Anda di halaman 1dari 25

REFRESHING

HIPERTENSI

Pembimbing:
dr. Tety Suratika, Sp.PD, M.Kes

Disusun Oleh:
Alifka Vadya Masyita
(2019730114)

KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia -Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Refreshing dengan judul “Hipertensi”. Laporan
Refreshing ini penulis ajukan untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Stase Interna di RSUD
Sayang Cianjur.
Penulis menyadari laporan Refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan laporan selanjutnya. Atas selesainya
laporan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. Tety Suratika, Sp.PD, M.Kes yang telah memberikan persetujuan dan
pembimbingan. Dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin laporan Refreshing ini
telah selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan dengan balasan yang terbaik.

Cianjur, 8 Juni 2023

Alifka Vadya Masyita

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Definisi Hipertensi Primer........................................................................ 1
1.2 Epidemiologi Hipertensi........................................................................... 1
1.3 Etiologi ..................................................................................................... 1
1.4 Klasifikasi ................................................................................................. 2
1.5 Fisiologi dan Patofisiologi........................................................................ 3
1.6 Manisfestasi Klinis ................................................................................... 3
1.7 Fakto Risiko ............................................................................................. 4
1.8 Dignosis .................................................................................................... 6
1.9 Diagnosis Banding ................................................................................... 8
BAB II .................................................................................................................... 9
TATALAKSANA .................................................................................................. 9
2.1 Non Farmakolog................................................................................................ 9
2.2 Farmakologi .................................................................................................... 10
2.3 Alur Penanganan Hipertensi ........................................................................... 14
BAB III ................................................................................................................. 17
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS .................................................................. 17
BAB IV ................................................................................................................. 20
KESIMPULAN.................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Hipertensi Primer

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah tekanan di pembuluh darah terlalu


tinggi dengan nilai 140/90 mmHg atau lebih tinggi. Jika tidak diobati dapat
menyebabkan hal yang serius. Orang dengan tekanan darah tinggi mungkin
tidak merasakan gejala. Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan
memeriksakan tekanan darah (Kementerian Kesehatan RI, 2022).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/
tenang (Mancia et al., 2018).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan
kesehatan (PDHI, 2021)

1.2 Epidemiologi Hipertensi

WHO menyebutkan pada tahun 2023 prevalensi hipertensi Diperkirakan


1,28 miliar orang dewasa berusia 30-79 tahun di seluruh dunia menderita
hipertensi, sebagian besar (dua pertiga) tinggal di negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Diperkirakan 46% orang dewasa dengan hipertensi tidak
menyadari bahwa mereka memiliki kondisi tersebut.
Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia sebesar 34,1% dengan total
kasus sebanyak 63.309.602 kasus dan pada tahun 2018 sekitar 427.218
penderita hipertensi meninggal dunia. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
komplikasi seperti penyakit jantung dengan prevalensi sebesar 54%, stroke
sebesar 36%, dan penyakit gagal ginjal sebesar 32%. Terjadinya komplikasi
tersebut dikarenakan penderita hipertensi tidak melakukan pengobatan dengan
benar.

1.3 Etiologi

1
Mekanisme regulasi tekanan darah terkadang tidak dapat berfungsi dengan
semestinya atau tidak mampu mengkompensasi perubahan yang terjadi.
Tekanan darah dapat menjadi terlalu tinggi (hipertensi) atau terlalu rendah
(hipotensi). Etiologi Hipertensi primer (esensial) ini merupakan hipertensi yang
tidak diketahui penyebab pastinya. Mayoritas pasien hipertensi merupakan
hipertensi primer (90%). Orang-orang memiliki kecenderungan genetik
memiliki hipertensi primer yang dapat dipercepat atau diperburuk dengan
beberapa faktor yang berkontribusi, seperti obesitas, merokok, stress, atau pola
makan (Mancia et al., 2018).

