkatan konsumsi sayur dan buah-buahan,
penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktifitas fisik
teratur, serta menghindari merokok.12,15
21
Terdapat bukti bahwa antara konsumsi garam dan hipertensi.
Rekomendasi penggunaan garam natrium (Na) sebaiknya tidak
lebih dari 2 gram/hari (setara dengan 5-6 gram Nacl perhari atau
satu sendok teh garam dapur).
b. Perubahan pola makan
Pasien hipertensi disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang
seimbang yang mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan segar, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak
zaitun), serta membatasi asupan daging merah dan asupan lemak
jenuh.
c. Penurunan berat badan dan mejaga berat badan ideal
Terdapat peningkatan prevalensi obesitas dewasa di indonesia dari
14,8% berdasarkan data RISKESDAS 2013 menjadi 21,8% dari
data RISKESDAS 2018.
Tujuan pengendalian berat badan adalah untuk mencegah
terjadinya obesitas (IMT > 25 kg/m2), dan menargetkan berat
badan ideal (IMT 18,5 – 22,9 kg/ m2) dengan lingkar pinggang <90
cm pada laki-laki dan <80 cm pada perempuan.
d. Olahraga teratur
Olahraga aerobuk teratur bermanfaat untuk pencegahan dan
pengobatan hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas
kardiovaskular. Pasien hipertensi disarankan untuk berolahraga
setidaknya 30 menit latihan aerobik dinamik berintesitas sedang
(seperti: berjalan, joging , bersepeda atau berenang ) 5-7 hari
perminggu.
e. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko vaskular dan kanker, sehingga
satatus merokok harus ditanyakan pada setiap kunjungan,
penderita hipertensi yang merokok, maka diedukasikan untuk
segera berhent merokok.12,15
2. Terapi Farmakologi
22
Secara umum, terapi farmakologi pada pasien hipertensi dumulai
bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan
tekanan darah setelah >6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada
pasien dengan hipertensi derajat ≥2.12
Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi
merupakan upaya menurunan tekanan darah secara efektif dan efisien.
Meskipun demikian pemberian obat antihipertensi bukan selalu
merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan hipertensi.12
Berdasarkan konsensus penatalaksanaan hipertensi tahun 2019,
menetapkan ada target dalam batasan tekanan darah pada penderita
hipertensi
23
Gambar 7. Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi
Hipertensi
24
Irbesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1 atau 2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
CCB- Amlodipin 2,5-10 1
dihidropiridin Felodipin 5-10 1
Nifedipin OROS 30-90 1
Lercanidipin 10-20 1
CCB- Diltiazem SR 180-360 2
nonhidropiridin Diltiazem CD 100-200 1
Verapamil SR 120-480 1 atau 2
Obat Lini Kedua
Dieuretik Loop Furosemid 20-80 2
Torsemid 5-10 1
Dieuretik hemat Amilorid 5-10 1 atau 2
kalium Triamteren 50-100 1 atau 2
Dieuretik Eplerenon 5-100 1 atau 2
Antagonis Spironolakton 25-100 1
Aldosteron
Beta Blocker- Atenolol 25-100 1 atau 2
Kardioselektif Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol tartrate 100-400 2
Kelas Obat Dosis (mg/hari) Frekuensi per
hari
Beta Blocker- Nebivolol 5-401 1
Kardioselektif
dan Vasodilator
Beta Blocker- Propanolol IR 160-480 2
non Propanolol LA 80-320 1
25
kardioselektif
Beta Blocker- Carverdilol 12,5-50 2
kombinasi alfa
dan beta
Alfa- 1 blocker Doxazosin 1-8 1
Prazosin 2-20 2 atau 3
Terazosin 1-20 1 atau 2
Sentral alfa-1 Metildopa 1-20 2
agonis dan obat Klonidin 250-10000,1-0,8 2
sentral lainnya Hidralazin 25-200 2 atau 3
Direct Minoxidil 5-100 1-3
vasodilator
26
kelas III atau IV)
Terdapat edema tungkai
berat
Obat Kontraindikasi
Tidak dianjurkan Relatif
Calcium Channel Setiap bloksinoatrial Konstipasi
Blocker (Non- atau atrioventikular
Dihidropiridin) derajat tinggi
Gangguan ventrikel kiri
berat (fraksi ejeksi
ventrikel kiri <40 %)
Bradikardi (denyut
jantung <60 kali
permenit)
ACE Inhibitor Kehamilan Perempuan usia subur
Riwayat angioedema tanpa kontrasepsi
Hiperkalemia (kalium
>5,5 meq/L)
Stenosis arteri renalis
bilateral
Angiotensi Receptor Kehamilan Perempuan usia subur
Blocker Hiperkalemia (kalium tanpa kontrasepsi
>5,5 meq/L
Stenosis arteri renalis
bilateral
27
Gambar 8. Algoritme tatalaksana hipertensi berdasarkan ASH/ISH
2013.14
28
Gambar 9. Algoritme Terapi Hipertensi JNC 8.