1.4 Klasifikasi

Hipertensi dapat dikalsifikasikan atau dikatagorikan sesuai dengan hasil


dari pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan beberapa kali dalam
pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan oleh pasien (PDHI, 2021) (Muhadi,
2016)

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Dikutip dari 2020 International Society of


Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines.
KATEGORI SISTOLIK DISTOLIK
Normal <130 Dan <85
Normal Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 dan/atau 100

Tabel 1.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC VIII

KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK


Tanpa Diabetes/CKD
• ≥ 60 tahun <150 <90
• ≤ 60 tahun <140 <90
Dengan diabetes/CKD
• Semua umur
dengan DM tanpa <140 <90
CKD

2
• Semua umur <140 <90
dengan CKD
dengan/tanpa DM

1.5 Fisiologi dan Patofisiologi

Tekanan darah didefinisikan sebagai tekanan lateral dinding pembuluh


darah akibat adanya aliran darah di dalamnya. Mean arterial pressure (MAP)
merupakan tekanan darah yang diregulasi oleh tubuh dan didefinisikan sebagai
tekanan yang mendorong darah ke jaringan. MAP harus diregulasi agar tidak
terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Dua faktor yang mempengaruhi MAP
adalah cardiac output dan total resistensi perifer dengan rumus:

MAP = cardiac output x total resistensi perifer atau MAP = diastol + 1/3
sistol

Mean arterial pressure bergantung pada resistensi perifer dan cardiac


output, dimana cardiac output dipengaruhi oleh heart rate dan stroke volume.
Heart rate bergantung pada keseimbangan antara aktivitas parasimpatis (yang
menurunkan denyut jantung) dan simpatis (yang menaikkan denyut jantung).
Cardiac output didefinisikan sebagai banyaknya darah yang dipompa ventrikel
kiri ke aorta setiap menit, sementara stroke volume adalah banyaknya darah
yang dipompa ventrikel kiri ke aorta setiap kali terjadi kontraksi ventrikel.
Stroke volume akan meningkat sebagai respons terhadap aktivitas simpatis
(kontrol ekstrinsik) dan juga saat aliran balik vena meningkat (kontrol intrinsik).
Volume darah yang efektif juga mempengaruhi banyaknya darah yang
dikembalikan ke dalam jantung. Volume darah ini juga bergantung pada
keseimbangan air dan garam dalam tubuh, yang secara hormonal dikontrol oleh
sistem renin-angiotensin-aldosteron dan vasopressin.

3
1.6 Manisfestasi Klinis

Hipertensi dikenal sebagai silent killers atau pembunuh dalam diam.


Hal ini dikarenakan tidak semua hipertensi merasakan gejala ataupun keluhan.

4
Dilansir dari Kementerian dan Kesehatan Indoneisa, keluhan yang biasa
terjadi pada penderita hipertensi (Kemenkes RI, 2016), antara lain :
a. Sakit kepala
b. Jantung berdebar-debar
c. Pusing kepala
d. Gelisah
e. Rasa sakit di dada
f. Mudah lelah
g. Penglihatan kabur
Namun, perlu diingat bahwa gejala-gejala ini tidak selalu terkait dengan
hipertensi dan dapat muncul dalam kondisi medis lainnya. Oleh karena itu,
sangat penting untuk menjaga tekanan darah dalam batas normal dengan
melakukan pola hidup sehat dan mengikuti pengobatan jika diperlukan

1.7 Fakto Risiko

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.


Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Terdapat faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi,
faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu : (Nuraini, 2015)
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi
dalam keluarga.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Laki-laki
memiliki resiko lebih besar dibandingkan dengan perempuan yang
diduga hal ini dikarenakan pria memiliki gaya hidup yang cenderung

5
meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause
perempuan memiliki resiko lebih besar yang mana disebabkan karena
faktor hormonal.

c. Usia
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada kelompok usia
lanjut hipertensi hanya ditemukan berupa kenaikan tekanan darah sistolik
yang diakibatkan karena perubahan struktur pada pembuluh darah besar.
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria
dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan
17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT (status gizi normal menurut
standar internasional) Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat
menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah,
yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf
simpatis dan sistem renin angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
b. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
c. Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih
otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya
aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya

6
risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung
mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja
lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
d. Komsumsi garam berlebih
Konsumsi natrium berlebih menyebabkan kosentrasi natrium di
dalam carian ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan
yang berada di intraseluler ditarik keluar yang mengakibatkan volume
cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan meningkat ini
menyebabkan meningkatnya volume darah dan terjadilah hipertensi.
e. Kebiasaan Merokok
Zat-zat berbahaya dari rokok merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses aterosklerosis dan
tekanan darah yang tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung,
sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung jantung bertambah.
f. Displidemia
Kolesterol merupakan komponen penting pada terjadinya
aterosklerosis, yang kemudian meningkatkan tahanan perifer pembuluh
darah sehingga tekanan darah meningkat.

1.8 Dignosis

Anamnesis pada hipertensi meliputi :


Tanyakan apakah ada riwayat darah tinggi di keluarga, apakah ada
faktor risiko lain, contohnya merokok, obesitas, inaktivitas fisik,
dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, atau laju filtrasi
glomerulus, riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-
laki <55 tahun atau perempuan <65 tahun, apakah ada kelemahan
anggota gerak, apakah ada konsumsi obat sebelumnya. Keluhan
hipertensi yang dapat ditemukan yaitu :
1. Sakit kepala atau nyeri kepala
2. Gelisah
3. Jantung berdebar-debar
4. Pusing

7
5. Leher kaku
6. Penglihatan kabur
7. Rasa sakit di dada
8. Mudah lelah
9. Impotensi (tidak spesifik).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada penderita hipertensi secara
umum dapat ditemukan pemeriksaan fisik berupa pasien tampak sehat
namun terlihat sakit-ringan apabila terjadi komplikasi hipertensi ke organ
lain. Tekanan darah meningkat sesuai kriteria JNC VIII. Pasien dengan
hipertensi wajib diperiksa status neurologis dan pemeriksaan jantung
(tekanan vena jugular, batas jantung, dan ronki). Pemeriksaan tekanan
darah sebaiknya dilakukan dalam keadaan tenang dan telah istirahat
duduk sekitar 5 menit dan tidak berbicara saat diperiksa tekanan darah,
kandung kemih sebaiknya dikosongkan dengan buang 5 air kecil dan
hindari mengkonsumsi kopi, alkohol dan merokok (PDHI, 2021)
(Muhadi, 2016).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk hipertensi bertujuan untuk
mengidentifikasi penyebab hipertensi dan melihat dampak hipertensi
pada organ tubuh lainnya. Beberapa pemeriksaan yang biasanya
dilakukan adalah:
1. Analisis urine: Tes urine dapat membantu mengidentifikasi penyebab
hipertensi seperti infeksi saluran kemih, penyakit ginjal, atau diabetes.
2. Pemeriksaan darah: Pemeriksaan darah meliputi tes fungsi ginjal,
kadar gula darah, kolesterol, dan elektrolit.
3. Elektrokardiogram (EKG): Tes EKG dapat membantu mengidentifikasi
kerusakan jantung atau masalah irama jantung yang dapat terkait
dengan hipertensi.
4. Pemeriksaan mata: Pemeriksaan mata dapat membantu
mengidentifikasi kerusakan pada pembuluh darah retina yang dapat
terkait dengan hipertensi.

8
5. Pemeriksaan pencitraan: Pemeriksaan pencitraan seperti CT scan, MRI,
atau USG dapat membantu mengidentifikasi kerusakan pada organ
tubuh lainnya yang dapat terkait dengan hipertensi.

1.9 Diagnosis Banding

White collar hypertensio, nyeri akibat tekanan intraserebral,


ensefalitis.

9
BAB II

TATALAKSANA

2.1 Non Farmakolog

Perubahan gaya hidup, pola hidup sehat dapat mencegah ataupun


memperlambat awitan hipertensi dan dapat mengurangi risiko
kardiovaskular. Pola hidup sehat juga dapat memperlambat ataupun
mencegah kebutuhan terapi obat pada hipertensi derajat 1, namun sebaiknya
tidak menunda inisiasi terapi obat pada pasien dengan HMOD atau risiko
tinggi kardiovaskular. Pola hidup sehat telah terbukti menurunkan tekanan
darah yaitu pembatasan konsumsi garam dan alkohol, peningkatan
konsumsi sayuran dan buah, penurunan berat badan dan menjaga berat
badan ideal, aktivitas fisik teratur, serta menghindari rokok (PDHI, 2021)
(Muhadi, 2016).
a. Pembatasan komsumsi garam
Terdapat bukti hubungan antara konsumsi garam dan hipertensi.
Konsumsi garam berlebih terbukti meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan prevalensi hipertensi. Rekomendasi penggunaan natrium
(Na) sebaiknya tidak lebih dari 2 gram/hari (setara dengan 5-6 gram NaCl
perhari atau 1 sendok teh garam dapur). Sebaiknya menghindari makanan
dengan kandungan tinggi garam. Restriksi garam harian dapat menurunkan
tekanan darah sistolik 2-8mmHG. Perubahan pola makan
Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension) dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHG. Lebih
banyak makan buah sayur-sayuran dan produk susu rendah lemak dengan
kandungan lemak jenuh dan total lebih sedikit. Kaya potassium dan
calcium.
Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan seimbang
yang mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk
susu rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama
minyak zaitun), serta membatasi asupan daging merah dan asam lemak
jenuh.

10
b. Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal
Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-
20 mmhg penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pingang 94 cm untuk pria
dan 80 cm untuk wanita. indeks massa tubuh <25 kg/m2 . Rekomendasi
penurunan berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga
meningkatkan aktivitas fisik.
c. Olahraga teratur atau melakukan aktifitas fisik teratur
Olahraga aerobik teratur bermanfaat untuk pencegahan dan
pengobatan hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas
kardiovaskular. Olahraga teratur dengan intensitas dan durasi ringan
memiliki efek penurunan TD lebih kecil dibandingkan dengan latihan
intensitas sedang atau tinggi, sehingga pasien hipertensi disarankan untuk
berolahraga setidaknya 30 menit latihan aerobik dinamik berintensitas
sedang (seperti: berjalan, joging, bersepeda, atau berenang) 5-7 hari per
minggu. Olahraga atau melalukan aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah sistolik 4-9 mmHG.
d. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko vaskular dan kanker, sehingga
status merokok harus ditanyakan pada setiap kunjungan pasien dan
penderita hipertensi yang merokok harus diedukasi untuk berhenti merokok.
e. Pembatasan komsumsi alkohol
Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah
sistolik 2-4 mmHG. Maksimum 2 minuman standar/ hari: 1 oz atau 30 Ml
ethanol misaln bir 24 oz wine 10 oz atau 3 oz 80-proof whiskey untuk pria
dan 1 minuman standar/hari untuk wanita.

2.2 Farmakologi

Penatalaksanaan terapi farmakologi pada penderita hipertensi


merupakan upaya untuk menurunkan tekanan darah secara efektif dan
efisien. Meskipun demikian pemberian obat antihipertensi bukan selalu
merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan hipertensi.Strategi
pengobatan yang dianjurkan pada panduan penatalaksanaan hipertensi saat

11
ini adalah dengan menggunakan terapi obat kombinasi pada sebagian besar
pasien, untuk mencapai tekanan darah sesuai target. Bila tersedia luas dan
memungkinkan, maka dapat diberikan dalam bentuk pil tunggal
berkombinasi (single pill combination), dengan tujuan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap pengobatan (PDHI, 2021).