29
1. Hipertensi tanpa indikasi khusus
a. Hipertensi stage 1 dapat diberikan diuretic (HCT 12,5-50 mg/hari) atau
pemberian penghambat ACE (captopril 3x12,5-50 mg/hari), atau
nifedipin long acting 30-60 mg/hari atau kombinasi
b. Hipertensi stage 2, bila target terapi tidak tercapai setelah observasi
selama 2 minggu, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan
dieuretik, tiazid dan penghambat ACE atau beta blocker atau CCB
c. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada atau tidaknya kontraindikasi
dari masing-masing anti hipertensi diatas. Sebaiknya pilih obat hipertensi
yang diminum sekali sehari atau maksimum 2 kali sehari.
Gagal √ √ V √ √
jantung
Paska √ √ √
infark
miokard
akut
Risiko √ √ √ √
tinggi
penyakit
30
coroner
DM √ √ √ √ √
Ginjal √ √
kronik
Pencegahan √ √
stroke
berulang
2. Kondisi Khusus
a. Lanjut Usia
Dieuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg/hari
Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit penyerta
b. Kehamilan
Golongan metildopa, B blocker, antagonis kalsium vasodilator
ACE inhibitor dan antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan
selama kehamilan
31
Transiet Ischemic Attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.3,16
A. Otak
Stroke merupakan kerusakan organ target pada otak yang
diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perndarahn, tekanan
intracranial yang meninggi atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh non otak yangterpajan tekananan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahinya akan berkurang.
B. Kardiovaskuler
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran
darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapat suplai oksigen yang cukupk kebutuhan oksigen miokardium
yang tidak terpenuhi menyebabkan iskemia jantung yang pada akhirnya
dapat menjadi infark.
C. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerulus.
Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit
fungsiional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan akan berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membrane glomerulus
juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering
dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang
berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.
D. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebakan kerusakan
pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama
hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat kerusakan yang
32
ditimbulkan. Kelainan pada retina yang terjadi akibat hipertensi adalah
iskemik optic neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran
darah yang buruk , oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan
aliran darah pada arteri dan vena.
Kerusakan yang lebih parah dapat terjadi pada hipertensi maligna,
dimana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak antara lain nyeri
kepala, double vision, dim vision dan sudden vision loss3,15.
2.11 Prognosis
Umumnya baik atau bonam bila hipertensinya terkontrol
33
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTRA PUSTAKA
35
12. Indonesia Society Of Hypertension. Konsensus Penatalaksanaan
Hipertensi. (Lukito AA, Harmeiwaty E, Hustrini NM, eds.).; 2019.
[Accesed On November 2022]
13. The McGraw-Hill Companies. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
16th ed.; 2010. [Accesed On November 2022]
14. ESH and ESC. ESH/ESC Guideline For Management Of Arterial
Hypertension. J Hypertens. 2013;21:1281-1357. [Accesed On November
2022]
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 1st ed.; 2015.
[Accesed On November 2022]
16. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. CDK-236. 2016;43(1). [Accesed On November 2022]
36