Obat-obat untuk penatalaksanaan hipertensi Lima golongan obat


antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan yaitu: ACEi, ARB, beta
bloker, CCB dan diuretik. Terdapat beberapa jenis obat antihipertensi untuk
terapi farmakologis antara lain :
1. Diuretik (Thiazide atau aldosterone agonist)
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natirum, air, dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ektraseluler. Akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Diuretik juga
menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
Golongan thiazid terdapat beberapa jenis antara lain seperti
Hidroklorothiazide (HCT) yang merupakan obat yang dianjurkan untuk
dugunakan pada kasus hipertensi ringan/sedang dengan kombinasi obat
anithipertensi lain. Golongan selanjutnya adalah Indapamid yang
memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan ginjal
dan bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi
hipertrofi ventrikel. Namum pada pasien gagal ginjal diretik kurang
efektif untuk sebagai antihipertensi maka dianjurkanlah penggunaan
diuretik kuat.
Diuretik kuat (loop diuretics) bekerja di ansa henle asenden
menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan
elektrolit. Efek loop diuretics lebih kuat daripada golongan thiazide,
oleh karena itu golongan ini jarang digunakan kecuali pada pasien
gangguan ginjal. Yang termasuk golongan diuretik kuat adalah
furosemid, torasemid, bumetanid, dan asam etakrinat. Selain itu
terdapat duretik hemat kalium seperti amilorid, triamteren dan
spironolakton. Yang bisa digunakan dengan diuretik lain sebagai
pencegah hipokalemia.

12
2. Penyekat reseptor beta adrenergik (β-Blocker)
Efek dari golonga β-Blocker antara lain menurunkan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah
jantung, menghambat sekresi renin dengan penurunan angiotensin II,
dan efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis. Atenolol
merupakan obat yang sering dipilih karena penetrasinya ke SSP minimal
sehingga kurang menimbulkan efek samping sentral, jenis lainnya ada
metoprolol, labetalol, dan karvedilol.
3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEi)
ACE Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Vasodilatasi secara langsung menurunkan tekanan darah
sedangkan pengurangan aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan
natirum dan retensi kalium. Obat yang bisa ditemukan adalah kaptopril
yang paling banyak digunakan. Efek ACE Inhibitor efektif untuk
hipertensi ringan, sedang, dan berat.
4. Penghambat reseptor angoitensin (ARB)
Reseptor angiotensin II terdiri dari dua kelompok yaitu AT1 dan
AT2. AT1 terdapat di otot polos pembuluh darah, otot jantung, dan di
ginjal, otak, dan kelenjar adrenal. AT1 memperantai semua efek
fisiologi angiotensin II terutama pada homeostasis. Reseptor AT2
terdapat di medula adrenal dan juga di SSP. Losartan merupakan obat
golongan ARB yang selektif pada AT1 yang menghambat semua efek
angiotensin II seperti vasokonstriksi dan sekresi aldosteron.ARB sangat
efektif untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan
kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi
genetik.

5. Calcium Channel Blocker (CCB)


Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan jantung. Pada otot polos pembuluh darah,

13
amtagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol , sedangkan
vena kurang dipengaruhi. Antagonis kalsium terbukti sangat efektif
pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia lanjut.

Gambar 2.1 Golongan Obat Antihipertensi


Algoritma terapi farmakologi telah dikembangkan untuk
memberikan rekomendasi praktis pengobatan hipertensi. Beberapa
rekomendasi utama, yaitu:
1. inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua
obat. Bila memungkinkan dalam bentuk SPC, untuk meningkatkan
kepatuhan pasien.
2. Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-
angiotensin system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau
diuretik.
3. Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain
dianjurkan bila ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal
jantung dan untuk kontrol denyut jantung.
4. Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan
risiko rendah (TDS <150mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-

14
tinggi dan berisiko sangat tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun)
atau ringkih.
5. Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi
atau ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi
duaobat.
6. Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten,
kecuali ada kontraindikasi.
7. Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum
terkendali dengan kombinasi obat golongan di atas.
Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan (PDHI,
2021).

2.3 Alur Penanganan Hipertensi

Alur penanganan hipertensi menurut international Society Of


Hypertension 2020 pada Konsensus Penatalaksaan Hipetensi 2010 dari
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Alur Inisiasi Terapi Obat Hipertensi menurut ISH


Salah satu pertimbangan untuk memulai terapi farmakologi adalah
nilai atau ambang tekanan darah. Pada Konsensus Penatalaksanaan

15
Hipertensi PERHI tahun 2019, disepakati bahwa target tekanan darah
adalah <140/90 mmHg, tidak tergantung kepada jumlah penyakit penyerta
dan nilai risiko kardiovaskularnya.
Pada Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2021 ini, disepakati
target tekanan darah seperti tercantum pada diagram berikut ini:

Gambar 2.3 Target Tekanan Darah dalam 3 Bulan

Gambar 2.4 Strategi Penetalaksaan Hipertensi tanpa Komplikasi

16
2.5 Gambar Algoritma Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC VIII

17
BAB III

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

3.1 Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit


jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan
akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.

Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak


terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal.Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang
mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan
yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi perdarahan yang disebabkan oleh
pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang
dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung


maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif. Penelitian lain juga
membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan
besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah
akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).

a. Otak

18
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang
meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.
Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat
terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat.
Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium di
seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di
sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.
b. Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium
yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada
akhirnya dapat menjadi infark.
c. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unitunit fungsional ginjal,
sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian
ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar
melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan
osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada
hipertensi kronik.
d. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah
pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut

19
berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan.
Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah
iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah
yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada
arteri dan vena retina. Penderita retinopati hipertensif pada awalnya tidak
menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium
akhir.

3.2 Prognosis

Ad bonam bila tekanan darah terkontrol

20
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih,


pada usia 18 tahun ketas dengan penyebab yang tidak diketahui secara
pasti. Pengukuran tekanan darah dilakukuan 2 kali atau lebih dengan posisi
duduk dan selang waktu ≥ 2 menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang
kemudian diambil pada dua kali atau lebih kunjungan. Hipertensi primer
etiologi dan patofisiologinya tidak diketahui secara pasti. Tujuan umum
pengobatan hipertensu adalah menurunkan mortalitas dan mordibitas
dengan target penurunan tekanan darah berdasarkan JNC VIII dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu <150/90 mmHg pada kelompok usia ≥ 60 tahun
dan <140/90 mmHg pada kelompok usia <60tahun. Terapi pada hipertensi
berupa terapi farmakologi dan non farmakologi. Farmakologi termasuk
obat anti hipertensi lini pertama dan kombinasi yang telah dianjurkan dan
non farmakologi berupa pengurangan berat badan untuk individu yang
obes atau gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah
natrium, aktifitas fisik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI (2022) Hipertensi , Penyakit Jantung dan Pembuluh


Darah, Kementerian Kesehatan RI. Available at:
https://p2ptm.kemkes.go.id/informasi-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah Hipertensi atau tekanan darah tinggi,(InfoDATIN%2C Kemenkes
RI). .

Mancia, G. et al. (2018) ‘Guidelines for the Management of Arterial Hypertension:


The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European
Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC)’,
Journal of Hypertension, 25(6), pp. 1105–1187. Available at:
https://doi.org/10.1097/HJH.0b013e3281fc975a.

Muhadi (2016) ‘JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa’, Cermin Dunia Kedokteran, 43(1), pp. 54–59.

Nuraini, B. (2015) ‘Risk Factors of Hypertension’, J Majority, 4(5), pp. 10–19.

PDHI (2021) ‘Perhimpunan Dokter Hipertensi indonesia’, I-Hefcard.Com, p. 118.


Available at:
http://www.inash.or.id/upload/event/event_Update_konsensus_2019123191.pdf.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI Ed-6. Farmakologi dan Terapi. Ed-
6. Jakarta: Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana


Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 2015.

22

Anda mungkin juga menyukai